Bab 6
"Ani. Kamu harus bujuk Andi lagi agar Kakakmu bisa ikut menggelar acara resepsi pernikahan di Gedung bersama kalian! pinta Ibu.
"Maaf Bu gak bisa. Karena Kak Ana dan Mas Rendi hanya mau enaknya saja tidak mau ikut andil dalam hal ini," terangku.
Dari hasil diskusi saat makan malam kemarin Mas Andi tetap kekeh dengan pendiriannya untuk menikah denganku di Gedung milik Ayahnya. Padahal saat itu Ibu meminta agar resepsi di gelar di Gedung pilihan Kak Ana. Karena sudah 30 persen uang Kak Ana masuk untuk uang muka sewa gedung, Wedding Organizer dan lainnya tapi Kak Ana dan Mas Rendi tidak ada uang untuk melunasinya. Ibu meminta Mas Andi untuk membayar semua biayanya untung saja Mas Andi tidak mau ikut campur, karena persiapan pernikahan kami sudah 90 persen hampir selesai tinggal foto prewedding dan undangan saja.
"Kalian itu saudara harusnya saling tolong menolong! Kakakmu sudah tidak ada uang lagi untuk melunasi semua biaya pernikahannya," ujar Ibu.
"Kan ada Mas Rendi, calon suaminya yang selalu Ibu banggakan. Kalau mereka gak ada uang untuk menikah mewah ya sudah jangan dipaksakan lebih baik Kak Ana dan Mas Rendi menikah dirumah saja!" ungkapku.
Ibu menjadi sebal karena sekarang aku terus membantah ucapan Ibu. Tidak seperti dulu yang hanya diam saja. Mungkin ini semua balasan atas penghinaan Kak Ana dulu terhadapku. Siapa sangka semuanya berbalik pada dirinya sendiri.
Hari ini Mas Andi akan menjemputku pukul 10.00 pagi karena dia sudah bilang kalau kita akan melaksanakan foto prewedding di daerah pegunungan. Sebab aku suka dengan pemandangan yang bernuansa dataran tinggi.
Aku duduk di teras depan rumah sambil menunggu kedatangan Mas Andi. Karena didalam rumah suasana sedang tidak menyenangkan, Ibu sedang membujuk Kak Ana yang sedang menangis karena dia iri melihatku akan foto prewedding sedangkan Mas Rendi tidak mau diajak prewedding mungkin karena takut disuruh membayarnya.
Kring...
Ponselku berbunyi, kuambilnya dari tas untuk melihat siapa yang meneleponku. Ternyata panggilan dari Mas Andi. Segera kuusap layar ponsel.
[Assalamuallaikum Mas.] sapaku.
[Wallaikumsalam. De maaf Mas gak bisa jemput kamu sekarang, karena ini ada meeting mendadak. Jadi Mas suruh supir Pak Supri untuk jemput kamu dan antar kamu ke lokasi prewedding kita, nanti Mas menyusul kalau urusan sudah selesai. Disana sudah ada Tim WO yang akan merias kamu, jadi setelah kamu selesai di make up kita bisa langsung melaksanakan prewedding] ungkap Mas Andi mengarahkanku.
[Iya Mas tidak apa-apa. Kamu selesaikan dulu pekerjaanmu! itu sepertinya mobil Pak Supri sudah sampai depan rumah. Aku berangkat sekarang ya Mas]
[Iya De hati-hati dijalan]
Sambungan telepon segera kuakhiri. Aku menghampiri mobil hitam milik Mas Andi. Dari dalam mobil keluar seorang Bapak paruh baya yang kemudian membukakan pintu mobil.
"Silahkan masuk mba!" ucapnya dengan ramah.
"Terimakasih Pak," balasku.
Aku hanya berdua dengan Pak Supri untuk menuju ke lokasi. Perjalan untuk menuju kesana membutuhkan waktu cukup lama kurang lebih 1 jam. Ditengah-tengah perjalanan tiba-tiba perutku bermasalah, kurasakan sakit yang amat sangat hingga ingin buang air besar. Kuminta Pak Supri untuk mencari toilet disekitar Pom Bensin.
