Aku membuka pintu kamar berencana keluar, tetapi ada pelayan menunggu di pintu kamarku. Dia mengatakan bahwa makan malam sudah siap, sambil memegang tumpukan baju dia meminta izin untuk memasukkan semua baju itu ke dalam lemari. Dia sudah lama menunggu, tetapi karena aku sedang tertidur dengan lelap, dia membiarkanku tidur dan melewati makan siang.
Makan malam sudah siap. Aku sangat menanti makan malam, karena perutku sudah benar-benar lapar. Oh, perutku tolonglah jangan membuat masalah ketika di ruang makan. Jika sampai itu terjadi, apa sebaiknya aku berpura-pura mati?
Aku mengenakan gaun sederhana berwarna coklat muda yang telah disiapkan pelayan tadi. Busana yang sederhana namun tetap mempunyai kesan yang anggun. Dia mengatakan bahwa kehadiranku mendadak di sini, jadi semua baju ini adalah milik mendiang ibu Pangeran Tom. Tom yang malang, dia sudah kehilangan ibunya. Ingin aku bertanya kepada pelayan itu mengapa ibunya meninggal, tapi aku tahan. Aku harus berhati-hati dengan orang di sekitar. Sepertinya dia adalah wanita yang sangat cantik, kurasa. Aku tidak tahu apakah ibu dan ayahku masih ada? Apa aku sudah hidup sebatang kara?
Rambutku disanggul namun rambut depanku dibiarkan terurai, karena rambut depanku agak pendek untuk disanggul. Aku memiliki rambut yang ikal berwarna coklat terang.
Aku berjalan menuruni tangga utama menuju ballroom,
menelusuri koridor yang berada di sebelah kanan dari pintu utama. Di sana terdapat pajangan lukisan Sang Raja turun temurun. Aku melihat Raja terakhir, sepertinya ini ayahnya Tom. Wajahnya tidak begitu mirip, tapi hanya samar-samar bisa terlihat persamaannya. Ayahnya Tom dilukis ketika masih muda berumur sama seperti Tom sekarang, kurasa. Dia tampak memakai zirah lengkap dengan senjata yang ia pegangi di tangan kanan, sedangkan tangan kiri memegang penutup kepala. Sungguh sangat gagah dan perkasa.”Nona?” Pelayan itu berhenti karena menyadari langkah kakiku terhenti.
”Ah, maafkan aku.” Aku kembali berjalan dengannya.
”Jika Anda tidak keberatan, saya akan membantu menjawab pertanyaan yang ingin Anda sampaikan. Selama pertanyaan itu tidak menentang aturan di kastil ini”
Aku hanya terdiam memandangi wajah lukisan itu.
”Dia Raja terakhir di sini, ayahnya Pangeran Tom. Kemungkinan besar beliau akan menurunkan tahtanya.”
”Apa pernyataan tadi tidak menentang aturan?”
”Anu, itu memang sudah ada pengumumannya.”
Begitu rupanya. Akankah Tom yang menjadi Raja?
Sesampainya di ruang makan. Aku melihat cukup ramai, selain para pelayan yang mondar-mandir menyiapkan makanan. Para keluarga sedang duduk di kursi makan dengan meja yang panjang dan lebar di hadapannya. Namun, terdapat banyak kursi yang masih kosong. Hanya 5 kursi yang dipakai.
Tom dan Williams berdiri menyambut kedatanganku. Aku bergegas menghampiri mereka dan duduk di sebelah kiri Williams dan Tom berada di sebelah kanannya. Di hadapanku hanya kursi kosong, sedangkan samping kursi kosong itu diisi dengan seorang wanita dan laki-laki. Kursi utama diisi oleh Sang Raja. Laki-laki itu tampak tidak asing bagiku. Dia tidak terlalu tampan, hanya saja dari penampilannya dia orang yang bisa memikat wanita dengan cara yang mudah. Pasti sudah banyak wanita yang terpikat olehnya, dan banyak korban yang ia permainkan. Sedangkan wanita itu jelas terlihat bahwa ia benar-benar tidak menyukaiku. Dia gadis cantik yang sepertinya berumur sama denganku. Rambutnya lurus terurai memakai gaun yang berwarna sama denganku namun memiliki motif yang jelas berbeda. Aku merasa lebih tidak nyaman berada di sini daripada di Kastil sebelumnya. Mungkin karena di sini aku melihat kebencian dari gadis itu, sedangkan di sana tidak. Wanita-wanita itu tampak tidak peduli dengan kehadiranku.
"Namamu Jane, kah?" ucap Sang Raja.
"Benar, yang mulia," ucapku dengan canggung.
"Perkenalkan Nama saya Raja Aaron. Selamat datang di Kastil Burchard. Sudah tidak perlu canggung. Kau dan Williams sudah sama seperti Tom. Aku menganggap kalian di sini semua adalah anakku. Tom hanya anak satu-satunya, kurasa dia sangat kesepian. Aku sudah mendengar semua cerita tentangmu dari Tom. Semoga kau nyaman di sini, Jane."
"Terima kasih."
