Bab 11Hari ini adalah hari yang ditunggu Ana dan Ani dimana mereka berdua akan melaksanakan ijab qabul dan resepsi pernikahannya. Ijab qabul dilaksanakan dirumah sedangkan untuk resepsi digelar di gedung yang berbeda."Ani. Kenapa kamu belum siap-siap juga? 2 jam lagi keluarga Andi dan penghulu datang," ujar Bi Ratna. "Kebayaku hilang Bi. Padahal jelas-jelas semalam aku gantung pakai hanger didepan lemari," jawab Ani yang mulai panik. "Coba kamu ingat lagi! mungkin kamu lupa naruhnya?,""Gak Bi. Ani ingat betul ada disini,""Oya Bibi baru ingat semalam saat kamu sudah tidur pulas Ana masuk kekamarmu. Bibi memergokinya dan dia terlihat gugup saat itu. Pasti ini ulah Kakakmu, biyar Bibi yang ke kamar Ana menemuinya," ucap Bi Ratna menerka - nerka. "Gak perlu Bi! biyar aku saja yang kesana menemuinya,""Bibi ikut," ujar Bi Ratna. Bi Ratna mengekor mengikuti Ani yang menuju kekamar Ana. Karena dia sudah berjanji dengan dirinya sendiri kalau akan selalu melindungi Ani dari perbuatan j
Bab 12Hari ini hari pertama Ana menjalani kehidupan barunya sebagai istri Rendi. Wanita manja yang sehari-hari terbiasa bangun siang dirumahnya apabila sedang libur kerja belum bisa merubah kebiasaan buruknya. Jangankan sekedar melakukan pekerjaan rumah untuk mandi saja jika hari libur tiba ia hanya mandi satu kali sehari menjelang sore hari sangking malasnya beranjak dari tempat tidur. Sudah jam 08.00 pagi Ana masih terlelap tidur padahal Rendi sudah bangun sedari tadi untuk melakukan aktivitas rutinnya yaitu berolahraga karena dia hobi berolahraga, maka dari itu badannya tegap dan berotot. "Ren dimana istri kamu?" tanya Romlah mertuanya. "Ana masih tidur Mah," jawab Rendi."Kamu bagaimana sih istri masih tidur dibiarin. Bangunkan dia suruh mandi dan masak bikin sarapan buat kita!" perintah Romlah."Mungkin dia masih cape Mah," ucap Rendi membela istrinya."Kamu itu jangan memanjakan istri! sudah biyar Mamah saja yang membangunkannya,"Romlah beranjak dari tempat duduknya melangka
Bab 13Ani masih tertegun mendengar pertanyaan dari Bapak Mertuanya. Dalam hatinya masih bimbang apakah dia mampu menjalankan amanah yang diberikan keluarga Andi? sedangkan dari latar belakang pendidikannya saja hanya tamatan SMA bukan seperti Kakaknya yang Sarjana. "De. Bagaimana kamu mau terima tawaran dari Bapak kalau kamu ikut membantu di perusahaan Mas sebagai Manager Marketing?" ucap Andi yang membangunkan lamunan Ani. "Eh iya Mas mau. Tapi aku gak punya pengalaman di bidang Marketing apalagi tiba-tiba langsung jadi Manager Marketing apa itu tidak berlebihan?" jawab Ani yang belum yakin dengan dirinya sendiri. "Tenang saja sayang. Nanti Mas yang akan ajari kamu langsung," ujar Andi menenangkan istrinya. Ani sedikit lebih tenang mendengar jawaban dari suaminya. "Oya Andi, Ani kalian berdua gak bulan madu? buruan gih jangan ditunda! Ibu pengen segera nimang cucu. Kalian kan tau sendiri kalau Ibu kesepian dirumah. Bapakmu sering keluar kota, Ibu sering ditinggal dirumah. Janga
