Satu Minggu setelah melegalkan pernikahannya Rizal dan Indah kembali pergi ke Brunai untuk menempuh pendidikannya. Rizal sudah merasa tenang karena kedua orang tuanya telah merestui pernikahan dan kepergiannya bersama Indah sang istri.Nova kembali sendiri bersama luka hati yang dipaksa untuk sembuh. Demi kebahagiaan sang suami ia rela, memaksakan hati sampai menjadi terbiasa untuk mendapatkan ikhlas berbagi suami.Empat hari bersama dengan istri tua dan tiga hari bersama istri muda. Kehidupan Akbar yang sebelumnya berjalan dengan air mata. kini mulai stabil walaupun nova hanya tersenyum dibibir namun menangis dihati. Akbar tidak mempermasalahkannya, dia akan terus melangitkan setiap doanya agar kedua istrinya mempunyai hati yang senantiasa akur dan tidak mendendam.Empat bulan sudah Akbar dan kedua istrinya hidup saling berbagi. Selasa pagi ini, selepas solat subuh Akbar kembali menggulung dirinya dengan selimut. Perasaan Akbar pagi ini gak enak, mual pengen muntah, sakit kepala ser
Sore harinya Akbar pulang kerumah Puteri, istri keduanya. Sampai dikediaman minimalis itu, Akbar segera menuju kamar, mual dan rasa ingin muntah sejak tadi ia tahan sewaktu berada didalam mobil.Kamar mandi adalah tujuannya. "Ruhi...buka pintunya."gedor Akbar dari luar yang sudah tidak tahan.Puteri yang berada didalam, buru- buru membuka pintu. "Untung saja aku sudah selesai mandi" fikirnya.Dengan hanya mengenakan handuk, Puteri membuka pintu dengan sangat lebar, karena desakan sang suami."Kenapa mas?" tanyanya saat pintu telah terbuka."Mas...mau muntah sayang"ucapnya sedikit gugup.Wangi sabun yang menyeruak ke indra penciumannya, tiba-tiba dapat menghentikan serangan mual yang ia rasa.Belum lagi tubuh sintal, kulit glowing, yang pastinya nikmat untuk di sesap, telah menggoda fikiran lelaki paro baya nan perkasa itu."Ruhi.." ucapnya dengan suara berat.Ingin rasanya Akbar langsung menyerang, namun permintaan Nova yang menyuruhnya untuk membawa Puteri untuk periksa kedokter, mem
"Nyonya, ponselnya berbunyi sejak tadi." Lapor bik Sumi pada Bu Nova yang sedang membersihkan tanaman anggreknya diteras samping rumahnya."Siapa bik?" tanya Nova."Tadi saya baca nama tuan, nyah..." Jawab bik Sumi."Ngapain papa, pagi- pagi telepon," ucapnya lirih"Tolonglah bik, ambilkan ponsel saya." Perintah Bu Nova sopan.Kemudian tanpa menunggu lama- lama bik Sumi segera mengambil ponsel sang nyonya yang berada dikamar utama."Sudah mati, nyah" ucap bik Sumi, saat ingin memberikan ponsel tersebut."Nanti juga telepon lagi, letak saja dimeja itu bik...! Perintahnya.Belum lagi ponsel terletak diatas meja, ponsel kembali berdering, dan nama suamiku tertera dilayar ponsel mahal tersebut. Tanpa menunggu lama, Bu Nova segera mengaktifkan sambungan."Assalamualaikum pa..." Sapanya lembut."Waalaikum salam. Saya Puteri Bu, maaf....ini, mas Akbar sakit. Pengen makan nasi goreng udang buatan ibu, katanya." Tutur Puteri sedikit gugup.Mendengar suara Puteri yang menjawab dari ponsel suamin