"Yang benar saja. Mengapa dia diterima di sini? Sedangkan kita tidak tahu asal-usul wanita itu. Bisa jadi dia sangat membahayakan," ucap gadis itu
"Hentikan, Marry! Kau tidak punya wewenang untuk mengatakan itu!" Tegas Raja Aaron
"Maafkan saya, yang mulia." Marry melemah.
Hidangan makanan di sini sama seperti aku makan di rumah sederhana itu. Kurasa juru masaknya merupakan orang yang sama. Sangat lezat. Aku menikmati makanan ini tanpa memedulikan tatapan Marry. Wanita itu sungguh menyebalkan dan membuatku tidak nyaman. Meskipun aku tidak menghiraukan dia, aku bisa merasakan dia menatap tajam ke arahku.
Makan malam selesai.
***
Langkahku kembali ke kamar terhentikan oleh Tom. Dia mengajakku menuju perapian. Aku melangkah mengikuti Tom, dan sepertinya Williams pun ikut. Kami menaiki tangga utama menelusuri sebuah koridor. Aku bisa melihat beberapa patung prajurit lengkap dengan zirah dan senjata yang dikenakannya. Terdapat tanaman menghiasi sudut-sudut koridor ini. Tidak ada jendela, hanya diberi lampu di setiap dinding kanan dan kiri yang berjarak dua meter. Kami menaiki anak tangga yang masih diselimuti dengan karpet merah. Tangga yang semi spiral sama seperti tangga utama namun berukuran lebih kecil.
Sesampai di perapian. Aku bisa melihat ruangan ini cukup besar. Ruangan ini sepertinya hanya digunakan untuk bersantai, dengan hidangan teh dan kudapan manis. Terdapat dua sofa berukuran besar mungkin bisa muat tiga sampai empat orang yang mendudukinya dan terdapat dua sofa kecil yang hanya muat satu orang. Sofa itu berwarna coklat saling berjajar menghadap perapian. Terdapat meja berwarna coklat tua senada dengan ornamen sofa yang polos, berukuran cukup besar, dan cukup untuk melingkari semua sofa-sofa di sini.
Perapian itu cukup besar. Aku bisa merasakan kehangatannya dari sini. Ukiran-ukiran dengan model abstrak bisa memberikan kesan yang mewah dan berseni. Aku bisa melihat di atas perapian terdapat lukisan besar. Lukisan itu diisi oleh pasangan muda. Sepertinya itu adalah ibu dan ayahnya Tom. Aku mulai mendekati lukisan tersebut.
"Aku mengajakmu kesini, karena udara malam ini sangat dingin. Sepertinya selimut pun belum bisa memberikan kehangatan. Aku khawatir kau tidak akan bisa tidur."
Aku hanya terdiam memandangi lukisan itu.
"Um, itu adalah kedua orang tuaku. Ibuku meninggal karena sakit parah yang dideritanya. Baju yang kau kenakan milik ibuku, terlihat sangat cocok denganmu."
"Maafkan aku, Tom. Aku tidak berniat mengungkapkan kesedihanmu. Aku turut berduka. Ibumu sangat cantik, mirip sekali denganmu. Hanya saja kau laki-laki."
"Maksudmu aku cantik?"
"Ah tidak. Aku tidak bisa menjelaskannya. Aku pikir kau cantik. Namun, dalam diri seorang laki-laki"
"Katakan saja bahwa Tom adalah laki-laki tampan. Mengapa kau sangat merepotkan sekali," sahut Williams sambil meminum secangkir teh. Cara dia sedang meminum dan memegang cangkir, membuatnya memancarkan aura memesona.
Aku benar-benar malu. Mengapa kedua lelaki ini tampan sekali.
"Hentikan Wil!" Tom tertawa kecil
"Aku sungguh tak tahan mendengar dia berkata seperti itu. Wanita ini sangat merepotkan, tidak bisakah dia berkata langsung seperti itu?"
Aku hanya diam menatap tidak suka ke arah Williams.
"Aku mempunyai koleksi beberapa buku di sini. Jika kau sedang senggang dan merasa bosan. Kau bisa pergi kesini. Pastikan kau ingat jalan menuju kemari."
"Baiklah."
Aku menuju rak buku yang menempel di dinding di sebelah kanan perapian. Buku-buku itu terlihat rapi pada tempatnya. Banyak sekali. Aku bingung harus mulai membacanya dari bagian mana. Aku baru sadar, ternyata semua dinding di sini adalah rak buku—seperti perpustakaan.
"Sepertinya ini cocok untukmu?" Tom memberikanku sebuah buku tentang ramuan.
"Aku tidak mengerti, mengapa kau memberikan ini kepadaku?"
"Ya, aku tidak tahu itu berguna untukmu. Hanya saja menurutku mungkin bisa membantumu memecahkan misteri." Tom mengangkat bahunya.
"Baiklah, terima kasih." Aku membawa buku itu dan duduk menghadap perapian untuk menghangatkan badan.
Mengapa dia mengatakan ‘memecahkan misteri’? Apakah dia tahu akan suatu hal tentangku? Aku tidak tahu, sudahlah.
