Bab 1
Bu. Pokoknya Ana mau pesta pernikahan Ana harus mewah! karena teman-teman Ana dan Mas Rendi semuanya orang penting," terang Ana saudara kembarku.
"Iya sayang. Tapi masalahnya Ani adikmu tidak mau resepsi pernikahannya diadakan di gedung. Dia maunya dirumah saja," jawab Ibu.
Kami saudara kembar identik, Aku Ani dan Kakakku Ana. Wajah kami sama persis hanya saja nasib kami yang berbeda. Bisa dibilang Kakak lebih beruntung dari pada aku. Dia lebih disayang Ibu mungkin karena Kak Ana lebih pandai, lebih mapan dalam karirnya dan calon suaminya pun orang berpendidikan.
Berbeda dengan diriku yang hanya wanita biasa saat sekolah dulu tidak pernah mendapatkan peringkat, sedangkan Kak Ana dia selalu mendapatkan peringkat sekolah 1,2 atau 3. Itu yang membuat aku selalu dibanding-bandingkan dengannya. Kak Ana bekerja di sebuah perusahaan besar, begitu pula calon suaminya Mas Rendi dia juga sebagai Manager Marketing disebuah perusahaan yang sama dengan calon suamiku bekerja. Bedanya Mas Andi disana hanya seorang supir pribadi pemilik perusahaan.
Kami akan menikah bersama minggu depan. Karena Almarhum Bapak pernah berpesan agar pernikahan kami digelar bersama jangan sampai ada yang mendahului. Tapi Kak Ana minta resepsi pernikahannya diadakan di gedung. Sedangkan aku uang dari mana untuk ikut andil resepsi pernikahan di Gedung?
"Kak. Aku gak ada uang untuk ikut membayar resepsi pernikahan di Gedung," terangku.
"Kalau bukan karena permintaan Almarhum Bapak aku juga sudah menikah dari dulu, nunggu kamu ngumpulin uang mah kapan sampainya? kalau kamu gak ada uang ya sudah kamu ijab saja dirumah! gak usah pakai resepsi segala digedung,"
"Iya Kak. Aku ijab kabul saja sudah cukup ko gak perlu ada pesta pernikahan," ungkapku.
"Terserah. Bikin malu keluarga saja. Makanya kamu cari suami tuh yang kaya seperti Mas Rendi punya jabatan! calon suami sebagai supir pribadi aja dibanggain," cerca Kak Ana.
Akupun terdiam mendengar penghinaan dari Kak Ana, karena percuma saja aku selalu kalah bila berdebat dengannya.
****
[Assalamuallaikum Ani.] sapa Mas Andi diseberang telepon.
[Wallaikumsalam Mas.] jawabku.
[Ani. Nanti malam kamu ikut Mas ya! ke acara tasyakuran perusahaan tempat Mas bekerja.] ajak Mas Andi.
[Tapi Ani malu Mas. Disana pasti banyak orang-orang penting.]
[Gak usah malu De. Kita semua sama di mata Allah.] ucap Mas Andi yang selalu membuat hatiku tenang.
[Baik Mas.]
****
Malam itupun telah tiba Mas Andi datang kerumah untuk menjemputku. Ia datang menggunakan motor miliknya. Sesampainya didepan rumah kulihat dari balik tirai jendela kamar ia berpapasan dengan Mas Rendi calon suami Kak Ana yang kebetulan juga mau menjemputnya.
Tatapan Mas Rendi begitu sinis terhadap Mas Andi, memang mereka walau bekerja dalam satu tempat tapi tidak pernah saling mengobrol. Mungkin karena jabatan Mas Rendi lebih tinggi jadi dia angkuh.
"Kamu diundang juga Ndi keacara tasyakuran Bos?" tanya Mas Rendi.
"Iya Ren," jawab Mas Andi singkat.
"Oh. Paling juga nanti kamu disana suruh melayani para tamu," ungkap Mas Rendi menghina.
Mas Andi kulihat ia hanya tersenyum tipis pada Mas Rendi. Karena sudah biasa ia selalu dihina olehnya.
"Ayo Mas kita berangkat!" ajak Kak Ana pada calon suaminya.
Mereka berangkat terlebih dahulu menggunakan mobil Mas Rendi. Tanpa menawarkan kami untuk pergi bersama ke tempat acara, padahal tujuan kami sama. Aku dan Mas Andi menyusul menggunakan motor.