Kini usia kehamilan Puteri telah memasuki bulan ke tujuh, drama dipagi hari yang sering terjadi karena ulah Akbar sudah tidak pernah terjadi.Hari yang semula tertekan dan tersiksa, lama- lama menjadi terbiasa untuk belajar menerima dan ikhlas. Walaupun sampai saat ini Bu Nova masih enggan untuk melihat atau bertemu dengan madunya.Suara getaran ponsel terdengar lirih dikamar Bu Nova."Ponselnya ma..!" Ucap pak Akbar."Iya...nanggung ini." Jawab Bu Nova yang sedang memakaikan dasi sang suami.Mendengar ucapan nanggung, pak Akbar kembali memeluk erat pinggang bidadari surganya."Ma..." Panggil Akbar yang menatap lekat wajah sang istri yang sudah mulai cerah kembali."Hhhhmmmm..." Jawab Nova malas."Makasih ya..." Ucap Akbar dengan mencium ubun-ubun dan dahi istrinya sekilas.Tanpa menunggu jawaban sang istri, ia melanjutkan dengan melumat bibir Nova dengan lembut dan penuh cinta. Nova hanya bisa mengikuti ritme keinginan sang suami.Dalam lubuk hati Nova, sebenarnya keikhlasan untuk su
Menjelang magrib pasangan suami istri beda usia yang terpaut jauh itu baru sampai dikediaman rumah minimalis mereka. Keduanya segera masuk kedalam kamar dan membersihkan tubuh mereka masing- masing tak ada drama percintaan karena azan magrib sudah mulai menggema."Uuhhhffff..." desah Puteri saat akan berdiri dari duduknya, setelah mereka selesai melaksanakan solat magrib berjamaah. Akbar yang melihat istrinya kesusahan untuk berdiri segera membantunya. Membukakan mukena yang masih terpasang dan melipatnya."Perutku kram mas" adu Puteri setengah meringis.Tanpa menjawab Akbar memapah istrinya untuk berbaring ditempat tidur. Menyibakkan daster sang istri dan mulai mengurut perut buncit dan pinggangnya."Sring seperti ini Ruhi...?" tanya nya."Iya mas," jawab Puteri sambil memejamkan mata."Mungkin anak kita rindu sama papahnya nih? dia pengen dijenguk sayang.." ucap Akbar sambil bercanda."Itu maumu...mas." jawab Puteri asal"Tangannya yang benar lah mas, jangan ngerayap- ngerayap." Uca
kenapa Nova telepon kamu semalam sayang?" tanya Akbar saat Puteri sedang memasangkan dasi dilehernya. "Mas sudah tau keinginannya kok nanya lagi?" Omel Puteri.Pagi ini moodnya sungguh tidak baik-baik saja.Semua dikarenakan Akbar yang selalu menyalurkan hasratnya, seperti manusia tidak kenal capek."Aahhh...sayang" desah Akbar dengan menjilat daun telinga istrinya."Gak usah jorok lah mas...? Aku lagi marah ini..!" Omel Puteri lagi."Kita memang terbuat dari yang jorok sayang. Mau marah kok bilang- bilang." Canda Akbar, semakin mengganggu Puteri dengan mencumbu payudara istrinya yang semakin membengkak."Mas gak bisa jauh dari kalian." Ucapnya srius, setelah puas dengan cumbuannya."Kasian juga istrinya mas Rizal, dia lagi ngidam berat." Jawab Puteri sekenanya."Apa...mas Rizal...?" tanya Akbar tidak senang."Iya...!" Jawab Puteri seperti tidak bersalah." Mas Rizal. Mas nya anak- anakku kelak." Sambung Puteri lagi.Akbar tidak jadi untuk berkomentar. Hanya memandang istrinya yang ak
Sudah satu bulan lamanya Nova berada di negara Brunai Darussalam. Dan selama itu juga Akbar uring- uringan, kebanyakan malas dan malas.Didepan Puteri istri keduanya ia selalu tampak biasa saja, walau banyak sering diam dan menghabiskan waktu dengan tidur, dengan alasan capek.Baik dirumah sakit ataupun diperusahaan, vidio call dengan sang istri pertama tidak pernah terlewatkan kecuali pada saat ia meeting atau sedang diluar ruangan. Seperti saat ini, disela kesibukannya memeriksa berkas- berkas laporan tentang perusahaan, ponselnya selalu aktif dengan vidio call bersama sang istri.Bekerja sambil vidio call itu yang Akbar lakukan setiap harinya. Sementara Puteri sudah tidak lagi datang ke apotik nya semenjak kehamilannya memasuki bulan ke 6.Kegalauan, tidak bersemangat dan vidio call dari pagi sampai sore yang dilakukan Akbar semua Puteri ketahui. Namun menjadi cuek dan pura- pura tidak tahu itu mungkin jalan terbaik.Rasa sakit yang dirasa Nova sebenarnya terjadi juga pada hati dan