Akhirnya kami menemukan Pom Bensin. Pak Supri memberhentikan mobilnya di lajur kiri. Aku ijin padanya untuk ke toilet sebentar. Benar saja sampai di toilet aku mengalami diare, padahal pagi tadi aku hanya sarapan roti dan segelas teh yang disajikan oleh Ibu.
Akhirnya aku merasa sedikit lega karena perut sudah lebih baik, cukup lama aku berada di dalam toilet. Saat aku hendak keluar tiba-tiba pintu tidak bisa dibuka seperti terkunci dari luar. Kutarik sekuat tenagaku tetap saja tidak terbuka, aku berusaha menggedor pintu dengan kuat agar terdengar dari luar.
"Tolong. Siapa saja yang diluar tolong bukakan pintu!" ucapku dengan keras.
Tiga kali aku berteriak meminta tolong hingga akhirnya ada jawaban dari luar.
"Sebentar Mba. Saya carikan kunci untuk membuka pintu," ujar seorang wanita dari luar.
Aku menunggu dengan perasaan gelisah karena belum juga wanita itu kembali lagi untuk membukakan pintu.
"Maaf Mba tunggu sebentar saya panggilkan security untuk mendobrak pintu soalnya kuncinya tidak ada ditempat," ucap wanita itu dari balik pintu.
Setelah menunggu beberapa menit akhirnya terdengar langkah seorang laki-laki dari luar pintu dan dengan kerasnya dia mendobrak pintu toilet hingga akhirnya pintu terbuka.
"Alhamdulillah," ucapku.
"Mba tidak apa-apa?" tanya seorang security.
"Tidak apa-apa Pak, ini kenapa pintunya bisa terkunci dari luar?" tanyaku pada seorang wanita penjaga toilet.
"Saya tidak tahu Mba. Tadi saya keluar sebentar saat saya kembali Mba sudah terkunci didalam. Sepertinya ada yang sengaja menguncinya dari luar dan saya mencari kunci itu di tempatnya sudah tidak ada," ungkap penjaga toilet sembari menunjukkan gantungan tempat kunci.
Lalu siapa yang sengaja mengunciku dari luar? Akupun sudah tidak mempermasalahkan hal itu lagi, kupikir itu hanya kecelakaan kecil. Karena masih ada hal yang lebih penting lagi saat ini. Aku berjalan mencari dimana mobil Mas Andi berada? Seingatku Pak Supri memarkirkannya tidak jauh dari toilet tapi kenapa tidak ada? Aku mondar-mandir mencarinya tetap saja tidak menemukan mobil Mas Andi. Apa Pak Supri sudah jalan duluan karena aku terlalu lama ditoilet? Tapi mana mungkin beliau berani meninggalkanku sendiri yang ada pasti dimarahi sama Mas Andi.
Aku mulai panik. Bagaimana caranya aku bisa sampai ke lokasi prewedding yang masih jauh? Sedangkan ponsel serta uangku ada di dalam tas dan tas itu terbawa bersama mobil yang dikendarai Pak Supri.
