Baskara mencondongkan tubuhnya ke depan agar ia dengan mudah melakukan apa yang didiktekan kepalanya. Pria itu meraih dagu Thalita lalu mengecup bibir merekah di hadapannya, yang terlihat jelas bahwa sang sekretaris cantik belum siap dengan aksinya. Kedua bibir saling bertemu. Saling merasakan sensasi satu sama lain yang tak bisa diungkapkan dengan kata-kata.Hingga tak sengaja pelayan yang telah siap menyajikan makanan pesanan mereka menangkap basah kejadian tersebut.“Oh maaf, Pak–” kata pelayan itu dengan ekspresi tak enak hati karena datang di situasi yang tidak tepat. Di dalam benak sang pelayan, ia benar-benar merutuki perbuatannya. Ia tahu jelas siapa pria di hadapannya yang sangat disegani oleh semua karyawan di restoran ini. Pria itu adalah seorang bos besar dan tentu saja sangat kaya. Bagaimana kalau pria di hadapannya itu mengadukan perbuatannya pada pemilik restoran dan berujung memecat dirinya? Ketakutan tampak jelas di wajah pelayan itu. Tangan yang memegang nampan b
“Wanita mana pun yang melihat Pak Baskara pasti akan dengan mudahnya menjatuhkan hati mereka pada Bapak. Itu akan terjadi jika mereka tahu kalau Bapak belum memiliki pasangan. Sama seperti saya saat ini. Andai Bapak adalah pria yang masih single, mungkin saya akan memberikan kesempatan pada Bapak untuk mendapatkan hati saya. Tapi Bapak sadar dengan jelas bahwa ada perbedaan jauh di antara kita. Selain status sosial, Bapak adalah pria beristri, dan saya adalah wanita single. Tidak mungkin bagi kita melanjutkan hubungan melebihi batas. Saya sadar posisi saya saat ini, Pak.” Thalita memberikan argumentasi.Baskara tersenyum sinis. “Mulutmu manis sekali, Thalita. Bagaimana bisa kamu mengatakan hal itu padaku? Aku tahu jelas kamu memiliki perasaan yang sama denganku. Kenapa kamu harus menutupi hal itu dariku? Kenapa? Apa kamu menemukan pria lain setelah kamu melewati malam panas denganku saat itu? Atau saat itu aku tidak bisa memuaskanmu?” Pria itu memberikan sindiran halus pada wanita yan
Thalita merasa keheningan menyergap di antara mereka usai pria itu mengakhiri kalimatnya. Yang ada hanyalah adu saling tatap satu sama lain tanpa pembicaraan. Baskara memiringkan senyumnya sekali lagi dengan tatapan sarat makna. Pria itu segera menyendokkan makanan yang sudah berada di atas piringnya lalu kembali melanjutkan melahap makan siangnya tanpa menunggu jawaban Thalita.Makan siang pun usai. Baskara keluar dari ruangan bersama Thalita secara beriringan. Sebisa mungkin Thalita memperlihatkan pada semua orang bahwa mereka tidak memiliki hubungan spesial melebihi atasan dan bawahan.Tiba-tiba Baskara meletakkan tangannya di pundak Thalita. Seketika suasana terasa canggung.“Baskara!” panggil seseorang padanya.Suara itu terdengar tak asing. Baskara menurunkan tangannya yang sempat berada dengan nyamannya di bahu Thalita dan mengarahkan pandangan pada seseorang yang menyebut namanya. “Oh, Papa,” tanggap Baskara pada ayah mertuanya. Ferry, ayah mertua Baskara, datang ke restora
Thalita lemah. Apa yang harus ia lakukan? Tak adakah orang yang bisa membantunya keluar dari situasi ini? Bukankah ini adalah semacam tindak pelecehan? Baskara mencium Thalita yang awalnya penuh paksaan kini berubah lembut. Ia menyentuh setiap inci tubuh bagian atas Thalita dengan kehati-hatian, tak mau menyakiti wanita cantik itu.Keindahan di dalam kemeja yang terbungkus rapi kini terbuka di depan mata. Kain berenda yang membungkus sepasang keindahan di dalam sana menunjukkan eksistensi. Baskara sudah mencicipi wanita ini, tapi saat ini beda rasanya, tak sama seperti sebelumnya. Malam itu, Thalita dalam keadaan tak sadarkan diri. Dan hari ini, Thalita dalam keadaan sadar dan berada di bawah kekuasaannya. “Aku cinta kamu, Thalita,” bisik Baskara di telinga Thalita. Bisikan manja dan penuh hasrat itu membuat bulu kuduk Thalita meremang sempurna. Cinta?Yang benar saja?Sentuhan serta ciuman Baskara mulai membara. Ada beberapa bagian di tubuh Thalita memerah karena perbuatan Baska