"Ruhi...!"sapa Akbar lembut saat ia telah berada disamping sang istri.Mendengar suara suaminya memanggil, buru- buru Puteri menghapus air matanya, dan menoleh keasal suara. Tanpa berkata, Puteri tersenyum manis kepada Akbar."Maafkan aku sayang" ucap Akbar dalam hati."Kenapa tadi enggak ajak mas kalau mau jalan? Hhhhmmm...?" Tanya Akbar lembut dan langsung mendudukkan bokongnya disamping istrinya."Perginya gak direncanakan mas..!" Jawab Puteri datar, dan membuang pandangannya lurus kedepan."Kenapa menangis, hhhmmmm?" Tanya Akbar lagi, dengan merangkul pundak sang istri."Teringat sama bunda..." Jawab Puteri sekenanya.Degg...jantung Akbar berdegup mendengar jawaban Puteri yang dia anggap bohong. Namun Akbar hanya mendesah pelan."Engkau menyembunyikan sakit hatimu padaku sayang, sedangkan aku tidak pernah menyembunyikan apapun terhadapmu, walaupun itu menyakitkanmu. Apa engkau akan menganggapku asing lagi seperti saat awal kita menikah?" tanya Akbar pada dirinya sendiri.Hening...
Sudah satu Minggu Puteri kembali kerumah minimalisnya. Seperti biasa sebelum pergi ke rumah sakit Akbar sendiri yang akan mengurus bayi Emran dan istri mudanya. "Ruhi....sayang...? Sudah hampir subuh." Panggil Akbar ditelinga sang istri dengan lembut."Mandilah...lima menit lagi azan subuh." Sambung Akbar saat dilihatnya sang istri sudah bangun dari tidurnya. Tanpa menjawab Puteri segera bergegas mengikuti apa yang diperintahkan sang suami.Solat subuh berjamaah dan mengulang murajaah adalah rutinitas yang mereka lakukan sebelum lengkingan suara Emran menggema dari dalam box bayinya.Jam setengah tujuh Emran telah wangi dengan wajah yang sudah seperti donat tepung, karena ulah sang papa. "Wah...anak papa sudah ganteng...sudah wangi...wangi surga..." Ucap Akbar pada puteranya yang sudah mulai lasak."Kita nenen dulu...? Nenen sama mama..?" Sambungnya lagi sambil menggendong Emran, meletakkannya diatas pangkuan sang istri yang sudah siap duduk diatas sofa."Kuchi....kuchi...anak aku ga
Puteri terus memangku bayi Emran sampai tertidur pulas, setelah menghabiskan susu botolnya.Akbar hanya diam terpaku melihat keajaiban Allah. Doanya telah di ijabah Allah, tidak ada yang lebih membahagiakan dari itu semua.Perlahan Nova menghampiri Puteri dan berkata."Sini...Emran nya biar saya pindahkan ke boxnya saja." Pinta Nova dengan tulus."Haaaah...i..iya..!" Jawab Puteri gugup. Dengan sedikit gemetar Puteri memberikan bayinya kepada Nova. Rasa lemah dengan tulang yang rasanya kaku membuat Puteri tidak dapat bergerak banyak.Tak lama seorang suster datang membawakan teh panas dan bubur nasi sup ayam kampung.Dengan cekatan Akbar menerima troli makanan tersebut dan membawanya kehadapan sang istri."Makan dulu Ruhi...?" Pinta Akbar lembut.Nova yang merasa canggung dengan situasi mereka bertiga, berfikir untuk keluar dari ruangan tersebut."Pa...mama, mau pulang sebentar, nanti mama datang lagi. Kalau ada sesuatu yang mau dibeli, hubungi mama ya pah?" Ucap Nova lembut.Kemudian