Aku duduk di sofa yang sama, bersama Tom dengan jarak setengah meter kurasa. Sedangkan Williams berada di sofa kecil bersebelahan dengan Tom
Ketika aku akan memulai membuka buku, tiba-tiba Tom mengatakan bahwa besok akan dilakukan pesta. Dia mengatakan bahwa perayaan itu untuk memperingati ulang tahun ayahnya yang ke-57.
Aku menutup kembali buku dan meletakkannya di atas meja.
Tom mulai bercerita tentang ayahnya. Aku memiringkan badan menghadap Tom sambil menikmati secangkir teh dan kudapan manis. Sedangkan Williams tidak menghiraukan Tom, dia lebih sibuk dengan buku yang ia baca.
Dia membanggakan ayahnya. Wajar, jika aku ingat hal akan ayahku, mungkin aku akan melakukan hal yang serupa. Raja Aaron merupakan orang yang tegas, dan bijaksana. Dia berteman dengan ayahnya Williams, mereka berteman namun lebih menyukai—jika hal itu tidak diketahui oleh orang lain. Karena sebuah pertemanan akan rusak jika seseorang berniat mengadu dombakannya. Maka dari itu, orang lain tidak tahu jika mereka berteman dan sangat dekat. Terkadang jika sedang ada pertemuan antar kastil, mereka akan menunjukkan bahwa hubungannya hanya sebatas antar kastil tidak lebih dari itu.
Aku baru menyadari satu hal, bahwa Williams seorang pangeran juga.
"Ayahku dan ayahnya Wil tidak pernah bertengkar. Hanya perselisihan kecil. Mereka saling membantu satu sama lain. Tidak asing bagiku keluarganya Wil. Karena kami sudah seperti saudara kandung. Aku pun seperti mempunyai dua ayah," lanjutnya.
Williams menutup buku. "Hari sudah larut. Sebaiknya kita pergi tidur."
Kami hanya bisa mengikuti apa yang Williams lakukan.
Setelah menuruni anak tangga. Kami berpisah. Aku bertemu dengan laki-laki itu.
"Kebetulan sekali. Sepertinya kami belum perkenalan. Namaku Darren." Dia mengulurkan tangannya.
"Aku Jane." Aku membalas tangannya.
Senyuman apa itu. Aku tidak suka sama sekali.
"Jane kalau kau ada waktu luang. Biarkan aku mengajakmu pergi jalan-jalan. Aku ingin lebih mengenalimu. Jika ada yang masalah bilang saja, aku pasti akan membantumu."
"Baiklah, terima kasih." Aku membalas senyumannya dan pergi.
Ah, sial. Mengapa aku harus bertemu dengan laki-laki seperti dia di saat Tom dan Williams tidak ada disampingku?
***
Keesokan harinya. Aku terbangun oleh cahaya matahari yang menyelinap masuk melalui kaca jendela. Diiringi kicauan burung yang saling bersahutan satu sama lainnya, menandakan bahwa hari sudah mulai terang. Hangat sekali, sungguh membuatku nyaman. Aku harus segera bergegas keluar melihat apa yang sedang terjadi.
Para pelayan sibuk dengan tugasnya masing-masing. Karena pesta akan diadakan malam hari. Aku sibuk mencari di mana Tom dan Williams berada. Namun, seorang pelayan kemarin memberitahuku bahwa aku harus segera pergi untuk sarapan.
”Terima kasih. Sepertinya aku belum mengenalmu. Siapa namamu?” Aku mengulurkan tanganku.
”Amy. Namaku Amy, Nona.” Dia membalas tanganku dengan ragu.
”Ada apa?”
”Sepertinya saya tidak pantas melakukan hal seperti ini,” ungkap dia dengan penuh rasa canggung.
”Apa aku boleh memanggil namamu, Amy?”
Dia kebingungan. Mungkin jarang sekali memanggil dia dengan sebutan nama di kastil ini.
“Tidak apa Amy. Aku bukan dari kerajaan sepertinya. Lagi pula jika memang aku dari kerajaan toh kita sama. Sama-sama manusia. Benar kan?” Aku menggenggam tangan Amy
Dia mulai menatapku.
”Kau boleh memanggil namaku Jane. Aku ingin berteman denganmu, Amy.”
Dia tersenyum dan aku bergegas pergi menuju ruang makan.
Aku menuruni tangga utama. Para pelayan sedang sibuk menyiapkan pesta malam hari. Aku mencari keberadaan Tom dan Williams di ballroom. Namun, aku tidak menemukan mereka. Aku bergegas pergi menuju ruang makan, aku hanya mendapati Marry sedang duduk di kursi makan, membelakangi arah pintu masuk.
Ketika aku mengurungkan niat untuk sarapan. Aku berpas-pasan dengan Raja Aaron, Tom dan Williams.
”Ada apa, Jane?”
”Um, saya mencari Anda, Tom dan Williams untuk sarapan bersama. Ngomong-ngomong yang mulia, selamat atas perayaannya.” Aku menundukkan badan.
”Tidak usah sungkan.” Beliau menepuk bahuku dan pergi ke arah meja makan.
Aku membalikkan badan mengikuti mereka. Aku bisa melihat Marry sedang menatap kami.