Sesampainya disana Mas Andi terus menggandeng tanganku untuk masuk kedalam sebuah Gedung dengan dekorasi yang sangat mewah. Banyak pasang mata yang memandangku, entah karena penampilanku atau hanya perasaanku saja? tapi Mas Andi tidak menggiraukannya. Dia terus berjalan diatas karpet merah yang terbentang diatas lantai. Hingga kami sampai di depan sebuah panggung.
Tepat diatas panggung ada seseorang yang sedang berbicara karena acara sudah dimulai dan kami terlambat. Kini giliran pembicara memberikan sambutan kepada pemilik perusahaan yang umurnya diperkirakan tidak jauh berbeda dengan almarhum ayahku sekitar kurang lebih 60 tahun.
"Selamat Malam. Terima kasih untuk para tamu undangan yang sudah menyempatkan waktunya untuk hadir diacara tasyakuran perusahaan. Tanpa basa-basi saya akan mengumumkan perihal kepemilikan perusahaan yang akan saya alihkan pada anak saya yaitu Andi Wijaya," ungkap pemilik perusahaan.
"Mas bukannya itu namamu?" tanyaku kaget.
Mas Andi hanya tersenyum lalu berjalan menggandengku untuk naik keatas panggung. Seketika semua mata tertuju pada kami dengan penuh rasa heran.
Bab 2Mas Andi menggenggam erat tanganku dan berjalan untuk naik keatas panggung. Aku yang masih bingung apa maksud semua ini? hanya mengekor mengikutinya. "Mas. Apa-apaan ini? aku malu," terangku. Karena banyak pasang mata yang memandang kami, sepertinya mereka yang melihatpun sama herannya denganku. "Bukan apa-apa De hanya sedikit kejutan," jawab Mas Andi yang tak lupa selalu diiringi dengan senyuman yang penuh arti. Kami berdua sudah berada diatas panggung yang menurutku cukup elegan. Mas Andi berdiri disamping kiri seorang Bapak yang tadi telah menyambutnya untuk naik keatas panggung. Aku baru tau ternyata beliau Ayah dari Mas Andi Karena sebelumnya yang ia perkenalkan kepada keluargaku sebagai Orangtuanya adalah Pamannya yang selama ini merawatnya bukan Pak Hadi Wijaya. "Baiklah. Akan saya umumkan sekarang. Saya Hadi Wijaya selaku pemilik perusahaan mulai saat ini menyatakan mengundurkan diri dari perusahaan dan semua aset serta kepemilikan perusahaan saya percayakan semuanya
Bab 3"Kak Ana. Kakak sedang apa disini?" tanyaku padanya. "Eh Ani. Ini aku barusan ngucapin selamat pada Andi. Kamu dari mana saja?"tanya dia dengan penuh basa-basi. Perasaanku sudah mulai tidak enak padahal tadi jelas-jelas aku berpapasan dengannya saat mau ke toilet tapi dia terlihat cuek kepadaku dan masa bodoh. Ini didepan Mas Andi dan orang lain dia terlihat sok akrab dan baik. "Loh kok ini ada dua calon Istri Pak Andi?" tanya salah seorang karyawannya yang bingung melihat aku dan Kak Ana. "Iya Pak mereka saudara kembar, kalau yang ini calon istri saya Ani," ucap Mas Andi yang langsung menggandeng tanganku seraya memperkenalkan aku pada para tamu. "Oh maaf Pak saya kira Mba ini yang calon istri Bapak," jawabnya. Sambil jari tangannya menunjuk ke arah Kak Ana.Kulihat Kak Ana senyum-senyum sendiri ketika Bapak tersebut menyebutnya. Sikap Kak Ana sudah mulai aneh menurutku. "Bukan Pak. Dia Kakak saya, calon istri dari Mas Rendi, salah satu karyawan disini juga," tegasku. "
Bab 4"Bu tau gak? ternyata Andi itu orang kaya yang selama ini hanya menyamar jadi supir," ujar Kak Ana yang sedang berbicara dengan Ibu di kamarnya. Saat itu aku beranjak ke dapur untuk ambil aira minum tidak sengaja mendengar percakapan mereka. "Loh kok bisa? bagaimana ceritanya?" tanya Ibu penasaran. "Panjang Bu ceritanya. Yang jelas sekarang dia pemilik perusahaan tempat Mas Rendi bekerja," "Yang bener kamu Na? kalau begitu berarti calon menantu Ibu orang kaya semua," ungkap Ibu dengan gembiranya. "Serius Bu. Makanya mulai sekarang kita harus baikin si Andi kalau dia datang kemari! suruh dia yang bayarin biaya pernikahan aku dan Ani nanti. Karena aku mau pernikahan kami tetap mewah diadakan di gedung pakai jasa WO ternama yang sudah aku pilih" terang Kak Ana. Aku yang berada dibalik pintu kamar mendengar percakapan mereka segera mengundurkan langkahku takut ketahuan sedang menguping. Ternyata Kak Ana mempunyai rencana untuk memanfaatkan Mas Andi, tapi tak akan kubiarkan itu