Hari ini rencananya Akbar akan memindahkan perawatan untuk Puteri dirumah minimalis mereka. karena bagaimana pun rumah sakit bukan tempat yang bagus untuk tumbuh kembang puteranya yaitu Emran. Tanpa diminta oleh suaminya, pagi- pagi sekali Nova sudah sampai dirumah sakit, tepatnya diruangan Puteri dirawat."Ada apa ma?" Tanya Akbar setelah menjawab salam dari istri pertamanya."Ada apa?" Tanya Akbar lagi, dia merasa heran karena masih terlalu pagi bagi tamu untuk menjenguk pasien."Aku hanya ingin bersama kalian pa..?" Jawab Nova jujur.Pak Akbar yang mendengar hanya menautkan alisnya saja, tanpa berkomentar."Oke...sudah selesai..! Anak papa sudah ganteng, sudah wangi...wangi surga...!" Ucap Akbar pada sang putera yang baru selesai ia mandikan.Dengan memakai pakaian anak enam bulan keatas, Emran nampak lebih besar dari usianya.Dengan menggendongnya sebelum diberikan susu, Akbar ingin anaknya memanggil Puteri dengan jeritan tangisan seperti biasanya. "Mas selalu berdoa, kamu pulang
Assalamualaikum" terdengar suara ketukan pintu dan ucapan salam dari luar ruangan. Akbar yang baru selesai mengaji disisi sang istri, segera membuka pintu untuk melihat siapa yang datang." "Waalaikumsalam" jawab Akbar. Saat tahu siapa yang datang ia menghela nafas dengan berat."Kamu bisa pulang ma?" Tanya Akbar heran. Tanpa menerima uluran tangan Nova yang ingin menyalaminya."Jadi papa enggak suka nengok mama pulang ya?" Tanya Bu Nova sedikit tersinggung. "Bukannya gak suka, tapi mama sendiri yang bilang, kemungkinan mama disana sampai menantu mama siap melahirkan." Jawab Akbar, berlalu meninggalkan istri tuanya yang masih berdiri di pintu."Masuklah kalau mau masuk." Ucap Akbar yang telah duduk disisi Puteri. Sedangkan Putera mereka sedang tidur nyenyak didalam box Beby."Sudah berapa lama dia seperti ini pah?" tanya Nova yang sudah berdiri di dekat Akbar."Hampir sebulan." Jawab Akbar datar. Sambil mengecek beberapa berkas kantor dan rumah sakitnya. Merasa dicuekin, Nova berja
Sekitar pukul delapan malam pak Yusuf sampai ke Jakarta dan langsung menuju rumah sakit tempat anak semata wayangnya melahirkan."Assalamualaikum" ucap pak Yusuf ketika ia telah sampai didepan pintu kamar pasien tempat Puteri berada.Akbar yang baru selesai menunaikan shalat isya, menoleh kearah suara."Waalaikumsalam" jawabnya dan segera menghampiri sahabat karib sekaligus bapak mertuanya.Kedua lelaki itu berjabatan tangan, dan kemudian berpelukan."Aku takut Yusuf...aku takut kalau istriku pingsannya lama." Ucap Akbar dengan suara bergetar."Berdoalah untuk yang terbaik" jawab Yusuf dengan menepuk- nepuk pundak sahabatnya dan melepaskan pelukan mereka.Yusuf menghampiri anaknya yang sudah lama tidak ia kunjungi."Sayang...?" Panggil Yusuf dengan suara bergetar. Diraihnya jemari Puteri digenggamnya erat."Kenapa belum mau bangun sayang....?" Panggilnya pada sang anak yang tertidur dengan damai."Kasian cucu ayah kalau tidak minum ASI, bangunlah. Hadapi semua, menghindar untuk tetap
Satu jam berlalu setelah Akbar membuat penyatuannya dengan sang istri. Jalan lahir sudah memasuki pembukaan tiga, kini Puteri tengah berjalan dan terkadang jongkok kalau rasa mulas menggerayangi perutnya, dan pak Akbar dengan setia terus berada didekat istrinya walau kadang Puteri menyuruhnya untuk istirahat.Sambil berjalan Puteri merasakan perutnya mulas kembali, dan ia meringis lagi"Kita operasi saja, ya sayang...? Kalau operasi, satu jam mendatang kamu tidak merasakan sakit seperti ini lagi." Rayu Akbar kembali.Puteri hanya diam, tak menanggapi ucapan suaminya, Puteri bosan mendengarnya."Mas....? Air kencingnya keluar sendiri." Ucapnya tiba-tiba, dengan melihat lantai yang sudah banjir air yang merembes dari kemaluannya.Akbar yang mendengar ucapan sang istri, segera membawa Puteri kekamar mandi."Itu bukan air kencing sayang, itu air ketubannya sudah pecah, tukar dulu bajunya. Dengan dibantu perawat wanita, Puteri membersihkan tubuhnya yang basah oleh rembesan air ketuban.Sem