Kami duduk di kursi secara bersamaan. Aku bisa melihat Darren yang baru saja tiba. Dia tersenyum kepadaku, aku hanya membalasnya dengan biasa. Sungguh aku tidak merasa nyaman dengan tingkahnya.
Usai sarapan. Tom mengajak Williams untuk berolahraga. Aku ingin sekali ikut bersama mereka. Namun, aneh rasanya jika seorang wanita kerajaan melakukan seperti itu. Bukan karena aku mengakui berasal dari kerajaan. Hanya saja aku merasa peraturannya seperti itu. Itu terbukti bahwa laki-laki itu tidak mengajakku.
Aku hendak bergegas ke perapian untuk membaca buku. Namun, Williams menarik tanganku.
”Kau ikut dengan kami!”
Baiklah. Aku pun merindukan suasana luar.
••
Tiba di taman. Aku bisa melihat berbagai jenis bunga dan tanaman serta pohon-pohon yang sangat besar. Pohon itu bisa memberi keteduhan—ketika teriknya panas matahari. Pohon Bunga Myrtle itu membuatku tertarik, hanya saja kedua laki-laki ini hanya berjalan begitu saja. Aku perlu mengikuti mereka, meskipun aku ingin memetik bunga itu. Akhirnya kami melewati taman, aku hanya bisa mengikuti ke mana mereka melangkah pergi. Aku rasa, kita pergi ke belakang kastil ini. Mengapa harus lewat dari luar? Apakah kastil ini tidak mempunyai pintu belakang?
”Pintu belakang khusus para pelayan, Jane. Jadi kami hanya bisa melewati taman ini untuk sampai ke taman belakang,” sahut Tom
Sepertinya dia bisa membaca pikiranku.
Halaman belakang yang luas, namun tidak ada tanaman sama sekali. Hanya rerumputan dan pohon-pohon besar seakan menempel di dinding benteng kastil. Aku bisa melihat terdapat kandang kuda di ujung sana, dan beberapa kuda dibiarkan berkeliaran memakan rumput. Rasanya aku ingin berkelana memakai kuda. Seperti sudah lama sekali.
Di hadapanku, ada berbagai jenis busur panah. Ada yang biasa, ada yang melengkung di bagian ujungnya, ada pula busur panah yang biasa digunakan ketika berkuda. Mataku tertuju kepada busur panah jenis yang melengkung ujungnya. Terasa sangat familier. Aku mengusapnya—terasa ada yang beda. Aku menemukan ukiran bentuk dedaunan dilengkapi dengan rantingnya, di bawah ukiran itu terdapat ukiran huruf ‘Rhys’. Apa maksudnya ini? Apa ini adalah milik seseorang sebelumnya?
”Kau menemukan sesuatu yang beda, Jane?”
”’Rhys’?”
”Dia adalah pemilik dari busur panah ini, dan dia adalah anak dari seorang Ksatria. Dia pandai sekali memanah.”
Aku hanya mengangguk tanda paham.
”Kau sebaiknya duduk. Di sini terik sekali, tidak cocok untukmu.” Williams tiba-tiba muncul di antara kami, dan menggeser tubuhku sambil mengambil busur panah yang lainnya.
”Baiklah. Hanya saja aku bukan wanita yang seperti itu.”
Aku menarik busur itu dan mengambil anak panah di tempatnya.
Pelayan di sana baru saja menyiapkan papan target. Aku menegakkan badanku menyesuaikan jarak dengan papan target. Kemudian aku mulai menarik anak panah ke belakang sambil memfokuskan ke arah target yang kutuju.Lalu tembakanku—tepat mengenai sasaran. Tepat di titik pusat. Pelayan yang baru saja menyiapkan papan target itu langsung lompat karena kaget. Aku bisa melihat orang di sekitar kaget dengan apa yang sudah kuperbuat. Hanya saja aku pun tidak tahu mengapa aku bisa melakukan hal semacam ini? Apa aku sebelumnya adalah seorang pemanah?
Tom bertepuk tangan dan tersenyum lebar, sedangkan wajah Williams tampak seperti syok. Aku pun syok dengan apa yang sudah kulakukan. Aku langsung bergegas pergi meninggalkan halaman dan mereka. Tiba-tiba dadaku sakit, kemudian aku menangis dengan sendirinya. Apa yang sudah terjadi? Apa yang sudah menimpaku, sehingga aku menangis seperti ini.
”Hei!” Aku bisa mendengar Williams memanggilku.
Tom menghampiriku dan menarik tanganku.
”Ada apa, Jane? Permainanmu sungguh luar biasa, mengapa kau tiba-tiba pergi?”
Aku tidak berani menatapnya.
”Maafkan aku, Tom. Aku sangat lancang, tapi biarkan aku istirahat di kamar sejenak.”
Tom membiarkanku pergi.
Dadaku masih sakit. Kepalaku sangat pusing, terasa seperti akan pecah. Aku melempar badanku ke kasur, membiarkan tubuhku hanyut dengan kasur. Apa salahku? Mengapa aku sampai seperti ini?
Kemudian aku tertidur.