Bab 5Sesampainya dirumah kulihat mobil Mas Andi belum sampai. Untung saja aku lebih cepat darinya, mungkin dia masih dijalan. Karena tadi begitu aku dapat telepon darinya, aku bergegas menutup Toko untuk pulang lebih cepat takut Mas Andi sampai rumah terlebih dahulu sebelum aku pulang dan Kak Ana mengambil kesempatan disaat tidak ada aku. Aku berlari kecil untuk masuk kedalam rumah berharap bisa membersihkan badanku terlebih dahulu sebelum Mas Andi datang. Karena sudah bener-bener gak nyaman dengan kondisi badan yang berkeringat karena seharian bekerja. Aku terkejut ketika melihat suasana rumah yang sudah rapi dan banyak makanan yang sudah tertata di atas meja makan. Seperti yang ibu katakan tadi pagi beliau ingin mengundang Mas Andi makan malam untuk maksud tertentu.Selesai membersihkan badan aku dikagetkan dengan penampilan Kak Ana yang jauh berbeda dari biasanya. Dia yang biasa berpenampilan feminim kali ini yang dia pakai ialah bajuku kaos dan celana pendek. Walau kami kembar t
Bab 6"Ani. Kamu harus bujuk Andi lagi agar Kakakmu bisa ikut menggelar acara resepsi pernikahan di Gedung bersama kalian! pinta Ibu. "Maaf Bu gak bisa. Karena Kak Ana dan Mas Rendi hanya mau enaknya saja tidak mau ikut andil dalam hal ini," terangku. Dari hasil diskusi saat makan malam kemarin Mas Andi tetap kekeh dengan pendiriannya untuk menikah denganku di Gedung milik Ayahnya. Padahal saat itu Ibu meminta agar resepsi di gelar di Gedung pilihan Kak Ana. Karena sudah 30 persen uang Kak Ana masuk untuk uang muka sewa gedung, Wedding Organizer dan lainnya tapi Kak Ana dan Mas Rendi tidak ada uang untuk melunasinya. Ibu meminta Mas Andi untuk membayar semua biayanya untung saja Mas Andi tidak mau ikut campur, karena persiapan pernikahan kami sudah 90 persen hampir selesai tinggal foto prewedding dan undangan saja. "Kalian itu saudara harusnya saling tolong menolong! Kakakmu sudah tidak ada uang lagi untuk melunasi semua biaya pernikahannya," ujar Ibu. "Kan ada Mas Rendi, calon s
Bab 7Aku kebingungan kemana harus pergi sekarang? bagaimana mungkin aku bisa terkunci ditoilet pasti ada yang sengaja melakukan ini semua. Ingin sekali aku menelepon Mas Andi tetapi ponselku tertinggal di mobil. Uangpun aku hanya pegang sepuluh ribu yang tertinggal di saku celana. Apalagi perjalanan untuk menuju ke lokasi prewedding masih cukup jauh tidak mungkin aku harus jalan kaki kesana, lebih baik aku pulang terlebih dahulu karena jaraknya belum terlalu jauh dari rumah. Dengan uang sepuluh ribu yang aku punya. Aku memutuskan menghentikan angkutan umum untuk pulang kerumah. ****Pov AuthorSyukurin kamu Ani, aku kunci di toilet. Makanya jangan berani melawan Kakakmu sendiri. Ana tersenyum di dalam mobil ia mengeluarkan sesuatu dari sakunya kemudian menurunkan kaca jendela mobil dan melemparkan kunci toilet ke jalan raya. Ana bahkan mematikan ponsel Ani agar tidak ada orang yang bisa menghubunginya ataupun menggagalkan rencananya. Bibirnya menyeringai seakan dia sudah merasa me
