"Bagaimana bisa kau begitu tolol ?" Ucap Melly sambil memberikan obat di wajah Axton.
Lebam-lebam mulai terlihat di wajah Axton. Tentu saja dengan bentuk wajah yang mengerikan. Melly sendiri saja sampai heran darimana Axton bisa mendapatkan luka-luka seperti itu"Aku ke sini meminta pengobatan. Bukan cacian" ucap Axton dingin dan Melly memutar matanya."Minta pengobatan itu baik-baik. Atau mau ditambah lebam-lebamnya" ucap Melly gemas dan menekan lebam yang ada di wajah Axton."Sakit!" Ucap Axton dan Melly hanya meleletkan lidahnya tetapi masih membantu mengobati luka-luka Axton.Setelah meninggalkan gedung perusahaan milik Frank. Axton memilih untuk langsung terbang ke Las Vegas. Mengabaikan luka-lukanya.Ketika sampai di Las Vegas. Axton memilih langsung menuju apartemen milik Austin. Ternyata hanya ada Melly di sana.Melly yang melihat Axton terluka seperti itu menawarkan untuk mengobati lukanya. Dengan di sertai segala cacian dan makian tentu s"Aku tidak mau" ucap Ara dengan cepat dan membuat sebuah senyuman muncul di sudut bibir Gaston."Bukankah kau yang pergi dari putraku ? Lalu kenapa kau tidak ingin menceraikannya ? Aku cukup tau apa yang dia lakukan padamu" ucap Gaston dan Ara menarik napasnya pelan.Kilas tentang Axton yang mencium perempuan lain kembali di pikirannya. Ara ingin sekali mencincang wajah Axton.Hanya untuk melampiaskan amarahnya saja. Tetapi jika untuk perceraian Ara tidak pernah memikirkan hal itu.Berpisah dengan Axton ? Ara berpikir sejenak dan menatap jendela kamar ini. Sepertinya langit mulai sore hari terlihat.Ara tidak ingin berpisah dari Axton. Katakan dirinya bodoh. Tetapi Ara sama sekali tidak ingin berpisah dengan Axton. Dirinya hanya ingin pergi menjernihkan pikirannya.Bukankah semua ini pilihannya ? Mencintai Axton. Resiko apapun harus dihadapinya. Termasuk Axton yang bisa saja bermain perempuan lain.Katakan dirinya bodoh. Terserah kalian tetapi Ara
Ara memegang sprei dengan remasan yang kuat. Pikirannya begitu kusut saat ini. Perutnya terasa melilit. Ara menatap AC yang menyala tetapi terasa tidak menyala.Sepertinya dirinya akan melahirkan saat ini. Perutnya terasa begitu sakit dan tubuhnya serasa akan di belah menjadi dua.Sejak tadi sore perut Ara memang sudah merasa tidak enak. Tetapi Ara pikiran hanya kram biasa sejak sore. Tetapi Ara baru menyadari jika rasa sakit itu terus konstan menghampirinyaDengan tangannya yang bergetar Ara menggapai gagang telfon di atas nakas. Ara tidak tau tombol mana yang di tekannya. Saat ini yang menjadi fokusnya adalah meminta bantuan siapapun yang bisa membantunya.Ara tidak mau harus berakhir mengenaskan di sini. Melahirkan seorang diri dan mengorbankan keselamatan bayinyaSudah lama Ara menanti bayi ini. Anaknya yang sudah di tunggu begitu lama. Selalu membayangkan siapa yang akan dijiplak oleh anaknya ini.Ara ataupun Axton ? Sialan! Membayangkan Axton peru
"Axton dan Austin adalah putraku. Tetapi aku seakan tak pernah melihat mereka tumbuh" ucap Gaston dengan duduk di sofa yang menjadi tempat duduk pria itu pertama kali ketika sampai di kamar Ara.Ara duduk dengan menyandarkan tubuhnya di sisi ranjang. Bayi mungilnya terlihat nyaman sekali di pelukan kakeknya.Ya kakeknya bukan ?"Jadi kau lebih banyak bekerja daripada mengurus anak ?" Tanya Ara dan Gaston terlihat tersenyum."Pekerjaanku bukan pekerjaan biasa Ara. Dulu bagiku terlalu memanjakan anak itu tidak boleh, mereka harus siap di latih dan paling parah di bunuh"Ara meneguk ludahnya susah payah. Ara cukup mengerti siapa sosok di depannya saat ini. Ara bukan orang bodoh yang bahkan tak menyadari pekerjaan orang-orang yang dekat dengannya.Axton tidak pernah mengatakan apapun tetapi Ara cukup paham jika pekerjaan mereka bukanlah pegawai kantoran yang ke sana kemari menggunakan jas mahal mereka."Axton adalah incaran paling empuk. Anak pertama s
