Bab 8
Pov AuthorAna akhirnya pulang bersama Rendi. Didalam mobil mereka bertengkar, Rendi tidak menyangka ternyata Ana diam-diam mengkhianatinya."Ana. Kenapa kamu mendekati Andi sekarang? apa karena dia kaya jadi kamu mau berpaling dariku?" pertanyaan Rendi membuat Ana menatap kepadanya."jawab Ana! jangan diam saja," ucap Rendi dengan suara lantang."Kalau iya kenapa? aku begini juga karena kamu gak bisa memenuhi keinginanku Mas. Dulu kamu menyanggupi semua biaya pernikahan kita, tapi kenyataannya apa? hingga saat ini tinggal beberapa hari lagi pernikahan kita kamu belum juga mempersiapkannya. Semua biaya aku yang bayarin. Sedangkan Ani dia beruntung mendapatkan calon suami yang kaya raya apa aja yang diinginkannya dipenuhi oleh Andi, aku iri padanya Mas," ungkap Ana.Ana tak dapat lagi menahan air matanya yang jatuh ke pipi, iapun menangis."Bagaimana lagi Na uangku belum cukup untuk memenuhi semua permintaan kamu yang terlalu banyak. Kamu pakai dulu tabunganmu nanti kalau kita sudah menikah aku ganti uangmu dari amplop kondangan tamu-tamuku," terang Rendi."Ya gak bisa gitu dong Mas. Tabunganku sudah habis untuk uang muka WO dan gedung. Pokoknya aku gak mau tau bagaimanapun caranya kamu harus bisa melunasi semua biaya pernikahan kita sesuai perjanjian awal! Kamu kan bisa korupsi diperusahaan Andi!" ujar Ana yang memberikan saran.Padahal dari dulu Rendi sudah menggelapkan uang perusahaan tapi Ana tidak tahu kalau sudah terbongkar, bahkan mereka belum tahu nasib Rendi kedepannya karena sudah ketahuan korupsi.Ana turun dari mobil dan menutup pintu mobil dengan kasarnya. Ia masuk kedalam rumah tanpa berpamitan pada Rendi. Rendi yang pusing dibuatnya memukul stir mobil sebagai pelampiasan amarahnya.****Usai acara prewedding selesai Andi mengajak Ani makan di Restorant mewah. Restorant yang membuat Ani canggung untuk makan di tempat seperti ini."Kenapa kita gak langsung pulang saja Mas?" pinta Ani yang merasa tidak nyaman."Masih ada yang mau Mas bicarakan sama kamu De," ungkap Andi."Apa Mas?" tanya Ani penasaran."Mas ingin nanti setelah kita menikah kamu tinggal bersamaku! Mas sudah siapkan rumah baru untuk kita tinggal berdua dan kamu tidak perlu bekerja lagi,""Iya Mas. Aku siap ikut tinggal bersamamu," jawab Ani tersenyum."Kamu mau minta apa De untuk seserahan nanti? mobil, motor atau perhiasan nanti Mas akan belikan,""Tidak perlu semewah itu Mas. Aku gak mau nantinya membuat iri Kak Ana dan dia menginginkan posisiku. Kamu mulai sekarang harus hati-hati Mas jangan sampai tergoda Kak Ana seperti kejadian tadi! karena dia punya ambisi besar ingin memilikimu," terang Ani."Tenang saja De. Mas gak akan berpaling darimu," ujar Andi menenangkan Ani.Ani sedikit lega mendengar jawaban dari Andi. Walaupun dia tau Kakaknya tidak akan berhenti sampai disini untuk terus mendapatkan apa yang diinginkannya. Tapi dia mempercayai sepenuhnya pada Andi kalau ia tidak akan mudah tergoda oleh calon Kakak Iparnya sendiri."Mas sudah hampir jam 8 malam, ayo antar aku pulang!" pinta Ani.Andi mengantarkan Ani pulang menggunakan mobil hitamnya. Setibanya dirumah Ani menawarkan Andi untuk masuk kedalam terlebih dahulu, tapi Andi enggan dan dia langsung berpamitan.Saat Ani membuka pintu ia dikagetkan dengan suara Kakaknya yang sedang menangis tersedu-sedu hingga seisi rumah ikut berantakan."Ani. Kamu apakan Kakakmu sampai dia