Bab 14Pov Ana[Ibu. Ana pengen pulang kerumah Bu, aku udah gak tahan dengan kelakuan Mas Rendi dan Mamahnya] terangku di dalam telepon. [Kurang ajar sekali Rendi dan Mamahnya memperlakukanmu Seenaknya. Pokoknya kamu harus tetap disitu sampai kamu mendapatkan kembali uangnya!] pinta Ibu. [Tapi Bu. Mereka sangat licik][Ya kamu ambil secara diam-diam. Pakai akal dong Ana! pokoknya Ibu gak mau tau kamu dan Rendi harus bisa menepati janji mengembalikan uang biaya pernikahan kalian. Ibu sudah ditagih sama pihak Bank untuk angsuran pertama yang sudah telat beberapa hari. Jangan sampai kita kehilangan rumah satu-satunya peninggalan Bapakmu gara-gara disita sama Bank karena kita gak bisa setor angsuran pinjaman] ungkap Ibu sambil marah-marah yang seketika langsung mematikan sambungan teleponnya dengan kasar. Seumur hidup baru kali ini Ibu marah padaku. Sebelumnya tidak pernah sekalipun Ibu memarahiku kecuali pada Ani. Bagaimanapun juga aku harus menyusun rencana lagi untuk mendapatkan uan
Bab 15Pov AniAku dan Mas Andi yang bersiap untuk tidur, mematikan saklar lampu kamar. Hanya tersisa lampu tidur diatas meja yang masih menyala remang-remang. Kali ini kami tidur lebih awal dari biasanya karena besok aku sudah mulai membantu Mas Andi bekerja diperusahaannya.Baru saja mataku terpejam menikmati ketenangan dalam tidur seketika terbangun gara-gara ponselku berdering."Siapa sih De malam-malam menelepon? mengganggu tidur kita saja," ucap Mas Andi kesal."Gak tau Mas," aku segera bangun dan mengambil ponselku agar tidak berbunyi terus.q"Dari Ibu Mas. Mau diangkat atau tidak?" tanyaku meminta ijin pada Mas Andi karena Mas Andi akhirnya tau bagaimana sikap Ibu terhadapku selama ini."Diangkat saja De gak papa, coba kamu loudspeaker!" perintahnya.[Hallo Assalamuallaikum,] sapaku.[Wallaikumsalam,] jawab Ibu.[Ada apa Bu malam-malam begini telepon Ani?] tanyaku.[Hmm gini Ani. Ibu mau meminta bantuanmu, bisa pinjamkan Ibu uang 100 juta?] ungkapnya yang sontak mengagetkanku
Bab 16Pov AuthorSoimah kebingungan hari-harinya tidak tenang karena terus saja memikirkan bagaimana cara melunasi hutangnya. Sedangkan Ana tidak bertanggung jawab sama sekali, ia bahkan tidak mau menyisihkan sebagian gajinya untuk menyicil hutangnya di Bank. Tiba-tiba dia ingat sesuatu kalau masih ada yang bisa diandalkan yaitu sertifikat tanah satu-satunya yang almarhum suaminya berikan untuk Ani. Dia kemudian bergegas untuk pergi kerumah Ratna menanyakan keberadaan sertifikat tanah yang almarhum suaminya titipkan. Sesampainya dirumah Ratna terlihat pintu rumah tertutup rapat, Soimah yang kala itu sedang cemas menggedor-gedor pintu rumah Ratna dengan kerasnya. "Ada apa mba kemari?" tanya Ratna yang sedikit kesal dengan sikap Soimah yang kurang sopan saat berkunjung kerumahnya. "Aku mau ambil sertifikat tanah yang almarhum Bang Deni titipkan padamu Rat untuk melunasi hutangku di Bank," ungkap Soimah. "Sertifikat itu sudah aku berikan pada Ani, karena itu sudah menjadi hak dia j
Bab 17Pov Author"Ibu, Kak Ana. Dari mana kalian tau alamat rumah kami?" tanya Ani kebingungan."Itu gak penting. Kalian sengaja menyembunyikan alamat rumah kalian dari aku dan Ibu ya kan?" ucap Ana. "Maaf Ani, Andi. Kalau kami lancang masuk kerumah kalian disaat kalian sedang bekerja," ungkap Soimah. "Bu. Kenapa harus minta maaf sih?" Ana seketika menyenggol lengan Ibunya. "Maksud Ibu dan Kak Ana apa datang kemari?" tanya Andi yang sedari tadi diam memperhatikan mereka. "Kami diusir dari rumah. Makanya kami mau numpang tinggal disini, rumah kalian kan besar pasti boleh dong kami tinggal disini?" terang Ana yang tak tau malu. "Ana diam! biarkan Ibu yang bicara," bentak Soimah pada Ana. Ana seketika langsung terdiam dan memonyongkan bibirnya yang sudah lebih dulu maju. "Andi, Ani. Maaf sebelumnya Ibu mau meminta tolong. Kalian pasti tau kan kalau kita diusir dari rumah sendiri karena tidak bisa membayar angsuran pinjaman di Bank. Maksud Ibu datang kemari mau meminta tolong pada