Bab 7Aku kebingungan kemana harus pergi sekarang? bagaimana mungkin aku bisa terkunci ditoilet pasti ada yang sengaja melakukan ini semua. Ingin sekali aku menelepon Mas Andi tetapi ponselku tertinggal di mobil. Uangpun aku hanya pegang sepuluh ribu yang tertinggal di saku celana. Apalagi perjalanan untuk menuju ke lokasi prewedding masih cukup jauh tidak mungkin aku harus jalan kaki kesana, lebih baik aku pulang terlebih dahulu karena jaraknya belum terlalu jauh dari rumah. Dengan uang sepuluh ribu yang aku punya. Aku memutuskan menghentikan angkutan umum untuk pulang kerumah. ****Pov AuthorSyukurin kamu Ani, aku kunci di toilet. Makanya jangan berani melawan Kakakmu sendiri. Ana tersenyum di dalam mobil ia mengeluarkan sesuatu dari sakunya kemudian menurunkan kaca jendela mobil dan melemparkan kunci toilet ke jalan raya. Ana bahkan mematikan ponsel Ani agar tidak ada orang yang bisa menghubunginya ataupun menggagalkan rencananya. Bibirnya menyeringai seakan dia sudah merasa me
Bab 8Pov AuthorAna akhirnya pulang bersama Rendi. Didalam mobil mereka bertengkar, Rendi tidak menyangka ternyata Ana diam-diam mengkhianatinya. "Ana. Kenapa kamu mendekati Andi sekarang? apa karena dia kaya jadi kamu mau berpaling dariku?" pertanyaan Rendi membuat Ana menatap kepadanya. "jawab Ana! jangan diam saja," ucap Rendi dengan suara lantang. "Kalau iya kenapa? aku begini juga karena kamu gak bisa memenuhi keinginanku Mas. Dulu kamu menyanggupi semua biaya pernikahan kita, tapi kenyataannya apa? hingga saat ini tinggal beberapa hari lagi pernikahan kita kamu belum juga mempersiapkannya. Semua biaya aku yang bayarin. Sedangkan Ani dia beruntung mendapatkan calon suami yang kaya raya apa aja yang diinginkannya dipenuhi oleh Andi, aku iri padanya Mas," ungkap Ana. Ana tak dapat lagi menahan air matanya yang jatuh ke pipi, iapun menangis. "Bagaimana lagi Na uangku belum cukup untuk memenuhi semua permintaan kamu yang terlalu banyak. Kamu pakai dulu tabunganmu nanti kalau ki
Bab 9Pagi hari saat Andi mendapati telepon dari calon Ibu Mertuanya dia sengaja tidak langsung mentransfer uang tersebut. Ia akan mencari tau dulu kebenarannya dengan menunda untuk memberikan sejumlah uang yang diminta Soimah karena dia tau pasti Ibu Mertuanya akan menghubunginya kembali jika uang tersebut belum di berikannya. "Dini. Tolong panggilkan Rendi suruh masuk ke ruangan saya sekarang!" perintah Andi pada sekertarisnya. "Baik Pak," jawab Dini.Semenjak Andi berada di kantor untuk mengendalikan perusahaan yang diberikan Ayahnya. Sedikit demi sedikit ekonomi perusahaan mulai membaik hingga membuat Ayahnya bangga. "Pak Rendi dipanggil sama Pak Andi diruangan nya!" ucap Dini yang menghampiri Rendi. "Ada apa memangnya?" jawab Rendi. "Maaf kurang tahu Pak," jawab Dini seraya meninggalkan ruangan Rendi. Dengan terpaksa Rendi melangkahkan kaki keruangan Andi. Dia menyelonong masuk tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu. Sikap Rendi terhadap Andi masih saja sama tidak ada rasa ho
