Bab 2.
Ketika aku sedang duduk bersama gengku di parkiran kampus, tatapan mata yang dingin dari Kak Adit memandang tanpa berkedip kepadaku. Aku mencoba memperhatikan wajah tampan itu, mempesona dan berkharisma, sayang sekali tatapan matanya yang dingin itu seakan-akan ingin menenggelamkanku, membuat aku benar-benar tenggelam dalam lautan tak bertepi, tapi ketika aku akan memanggilnya Kak Adit berlalu begitu saja langsung masuk ke kampus.
"Aku dan teman-teman gengku yang sedang nongkrong di tempat parkir mungkin membuat Kak Adit tidak berniat menyapaku atau dia sedang terburu-buru masuk ke laboratorium," batinku melihat sikap cueknya tadi sembari mencoba menepis pikiran lain yang timbul karena Kak Adit tidak menyapaku.
Sementara aku melamun, teman-teman gengku masih asyik bercanda, liburan dua hari kemarin mungkin mereka rasakan seperti sudah setahun tidak bertemu, sehingga begitu bertemu langsung heboh menceritakan pengalaman liburan masing-masing.
"Aya, kemana saja kamu liburan kemarin?" tanya Lenny dengan tiba-tiba kepadaku.
"Oh eh, aku nggak kemana-mana di rumah saja, Len," kataku tergagap tidak menyangka akan ditanya secara tiba-tiba.
"Aya kamu pasti lagi melamunkan? Ayo kamu ngelamunin apa sih?" tanya Indri teman gengku melihat aku melamun.
"Ah... Nggak kok, aku nggak ngelamunin apa-apa," sergahku menutupi kegugupan.
"Ahh... Ayolah cerita kekita kamu pasti liburan dengan Kak Aditkan!" seru Irma dengan heboh.
"Ih...mau tahu aja." Akhirnya aku menjawab seadanya takutnya nanti mereka semakin bertanya kepadaku.
"Nah kan ketahuan," kata Indri dan tawa mereka pun pecah, rupanya jawabanku bisa menutupi rasa penasaran mereka.
"Udah ah, yuk masuk ke kampus!" ajakku sambil berjalan meninggalkan pelataran parkir tempat kami nongkrong, sebab aku tidak ingin mereka semakin banyak bertanya kepadaku.
Walaupun Aku, Lenny, Indri dan Irma atau biasa kusebut my geng sudah bersahabat sejak awal kami mendaftar kuliah dan sering jalan bareng. Rahasiaku menjadi rahasia mereka dan masalahku menjadi masalah mereka juga, tapi rahasia Aku dan Kak Adit belum berani aku ceritakan kepada teman-teman gengku ini.
Aku masih memegang janji Kak Adit untuk tidak membicarakan hal ini kepada siapapun dulu sampai Kak Adit mencari jalan keluarnya. Walaupun sebenarnya aku ingin sekali curhat kepada teman-teman gengku ini bagaimana caranya keluar dari masalahku ini tetapi aku belum mempunyai nyali untuk mengatakannya.
"Halo anak-anak, hari ini kita akan membahas tentang bla bla bla..."
Suara Dosen di depan ruang kuliah pun seakan cuma singgah sebentar di telingaku kemudian menguap entah kemana seperti embun yang diterpa sinar matahari pagi, hilang tak berbekas.
Rasa galau yang kurasakan membuat Aku tidak konsentrasi mengikuti pelajaran kuliah yang diberikan. Entah kenapa sekarang aku selalu dilanda galau dan sering berpikiran yang tidak-tidak.
"Apakah ini yang di sebut dengan perubahan hormon saat kehamilan?" gumamku dengan perasaan gundah.
Sementara wanita lain yang sedang hamil biasanya dimanjakan oleh suami dan mertuanya, aku malahan harus menyembunyikan kehamilanku dari siapapun juga. Kuhadapi perubahan hormon ini dengan sedikit sisa kekuatanku sendirian, sembari mencoba tetap ceria seakan-akan aku masih seorang remaja yang polos tak bernoda.