Seorang pelayan mengetuk pintu dan masuk ke kamarku. Aku membuka mataku.”Maaf, Nona. Pangeran Tom memberikan ini untukmu.”Ternyata dia, Amy.”Baiklah, Amy. Letakkan di sana. Nanti aku pakai setelah membersihkan badanku terlebih dahulu.””Izinkan saya merias Anda, Nona.””Baiklah, tapi jangan panggil aku Nona.””Baik, Nona. Eh, Jane.”Aku pergi mandi.Aku mengenakan gaun yang sudah disiapkan Tom, dibantu Amy memakaikan korset. Aku benci sekali dengan korset ini. Gaun ini berwarna merah muda—sangat muda seperti bunga mawar yang baru mekar. Meskipun acara malam hari yang seharusnya berwarna gelap. Namun, aku yakin Tom memilih ini tanpa ragu. Dia pikir ini cocok denganku dan aku suka, sangat suka.Amy menata rambutku sedemikian rupa. Dia menyanggul rambutku ke belakang, dan membiarkan rambut depanku terurai. Rambut yang tidak bisa tersanggul karena terlalu pendek. Dia menyanggul lebih rapi daripada sebelumnya. Amy memberikanku hiasan mutiara-mutiara kecil di rambutku. Terasa lebih hidup
Pikiranku kosong. Air mata mengalir begitu saja, tapi tidak seperti sebelumnya. Aku menangis tapi ada perasaan senang di dalamnya. Apa ada hal sesuatu yang telah terjadi? Apa aku pernah bertemu dengan Tom sebelumnya? Namun, Tom mengatakan bahwa dia belum pernah menemuiku. Jika dia belum pernah bertemu denganku, mengapa dia bisa mengutarakan perasaannya meski baru bertemu beberapa hari? Padahal kami baru dekat pada saat sedang berdansa.Aku membasuh muka dan kedua tanganku. Aku melihat diriku sendiri di cermin. Riasanku mulai memudar, tapi aku tidak memikirkannya. Aku mencoba menenangkan detakan jantungku, dan air mataku sudah berhenti mengalir. Apa yang harus aku lakukan setelah ini? Rasanya akan canggung sekali. Aku tidak bisa mengatasinya.Aku melamunkan diri di hadapan cermin. Tujuanku sebenarnya adalah mencari tahu mengapa aku hilang ingatan, tapi aku merasakan ada hal yang berbeda. Ada apa dengan ini? Apa aku mengingat sesuatu? Mengapa jantungku tidak bisa berhenti kembali normal
Sayup-sayup aku mendengar suara perasan air menetes ke bawah genangan air dalam suatu bejana. Tetesan air itu mulai menyentuh keningku. Terasa dingin sekali. Aku mulai membuka mata, memang masih terasa berat. Sepertinya aku tidak membuka mata secara menyeluruh. Entah ini rasa kantukku atau memang aku kelelahan. Amy melakukan ini untukku, dia sudah menyiapkan makanan. Sesungguhnya aku tidak berselera dengan makanan.Aku melihat di sebrang sana, Tom sedang duduk di sofa. Namun, ia sedang tertidur. Dia masih mengenakan kemeja yang semalam ia pakai. Apa semalaman dia tertidur di sini?Badanku masih lemas. Hanya saja aku mencoba untuk berdiri menghampiri Tom. Aku sempat dicegah oleh Amy, tapi aku mengabaikannya. Dia langsung pergi keluar begitu aku membawa selimut dari tempat tidurku, dan memakaikannya kepada Tom. Aku tahu ini sudah siang, tapi aku merasa kasihan sekali kepadanya. Dia mengkhawatirkanku sampai seperti ini. Tom, maafkan aku. Dia terbangun—menggosok matanya."Jane, mengapa ka
Semua orang hampir meninggalkan kamarku begitu Tuan Philip pergi, dan Williams ikut pergi untuk mengantarkannya.Tom masih di sini dan duduk di atas kasur. Aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan? Setelah kejadian semalam, aku benar-benar merasa canggung. Apakah aku menyakiti hatinya?Kepalanya masih menunduk. Aku sangat yakin dia ingin mengatakan sesuatu, akan tetapi mengingat kejadian semalam, itu membuatnya menjadi canggung. Aku tidak berani berucap, hanya saja pandanganku tidak berpaling darinya. Aku menatap rambutnya yang berwarna keemasan, rasanya aku ingin sekali menyentuh rambutnya yang lembut itu. Kemudian dia mulai menegakkan kepalanya, dan melihat bahwa aku sedang menatapnya.Aku benar-benar memalukan, mungkin dia berpikir jika aku memang sedang memperhatikannya. Meskipun itu memang benar, tapi aku berharap dia tidak berpikir seperti itu."Jane?""Ya? Ada yang ingin kau sampaikan? Aku tidak tahu harus berkata apa? Sedangkan kau hanya melamun menunduk ke bawah."Dia tersen