Bab 10Akhirnya dengan berat hati Soimah rela melepaskan sertifikat rumahnya digadai, untuk memenuhi permintaan Ana. Ia meminjam uang di Bank sebesar 100 juta untuk melunasi semua keperluan biaya pernikahan Ana dengan menjaminkan sertifikat rumahnya tanpa sepengetahuan Ani. Ana sangat bahagia akhirnya hampir semua persiapan pernikahannya selesai. Tetapi hingga menjelang hari pernikahannya Rendi belum juga memberikan uangnya untuk mengganti uang yang dikeluarkan Ana dan Ibunya seperti yang ia janjikan. Rendi selalu berdalih jika dimintai uang oleh Ana. ****Hingga saatnya tiba hari ini keluarga Soimah sudah mulai disibukkan dengan persiapan untuk acara seserahan sikembar Ana dan Ani. Keluarga besar sudah berkumpul untuk menyambut rombongan kedua calon besannya bahkan banyak tetangga yang berkerumun ingin melihat moment langka ini. Saudara kembar yang menikah secara bersamaan.Ana dan Ani masing-masing sudah selesai dirias oleh MUA pilihan mereka sendiri. Ani dengan riasannya yang sof
Bab 11Hari ini adalah hari yang ditunggu Ana dan Ani dimana mereka berdua akan melaksanakan ijab qabul dan resepsi pernikahannya. Ijab qabul dilaksanakan dirumah sedangkan untuk resepsi digelar di gedung yang berbeda."Ani. Kenapa kamu belum siap-siap juga? 2 jam lagi keluarga Andi dan penghulu datang," ujar Bi Ratna. "Kebayaku hilang Bi. Padahal jelas-jelas semalam aku gantung pakai hanger didepan lemari," jawab Ani yang mulai panik. "Coba kamu ingat lagi! mungkin kamu lupa naruhnya?,""Gak Bi. Ani ingat betul ada disini,""Oya Bibi baru ingat semalam saat kamu sudah tidur pulas Ana masuk kekamarmu. Bibi memergokinya dan dia terlihat gugup saat itu. Pasti ini ulah Kakakmu, biyar Bibi yang ke kamar Ana menemuinya," ucap Bi Ratna menerka - nerka. "Gak perlu Bi! biyar aku saja yang kesana menemuinya,""Bibi ikut," ujar Bi Ratna. Bi Ratna mengekor mengikuti Ani yang menuju kekamar Ana. Karena dia sudah berjanji dengan dirinya sendiri kalau akan selalu melindungi Ani dari perbuatan j
Bab 12Hari ini hari pertama Ana menjalani kehidupan barunya sebagai istri Rendi. Wanita manja yang sehari-hari terbiasa bangun siang dirumahnya apabila sedang libur kerja belum bisa merubah kebiasaan buruknya. Jangankan sekedar melakukan pekerjaan rumah untuk mandi saja jika hari libur tiba ia hanya mandi satu kali sehari menjelang sore hari sangking malasnya beranjak dari tempat tidur. Sudah jam 08.00 pagi Ana masih terlelap tidur padahal Rendi sudah bangun sedari tadi untuk melakukan aktivitas rutinnya yaitu berolahraga karena dia hobi berolahraga, maka dari itu badannya tegap dan berotot. "Ren dimana istri kamu?" tanya Romlah mertuanya. "Ana masih tidur Mah," jawab Rendi."Kamu bagaimana sih istri masih tidur dibiarin. Bangunkan dia suruh mandi dan masak bikin sarapan buat kita!" perintah Romlah."Mungkin dia masih cape Mah," ucap Rendi membela istrinya."Kamu itu jangan memanjakan istri! sudah biyar Mamah saja yang membangunkannya,"Romlah beranjak dari tempat duduknya melangka
Bab 13Ani masih tertegun mendengar pertanyaan dari Bapak Mertuanya. Dalam hatinya masih bimbang apakah dia mampu menjalankan amanah yang diberikan keluarga Andi? sedangkan dari latar belakang pendidikannya saja hanya tamatan SMA bukan seperti Kakaknya yang Sarjana. "De. Bagaimana kamu mau terima tawaran dari Bapak kalau kamu ikut membantu di perusahaan Mas sebagai Manager Marketing?" ucap Andi yang membangunkan lamunan Ani. "Eh iya Mas mau. Tapi aku gak punya pengalaman di bidang Marketing apalagi tiba-tiba langsung jadi Manager Marketing apa itu tidak berlebihan?" jawab Ani yang belum yakin dengan dirinya sendiri. "Tenang saja sayang. Nanti Mas yang akan ajari kamu langsung," ujar Andi menenangkan istrinya. Ani sedikit lebih tenang mendengar jawaban dari suaminya. "Oya Andi, Ani kalian berdua gak bulan madu? buruan gih jangan ditunda! Ibu pengen segera nimang cucu. Kalian kan tau sendiri kalau Ibu kesepian dirumah. Bapakmu sering keluar kota, Ibu sering ditinggal dirumah. Janga