Tertatih aku mencari kepastian yang semakin tak pasti, walaupun perkiraan usia jabang bayi di perutku ini kisaran tiga mingguan tapi perubahan hormon pada tubuhku sudah mulai terasa, sementara Sang Bapak calon bayi masih selalu mengatakan sesuatu alasan demi alasan.
"Sabar sayang, kita akan cari jalan keluarnya."
Entah jalan keluar apa yang nanti akan ditawarkannya kepadaku, yang pasti makin lama aku semakin tidak akan bisa menyembunyikan kehamilanku dari semua orang, karena perut ini makin lama akan makin membesar.
Aku semakin tenggelam dalam lamunan masa laluku yang penuh dengan kegembiraan namun sekarang tinggal kegelapan yang menghantuiku setiap saat.
Lamunanku melayang saat pertama aku menjalani ospek di kampus ini dengan atribut ospek yang harus kukenakan ternyata sekarang baru kusadari bahwa itu pengalaman yang tidak bisa kulupakan dan bisa membuat aku tersenyum walaupun dalam keadaan galau seperti ini.
"Hari ini hari Ospek kamu kan, Aya?" Papa bertanya kepada ku,
"Iyah Pa, Insya Allah hari ini Aya di Ospek, cuma Aya geli dengan atribut ini Pa, tempat sampah ini harus di gandul di leher" sergahku agak dongkol dengan atribut ospek yang harus kukenakan ini.
"Alaa, kamu nih anak manja, baru berpakaian gitu aja sudah mewekk!" celetuk kakakku yang sedang menikmati sarapannya.
"Ihh kakak, Aya kan belum pernah pakaian seperti ini, terus lagi masak aku akan naik motor dengan pakaian mirip badut seperti ini?" seruku manja kepada kakakku.
"Terus lihat deh rambut Aya ini Ma, harus di ikat dengan jumlahnya sesuai dengan tanggal. Aduhh Aya bingung dengan segala peraturan Ospek ini Maa!" seruku masih dongkol dengan segala peraturan pakaian Ospek.
"Alaa, segitu aja dongkol. Ntar di kampus kamu lihat, bukan cuma kamu saja yang pakaian seperti itu, tapi semua teman-temanmu yang di Ospek pun berpakaian sama, di kampus-kampus lain pun seperti itu kok!" Kakakku menjelaskan panjang lebar kepadaku.
"Iyah bener, Aya. Dan itu pengalaman kamu yang pasti gak akan kamu lupakan. Kalau gak ada yang kayak ini kan gak ada pengalaman Ospek dengan pakaian yang aneh-aneh yah kan?" Papa menjelaskan juga sambil tertawa.
"Aya.. Ayaa.. Papa dan Mama juga pernah ngalamin seperti kamu, memang seperti itu kok Orientasi Kampus, mungkin maksudnya supaya kalau kalian melihat sampah, langsung masukin saja ke tempat sampah yang kamu bawa itu" ujar Mama membenarkan perkataan Papa dan kakakku.
"Iyaa sih Ma, biar gak di gandulin gini dengan tempat sampah, Aya juga sering kok mungut sampah di jalan terus Aya buang ke tempat sampah!" seruku membela diri.
"Ayo diminum susunya dulu baru kamu berangkat" kata Mamaku sambil menyodorkan segelas susu kepadaku dan aku langsung meminumnya sampai habis.
"Makasih susunya, Mah" ujarku sembari membetulkan atribut ospek yang melekat di badanku.
"Baiklah. Aya berangkat dulu yah Mah, Pa, Kak. Assalamualaikum!" seruku sembari bersiap-siap berangkat ke kampus.