menangis kayak gini?" tegur Soimah Ibunya yang seketika datang menghampiri Ani."Aku gak apa-apakan Kak Ana Bu. Hanya saja menggagalkan rencana jahatnya," jawab Ani dengan santai."Dia bilang kamu mempermalukannya di depan Andi dan Rendi,""Kak Ana yang buat malu dirinya sendiri Bu. Jadi itu akibat dari ulahnya. Lagi pula kenapa Ibu terus membela Kak Ana yang jelas-jelas bersalah?""Ibu hanya tidak mau Kakakmu berbuat yang aneh-aneh. Kamu tahu sendiri kan dia itu nekat, jadi kamu harus mengalah padanya!" ungkap Soimah."Ibu menyuruhku mengalah padanya? aku harus merelakan Mas Andi direbut Kak Ana? sampai kapanpun aku gak mau Bu! aku tau Kak Ana hanya berambisi ingin menguasai harta Mas Andi karena dia tidak ingin melihatku bahagia bersamanya,""Setidaknya kamu bantu Kakakmu melunasi biaya pernikahannya! biyar dia gak mengganggu hubungan kalian berdua," ungkap Soimah."Bukan urusanku Bu," kali ini Ani harus tegas menolak permintaan Ibunya. Sudah cukup dia selalu mengalah pada Kakaknya dari dulu."Ani mau kemana kamu? Ibu belum selesai bicara," teriak Soimah.Ani berlalu masuk ke kamar meninggalkan Ibunya. Dia merasa sudah tidak ada gunanya lagi mendengar permintaan Ibunya yang tidak masuk akal. Dia merebahkan badannya di ranjang dengan memijat keningnya yang pusing mendadak gara-gara berdebat dengan Ibunya. Besok sepulang bekerja Ani berencana akan kerumah Pamannya, Adik dari Almarhum Bapak untuk meminta tolong menjadi wali nikahnya nanti, walau Ibunya tidak setuju karena Soimah dan keluarga Almarhum suaminya tidak akur mungkin karena sifat Soimah yang sombong dan seenaknya sendiri hingga dijauhi saudara-saudaranya.****Esok hari usai Ani berangkat kerja diam-diam Soimah Ibunya berencana menelepon Andi demi memenuhi permintaan Ana.[Assalamuallaikum Andi] sapa Soimah.[Wallaikumsalam. Iya Bu tumben telepon saya, ada apa?] tanya Andi.[Begini Ndi. Ibu rencana akan membuat acara syukuran dirumah untuk pernikahan kalian nanti. Walaupun kalian mengadakan resepsi di Gedung tapi Ibu juga harus tetap mengundang kerabat, saudara dan tetangga untuk acara syukuran pernikahan kalian berdua. Apalagi calon menantu Ibu Orang kaya malu kalau gak ngundang mereka] ungkap Soimah.[Iya Bu silahkan] jawab Andi menyetujuinya.[Tapi masalahnya Ibu gak ada uang untuk membeli semua keperluan tasyakuran. Ibu juga tidak tega meminta uang pada Ani, kamu kan tau sendiri gaji Ani tidak seberapa][Berapa yang Ibu butuhkan?] tanya Andi.[Gak banyak ko cuma 30 juta saja] ujar Soimah.[Kalau hanya untuk syukuran uang segitu terlalu banyak Bu. Memangnya Ibu mengundang berapa orang?][Rencananya juga Ibu ingin berbagi ke Anak yatim sebagai rasa syukur Ibu karena kalian telah menikah. Tapi kamu tidak usah memberitahu soal ini pada Ani! karena pasti dia tidak setuju][Iya Bu. Kirim saja no rekening Ibu! nanti saya transfer] jawab Andi dalam telepon.[Oke. Nanti setelah ini Ibu kirim no rekeningnya lewat WA. Terimakasih Andi] Soimah kemudian mematikan sambungan teleponnya."Bagaimana Bu berhasil?" tanya Ana yang sedari tadi ternyata ada disamping Soimah mendengar pembicaraan mereka."Berhasil. Kita porotin aja si Andi" ujar Soimah."Salah siapa Ani gak mau membantuku. Dia hanya mementingkan dirinya sendiri," ungkap Ana tidak tahu diri.Bab 9Pagi hari saat Andi mendapati telepon dari calon Ibu Mertuanya dia sengaja tidak langsung mentransfer uang tersebut. Ia