Bab 18Pov Author"Pak. Apa Mas Andi sebelum menikah pernah seperti ini mengeluh pusing dan ngantuk berat saat pagi?" tanya Ani pada Pak Supri saat dalam perjalanan menuju ke kantor. "Tidak pernah Bu. Pak Andi orangnya gesit, apalagi kalau pagi dia semangat sekali untuk pergi ke kantor," jawab Pak Supri.Jawaban Pak Supri membuat Ani semakin khawatir, dia tidak tenang memikirkan keadaan Andi dirumah saat ini. Sebenarnya bukan hanya keadaan Andi melainkan karena dirumah ada Kakak beserta Ibunya. Ani belum sepenuhnya percaya kepada mereka. Sesampainya di kantor sebelum meeting dimulai Ani meminta maaf terlebih dahulu kepada seluruh staff karyawan dan vendor karena ketidakhadiran suaminya yang tiba-tiba kondisi kesehatannya mendadak tidak baik. Hingga dia diminta untuk memimpin jalannya rapat dibantu oleh Dini sekertaris Andi. Dia yang baru pertama kali menjalankan tugas ini untuk menggantikan suaminya merasa canggung dan grogi selama presentasi didepan vendor dan karyawan yang lain, t
Bab 26Part ini mengandung bawang, mohon siapkan tisu.Ruang IGD yang seharusnya sunyi senyap kini berubah menjadi gaduh. Ana terus berteriak mengusir saudara kembar yang berusaha menenangkan dirinya. Sekuat apapun Ana disaat kondisinya seperti ini dia tidak bisa lari kabur dari Rumah Sakit itu.Ani mencoba mendekati tubuhnya sedekat mungkin dengan Ana. Sebisa mungkin ia tepiskan rasa canggung terhadap Kakaknya. Dipeluknya tubuh yang berbalut kain berwarna biru, baju ciri khas pasien Rumah Sakit. Tak ada respon balik dari tubuh yang terbaring lemah di ranjang Rumah Sakit."Kak Ana tenang dulu ya Kak! Kakak lagi sakit gak boleh banyak gerak. Izinkan aku tetap disini untuk menemani Kakak," ungkap Ani dengan lembutnya.Perlahan Ana mulai tenang dalam pelukan saudara kembarnya. Ia menangis tersedu, Ani merasakan betapa berat beban yang Kakaknya tanggung saat ini. Sampai ia harus berada di titik terendahnya.Andi yang sempat mendengar teriakan dari ruang IGD merasa takut jikalau terjadi se
Bab 25Mobil hitam yang hanya berpenumpang dua orang itu melaju dengan kencang. Menembus gelapnya malam di tengah-tengah keheningan jalanan yang dilewatinya."Mas. Kalau kamu cape dan ngantuk biar gantian aku saja yang nyetir," tawar Ani. Kali ini mereka berdua pergi tanpa didampingi seorang supir."Gak kok De. Lebih bahaya lagi jika kamu yang nyetir dalam keadaan gelisah kaya gini," tolak Andi " kamu lebih baik bantu baca maps biar kita cepat sampai!" pinta Andi.Ani mengangguk lesu. Sesungguhnya dia sudah tidak mau lagi berurusan dengan saudara kembarnya. Tapi saudara tetap saudara dia tidak mungkin tega membiarkan Kakak kandungnya sendiri dalam keadaan terpuruk.Kurang lebih hampir dua jam mereka melangsungkan perjalanan. Dari jarak dua ratus meter Ani melihat gedung Rumah Sakit yang dituju.Tibalah mereka di depan Rumah Sakit yang polisi itu sebutkan. Andi mencari tempat yang masih kosong untuk parkir. Karena rupanya Rumah Sakit sedang banyak pasien, terlihat dari kondisi parkira