Bab 3 Lamunanku melayang saat pertama aku menjalani ospek di kampus ini, dengan atribut ospek yang harus kukenakan ternyata sekarang baru kusadari bahwa itu pengalaman yang tidak bisa kulupakan dan bisa membuat aku tersenyum, walaupun dalam keadaan galau seperti ini. "Hari ini hari ospek kamukan, Aya?" Papa bertanya kepadaku. "Iya Pa, Insya Allah hari ini Aya di ospek, cuma Aya geli dengan atribut ini Pa, tempat sampah ini harus digandul di leher," sergahku agak dongkol dengan atribut ospek yang harus kukenakan ini. "Alaa, kamu nih anak manja, baru berpakaian gitu aja sudah mewekk!" celetuk kakakku yang sedang menikmati sarapannya. "Ihh... Kakak, Ayakan belum pernah pakaian seperti ini terus lagi masak aku akan naik motor dengan pakaian mirip badut seperti ini!" seruku manja kepada Kakakku. "Terus lihat deh rambut Aya ini Ma, harus diikat dengan jumlahnya sesuai dengan tanggal. Aduhh.... Aya bingung dengan segala peratur
Bab 4 Sore ini Klub Pencinta Alam di kampus akan mengadakan rapat untuk membahas tentang kegiatan mendaki. Aku dan teman-teman gengku sudah sepakat untuk ikut berpartisipasi dalam kegiatan ini, nampak kakak senior sedang membimbing kami tentang peralatan apa yang harus disiapkan, bekal apa yang harus kami bawa dan tentu saja akomodasi apa yang akan kami gunakan nanti pada saat akan ke lokasi kegiatan. Direncanakan kegiatan akan dilaksanakan pada hari Sabtu Minggu, berarti masih ada tiga hari untuk mempersiapkan semua bekal yang akan kami bawa mendaki. Tidak terasa, akhirnya saat berangkat mendaki telah tiba segala bekal telah aku siapkan, dan bersiap-siap berangkat untuk kumpul dulu di kampus, tidak lupa aku pamitan dulu kepada Papa dan Mama untuk berangkat. "Ma, Aya izin mau pergi mendaki bareng teman-teman kampus, doain Aya pulang dengan selamat yah, Ma." aku meminta izin kepada
Bab 5 Udara dingin Gunung Bawakaraeng serta kabut yang masih tebal menyelimuti pendakian kami pagi itu. "Len, lumayan dingin yah," kataku kepada Lenny sembari merapatkan jaketku sembari tidak sadar aku meraba perutku "Selamat menikmati pendakian ini anak, Sayang" bisikku dalam hati yang mulai merasakan adanya kedekatan dengan anak di rahimku ini. "Iya Aya, kabutnya juga masih tebal banget," tukas Lenny yang berjalan di depanku. "Iya nih, untung aku sudah mandi tadi jadi hawa dinginnya ngga terlalu menusuk," tukasku sambil terus berjalan Walaupun tas ransel dipunggungku isinya cuma mie instan dan air gelas tapi cukup menambah berat beban perjalananku. Tetapi entah kenapa aku merasakan ada tenaga yang mendorongku hingga aku dengan mudah mencapai puncak Gunung Bawakaraeng. Kakak-kakak senior berjalan di depan kami,
Bab 6 Jam sembilan malam, suasana Pantai Losari sudah sangat ramai. Pantai Favorit anak-anak muda Kota Makassar ini setiap malam Minggu pasti sangat ramai oleh pengunjung.Kami kemudian mencari tempat parkir yang sudah penuh sesak.Aku mengambil ponselku ingin menelfon Indri ingin menanyakan lokasi nongkrong mereka "Halo Indri kalian dimana? Aku sudah di Panlos ini sama Kak Adit" kataku begitu ponselku tersambung "Aku di tempat biasa kita nongki, di Lego-lego yang paling ujung, Aya" kata Indri menyebutkan tempatnya. "Oh okey baiklah, aku menuju kesana" jawabku seraya mengajak Kak Adit "Kak, mereka di Lego-lego yang paling ujung, kita jalan-jalan saja kesana yuk" dan kami menyusuri Panlos menuju pantai terapung Lego-Lego sembari berbincang-bincang Kak Adit menanyakan keadaanku "Aya, gimana keadaanmu? Maksudku apa kamu tidak mengalami morning sick atau mual di pagi hari sejak sebulan ini kamu gak haid lagi?