"Ara" gumam Axton dengan menatap Ara yang berdiri di lantai dua.Rasa rindu memenuhi dadanya saat ini. Entah bagaimana bisa Ara terlihat semakin cantik. Jika bis Axton ingin berlari kearah Ara dan memeluk perempuan itu.Tak mengijinkan Ara untuk pergi lagi darinya. Sialan tentu saja Axton tidak akan mengijinkan Ara untuk pergi. Cukup sekali Axton ditinggalkan dan cukup sekali juga Axton membuat Ara sakit hati."Untuk apa kau kemari ?" Ucap Ara yang sukses membuat wajah Axton terlihat kecewa."Tentu saja membawamu pulang" ucap Axton dan Ara mendengus dengan menggelengkan kepalanya."Aku tidak ingin pulang" ucap Ara dengan mengetukkan tangannya di pagar tepi lantai dua."Kau berlindung di orang yang salah, sayang. Dengar kita bisa membicarakan segalanya""Apa kau orang yang tepat untukku berlindung ? Setelah kau melakukan semua itu padaku ?" ucap Ara dan Axton terlihat terkesiap kaget mendengarnya."Aku minta maaf akan semuanya. Aku benar-benar
"Untuk pertama kalinya aku melihatmu seperti mayat ?" Celetuk Austin ketika mereka berdua berada di bar mansion ini.Austin memutuskan untuk tidak pulang. Bahkan Austin juga berencana untuk membawa Melly serta kemari karena memang pernikahan mereka hanya kurang tiga bulan lagi.Masih banyak yang harus dipersiapkan Austin dan Axton sudah mengatakan pada kembarannya ini agar fokus saja dengan pernikahannya.Pernikahan Austin tentu saja berbeda dengan Axton. Pernikahan Austin di selenggarakan beberapa kali. Termasuk bersama kawanan mafianya.Jadi tentu saja masih banyak hal yang harus disiapkan oleh Austin. Tetapi Austin sama sekali tidak mau pulang dia mengatakan jika tidak masalah dirinya memantau dari mansion ini.Sudah seminggu Axton berada di sini. Gaston tidak mengusiknya sama sekali. Pria itu hanya beberapa kali menatapnya dan Axton juga tidak berniatan untuk berbicara dengan Gaston untuk saat ini."Kau sungguh terlihat putus asa" ucap Austin lagi d
Ara menolehkan kepalanya ketika suara pintu terbuka terdengar. Ara menahan napasnya ketika melihat Austin melangkah masuk ke dalam kamarnya.Ara sempat berpikir jika itu adalah Axton. Tetapi ketika pria itu menampilkan senyuman Ara menyadari jika itu adalah Austin.Austin terlihat mendekat dengan cepat sambil menatap wajah bayi perempuan yang di gendongnya saat ini."Cantiknya Uncle sudah mandi" ucap Austin dan Ara tersenyum lembut mendengar Austin mengatakan hal itu."Sudah, Uncle. Sudah harum" balas Ara dan Austin terkekeh pelan.Austin terlihat menoel-noel pipi bayi perempuan yang terlihat terlelap setelah menangis hampir setengah jam. Vanessa baru saja keluar untuk mengambilkan makanan untuk Ara."Sampai kapan kau tidak memaafkannya ?" Pertanyaan Austin sukses membuat Ara terdiam dan senyuman luntur di wajahnya."Axton sudah berjuang untuk kalian" ucap Austin lagi dan Ara menghela napas pelan."Aku sudah memaafkannya" jawab Ara pelan.
Austin masuk ke dalam ruang perawatan menatap Axton yang terlihat bersandar dengan di bankar. Saat ini Axton terlihat sedang di periksa oleh dokter.Setelah empat hari Axton tak sadarkan diri akhirnya Axton bangun tepat hari ini.Sedangkan Ara di kirim pulang karena Ara mengalami demam begitu juga anaknya yang ikut terserang demam. Mau tidak mau Austin memaksa Ara untuk pulang.Jika ada perkembangan kabar Austin akan segera menghubungi Ara."Dimana Ara ?" Ucap Axton dengan suara lemasnya dan Austin mendengus pelan."Sembuhlah dulu baru mengkhawatirkan orang lain" decak Austin dan Axton terlihat menggelengkan kepalanyaMereka berdua menatap dokter yang memilih untuk undur diri setelah memeriksa Axton. Meninggalkan Axton dan Austin di dalam ruangan ini.Jam sudah menunjukkan pukul sembilan malam. Di depan ruangan Axton sudah di jaga oleh dua orang Bodyguard berjaga-jaga jika ada penyerangan.Melly ikut kembali ke Mansion. Setidaknya itu adalah t
"Aku haus" ucap Ara pada Axton yang terlihat duduk di sampingnya dengan beberapa berkas di tangannya.Sudah seminggu Axton mulai bekerja kembali. Tetapi tentu saja masih dalam jarak jauh. Mereka masih berada di mansion milik Gaston.Perang dingin masih terasa di antara anak dan bapak itu. Tetapi Ara tidak bisa mengomentari apapun bukan ?"Kau ingin minum apa ?" Tanya Axton setelah menaruh berkasnya dan mengulurkan tangannya menoel pipi Aerin yang terlelap di lengannya.Mereka saat ini tengah menonton televisi dengan Axton yang juga membawa pekerjaannya. Ara tidak bisa mencegahnya karena memang banyak sekali tugas Axton yang terbengkalai kalau kejadian akhir-akhir ini."Air putih saja" ucap Ara dan Axton menganggukkan kepalanya.Axton beranjak dari tempatnya dengan mencuri sebuah kecupan di puncak kepala Ara. Sebelum berbalik arah keluar dari kamar mereka di rumah ini.Jam sudah menunjukkan pukul sebelas malam. Ara dan Axton tidak bisa tidur. Kemudi