“Thalita, kemarilah!”Glek!Thalita tak menyangka bahwa Baskara akan memanggil dirinya di saat seperti ini.Sialan!Mau tak mau Thalita yang selama beberapa saat menjadi objek pengamatan Baskara dan Yudith pun berjalan mendekat ke arah mereka.“Ada yang bisa dibantu, Pak Baskara?” tanya Thalita formal. “Perkenalkan yang ada di samping saya ini adalah putra dari Pak Sasongko. Namanya Pak Yudith, dia adalah calon pewaris Sasongko Grup,” ucap Baskara memperkenalkan pria muda di sampingnya pada Thalita. Jelas ada maksud tertentu di balik kata-kata Baskara saat ini. Pria itu tersenyum penuh misteri saat melihat adanya interaksi di hadapannya. Sepertinya prediksinya tepat. Ada yang aneh di dalam interaksi tersebut. Sebenarnya ada hubungan apa Thalita dengan Yudith di belakangnya? “Kami sudah—” ucapan Yudith terpotong. “Salam kenal, Pak Yudith. Saya Thalita, sekretaris Pak Baskara. Selamat datang di perusahaan kami,” sambut Thalita dengan cara menyerobot. Wanita itu tersenyum manis deng
Thalita mengumpulkan keberanian. Ia tak boleh merasa takut pada lelaki seperti Baskara. Selama ia tak melakukan kesalahan, ia tidak diijinkan untuk merasa takut. Degg degg degg degg Jantung wanita itu berdetak amat cepat. “Thalita!!” panggil Saskia yang membuat Thalita segera mengarahkan pandangannya. “Ada apa?” tanya Thalita sembari menoleh ke belakang seraya melangkahkan kaki menuju ke pintu ruangan Baskara.“Pak Baskara marah kenapa lagi? Kamu perlu aku untuk menemani kamu ke dalam apa nggak?” Saskia menunjukkan kepedulian.Yang benar saja! Bagaimana kalau nanti di dalam sana Baskara kembali melakukan hal di luar nalar padanya tepat di hadapan Saskia? Bisa-bisa kejadian tersebut menjadi trending topik dan tidak akan pernah selesai tanpa ada konfirmasi dari pihak Baskara dan juga dirinya. Tak hanya itu, bagaimana kalau Baskara melakukan hal yang tidak-tidak melebihi hanya sekedar ciuman? Oh tidak! Membayangkan hal itu saja sudah berhasil membuat keringat dingin mengucur deras
‘Siapa yang nggak takut sama aku di perusahaan ini? Beraninya dia datang dan mengusik kesenanganku! Aku akan memberi hukuman pada orang itu,’ gerutu Baskara merutuki perbuatan seseorang di depan pintu ruangannya. “Kamu beruntung ada orang yang rela dihukum demi kamu, Thalita. Tapi jangan senang dulu, kamu tetap akan mendapatkan hukuman dariku. Ingat itu!” tegas Baskara pada Thalita. Thalita tak menyia-nyiakan kesempatan yang datang padanya. Bisa pergi dari ruangan ini secepat yang ia bisa adalah sebuah kelegaan tersendiri. Ia segera memperbaiki penampilannya yang cukup mencolok dan semua itu adalah hasil dari kenakalan sang atasan yang posesif. Entah sejak kapan dua kancing kemeja yang membalut tubuh bagian atasnya terbuka? Thalita hampir saja melupakan hal itu. Baskara menekan tombol remote di meja dan terbukalah pintu di ruangannya. Bukan karyawan perusahaan yang datang mengetuk pintu melainkan adik kandungnya, Vivian. Tentu saja hal ini mengecewakannya. Karena apa? Karena tak mu
“Memangnya memastikan keselamatan adik sendiri nggak boleh?” balas Baskara sekenanya. Kening Vivian berkerut. “Memastikan keselamatan? Mas Ibas jangan bikin aku ketawa ngakak deh, nggak lucu tahu! Bilang aja kalau Mas Ibas kangen sama adiknya yang cantik ini, pasti aku bakal percaya,” canda Vivian sembari terkekeh geli. Ck!“Iya, aku kangen sama adikku yang cantik tiada duanya ini. Sekarang percaya?” Baskara kembali mengecoh sang adik dengan jebakan yang sama seperti celetukan Vivian sebelumnya.“Nggak asyik ah, Mas! Nggak seru!” Vivian bersungut-sungut. “Yang bilang seru juga siapa?” tanggap Baskara cepat. Mendadak ia teringat sesuatu. “Ini cuma alasan kamu, kan? Sebenarnya kamu ke sini karena ada alasan lain selain menanyakan apa alasan Mas tadi siang, kan? Hayo ngaku! Kalau kamu pulang lebih awal, kenapa juga kamu mampir ke sini? Kenapa nggak langsung pulang aja? Kenapa mesti repot-repot datang ke sini cuma mau nanyain perkara nggak penting kayak barusan?” cecar Baskara mendomi