Bab 7 "Emang dia sudah punya pacar?" Indri bertanya kepadaku "Dia pernah bilang kalau pacarnya anak Unhas" kataku "Iya sih aku juga pernah dengar dia punya pacar anak Unhas" kata Indri sambil menatapku lekat , dia kemudian melanjutkan "Tapi aku tak yakin mereka masih pacaran deh, sudah dua malam mingguan ini kalian jalan kan? Berarti mereka mungkin sudah tidak pacaran lagi Aya!" Tebak Indri. "Itulah Indri, aku juga bingung, sebenarnya perasaan Kak Adit itu seperti apa kepadaku, aku juga masih bingung!" kataku sambil memainkan handphone ditanganku seraya berfikir apakah kuceritakan saja kepada Indri tentang kehamilanku ini? Tapi tiba-tiba berdering ponsel Indri membuat aku mengurungkan niatku untuk bercerita tentang kehamilanku. "Telfon dari Lenny, katanya hari ini dia izin karena pesanan katering Mamanya lagi banyak" kata Indri begitu selesai berbicara di telepon. "Oh pantesan dia nggak masuk
Bab 8 Jam 7:00 malam, aku dan Kak Adit masih berada di kosan Indri, tugas ketikanku sudah selesai kukerjakan, dengan bantuan kakak terdahsyatku yang jago mengetik sepuluh jari membuat tugas ketikanku cepat selesai. "Capek juga yah, habis ini jalan cuci mata, yuk" ajak Indri. "Aku sih okey aja," jawabku cepat. "Kalau aku kayaknya gak bisa deh, soalnya masih ada tugas Lab malam ini," Kak Adit menjawab "Yah gitu deh, Kak Adit sibuk banget," kata Indri kemudian "Gimana dong,emang kayaknya gitu tugasnya," Kak Adit menjawab kemudian tersenyum "Iyadeh gak papa kalau Kak Adit gak bisa ikut, kita berdua aja Indri, aku juga mau tinta printer ini" kataku kepada Indri. "Iya kalian jalan berdua aja yah, nnti aja kita jalan lagi" Kata Kak Adit kepada ku. "Baiklah kak, siapp!" Kataku kepada Kak Adit. "Ayuh deh kalau Kakak mau pulang, aku antar dulu yuk" kataku kepada Kak Adit "Ayuh, Indri aku pul
Bab 9 Sejak Kakak Bermata Dingin bermalam minggu bersamaku saat syukuran ulang tahun Indri di Pantai Losari Lego-lego, setiap malam Minggu pasti aku akan menjemput Kakak Bermata Dingin di Kampus kemudian kami akan jalan untuk bermalam minggu berdua. Entah kami hanya sekedar nongkrong di Pantai Losari, atau hanya sekedar keluar makan kemudian pulang. Aku merasakan Kakak Bermata Dingin mulai menaruh perhatian kepada ku. Tentu saja aku bahagia dengan keadaan ini, tapi juga aku masih di liputi keraguan, bukanlah Kak Adit pernah mengatakan kalau dia sudah punya pacar? Lantas hubungan dengan aku, apa dong? Apakah hubungan kami bisa dikatakan pacaran? Sementara dia belum pernah mengatakan menyukai ku? "Halo, Kak Adit lagi dimana?" Aku menelepon Kak Adit. "Aku ada di Kampus,Aya. Kamu sendiri dimana?" Balik tanya Kak Adit. "Aku di kosan Indri ini Kak, Kakak kalau ada waktu kosong, Kakak kemari yah?" Sahutku kemudia