Bab 8Pov AuthorAna akhirnya pulang bersama Rendi. Didalam mobil mereka bertengkar, Rendi tidak menyangka ternyata Ana diam-diam mengkhianatinya. "Ana. Kenapa kamu mendekati Andi sekarang? apa karena dia kaya jadi kamu mau berpaling dariku?" pertanyaan Rendi membuat Ana menatap kepadanya. "jawab Ana! jangan diam saja," ucap Rendi dengan suara lantang. "Kalau iya kenapa? aku begini juga karena kamu gak bisa memenuhi keinginanku Mas. Dulu kamu menyanggupi semua biaya pernikahan kita, tapi kenyataannya apa? hingga saat ini tinggal beberapa hari lagi pernikahan kita kamu belum juga mempersiapkannya. Semua biaya aku yang bayarin. Sedangkan Ani dia beruntung mendapatkan calon suami yang kaya raya apa aja yang diinginkannya dipenuhi oleh Andi, aku iri padanya Mas," ungkap Ana. Ana tak dapat lagi menahan air matanya yang jatuh ke pipi, iapun menangis. "Bagaimana lagi Na uangku belum cukup untuk memenuhi semua permintaan kamu yang terlalu banyak. Kamu pakai dulu tabunganmu nanti kalau ki
Bab 9Pagi hari saat Andi mendapati telepon dari calon Ibu Mertuanya dia sengaja tidak langsung mentransfer uang tersebut. Ia akan mencari tau dulu kebenarannya dengan menunda untuk memberikan sejumlah uang yang diminta Soimah karena dia tau pasti Ibu Mertuanya akan menghubunginya kembali jika uang tersebut belum di berikannya. "Dini. Tolong panggilkan Rendi suruh masuk ke ruangan saya sekarang!" perintah Andi pada sekertarisnya. "Baik Pak," jawab Dini.Semenjak Andi berada di kantor untuk mengendalikan perusahaan yang diberikan Ayahnya. Sedikit demi sedikit ekonomi perusahaan mulai membaik hingga membuat Ayahnya bangga. "Pak Rendi dipanggil sama Pak Andi diruangan nya!" ucap Dini yang menghampiri Rendi. "Ada apa memangnya?" jawab Rendi. "Maaf kurang tahu Pak," jawab Dini seraya meninggalkan ruangan Rendi. Dengan terpaksa Rendi melangkahkan kaki keruangan Andi. Dia menyelonong masuk tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu. Sikap Rendi terhadap Andi masih saja sama tidak ada rasa ho
Bab 26Part ini mengandung bawang, mohon siapkan tisu.Ruang IGD yang seharusnya sunyi senyap kini berubah menjadi gaduh. Ana terus berteriak mengusir saudara kembar yang berusaha menenangkan dirinya. Sekuat apapun Ana disaat kondisinya seperti ini dia tidak bisa lari kabur dari Rumah Sakit itu.Ani mencoba mendekati tubuhnya sedekat mungkin dengan Ana. Sebisa mungkin ia tepiskan rasa canggung terhadap Kakaknya. Dipeluknya tubuh yang berbalut kain berwarna biru, baju ciri khas pasien Rumah Sakit. Tak ada respon balik dari tubuh yang terbaring lemah di ranjang Rumah Sakit."Kak Ana tenang dulu ya Kak! Kakak lagi sakit gak boleh banyak gerak. Izinkan aku tetap disini untuk menemani Kakak," ungkap Ani dengan lembutnya.Perlahan Ana mulai tenang dalam pelukan saudara kembarnya. Ia menangis tersedu, Ani merasakan betapa berat beban yang Kakaknya tanggung saat ini. Sampai ia harus berada di titik terendahnya.Andi yang sempat mendengar teriakan dari ruang IGD merasa takut jikalau terjadi se
Bab 25Mobil hitam yang hanya berpenumpang dua orang itu melaju dengan kencang. Menembus gelapnya malam di tengah-tengah keheningan jalanan yang dilewatinya."Mas. Kalau kamu cape dan ngantuk biar gantian aku saja yang nyetir," tawar Ani. Kali ini mereka berdua pergi tanpa didampingi seorang supir."Gak kok De. Lebih bahaya lagi jika kamu yang nyetir dalam keadaan gelisah kaya gini," tolak Andi " kamu lebih baik bantu baca maps biar kita cepat sampai!" pinta Andi.Ani mengangguk lesu. Sesungguhnya dia sudah tidak mau lagi berurusan dengan saudara kembarnya. Tapi saudara tetap saudara dia tidak mungkin tega membiarkan Kakak kandungnya sendiri dalam keadaan terpuruk.Kurang lebih hampir dua jam mereka melangsungkan perjalanan. Dari jarak dua ratus meter Ani melihat gedung Rumah Sakit yang dituju.Tibalah mereka di depan Rumah Sakit yang polisi itu sebutkan. Andi mencari tempat yang masih kosong untuk parkir. Karena rupanya Rumah Sakit sedang banyak pasien, terlihat dari kondisi parkira