Keesokan harinya aku merasa bahwa tidak selamanya bermalas-malasan itu menyenangkan dan aku membutuhkan udara yang segar serta pemandangan luar yang cerah. Walaupun aku baru saja menghabiskan waktu sehari di sini, aku mulai bosan dengan udara yang aku hirup dan pemandangan di dalam kamar. Bukan waktu yang lama, tapi aku merasa jika waktu berjalan terlalu lambat. Dua hari terasa seperti dua bulan. Meski kamar ini sangat indah, mataku mesti melihat pemandangan dengan jangkauan yang lebih luas dan tentunya berada di alam terbuka.Setiap kali aku keluar kamar, Amy memergokiku. Dia melarang keras jika aku keluar kamar, dengan alasan perintah dari Pangeran Tom tidak bisa dilanggar. Aku muak mendengarnya, aku benar-benar bosan. Ketika aku mencobanya lagi, aku bertemu dengan Williams di depan pintu. Dia memelototiku. Dia yang lebih menyeramkan daripada ucapan Amy."Tidak bisa kah kau berdiam diri di kamar?" ketus Williams.Baru saja dia bersikap manis kemarin, dan hari ini sifatnya kembali ke
Aku memakai pakaian yang Williams berikan, aku berusaha tidak memedulikan sesuatu yang terjadi di balik pakaian ini. Meskipun terkadang ketika aku memperhatikan pakaian ini secara mendalam, kepalaku kembali terasa sedikit sakit. Aku merapikan pakaian di hadapan cermin, dan mengepang rambutku agak ke samping, yang seharusnya lurus ke belakang. Terlihat sedikit berantakan memang, karena aku melakukannya sendiri tanpa bantuan Amy. Aku belum memotong poniku, terlihat sangat panjang dan ikal, akan sangat mengganggu jika aku melakukan banyak aktivitas. Aku menjepit poniku dengan jepitan yang diberikan Williams. Setelah semuanya selesai, aku mengikat tali sepatuku. Sepatu boot yang panjang sehingga menutupi seluruh betisku. Jujur saja, aku lebih terasa nyaman mengenakan sepatu ini daripada sepatu yang berhak.Pakaian ini sangat melekat di tubuhku. Meskipun terlihat jelas lekukannya, aku masih bisa bernapas lega. Tidak seperti ketika mengenakan korset. Aku merasa sangat nyaman dengan pakaian
Aku melaju dengan kencang, gerbang kastil terbuka ketika prajurit melihatku. Aku bisa merasakan kecepatan ini, hampir saja angin menghempaskan tubuhku. Setelah sekian jarak yang aku tempuh, aku mulai memperlambat kecepatanku. Entah berapa jarak yang aku tempuh sampai sini. Aku bisa melihat pemukiman warga beberapa meter ke depan. Aku menuruni kuda yang kutunggangi, dan mengikatnya di bawah pohon besar sebelum memasuki ke pemukiman. Ketika aku memasuki pemukiman, di sini ramai sekali. Mereka sedang sibuk dengan masing-masing kegiatannya. Ada yang sedang bertransaksi jual beli, ada pula anak-anak yang sedang bermain berlari ke sana kemari. Ah, terasa sangat bergembira dan tidak ada beban hidup sama sekali. Mereka hanya senang bermain dengan riang. Aku merindukan masa kecilku. Meskipun aku tidak ingat sama sekali, tapi sepertinya aku banyak bermain daripada mempelajari suatu hal. Betapa bodohnya diriku. Aku mencari sebuah tempat agak sepi, untuk beristirahat. Akhirnya aku menemukan sebu
Apakah Tom akan memaklumiku jika aku benar-benar pergi dari sana? Apakah aku bisa bertahan hidup tanpa pekerjaan atau orang yang aku kenal? Apakah jika aku menetap di kediaman Tom, semua kekhawatiran akan terjadi? Apakah aku akan kembali ke Kastil milik Raja tua itu? Apakah aku bisa melalui itu semua? Apakah pada akhirnya aku akan hidup dengan tenang?Aku menghela napas, memikirkan bagaimana aku harus bertindak sekarang dan nanti? Aku tidak tahu harus bagaimana? Sejujurnya aku sangat bergantung kepada Tom dan Williams.Entahlah. Memikirkan semua kekhawatiran itu membuat kepalaku kembali terasa cukup sakit. Aku benar-benar ingin bebas, tanpa terkekang oleh siapa pun.“Jane?” Seseorang membuyarkan lamunanku.Aku mengangkat kepalaku. Williams memberikanku jepitan rambut."Kau menjatuhkan ini.""Maafkan aku, aku tidak berniat menghilangkannya.""Tidak, kau tidak perlu meminta maaf."Aku kembali memakaikannya dan wajahku berpaling ke arahnya. Aku baru menyadari bahwa pakaian yang Williams