Hari ini aku bersemangat sekali mau ke kampus karena ada kuliah praktek sebentar, automatis akan bertemu dengan Kakak Bermata Dingin lagi di Laboratorium Sebelum berangkat aku mematut diriku di depan cermin dan memperhatikan perutku yang masih datar dan kemudian aku pamitan ke Mama "Ma, Aya berangkat dulu Mah!" Kataku sambil mencium tangan Mama. "Okey sayang, hati-hati di jalan yah!" Kata Mama sambil mencium pipiku. Aku mengangguk dan tersenyum kemudian ke Papa dan mencium tangannya juga " Aya berangkat dulu Pa!" "Oke sayang, hati-hati di jalan yah!" Kata Papa sambil mengelus rambutku. "Okey Assalamualaikum!" Jawabku sambil menuju keluar untuk mengambil motor dan langsung gas menuju ke kampus. Sesampai di kampus, aku langsung berjalan menuju ke lantai tiga tempat ruangan Lab Komputer. Sampai di atas ternyata ruangan Lab K
"Ayahmu ingin mengajak kita berlibur ke Bali." Ucap ibuku saat aku baru sampai ke rumah."Oh ya, asik dong, dalam rangka apa ayah akan ke Bali, Bu?" Aku menghempaskan pantatku di kursi teras."Biasalah, ayahmu kan senang pesiar apalagi di masa pensiun begini dia sudah lama ingin merencanakan pergi ke Bali cuma baru kesampaian sekarang." Ibuku dengan bersemangat menjelaskan kepadaku."Tapi sekarang kan lagi musim pandemi kan, apakah ibu tidak takut kita akan terkena virus Corona atau virus omicron selama di Bali?" Aku antara senang dan ragu dengan rencana mereka."Makanya itu kita harus protokol kesehatan, sayang." ucap ayahku yang tiba-tiba muncul dari dalam rumah dan langsung duduk di kursi sebelahku. "Maksud aku, kita kan ke Bali dalam rangka liburan pasti kita akan ke pantai Kuta di mana disitu banyak turis lokal dan asing. Apakah ayah tidak takut bila di sana kita akan terkena virus yang selama ini lagi melanda negeri kita?" Aku
Tatapan matanya sangat dingin. Dia menatap tanpa berkedip kepadaku. Aku mencoba memperhatikan wajahnya. Dia sangat tampan, mempesona dan berkharisma menurut ku. Sayang sekali, tatapan matanya sangat dingin seakan akan ingin menelanjangi seluruh tubuhku,. Aku mencoba berdehem. "Hemm.. hemmm.." Dia cuma mengernyitkan sedikit alisnya, tanpa ekspresi. Kalimat yang sudah kususun kurangkai dan ingin kuucapkan seakan terbang entah kemana. Aku tertunduk lesu dan dengan lemah berkata, " Mas, aku ingin menyampaikan sesuatu". Ujarku terbata- bata nyaris tak terdengar. Dia kembali mengernyitkan alisnya sambil bergumam :" hmm". "Mas , aku tidak enak badan belakangan ini,. " " Hm ya? ". Ah , ingin rasanya aku membawa kedua kakiku berlalu dan pergi saat itu juga. Aku harus mengatakan nya. Walaupun saat kejadian malam itu aku tahu bahwa pria didepanku ini tidak menyadari apa yang sudah dia lakukan, karena pengaruh minuman yang kami tenguk malam itu, hingga kami hampir dan
"Assalamualaikum, Mamaa..!" Aku mengetuk pintu sembari memanggil Mama sesampainya di rumah. "Waalaikum salam, Sayang" Seru Mama dan pintu terbuka. "Alhamdulillah, kamu sudah pulang, Nak. Ayo masuk." Kata Mama dan menarik tanganku masuk. "Kamu langsung istirahat saja, yah. Tadi Indri nelfon Mama katanya kamu sakit perut di bus." Kata Mama sembari mengantarku ke kamar. "Iya, Ma. Perut Aya kok perih banget tadi, Ma." Kataku "Mungkin kamu kecapean, Nak. Istirahat saja, yah" kata Mama sembari mengecup keningku. "Baik, Ma.!" Kataku dan langsung merebahkan tubuh di kasur. "Okey, selamat malam, sayang." Kata Mama kemudian berjalan ke luar kamar dan menutup pintu kamarku. Aku merebahkan tubuh dan mencoba menghubungi Kak Adit sekali lagi "Nomor telepon yang anda hubungi sedang sibuk." Dengan kesal kumatikan handphoneku. "Kenapa dia gak bisa di hubungi, yah?" Ujarku dan semakin kesal sampai aku