Bab 24Dalam sekejap semuanya berubah. Seketika. Ana yang tadinya bergelimang harta mendadak menjadi gelandangan. Dia diusir oleh Yulia dari rumah yang diberikan oleh Bagas. Satu-satunya yang tersisa hanya pakaian yang ia kenakan. Semua yang Ana punya di dalam rumah itu dirampas oleh Yulia, karena apa yang Bagas punya berasal dari Yulia. Dia hanya menumpang hidup pada istrinya yang kaya raya. Jangankan untuk melindungi Ana, untuk membela dirinya sendiri saja Bagas sudah tidak mampu karena sudah tertangkap basah mengkhianati istrinya."Pak. Usir dua orang ini dari rumah saya!" perintah Yulia kepada Security yang berjaga di rumahnya."Ta - tapi Bu," Security itu enggan menjalankan perintah Yulia, karena selama ini dia bekerja dengan Bagas."Pak. Cepat usir mereka! apa Bapak mau saya pecat juga?" gertak Yulia."Baik Bu" "Maaf Pak, Bu. Sebaiknya Bapak dan Ibu keluar dari sini!" ucap Security menyeret tangan Bagas."Lepas! saya bisa jalan sendiri"bentak Bagas."Mas. Kamu lakuin sesuatu
Bab 23[Hallo. Yulia] sapa Ani. [Sudah punya nyali kamu ya berani video call. Mana suamiku?] gertak Yulia. [Kamu mau lihat suamimu?][Tidak usah banyak basa-basi kamu wanita penggoda! cepat beritahu dimana kamu sembunyikan suamiku!] cerca Yulia dalam telepon. Begitu bencinya Yulia terhadap Ani yang dia tuduh sebagai penghancur rumah tangganya. [Tenang dulu! setelah ini kamu bisa menarik semua tuduhanmu terhadapku] ujar Ani. Diarahkannya kamera handphonetepat dihadapan suami Yulia. Yang sedang menggandeng tangan Ana, tanpa sepengetahuannya. [Mas Bagas] seru Yulia berteriak memanggil nama suaminya, tapi percuma saja suaminya tidak mendengarnya. [Kamu lihat sendiri kan dia baik-baik saja][Dasar kamu pelakor tidak tahu diri] maki Yulia. [Kamu lihat dulu siapa perempuan yang digandeng suamimu, sebelum menuduhku sembarangan!] Ani memperlihatkan bagas sedang menggandeng tangan Ana melalui video call nya. Perlahan kamera diarahkan tepat di hadapan mereka berdua, tak lupa Ani memperbe
Bab 22Wanita yang bergaun hitam diatas lutut dan tanpa lengan. Sangat familiar paras wajahnya, walau di balut make up yang super tebal. Dengan rambut diujungnya yang bergelombang tetap membuat Ani bisa mengenali saudara kembarnya. Ternyata benar kalau wanita yang turun dari mobil mewah itu ialah Ana Kakaknya. Ani membuka pintu mobil bermaksud menemui Ana tapi dicegah oleh Andi. "Sabar De! Kita jangan keluar sekarang!" perintah Andi. "Tapi Mas. Aku sudah gak sabar pengen paksa Kak Ana pulang,""Kamu kan sudah janji sama Mas, De. Kalau jangan paksa dia! biar dia memilih kehidupannya sendiri. Lebih baik kita ikuti dulu saja dia sampai masuk kedalam!"Ani terpaksa mengikuti perintah suaminya demi bisa bertemu Ana. "Kita keluar sekarang dan masuk kedalam!" ajak Andi kepada Pak Supri dan Ani. Mereka bertiga diam-diam masuk kedalam club malam. Berjalan beriringan dengan para pengunjung agar tidak dicurigai. Ani yang baru pertama kali datang ketempat macam itu, ia sangat terkejut dengan