Bab 24Dalam sekejap semuanya berubah. Seketika. Ana yang tadinya bergelimang harta mendadak menjadi gelandangan. Dia diusir oleh Yulia dari rumah yang diberikan oleh Bagas. Satu-satunya yang tersisa hanya pakaian yang ia kenakan. Semua yang Ana punya di dalam rumah itu dirampas oleh Yulia, karena apa yang Bagas punya berasal dari Yulia. Dia hanya menumpang hidup pada istrinya yang kaya raya. Jangankan untuk melindungi Ana, untuk membela dirinya sendiri saja Bagas sudah tidak mampu karena sudah tertangkap basah mengkhianati istrinya."Pak. Usir dua orang ini dari rumah saya!" perintah Yulia kepada Security yang berjaga di rumahnya."Ta - tapi Bu," Security itu enggan menjalankan perintah Yulia, karena selama ini dia bekerja dengan Bagas."Pak. Cepat usir mereka! apa Bapak mau saya pecat juga?" gertak Yulia."Baik Bu" "Maaf Pak, Bu. Sebaiknya Bapak dan Ibu keluar dari sini!" ucap Security menyeret tangan Bagas."Lepas! saya bisa jalan sendiri"bentak Bagas."Mas. Kamu lakuin sesuatu
Bab 23[Hallo. Yulia] sapa Ani. [Sudah punya nyali kamu ya berani video call. Mana suamiku?] gertak Yulia. [Kamu mau lihat suamimu?][Tidak usah banyak basa-basi kamu wanita penggoda! cepat beritahu dimana kamu sembunyikan suamiku!] cerca Yulia dalam telepon. Begitu bencinya Yulia terhadap Ani yang dia tuduh sebagai penghancur rumah tangganya. [Tenang dulu! setelah ini kamu bisa menarik semua tuduhanmu terhadapku] ujar Ani. Diarahkannya kamera handphonetepat dihadapan suami Yulia. Yang sedang menggandeng tangan Ana, tanpa sepengetahuannya. [Mas Bagas] seru Yulia berteriak memanggil nama suaminya, tapi percuma saja suaminya tidak mendengarnya. [Kamu lihat sendiri kan dia baik-baik saja][Dasar kamu pelakor tidak tahu diri] maki Yulia. [Kamu lihat dulu siapa perempuan yang digandeng suamimu, sebelum menuduhku sembarangan!] Ani memperlihatkan bagas sedang menggandeng tangan Ana melalui video call nya. Perlahan kamera diarahkan tepat di hadapan mereka berdua, tak lupa Ani memperbe
Bab 22Wanita yang bergaun hitam diatas lutut dan tanpa lengan. Sangat familiar paras wajahnya, walau di balut make up yang super tebal. Dengan rambut diujungnya yang bergelombang tetap membuat Ani bisa mengenali saudara kembarnya. Ternyata benar kalau wanita yang turun dari mobil mewah itu ialah Ana Kakaknya. Ani membuka pintu mobil bermaksud menemui Ana tapi dicegah oleh Andi. "Sabar De! Kita jangan keluar sekarang!" perintah Andi. "Tapi Mas. Aku sudah gak sabar pengen paksa Kak Ana pulang,""Kamu kan sudah janji sama Mas, De. Kalau jangan paksa dia! biar dia memilih kehidupannya sendiri. Lebih baik kita ikuti dulu saja dia sampai masuk kedalam!"Ani terpaksa mengikuti perintah suaminya demi bisa bertemu Ana. "Kita keluar sekarang dan masuk kedalam!" ajak Andi kepada Pak Supri dan Ani. Mereka bertiga diam-diam masuk kedalam club malam. Berjalan beriringan dengan para pengunjung agar tidak dicurigai. Ani yang baru pertama kali datang ketempat macam itu, ia sangat terkejut dengan
Bab 21Dengan parasnya yang cantik seorang wanita muda sedang duduk di lobby perusahaan milik Andi. Dari penampilannya terlihat sekali kalau dia orang berada. Pakaian, sepatu dan tas yang dia kenakan semuanya barang mahal. Hingga banyak pasang mata tertuju padanya, tak sedikit dari mereka yang melihat berbisik-bisik membicarakan wanita yang sedang duduk di sofa berwarna hitam. "Eh Sar. Kamu tau gak? denger-denger wanita yang duduk di sebelah sana, itu istri selingkuhan Bu Ani loh. Dia kesini mau ngelabrak Bu Ani," ungkap salah seorang Receptionist. "Yang benar saja kamu La! Jangan nyebar gosip yang belum jelas kebenarannya. Salah-salah nanti kita yang kena tegur sama Bos. Lagi pula Bu Ani itu orangnya kalem, gak banyak tingkah, baik, lemah lembut. Masa dia selingkuh sama suami orang. Gak mungkin ah," ujar Receptionist satunya. Karena kebetulan disitu ada dua Receptionist yang sedang berjaga. "Belum tentu tau Sar! orang kalem itu di luar sana gak liar,""Sudah Ah. Jangan gibahin ora