Bapak harap kita cuma dua jam disana yah, setelah itu kita kembali ke Makassar. Okey, sekarang silahkan menikmati destinasi Studi Tour terakhir kita ini. "Betapa kilo perjalanan ini, Pak?" Tanya Indriani kepada Pak Dosen. "Sekitar empat kilo meter dari Kota Makale, yah. Lima belas menit lagi kita sudah sampai kok" kata Pak Dosen dan benar saja, tidak lama kemudian Mobil bus kami telah parkir di dalam Kawasan Wisata Bukit Burake. "Kita sudah sangat yah, anak-anak. Bapak ingatkan sekali lagi, jam 12:00 kalian sudah berada semua di atas bus,ok!" Seru Pak Dosen dari pengeras suara "Okey Pakk..!" Jawab kami serentak dan berlarian turun dari bus kemudian berjalan menaiki anak tangga menuju Puncak Bukit Burake Toraja "Kalau malam kedinginan kalau siang kepanasan dong!" Kata Indri membuat kami tertawa. "Iya, semalam dingin banget, minta ampun dinginnya." Ujarku "Maka itu kita bera
Jam 5:00 subuh aku terbangun karena hawa dinginnya udara pegunungan Lolai yang mempunyai ketinggian 1300 mdpl ini. Aku bergegas memakai jaketku dan membangunkan Lenny dan Indri. "Len, Indri. Bangun yuk.!" Kataku sembari menggoyangkan tubuh Lenny dan Indri. "Hmm. Udah jam berapa, Ya?" Bisik Lenny yang masih mengantuk. "Sudah jam lima. Bangun dong, kita lihat sunrise yuk!" Anakku lagi "Oh iyaa.. aku mau lihat sunrise!" Seru Lenny dan bergegas bangun. "Indri.. ayo bangun. Kita lihat sunrise, yuk" Lenny membangun kan Indri yang masih meringkuk di selimutnya. "Yaaaa, tungguin..!" Seru Indri dan kemudahan bangun duduk "Ayuh, cepetan!" Kataku dan kami bergegas keluar tenda Ternyata di luar sudah banyak yang berdiri menunggu terbitnya Matahari Pagi. Momen ini banyak di tunggu oleh para pendaki karena hamparan awan seakan terhampar di depan kami seakan kita berada di kayangan. Bapak Dosen dan te
Pak Guide melanjutkan ceritanya lagi "Lubang makam ini disesuaikan dengan arah rumah keluarganya. Biasanya bayi yang di kubur dalam lubang yang mengarah ke rumahnya, lalu di tutupi dengan ijuk agar oksigen bisa tetap masuk." Pak Guide melanjutkan lagi "Sayangnya, ketika sang bayi meninggal, Ibu Kandung mereka tidak dibiarkan melihat hingga jangka waktu kurang lebih setahun, bahkan ketika bayi itu di makamkan." "Kenapa begitu, Pak?" Tanyaku kepada Pak Guide. "Karena menurut kepercayaan masyarakat Toraja masa lalu, melihat bayi yang meninggal dianggap tidak pantas dan akan mengurangi kemungkinan sang Ibu mendapatkan Bayi sehat lagi di masa mendatang." "Strata sosial juga menentukan dalam prosesi pemakaman ini, sehingga letak makam tidak boleh sembarang. Yaitu yang mempunyai Strata Sosial lebih tinggi letak makamnya harus lebih tinggi, dan arahnya ke rumah yang berkabung itu di maksudkan untuk menghargai keluarga yang berkab