"Jika aku mengetahui hal itu. Aku tidak akan pergi dan tidak pula berdiam diri lama dikediamanmu.""Apa kau bilang?""Dia sosok wanita yang aku cari. Ternyata dia seorang Putri. Aku kira ayahku akan menjodohkanku dengan wanita sembarangan yang memiliki darah bangsawan."Aku menatapnya tajam.”Jaga mulutmu! Aku mengenalnya jauh sebelum bertemu denganmu!” Aku melayangkan sebuah pedang ke arahnya. Aku berniat berduel dengannya.”Oh, jadi ini maumu?” Dia pun melakukan hal yang sama.Kami sedang berlatih, hanya saja latihan ini berubah menjadi sebuah duel.”Jangan kau ganggu wanitaku!”Kami memulai pertarungan, setiap aku melayangkan pedang ke arahnya dia selalu menangkalnya. Begitu pun sebaliknya. Aku tidak menemukan celah untuk menyerangnya. Akhirnya kami kelelahan, aku berbaring di lantai begitu pun dengannya."Aku tidak bisa melawanmu," ucapku dengan napas yang tersenggal-senggal."Kau benar, begitu pun denganku. Aku tidak suka berkelahi dengan sahabatku sendiri. Karena kau sering meng
Ayahku terkejut mendengar semua yang telah aku ceritakan, dari awal pertemuan dengan Jane dan berakhir dengan penculikan Jane. Aku pun menceritakan bagaimana keterlibatan Raja Arthur dalam hal ini.Dia mengusap bahuku. "Kita perlu menyelamatkan Jane tanpa memberitahukan Grissham. Aku benar-benar khawatir dengannya. Gadis itu tampak polos dan memiliki hati yang baik. Aku tidak menyangka banyak orang yang memanfaatkannya demi kerakusan mereka.""Kapan Raja Cedric akan memberitahumu?"Aku menggeleng. "Setelah semua yang dipersiapkannya sudah sangat matang."Ayahku tersenyum dan mengangguk. "Aku menyerahkan semua ini kepadamu, dan akan berpura-pura tidak tahu. Aku harus tetap mempertahankan pertemanan bersama Raja Arthut. Karena aku rasa, dia pun berpikir demikian."Aku mengerutkan dahi."Tidak ada pertemanan yang benar-benar tulus dalam berpolitik."Aku berharap tidak demikian dengan Williams.Setelah beberapa hari kemudian, aku berlatih dengan beberapa prajuritku untuk kesiapan nanti. M
Malam semakin larut. Aku tidak bisa tidur karena menunggu kabar dari Darren. Beberapa kali tubuhku ingin beristirahat dan memejamkan mata, tapi aku meyakinkan diriku sendiri untuk tidak tertidur. Aku harus bertahan hingga Darren tiba.Namun, aku tidak bisa membiarkan sesuatu yang buruk terjadi. Aku mempersiapkan diriku untuk bergegas ke wilayah Grissham.Malam semakin mencekam. Dinginnya angin malam berhasil menusuk tubuhku. Sapuan angin yang kencang berhasil membuat kedua mataku tetap terjaga. Aku menunggangi kuda dengan laju yang sangat cepat. Beruntung kudaku telah terlatih untuk berlari di segala waktu dan cuaca, kecuali banjir. Gemuruh suara malam membisingkan telingaku, seharusnya aku mempersiapkan penutup telinga sebelum pergi. Karena ini benar-benar tidak nyaman, semoga saja gendang telingaku baik-baik saja.Rasa khawatir memusnahkan segala ketakutanku malam ini. Ketakutan akan tertidur selama perjalanan, ketakutan akan kedinginan, ketakutan akan gendang telinga pecah, atau ap
Pikiranku tidak karuan saat ini. Daren berencana untuk menangkap Jane dan Williams hari ini. Dia dan pasukannya berjaga di sekitaran Kastil Grissham. Jika mereka melarikan hari ini, ini merupakan suatu kesempatan yang bagus. Akan tetapi jika tidak, mereka harus menunggu dan berjaga di sana.Namun, aku yakin jika Jane tidak akan berlama-lama di sana. Pada saat dia berada di Kastil Grissham untuk pertama kalinya, dia berniat untuk pergi dari sana hingga terjadi suatu kecelakaan.Rasa khawatir menyelimutiku secara menyeluruh. Aku bahkan melewati sarapan pagi bersama ayahku. Aku tidak berani mengatakan yang sebenarnya, karena khawatir dia akan terlalu memikirkan kepergian Jane. Aku tidak ingin menambah pikirannya, ayahku harus mementingkan kesehatannya saat ini. Aku berbohong kepadanya jika Jane pergi kembali ke rumah keluarganya. Suatu saat nanti, aku akan menceritakan kebenaran kepada ayahku.Sinar matahari berhasil masuk menembus jendela, dan membuatku bangkit dari tempat tidurku. Aku
Pagi ini, cahaya matahari pagi yang lembut memancar dari balik awan, menyinari permukaan danau dengan kilauan yang menakjubkan. Aku menghirup udara segar dan merasakan keajaiban alam yang menyapu wajahku. Suara gemerincing air dan kicauan burung mengiringi langkahku, menciptakan suasana yang tenang dan damai. Aku perlu menenangkan diri sejenak untuk saat ini. Hanya sebentar, dan tidak akan lama.Aku menduduki kursi yang menghadap ke danau, sama seperti pada saat bersama Jane. Ingatan masa laluku tentangnya yang begitu indah, mucul pada saat menghabiskan waktu ketika saat bersamanya di sini.Aku mungkin tidak bisa melindunginya dengan baik, berkali-kali aku membuatnya kesal karena tidak bisa memberitahu tentang ingatannya di masa lalu. Namun, aku benar-benar dilema.Rumah Cedric terbakar, dan aku yakin bahwa Jane sudah tidak ada di sana sebelum kejadian buruk itu terjadi.Aku gagal melindunginya. Sekarang apa yang harus aku lakukan? Aku sudah mencari ke berbagai tempat dan dibantu oleh