Bab 20Pov Author"Mas. Aku keluar dulu menemui Ibu," ujar Ani. Dia seketika menghentikan aktifitas sarapan paginya yang sudah tidak ada lagi rasa nikmat dari masakan yang ia makan begitu mendengar kedatangan Ibunya. Dengan langkah kaki sedikit berat, Ani tetap memaksa untuk bertemu Ibunya yang sedari tadi menunggu diruang tamu. Karena bagaimanapun Soimah Ibu yang telah mengandung dan melahirkannya, jika tidak ada beliau dia tidak akan merasakan pahitnya kehidupan masa lalunya hingga berujung kebahagiaan. Jadi tidak ada alasan bagi Ani untuk menjauhi Soimah meskipun Ani menyadari perbuatan Ibunya selama ini jahat terhadapnya. Terlihat dari kejauhan Soimah duduk di sofa sendirian tanpa didampingi anak kesayangannya, terpancar dari raut wajahnya yang sudah mulai keriput dia terlihat cemas seperti ada sesuatu yang sedang membebaninya. " Ada apa Bu?" tanya Ani. Dia memposisikan badannya duduk bersebelahan dengan Ibunya. "Ibu mau meminta tolong ni! bantu Ibu mencari Kakakmu dia sudah ha
Bab 19"Sedang apa kalian berdua didalam kamar?" umpat Ani yang syok melihat keberadaan suami dan saudara kembarnya bersama didalam kamar dengan posisi duduk di atas ranjang berhadapan hanya berjarak kurang lebih satu jengkal tangan. "De ini bukan seperti apa yang kamu lihat," ucap Andi menegaskan. Andi bergegas turun dari ranjang menyingkirkan tangan Ana yang hendak menyentuh wajah tampannya, lalu dia berlari kearah Ani berharap istrinya tidak akan salah paham dengan apa yang baru saja dilihatnya. Sayangnya Ani sudah terlanjur termakan ucapan Rendi pagi tadi saat di kantor, ditambah lagi apa yang dilihatnya sekarang membuatnya semakin berpikiran yang tidak-tidak. Netra Ani mulai mengeluarkan butiran bening yang sesekali ia tahan agar tidak menetes ke pipi, dadanya sesak seakan sulit untuk bernafas . Ini kali pertama dia merasakan sakit hati yang teramat dalam bagai ada luka yang menghujam jantungnya. Luka yang tidak bisa diobati dengan hanya permintaan maaf. Ani sangat kecewa deng
Bab 18Pov Author"Pak. Apa Mas Andi sebelum menikah pernah seperti ini mengeluh pusing dan ngantuk berat saat pagi?" tanya Ani pada Pak Supri saat dalam perjalanan menuju ke kantor. "Tidak pernah Bu. Pak Andi orangnya gesit, apalagi kalau pagi dia semangat sekali untuk pergi ke kantor," jawab Pak Supri.Jawaban Pak Supri membuat Ani semakin khawatir, dia tidak tenang memikirkan keadaan Andi dirumah saat ini. Sebenarnya bukan hanya keadaan Andi melainkan karena dirumah ada Kakak beserta Ibunya. Ani belum sepenuhnya percaya kepada mereka. Sesampainya di kantor sebelum meeting dimulai Ani meminta maaf terlebih dahulu kepada seluruh staff karyawan dan vendor karena ketidakhadiran suaminya yang tiba-tiba kondisi kesehatannya mendadak tidak baik. Hingga dia diminta untuk memimpin jalannya rapat dibantu oleh Dini sekertaris Andi. Dia yang baru pertama kali menjalankan tugas ini untuk menggantikan suaminya merasa canggung dan grogi selama presentasi didepan vendor dan karyawan yang lain, t