akan mencari tau dulu kebenarannya dengan menunda untuk memberikan sejumlah uang yang diminta Soimah karena dia tau pasti Ibu Mertuanya akan menghubunginya kembali jika uang tersebut belum di berikannya. "Dini. Tolong panggilkan Rendi suruh masuk ke ruangan saya sekarang!" perintah Andi pada sekertarisnya. "Baik Pak," jawab Dini.Semenjak Andi berada di kantor untuk mengendalikan perusahaan yang diberikan Ayahnya. Sedikit demi sedikit ekonomi perusahaan mulai membaik hingga membuat Ayahnya bangga. "Pak Rendi dipanggil sama Pak Andi diruangan nya!" ucap Dini yang menghampiri Rendi. "Ada apa memangnya?" jawab Rendi. "Maaf kurang tahu Pak," jawab Dini seraya meninggalkan ruangan Rendi. Dengan terpaksa Rendi melangkahkan kaki keruangan Andi. Dia menyelonong masuk tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu. Sikap Rendi terhadap Andi masih saja sama tidak ada rasa ho
Bab 10Akhirnya dengan berat hati Soimah rela melepaskan sertifikat rumahnya digadai, untuk memenuhi permintaan Ana. Ia meminjam uang di Bank sebesar 100 juta untuk melunasi semua keperluan biaya pernikahan Ana dengan menjaminkan sertifikat rumahnya tanpa sepengetahuan Ani. Ana sangat bahagia akhirnya hampir semua persiapan pernikahannya selesai. Tetapi hingga menjelang hari pernikahannya Rendi belum juga memberikan uangnya untuk mengganti uang yang dikeluarkan Ana dan Ibunya seperti yang ia janjikan. Rendi selalu berdalih jika dimintai uang oleh Ana. ****Hingga saatnya tiba hari ini keluarga Soimah sudah mulai disibukkan dengan persiapan untuk acara seserahan sikembar Ana dan Ani. Keluarga besar sudah berkumpul untuk menyambut rombongan kedua calon besannya bahkan banyak tetangga yang berkerumun ingin melihat moment langka ini. Saudara kembar yang menikah secara bersamaan.Ana dan Ani masing-masing sudah selesai dirias oleh MUA pilihan mereka sendiri. Ani dengan riasannya yang sof
Bab 11Hari ini adalah hari yang ditunggu Ana dan Ani dimana mereka berdua akan melaksanakan ijab qabul dan resepsi pernikahannya. Ijab qabul dilaksanakan dirumah sedangkan untuk resepsi digelar di gedung yang berbeda."Ani. Kenapa kamu belum siap-siap juga? 2 jam lagi keluarga Andi dan penghulu datang," ujar Bi Ratna. "Kebayaku hilang Bi. Padahal jelas-jelas semalam aku gantung pakai hanger didepan lemari," jawab Ani yang mulai panik. "Coba kamu ingat lagi! mungkin kamu lupa naruhnya?,""Gak Bi. Ani ingat betul ada disini,""Oya Bibi baru ingat semalam saat kamu sudah tidur pulas Ana masuk kekamarmu. Bibi memergokinya dan dia terlihat gugup saat itu. Pasti ini ulah Kakakmu, biyar Bibi yang ke kamar Ana menemuinya," ucap Bi Ratna menerka - nerka. "Gak perlu Bi! biyar aku saja yang kesana menemuinya,""Bibi ikut," ujar Bi Ratna. Bi Ratna mengekor mengikuti Ani yang menuju kekamar Ana. Karena dia sudah berjanji dengan dirinya sendiri kalau akan selalu melindungi Ani dari perbuatan j