Bab 14Pov Ana[Ibu. Ana pengen pulang kerumah Bu, aku udah gak tahan dengan kelakuan Mas Rendi dan Mamahnya] terangku di dalam telepon. [Kurang ajar sekali Rendi dan Mamahnya memperlakukanmu Seenaknya. Pokoknya kamu harus tetap disitu sampai kamu mendapatkan kembali uangnya!] pinta Ibu. [Tapi Bu. Mereka sangat licik][Ya kamu ambil secara diam-diam. Pakai akal dong Ana! pokoknya Ibu gak mau tau kamu dan Rendi harus bisa menepati janji mengembalikan uang biaya pernikahan kalian. Ibu sudah ditagih sama pihak Bank untuk angsuran pertama yang sudah telat beberapa hari. Jangan sampai kita kehilangan rumah satu-satunya peninggalan Bapakmu gara-gara disita sama Bank karena kita gak bisa setor angsuran pinjaman] ungkap Ibu sambil marah-marah yang seketika langsung mematikan sambungan teleponnya dengan kasar. Seumur hidup baru kali ini Ibu marah padaku. Sebelumnya tidak pernah sekalipun Ibu memarahiku kecuali pada Ani. Bagaimanapun juga aku harus menyusun rencana lagi untuk mendapatkan uan
Bab 26Part ini mengandung bawang, mohon siapkan tisu.Ruang IGD yang seharusnya sunyi senyap kini berubah menjadi gaduh. Ana terus berteriak mengusir saudara kembar yang berusaha menenangkan dirinya. Sekuat apapun Ana disaat kondisinya seperti ini dia tidak bisa lari kabur dari Rumah Sakit itu.Ani mencoba mendekati tubuhnya sedekat mungkin dengan Ana. Sebisa mungkin ia tepiskan rasa canggung terhadap Kakaknya. Dipeluknya tubuh yang berbalut kain berwarna biru, baju ciri khas pasien Rumah Sakit. Tak ada respon balik dari tubuh yang terbaring lemah di ranjang Rumah Sakit."Kak Ana tenang dulu ya Kak! Kakak lagi sakit gak boleh banyak gerak. Izinkan aku tetap disini untuk menemani Kakak," ungkap Ani dengan lembutnya.Perlahan Ana mulai tenang dalam pelukan saudara kembarnya. Ia menangis tersedu, Ani merasakan betapa berat beban yang Kakaknya tanggung saat ini. Sampai ia harus berada di titik terendahnya.Andi yang sempat mendengar teriakan dari ruang IGD merasa takut jikalau terjadi se
Bab 25Mobil hitam yang hanya berpenumpang dua orang itu melaju dengan kencang. Menembus gelapnya malam di tengah-tengah keheningan jalanan yang dilewatinya."Mas. Kalau kamu cape dan ngantuk biar gantian aku saja yang nyetir," tawar Ani. Kali ini mereka berdua pergi tanpa didampingi seorang supir."Gak kok De. Lebih bahaya lagi jika kamu yang nyetir dalam keadaan gelisah kaya gini," tolak Andi " kamu lebih baik bantu baca maps biar kita cepat sampai!" pinta Andi.Ani mengangguk lesu. Sesungguhnya dia sudah tidak mau lagi berurusan dengan saudara kembarnya. Tapi saudara tetap saudara dia tidak mungkin tega membiarkan Kakak kandungnya sendiri dalam keadaan terpuruk.Kurang lebih hampir dua jam mereka melangsungkan perjalanan. Dari jarak dua ratus meter Ani melihat gedung Rumah Sakit yang dituju.Tibalah mereka di depan Rumah Sakit yang polisi itu sebutkan. Andi mencari tempat yang masih kosong untuk parkir. Karena rupanya Rumah Sakit sedang banyak pasien, terlihat dari kondisi parkira