Bab 21Dengan parasnya yang cantik seorang wanita muda sedang duduk di lobby perusahaan milik Andi. Dari penampilannya terlihat sekali kalau dia orang berada. Pakaian, sepatu dan tas yang dia kenakan semuanya barang mahal. Hingga banyak pasang mata tertuju padanya, tak sedikit dari mereka yang melihat berbisik-bisik membicarakan wanita yang sedang duduk di sofa berwarna hitam. "Eh Sar. Kamu tau gak? denger-denger wanita yang duduk di sebelah sana, itu istri selingkuhan Bu Ani loh. Dia kesini mau ngelabrak Bu Ani," ungkap salah seorang Receptionist. "Yang benar saja kamu La! Jangan nyebar gosip yang belum jelas kebenarannya. Salah-salah nanti kita yang kena tegur sama Bos. Lagi pula Bu Ani itu orangnya kalem, gak banyak tingkah, baik, lemah lembut. Masa dia selingkuh sama suami orang. Gak mungkin ah," ujar Receptionist satunya. Karena kebetulan disitu ada dua Receptionist yang sedang berjaga. "Belum tentu tau Sar! orang kalem itu di luar sana gak liar,""Sudah Ah. Jangan gibahin ora
Bab 20Pov Author"Mas. Aku keluar dulu menemui Ibu," ujar Ani. Dia seketika menghentikan aktifitas sarapan paginya yang sudah tidak ada lagi rasa nikmat dari masakan yang ia makan begitu mendengar kedatangan Ibunya. Dengan langkah kaki sedikit berat, Ani tetap memaksa untuk bertemu Ibunya yang sedari tadi menunggu diruang tamu. Karena bagaimanapun Soimah Ibu yang telah mengandung dan melahirkannya, jika tidak ada beliau dia tidak akan merasakan pahitnya kehidupan masa lalunya hingga berujung kebahagiaan. Jadi tidak ada alasan bagi Ani untuk menjauhi Soimah meskipun Ani menyadari perbuatan Ibunya selama ini jahat terhadapnya. Terlihat dari kejauhan Soimah duduk di sofa sendirian tanpa didampingi anak kesayangannya, terpancar dari raut wajahnya yang sudah mulai keriput dia terlihat cemas seperti ada sesuatu yang sedang membebaninya. " Ada apa Bu?" tanya Ani. Dia memposisikan badannya duduk bersebelahan dengan Ibunya. "Ibu mau meminta tolong ni! bantu Ibu mencari Kakakmu dia sudah ha
Bab 19"Sedang apa kalian berdua didalam kamar?" umpat Ani yang syok melihat keberadaan suami dan saudara kembarnya bersama didalam kamar dengan posisi duduk di atas ranjang berhadapan hanya berjarak kurang lebih satu jengkal tangan. "De ini bukan seperti apa yang kamu lihat," ucap Andi menegaskan. Andi bergegas turun dari ranjang menyingkirkan tangan Ana yang hendak menyentuh wajah tampannya, lalu dia berlari kearah Ani berharap istrinya tidak akan salah paham dengan apa yang baru saja dilihatnya. Sayangnya Ani sudah terlanjur termakan ucapan Rendi pagi tadi saat di kantor, ditambah lagi apa yang dilihatnya sekarang membuatnya semakin berpikiran yang tidak-tidak. Netra Ani mulai mengeluarkan butiran bening yang sesekali ia tahan agar tidak menetes ke pipi, dadanya sesak seakan sulit untuk bernafas . Ini kali pertama dia merasakan sakit hati yang teramat dalam bagai ada luka yang menghujam jantungnya. Luka yang tidak bisa diobati dengan hanya permintaan maaf. Ani sangat kecewa deng
Bab 18Pov Author"Pak. Apa Mas Andi sebelum menikah pernah seperti ini mengeluh pusing dan ngantuk berat saat pagi?" tanya Ani pada Pak Supri saat dalam perjalanan menuju ke kantor. "Tidak pernah Bu. Pak Andi orangnya gesit, apalagi kalau pagi dia semangat sekali untuk pergi ke kantor," jawab Pak Supri.Jawaban Pak Supri membuat Ani semakin khawatir, dia tidak tenang memikirkan keadaan Andi dirumah saat ini. Sebenarnya bukan hanya keadaan Andi melainkan karena dirumah ada Kakak beserta Ibunya. Ani belum sepenuhnya percaya kepada mereka. Sesampainya di kantor sebelum meeting dimulai Ani meminta maaf terlebih dahulu kepada seluruh staff karyawan dan vendor karena ketidakhadiran suaminya yang tiba-tiba kondisi kesehatannya mendadak tidak baik. Hingga dia diminta untuk memimpin jalannya rapat dibantu oleh Dini sekertaris Andi. Dia yang baru pertama kali menjalankan tugas ini untuk menggantikan suaminya merasa canggung dan grogi selama presentasi didepan vendor dan karyawan yang lain, t