Bab 12Hari ini hari pertama Ana menjalani kehidupan barunya sebagai istri Rendi. Wanita manja yang sehari-hari terbiasa bangun siang dirumahnya apabila sedang libur kerja belum bisa merubah kebiasaan buruknya. Jangankan sekedar melakukan pekerjaan rumah untuk mandi saja jika hari libur tiba ia hanya mandi satu kali sehari menjelang sore hari sangking malasnya beranjak dari tempat tidur. Sudah jam 08.00 pagi Ana masih terlelap tidur padahal Rendi sudah bangun sedari tadi untuk melakukan aktivitas rutinnya yaitu berolahraga karena dia hobi berolahraga, maka dari itu badannya tegap dan berotot. "Ren dimana istri kamu?" tanya Romlah mertuanya. "Ana masih tidur Mah," jawab Rendi."Kamu bagaimana sih istri masih tidur dibiarin. Bangunkan dia suruh mandi dan masak bikin sarapan buat kita!" perintah Romlah."Mungkin dia masih cape Mah," ucap Rendi membela istrinya."Kamu itu jangan memanjakan istri! sudah biyar Mamah saja yang membangunkannya,"Romlah beranjak dari tempat duduknya melangka
Bab 13Ani masih tertegun mendengar pertanyaan dari Bapak Mertuanya. Dalam hatinya masih bimbang apakah dia mampu menjalankan amanah yang diberikan keluarga Andi? sedangkan dari latar belakang pendidikannya saja hanya tamatan SMA bukan seperti Kakaknya yang Sarjana. "De. Bagaimana kamu mau terima tawaran dari Bapak kalau kamu ikut membantu di perusahaan Mas sebagai Manager Marketing?" ucap Andi yang membangunkan lamunan Ani. "Eh iya Mas mau. Tapi aku gak punya pengalaman di bidang Marketing apalagi tiba-tiba langsung jadi Manager Marketing apa itu tidak berlebihan?" jawab Ani yang belum yakin dengan dirinya sendiri. "Tenang saja sayang. Nanti Mas yang akan ajari kamu langsung," ujar Andi menenangkan istrinya. Ani sedikit lebih tenang mendengar jawaban dari suaminya. "Oya Andi, Ani kalian berdua gak bulan madu? buruan gih jangan ditunda! Ibu pengen segera nimang cucu. Kalian kan tau sendiri kalau Ibu kesepian dirumah. Bapakmu sering keluar kota, Ibu sering ditinggal dirumah. Janga
Bab 14Pov Ana[Ibu. Ana pengen pulang kerumah Bu, aku udah gak tahan dengan kelakuan Mas Rendi dan Mamahnya] terangku di dalam telepon. [Kurang ajar sekali Rendi dan Mamahnya memperlakukanmu Seenaknya. Pokoknya kamu harus tetap disitu sampai kamu mendapatkan kembali uangnya!] pinta Ibu. [Tapi Bu. Mereka sangat licik][Ya kamu ambil secara diam-diam. Pakai akal dong Ana! pokoknya Ibu gak mau tau kamu dan Rendi harus bisa menepati janji mengembalikan uang biaya pernikahan kalian. Ibu sudah ditagih sama pihak Bank untuk angsuran pertama yang sudah telat beberapa hari. Jangan sampai kita kehilangan rumah satu-satunya peninggalan Bapakmu gara-gara disita sama Bank karena kita gak bisa setor angsuran pinjaman] ungkap Ibu sambil marah-marah yang seketika langsung mematikan sambungan teleponnya dengan kasar. Seumur hidup baru kali ini Ibu marah padaku. Sebelumnya tidak pernah sekalipun Ibu memarahiku kecuali pada Ani. Bagaimanapun juga aku harus menyusun rencana lagi untuk mendapatkan uan
Bab 15Pov AniAku dan Mas Andi yang bersiap untuk tidur, mematikan saklar lampu kamar. Hanya tersisa lampu tidur diatas meja yang masih menyala remang-remang. Kali ini kami tidur lebih awal dari biasanya karena besok aku sudah mulai membantu Mas Andi bekerja diperusahaannya.Baru saja mataku terpejam menikmati ketenangan dalam tidur seketika terbangun gara-gara ponselku berdering."Siapa sih De malam-malam menelepon? mengganggu tidur kita saja," ucap Mas Andi kesal."Gak tau Mas," aku segera bangun dan mengambil ponselku agar tidak berbunyi terus.q"Dari Ibu Mas. Mau diangkat atau tidak?" tanyaku meminta ijin pada Mas Andi karena Mas Andi akhirnya tau bagaimana sikap Ibu terhadapku selama ini."Diangkat saja De gak papa, coba kamu loudspeaker!" perintahnya.[Hallo Assalamuallaikum,] sapaku.[Wallaikumsalam,] jawab Ibu.[Ada apa Bu malam-malam begini telepon Ani?] tanyaku.[Hmm gini Ani. Ibu mau meminta bantuanmu, bisa pinjamkan Ibu uang 100 juta?] ungkapnya yang sontak mengagetkanku