Bab 24Dalam sekejap semuanya berubah. Seketika. Ana yang tadinya bergelimang harta mendadak menjadi gelandangan. Dia diusir oleh Yulia dari rumah yang diberikan oleh Bagas. Satu-satunya yang tersisa hanya pakaian yang ia kenakan. Semua yang Ana punya di dalam rumah itu dirampas oleh Yulia, karena apa yang Bagas punya berasal dari Yulia. Dia hanya menumpang hidup pada istrinya yang kaya raya. Jangankan untuk melindungi Ana, untuk membela dirinya sendiri saja Bagas sudah tidak mampu karena sudah tertangkap basah mengkhianati istrinya."Pak. Usir dua orang ini dari rumah saya!" perintah Yulia kepada Security yang berjaga di rumahnya."Ta - tapi Bu," Security itu enggan menjalankan perintah Yulia, karena selama ini dia bekerja dengan Bagas."Pak. Cepat usir mereka! apa Bapak mau saya pecat juga?" gertak Yulia."Baik Bu" "Maaf Pak, Bu. Sebaiknya Bapak dan Ibu keluar dari sini!" ucap Security menyeret tangan Bagas."Lepas! saya bisa jalan sendiri"bentak Bagas."Mas. Kamu lakuin sesuatu
Bab 23[Hallo. Yulia] sapa Ani. [Sudah punya nyali kamu ya berani video call. Mana suamiku?] gertak Yulia. [Kamu mau lihat suamimu?][Tidak usah banyak basa-basi kamu wanita penggoda! cepat beritahu dimana kamu sembunyikan suamiku!] cerca Yulia dalam telepon. Begitu bencinya Yulia terhadap Ani yang dia tuduh sebagai penghancur rumah tangganya. [Tenang dulu! setelah ini kamu bisa menarik semua tuduhanmu terhadapku] ujar Ani. Diarahkannya kamera handphonetepat dihadapan suami Yulia. Yang sedang menggandeng tangan Ana, tanpa sepengetahuannya. [Mas Bagas] seru Yulia berteriak memanggil nama suaminya, tapi percuma saja suaminya tidak mendengarnya. [Kamu lihat sendiri kan dia baik-baik saja][Dasar kamu pelakor tidak tahu diri] maki Yulia. [Kamu lihat dulu siapa perempuan yang digandeng suamimu, sebelum menuduhku sembarangan!] Ani memperlihatkan bagas sedang menggandeng tangan Ana melalui video call nya. Perlahan kamera diarahkan tepat di hadapan mereka berdua, tak lupa Ani memperbe
Bab 22Wanita yang bergaun hitam diatas lutut dan tanpa lengan. Sangat familiar paras wajahnya, walau di balut make up yang super tebal. Dengan rambut diujungnya yang bergelombang tetap membuat Ani bisa mengenali saudara kembarnya. Ternyata benar kalau wanita yang turun dari mobil mewah itu ialah Ana Kakaknya. Ani membuka pintu mobil bermaksud menemui Ana tapi dicegah oleh Andi. "Sabar De! Kita jangan keluar sekarang!" perintah Andi. "Tapi Mas. Aku sudah gak sabar pengen paksa Kak Ana pulang,""Kamu kan sudah janji sama Mas, De. Kalau jangan paksa dia! biar dia memilih kehidupannya sendiri. Lebih baik kita ikuti dulu saja dia sampai masuk kedalam!"Ani terpaksa mengikuti perintah suaminya demi bisa bertemu Ana. "Kita keluar sekarang dan masuk kedalam!" ajak Andi kepada Pak Supri dan Ani. Mereka bertiga diam-diam masuk kedalam club malam. Berjalan beriringan dengan para pengunjung agar tidak dicurigai. Ani yang baru pertama kali datang ketempat macam itu, ia sangat terkejut dengan
Bab 21Dengan parasnya yang cantik seorang wanita muda sedang duduk di lobby perusahaan milik Andi. Dari penampilannya terlihat sekali kalau dia orang berada. Pakaian, sepatu dan tas yang dia kenakan semuanya barang mahal. Hingga banyak pasang mata tertuju padanya, tak sedikit dari mereka yang melihat berbisik-bisik membicarakan wanita yang sedang duduk di sofa berwarna hitam. "Eh Sar. Kamu tau gak? denger-denger wanita yang duduk di sebelah sana, itu istri selingkuhan Bu Ani loh. Dia kesini mau ngelabrak Bu Ani," ungkap salah seorang Receptionist. "Yang benar saja kamu La! Jangan nyebar gosip yang belum jelas kebenarannya. Salah-salah nanti kita yang kena tegur sama Bos. Lagi pula Bu Ani itu orangnya kalem, gak banyak tingkah, baik, lemah lembut. Masa dia selingkuh sama suami orang. Gak mungkin ah," ujar Receptionist satunya. Karena kebetulan disitu ada dua Receptionist yang sedang berjaga. "Belum tentu tau Sar! orang kalem itu di luar sana gak liar,""Sudah Ah. Jangan gibahin ora