Ambulans yang membawa Puteri sampai dilobi rumah sakit bersamaan dengan sampainya Akbar ditempat itu. Pihak rumah sakit yang sudah standby menunggu istri dari bos besar mereka, segera menyambut kedatangan ambulansPintu belakang mobil ambulans segera dibuka, terlihat Puteri yang tengah terpejam.Dua orang perawat laki- laki langsung menurunkan brankar ambulans tersebut."Ruhi....?" Panggil Akbar cemas.Sedangkan Yani juga mengikuti kemana Puteri dibawa tim medis. Ruang persalinan dilantai empat sudah disiapkan sejak tadi, dokter Mira yang sudah standbye menunggu kedatangan Puteri, istri dari atasannya itu segera menyambut dan memeriksa kondisi wanita hamil tersebut."Dokter, saya tidak mau operasi," ucap Puteri lemah."Kita akan usahakan yang terbaik ya Bu...kalau tidak memungkinkan untuk normal terpaksa harus operasi juga, karena kondisi ibu tidak begitu sehat." Ucap dokter Mira. Sedangkan Akbar yang ada disamping Puteri hanya diam mendengarkan dua orang wanita itu berbicara.Selang
"Ruhi...?" Panggil Akbar dengan suara yang cukup kuat. Buru- buru ia menghampiri sang istri yang sedang tertidur pulas di dalam bathtub.Tanpa berfikir panjang, Akbar segera mengangkat Puteri yang tanpa memakai pakaian sehelai pun dan membawanya masuk kedalam kamar tidur, meletakkan dengan lembut dan membungkus tubuh sang istri dengan handuk berukuran besar.Puteri yang merasa tubuhnya terangkat dan tidak merasakan dinginnya air lagi, segera membuka matanya."Ada apa? Kenapa?" Tanya Puteri heran melihat Akbar yang kalang kabut dengan ekspresi wajah yang cemas."Sayang....?" Kamu mau buat mas kena serangan jantung, hhhmmmm...? kenapa kamu tidur dikamar mandi didalam bethup lagi...!" Tanya Akbar lembut namun tegas.Puteri hanya mendesah, sedikit kesal. Perlahan Puteri bangkit, dan berniat untuk mengambil pakaiannya."Mau kemana?" tanya Akbar lagi dengan rasa sabar dan sayangnya."Mau pakai baju," jawab Puteri datar, sedikitpun tidak ada lagi sifat manja yang Puteri tunjukkan kepada Akba
"aku pengen makan dengan piring sendiri mas..?" ucap Puteri saat Akbar akan menghidangkan makan sepiring berdua untuk mereka seperti biasanya."Kenapa?" tanya Akbar heran."Lagi malas aja...!" Jawab Puteri datar.Akbar tidak lagi bertanya, ia mengambil satu lagi piring untuk Puteri."Biar aku buat sendiri mas..?" pinta Puteri sopan pada suaminya yang akan menyendokkan nasi untuknya.Selesai makan, Puteri langsung masuk kedalam kamar, perutnya sering jadi sebah atau seperti kram setiap selesai makan.Sambil meringis membelai perut besarnya Puteri berguman sendiri."Kamu yang sehat ya nak, harus kuat pintar dan soleh seperti papah kamu."Terlalu banyak tertekan perasaan yang tidak bisa ia ungkapkan membuat Puteri dilanda stres yang berkepanjangan ternyata berpengaruh pada kandungannya. Pernyataan dokter yang menyarankan Puteri untuk caecar pada persalinannya nanti, sungguh membuat Puteri takut. Dan ia tetap diam tidak memberitahukan pada sang suami.Sedangkan Akbar yang sudah lama du