Bab 16Pov AuthorSoimah kebingungan hari-harinya tidak tenang karena terus saja memikirkan bagaimana cara melunasi hutangnya. Sedangkan Ana tidak bertanggung jawab sama sekali, ia bahkan tidak mau menyisihkan sebagian gajinya untuk menyicil hutangnya di Bank. Tiba-tiba dia ingat sesuatu kalau masih ada yang bisa diandalkan yaitu sertifikat tanah satu-satunya yang almarhum suaminya berikan untuk Ani. Dia kemudian bergegas untuk pergi kerumah Ratna menanyakan keberadaan sertifikat tanah yang almarhum suaminya titipkan. Sesampainya dirumah Ratna terlihat pintu rumah tertutup rapat, Soimah yang kala itu sedang cemas menggedor-gedor pintu rumah Ratna dengan kerasnya. "Ada apa mba kemari?" tanya Ratna yang sedikit kesal dengan sikap Soimah yang kurang sopan saat berkunjung kerumahnya. "Aku mau ambil sertifikat tanah yang almarhum Bang Deni titipkan padamu Rat untuk melunasi hutangku di Bank," ungkap Soimah. "Sertifikat itu sudah aku berikan pada Ani, karena itu sudah menjadi hak dia j
Bab 26Part ini mengandung bawang, mohon siapkan tisu.Ruang IGD yang seharusnya sunyi senyap kini berubah menjadi gaduh. Ana terus berteriak mengusir saudara kembar yang berusaha menenangkan dirinya. Sekuat apapun Ana disaat kondisinya seperti ini dia tidak bisa lari kabur dari Rumah Sakit itu.Ani mencoba mendekati tubuhnya sedekat mungkin dengan Ana. Sebisa mungkin ia tepiskan rasa canggung terhadap Kakaknya. Dipeluknya tubuh yang berbalut kain berwarna biru, baju ciri khas pasien Rumah Sakit. Tak ada respon balik dari tubuh yang terbaring lemah di ranjang Rumah Sakit."Kak Ana tenang dulu ya Kak! Kakak lagi sakit gak boleh banyak gerak. Izinkan aku tetap disini untuk menemani Kakak," ungkap Ani dengan lembutnya.Perlahan Ana mulai tenang dalam pelukan saudara kembarnya. Ia menangis tersedu, Ani merasakan betapa berat beban yang Kakaknya tanggung saat ini. Sampai ia harus berada di titik terendahnya.Andi yang sempat mendengar teriakan dari ruang IGD merasa takut jikalau terjadi se
Bab 25Mobil hitam yang hanya berpenumpang dua orang itu melaju dengan kencang. Menembus gelapnya malam di tengah-tengah keheningan jalanan yang dilewatinya."Mas. Kalau kamu cape dan ngantuk biar gantian aku saja yang nyetir," tawar Ani. Kali ini mereka berdua pergi tanpa didampingi seorang supir."Gak kok De. Lebih bahaya lagi jika kamu yang nyetir dalam keadaan gelisah kaya gini," tolak Andi " kamu lebih baik bantu baca maps biar kita cepat sampai!" pinta Andi.Ani mengangguk lesu. Sesungguhnya dia sudah tidak mau lagi berurusan dengan saudara kembarnya. Tapi saudara tetap saudara dia tidak mungkin tega membiarkan Kakak kandungnya sendiri dalam keadaan terpuruk.Kurang lebih hampir dua jam mereka melangsungkan perjalanan. Dari jarak dua ratus meter Ani melihat gedung Rumah Sakit yang dituju.Tibalah mereka di depan Rumah Sakit yang polisi itu sebutkan. Andi mencari tempat yang masih kosong untuk parkir. Karena rupanya Rumah Sakit sedang banyak pasien, terlihat dari kondisi parkira