Kami kembali ke kerumunan orang yang sedang menikmati acara pesta pernikahan Rhys dan Amy. Di tengah-tengah keramaian, di sana aku melihat Marry sedang menggandeng tangan Philip?Apakah laki-laki yang di maksudnya adalah Philip? Tapi, mengapa bisa? Bukankah Philip jauh dari kata selera yang disukai Marry. Aku tidak bermaksud menjelek-jelekkan Philip. Dia memang pria dewasa, tapi menurutku dia kurang memiliki karismatik yang bisa membuat wanita tertarik begitu saja kepadanya. Aku berharap Marry sudah yakin dengan keputusannya, karena Philip terlalu mencintai sebuah buku daripada seorang gadis.Marry melihat ke arahku kemudian melambaikan tangannya. Aku membalasnya.Kami mendekat.Marry tampak canggung karena melihat Tom. Aku memeluk Marry."Akhirnya kau datang.""Aku sudah memastikan diriku untuk datang dan bertemu kalian, meskipun tampaknya kehadiranku di sini sangat asing."Aku melepaskan pelukannya. "Tidak! Meskipun sikapmu tidak akan kau rubah, aku akan tetap menganggapmu sebagai t
Matahari pagi menerangi taman kastil dengan sinarnya yang lembut, menciptakan perpaduan warna-warni antara cahaya emas dan bayangan yang menawan.Orkestra terampil memainkan musik yang merdu, menciptakan harmoni indah di udara. Melodi yang mengalun menambahkan nuansa romantis pada suasana yang sudah penuh cinta ini. Di antara dedaunan pohon, burung-burung bernyanyi ikut merayakan momen bahagia ini.Suasana riang diisi dengan tarian dan musik yang mengalun merdu di bawah sinar matahari pagi. Para tamu berdansa dengan riang, sambil menikmati momen bahagia ini dengan segala kesenangan dan keceriaan.Williams hadir di antara aku dan Tom yang berencana untuk berdansa di tengah-tengah keramaian pesta. Lalu kami menghurungkan niat untuk berdansa."Jane?""Kau datang, Wil?"Dia mengangguk dengan malu-malu."Kau begitu cantik, Jane."Aku tersenyum.Lalu Tom berdeham. "Rupanya aku tidak dianggap di sini."Aku menyilangkan kedua tanganku di dada, menatap ke arahnya dan kemudian berganti ke arah
Jantungku berdegup dengan kencang menyambut hari ini. Ini adalah hari berbahagianya untuk kakakku dan temanku.Rhys tampak mempesona dengan tuxedo yang dia kenakan. Wajahnya tampak bersinar dan tersenyum dengan ceria. Ketika aku merapihkan jas yang dia kenakan, aku mulai menatapnya dengan dalam."Kau sungguh-sungguh mencintai Amy?""Mengapa kau bertanya seperti itu?" Tatapannya hanya berpusat pada dirinya di balik cermin. Dia sedang menyombongkan dirinya sendiri karena sedang berpenampilan mempesona. Menyebalkan! Dia bahkan tidak menatapku yang sedang berbicara dengannya."Karena Amy terlalu indah dan memiliki hati yang seperti malaikat. Dia tidak cocok denganmu." Aku menyilangkan kedua tanganku di dadaku, dan menatapnya sinis."Aku menyebalkan hanya pada saat bersamamu. Jika aku berbuat baik secara terus menerus kepadamu, harga diriku akan semakin terinjak-injak.""Cih! Menyebalkan!"Kemudian dia memelukku. "Namun, aku begitu sangat mencintaiku adikku yang bodoh dan menyebalkan tapi
Alam telah menghipnotisku untuk terlelap dalam nuansanya. Rasa damai dan ketenangan berhasil menjelajah seluruh tubuhku. Aku mulai tersadar jika aku telah tidur dalam lelap.Mataku mulai terbuka.Ketika itu, wajah seseorang sedang berada di atas wajahku. Dia sangat dekat, sehingga membuatku sangat terkejut. Aku hampir melompat karena melihatnya."Marry?"Dia tampak canggung dan malu-malu. "Ah, hai, Jane." Dia melambai tangannya ke arahku dengan penuh keraguan."Tidak bisakah kau membangunkanku dengan cara yang lain?""Aku hanya memperhatikan wajahmu. Ternyata kau tidak secantik yang aku kira. Aku tetap berada di atasmu.""Aku tidak peduli."Dia tertawa kemudian duduk di sampingku."Maafkan aku, Jane.""Jangan khawatir, aku sudah memaafkanmu sejak lama.""Tidak, bukan itu. Aku tidak bermaksud meminta maaf atas kejadian yang lalu.""Aku kira kau sudah berubah, tapi tetap saja menyebalkan!"Dia mengangguk. "Karena aku harus mempertahankan sikapku itu."Aku menghela napas dan menatap sini