Bab 20Pov Author"Mas. Aku keluar dulu menemui Ibu," ujar Ani. Dia seketika menghentikan aktifitas sarapan paginya yang sudah tidak ada lagi rasa nikmat dari masakan yang ia makan begitu mendengar kedatangan Ibunya. Dengan langkah kaki sedikit berat, Ani tetap memaksa untuk bertemu Ibunya yang sedari tadi menunggu diruang tamu. Karena bagaimanapun Soimah Ibu yang telah mengandung dan melahirkannya, jika tidak ada beliau dia tidak akan merasakan pahitnya kehidupan masa lalunya hingga berujung kebahagiaan. Jadi tidak ada alasan bagi Ani untuk menjauhi Soimah meskipun Ani menyadari perbuatan Ibunya selama ini jahat terhadapnya. Terlihat dari kejauhan Soimah duduk di sofa sendirian tanpa didampingi anak kesayangannya, terpancar dari raut wajahnya yang sudah mulai keriput dia terlihat cemas seperti ada sesuatu yang sedang membebaninya. " Ada apa Bu?" tanya Ani. Dia memposisikan badannya duduk bersebelahan dengan Ibunya. "Ibu mau meminta tolong ni! bantu Ibu mencari Kakakmu dia sudah ha
Bab 19"Sedang apa kalian berdua didalam kamar?" umpat Ani yang syok melihat keberadaan suami dan saudara kembarnya bersama didalam kamar dengan posisi duduk di atas ranjang berhadapan hanya berjarak kurang lebih satu jengkal tangan. "De ini bukan seperti apa yang kamu lihat," ucap Andi menegaskan. Andi bergegas turun dari ranjang menyingkirkan tangan Ana yang hendak menyentuh wajah tampannya, lalu dia berlari kearah Ani berharap istrinya tidak akan salah paham dengan apa yang baru saja dilihatnya. Sayangnya Ani sudah terlanjur termakan ucapan Rendi pagi tadi saat di kantor, ditambah lagi apa yang dilihatnya sekarang membuatnya semakin berpikiran yang tidak-tidak. Netra Ani mulai mengeluarkan butiran bening yang sesekali ia tahan agar tidak menetes ke pipi, dadanya sesak seakan sulit untuk bernafas . Ini kali pertama dia merasakan sakit hati yang teramat dalam bagai ada luka yang menghujam jantungnya. Luka yang tidak bisa diobati dengan hanya permintaan maaf. Ani sangat kecewa deng
Bab 18Pov Author"Pak. Apa Mas Andi sebelum menikah pernah seperti ini mengeluh pusing dan ngantuk berat saat pagi?" tanya Ani pada Pak Supri saat dalam perjalanan menuju ke kantor. "Tidak pernah Bu. Pak Andi orangnya gesit, apalagi kalau pagi dia semangat sekali untuk pergi ke kantor," jawab Pak Supri.Jawaban Pak Supri membuat Ani semakin khawatir, dia tidak tenang memikirkan keadaan Andi dirumah saat ini. Sebenarnya bukan hanya keadaan Andi melainkan karena dirumah ada Kakak beserta Ibunya. Ani belum sepenuhnya percaya kepada mereka. Sesampainya di kantor sebelum meeting dimulai Ani meminta maaf terlebih dahulu kepada seluruh staff karyawan dan vendor karena ketidakhadiran suaminya yang tiba-tiba kondisi kesehatannya mendadak tidak baik. Hingga dia diminta untuk memimpin jalannya rapat dibantu oleh Dini sekertaris Andi. Dia yang baru pertama kali menjalankan tugas ini untuk menggantikan suaminya merasa canggung dan grogi selama presentasi didepan vendor dan karyawan yang lain, t