Bab 24Dalam sekejap semuanya berubah. Seketika. Ana yang tadinya bergelimang harta mendadak menjadi gelandangan. Dia diusir oleh Yulia dari rumah yang diberikan oleh Bagas. Satu-satunya yang tersisa hanya pakaian yang ia kenakan. Semua yang Ana punya di dalam rumah itu dirampas oleh Yulia, karena apa yang Bagas punya berasal dari Yulia. Dia hanya menumpang hidup pada istrinya yang kaya raya. Jangankan untuk melindungi Ana, untuk membela dirinya sendiri saja Bagas sudah tidak mampu karena sudah tertangkap basah mengkhianati istrinya."Pak. Usir dua orang ini dari rumah saya!" perintah Yulia kepada Security yang berjaga di rumahnya."Ta - tapi Bu," Security itu enggan menjalankan perintah Yulia, karena selama ini dia bekerja dengan Bagas."Pak. Cepat usir mereka! apa Bapak mau saya pecat juga?" gertak Yulia."Baik Bu" "Maaf Pak, Bu. Sebaiknya Bapak dan Ibu keluar dari sini!" ucap Security menyeret tangan Bagas."Lepas! saya bisa jalan sendiri"bentak Bagas."Mas. Kamu lakuin sesuatu
Bab 23[Hallo. Yulia] sapa Ani. [Sudah punya nyali kamu ya berani video call. Mana suamiku?] gertak Yulia. [Kamu mau lihat suamimu?][Tidak usah banyak basa-basi kamu wanita penggoda! cepat beritahu dimana kamu sembunyikan suamiku!] cerca Yulia dalam telepon. Begitu bencinya Yulia terhadap Ani yang dia tuduh sebagai penghancur rumah tangganya. [Tenang dulu! setelah ini kamu bisa menarik semua tuduhanmu terhadapku] ujar Ani. Diarahkannya kamera handphonetepat dihadapan suami Yulia. Yang sedang menggandeng tangan Ana, tanpa sepengetahuannya. [Mas Bagas] seru Yulia berteriak memanggil nama suaminya, tapi percuma saja suaminya tidak mendengarnya. [Kamu lihat sendiri kan dia baik-baik saja][Dasar kamu pelakor tidak tahu diri] maki Yulia. [Kamu lihat dulu siapa perempuan yang digandeng suamimu, sebelum menuduhku sembarangan!] Ani memperlihatkan bagas sedang menggandeng tangan Ana melalui video call nya. Perlahan kamera diarahkan tepat di hadapan mereka berdua, tak lupa Ani memperbe
Bab 22Wanita yang bergaun hitam diatas lutut dan tanpa lengan. Sangat familiar paras wajahnya, walau di balut make up yang super tebal. Dengan rambut diujungnya yang bergelombang tetap membuat Ani bisa mengenali saudara kembarnya. Ternyata benar kalau wanita yang turun dari mobil mewah itu ialah Ana Kakaknya. Ani membuka pintu mobil bermaksud menemui Ana tapi dicegah oleh Andi. "Sabar De! Kita jangan keluar sekarang!" perintah Andi. "Tapi Mas. Aku sudah gak sabar pengen paksa Kak Ana pulang,""Kamu kan sudah janji sama Mas, De. Kalau jangan paksa dia! biar dia memilih kehidupannya sendiri. Lebih baik kita ikuti dulu saja dia sampai masuk kedalam!"Ani terpaksa mengikuti perintah suaminya demi bisa bertemu Ana. "Kita keluar sekarang dan masuk kedalam!" ajak Andi kepada Pak Supri dan Ani. Mereka bertiga diam-diam masuk kedalam club malam. Berjalan beriringan dengan para pengunjung agar tidak dicurigai. Ani yang baru pertama kali datang ketempat macam itu, ia sangat terkejut dengan
Bab 21Dengan parasnya yang cantik seorang wanita muda sedang duduk di lobby perusahaan milik Andi. Dari penampilannya terlihat sekali kalau dia orang berada. Pakaian, sepatu dan tas yang dia kenakan semuanya barang mahal. Hingga banyak pasang mata tertuju padanya, tak sedikit dari mereka yang melihat berbisik-bisik membicarakan wanita yang sedang duduk di sofa berwarna hitam. "Eh Sar. Kamu tau gak? denger-denger wanita yang duduk di sebelah sana, itu istri selingkuhan Bu Ani loh. Dia kesini mau ngelabrak Bu Ani," ungkap salah seorang Receptionist. "Yang benar saja kamu La! Jangan nyebar gosip yang belum jelas kebenarannya. Salah-salah nanti kita yang kena tegur sama Bos. Lagi pula Bu Ani itu orangnya kalem, gak banyak tingkah, baik, lemah lembut. Masa dia selingkuh sama suami orang. Gak mungkin ah," ujar Receptionist satunya. Karena kebetulan disitu ada dua Receptionist yang sedang berjaga. "Belum tentu tau Sar! orang kalem itu di luar sana gak liar,""Sudah Ah. Jangan gibahin ora