Gimana anak-anak setelah mengunjungi Londa? Kita lanjut ke destinasi ketiga atau kita makan dulu?" Tanya Pak Dosen begitu kami semuanya sudah berada di bus. "Makaaann duluu, Pakkk..!" Teriak kami serentak. "Okey.. oke.. baiklah kita makan dulu yah. Setelah makan kita akan lanjut ke destinasi ketiga yaitu Makam Bayi di Batang Pohon, kemudian kita akan kembali ke Makale untuk berkemah di Negeri di Atas Awan sambil besoknya sebelum pulang kita ke Patung Yesus tertinggi di dunia itu. Okey anak-anak?" Seru Pak Dosen dengan bersemangat. "Okey Pak!" Jawab kami dengan tidak kalah semangat. Mobil bus kami kemudian berbelok ke sebuah rumah makan dan kamipun turun untuk mengisi lambung tengah yang mulai bernyanyi minta di isi. Setengah jam kemudian bus sudah meluncur ke Pemakaman Bayi Kambira atau Objek Wisata Baby Grave Kambira di Tongko Sarapung, Sangalla. Tana Toraja. Setibanya di lokasi kami harus berjalan kaki menu
Sebentar lagi kita akan tiba di lokasi Gua Lemo, dan silahkan kalian melihat-lihat dan mengambil foto kemudian kita akan bergeser ke Gua Londa yah. Disini kita punya waktu satu jam saja, jadi tidak usah ke tempat yang terlalu jauh dari sini, cukup di sekitaran sini saja kalian mengamati, ok!" "Oke Pak!" Sahut kami dan segera bergegas turun dari bus dan segera berjalan ke lokasi Gua Lemo yang masih berjarak satu kilometer dari tempat parkir bus kami Setelah mengamati dan membuat catatan kecil tentang Gua Lemo tersebut, satu jam kemudian kami pun kembali ke bus dan melanjutkan Studi Tour ke Gua Londa "Sekarang kita akan menuju Makam terdapat di Gua Londa yah. Jaraknya itu sekitar dua puluh menit dari sini yah. "Iya, Pak!" Seru kami serentak. Selang dua puluh menit kemudian kami di sambut dengan Gapura Gua Londa yang berlukiskan ornamen khas Toraja. Setiap pengunjung diwajibkan membeli tiket masuk seharga Rp.10k/orang. Terdapat juga
Pukul 9:00 malam kami memasuki Kecamatan Enrekang yang terkenal dengan buah salak nya. Deretan salak di jajakan di seputar jalan yang kami lalui. Salak nya segar dan dijual per tandan tertutupi dengan daunnya yang di anyam melingkar. Rasanya pengen beli tapi laju Bus yang gaspol mengurungkan niatku untuk membeli nya. Sekitar satu jam kemudian kami memasuki Kota Makale yang merupakan Ibukota dari Tana Toraja. Tampak kerlap kerlip lampu Patung Yesus memberkati Tana Toraja yang kata orang merupakan patung Yesus tertinggi di dunia itu. Aku mengabadikan dengan kamera ponselku, kerlap kerlip lampu tersebut yang ternyata sangat memukau terlihat di malam hari. "Dimana sekarang, Aya? Kita sudah sampai yah?" Indri terbangun dan mengucek matanya Mobil melaju terus melewati Kota Makale menuju Rantepao tujuan destinasi pertama yaitu "Indri, Lenny, ayo bangun, kita sudah sampai ini!" Aku menggoyang-goyangkan badan Indri dan