Bab 20Pov Author"Mas. Aku keluar dulu menemui Ibu," ujar Ani. Dia seketika menghentikan aktifitas sarapan paginya yang sudah tidak ada lagi rasa nikmat dari masakan yang ia makan begitu mendengar kedatangan Ibunya. Dengan langkah kaki sedikit berat, Ani tetap memaksa untuk bertemu Ibunya yang sedari tadi menunggu diruang tamu. Karena bagaimanapun Soimah Ibu yang telah mengandung dan melahirkannya, jika tidak ada beliau dia tidak akan merasakan pahitnya kehidupan masa lalunya hingga berujung kebahagiaan. Jadi tidak ada alasan bagi Ani untuk menjauhi Soimah meskipun Ani menyadari perbuatan Ibunya selama ini jahat terhadapnya. Terlihat dari kejauhan Soimah duduk di sofa sendirian tanpa didampingi anak kesayangannya, terpancar dari raut wajahnya yang sudah mulai keriput dia terlihat cemas seperti ada sesuatu yang sedang membebaninya. " Ada apa Bu?" tanya Ani. Dia memposisikan badannya duduk bersebelahan dengan Ibunya. "Ibu mau meminta tolong ni! bantu Ibu mencari Kakakmu dia sudah ha
Bab 19"Sedang apa kalian berdua didalam kamar?" umpat Ani yang syok melihat keberadaan suami dan saudara kembarnya bersama didalam kamar dengan posisi duduk di atas ranjang berhadapan hanya berjarak kurang lebih satu jengkal tangan. "De ini bukan seperti apa yang kamu lihat," ucap Andi menegaskan. Andi bergegas turun dari ranjang menyingkirkan tangan Ana yang hendak menyentuh wajah tampannya, lalu dia berlari kearah Ani berharap istrinya tidak akan salah paham dengan apa yang baru saja dilihatnya. Sayangnya Ani sudah terlanjur termakan ucapan Rendi pagi tadi saat di kantor, ditambah lagi apa yang dilihatnya sekarang membuatnya semakin berpikiran yang tidak-tidak. Netra Ani mulai mengeluarkan butiran bening yang sesekali ia tahan agar tidak menetes ke pipi, dadanya sesak seakan sulit untuk bernafas . Ini kali pertama dia merasakan sakit hati yang teramat dalam bagai ada luka yang menghujam jantungnya. Luka yang tidak bisa diobati dengan hanya permintaan maaf. Ani sangat kecewa deng
Bab 18Pov Author"Pak. Apa Mas Andi sebelum menikah pernah seperti ini mengeluh pusing dan ngantuk berat saat pagi?" tanya Ani pada Pak Supri saat dalam perjalanan menuju ke kantor. "Tidak pernah Bu. Pak Andi orangnya gesit, apalagi kalau pagi dia semangat sekali untuk pergi ke kantor," jawab Pak Supri.Jawaban Pak Supri membuat Ani semakin khawatir, dia tidak tenang memikirkan keadaan Andi dirumah saat ini. Sebenarnya bukan hanya keadaan Andi melainkan karena dirumah ada Kakak beserta Ibunya. Ani belum sepenuhnya percaya kepada mereka. Sesampainya di kantor sebelum meeting dimulai Ani meminta maaf terlebih dahulu kepada seluruh staff karyawan dan vendor karena ketidakhadiran suaminya yang tiba-tiba kondisi kesehatannya mendadak tidak baik. Hingga dia diminta untuk memimpin jalannya rapat dibantu oleh Dini sekertaris Andi. Dia yang baru pertama kali menjalankan tugas ini untuk menggantikan suaminya merasa canggung dan grogi selama presentasi didepan vendor dan karyawan yang lain, t