“Tentu saja bisa, Bu Jani. Saya mencintai Thalita dengan sepenuh hati. Sejak pertama bertemu dengannya, saya merasa nyaman dan ingin selalu bersama dengan dia. Padahal saya sadar saat ini saya masih terikat pernikahan dengan wanita lain. Tapi saya tidak bisa membohongi diri saya sendiri dan terus bertahan dengan wanita yang tidak saya cintai. Jika bukan Thalita, saya lebih memilih sendiri dan keputusan untuk menceraikan istri saya sudah bulat bukan karena adanya Thalita. Jika hal ini yang membuat Bu Jani merasa khawatir, saya akan menjelaskan segalanya sedari awal. Karena saya tidak mau bersama wanita lain, jika bukan Thalita orangnya.” Baskara menjawab lugas dan tegas. Baskara mengarahkan netra gelapnya ke arah Thalita berada. Wanita itu merasa canggung dengan situasi saat ini. “Oh seperti itu.” Jani menyahut singkat. “Pertanyaan kedua, semua orang pasti akan berpikiran buruk pada Thalita jika suatu hari kamu dan istrimu bercerai. Apa yang akan kamu lakukan jika semua orang mencemo
Semua mata tertuju pada kedua insan manusia yang tercipta begitu serasi. Thalita dan Baskara menghentikan ucapan mereka sejenak sebelum akhirnya sang penguasalah yang mengambil alih perseteruan. “Saya sudah menikah,” kata Baskara secara lantang yang membuat Jani membelalakkan matanya. Namun, belum sempat Tante dari sekretaris cantiknya angkat bicara guna menolak mentah-mentah dirinya, Baskara sudah melanjutkan kata-katanya. “Saya sudah dalam proses perpisahan dengan istri saya jauh sebelum saya mendapatkan hati Thalita. Perpisahan saya dan istri saya ini tidak ada kaitannya dengan Thalita. Thalita bukan perebut suami orang atau istilah jaman sekarang disebut dengan pelakor. Thalita adalah wanita yang baik dan saya cintai selama ini. Saya dan istri saya menikah bukan karena cinta. Dan saya tidak bisa melanjutkan pernikahan tersebut atas dasar keterpaksaan yang ujung-ujungnya hanya akan menyakiti perasaan satu sama lain. Maka dari itu saya memutuskan akan menikahi Thalita setelah saya
“E-eh maaf, Tante. Habisnya….” Thalita tak jadi melanjutkan kata-katanya. Ia melihat pemandangan tak terduga di sekelilingnya. Baskara masih menggenggam erat tangan Namira. Hal itu membuat Thalita bertanya-tanya dengan maksud Baskara melakukannya. ‘Apa yang sebenarnya Pak Baskara lakukan di tempat ini? Kenapa dia menggenggam tangan ibuku?’ Thalita menatap heran sekaligus mencoba mencari tahu dengan tujuan Baskara melakukan hal itu pada ibunya. Mencoba menyelami apa yang diperhatikan Thalita saat ini, Baskara pun melepaskan genggaman tangannya dari Namira. Ia tersenyum pada Namira lalu menatap penuh kerinduan pada Thalita. Senyuman tulus ia berikan pada wanita cantik yang telah ia renggut kehormatannya. Thalita salah tingkah. Wanita itu memalingkan wajahnya karena malu dan belum siap untuk menghadapi sikap Baskara yang tak terprediksi seperti barusan.“Thalita,” panggil Baskara yang membuat pandangan mereka segera bertemu.“Ada apa, Pak?” tanya Thalita refleks seperti di saat dirin
“Kalau kamu ingin tahu, datang saja ke sini!” ucap Baskara dengan santainya lalu mematikan panggilan tanpa menunggu tanggapan dari lawan bicaranya.Baskara tersenyum puas penuh akan hasrat kemenangan. Ia bisa menebak apa yang akan terjadi selanjutnya. Tidak mungkin bagi Thalita untuk duduk diam dan tak melakukan apa pun usai diberitahu olehnya tentang keberadaannya di rumah masa kecil wanita itu.“Mohon maaf, Nak Baskara, sebenarnya ada apa ini, ya? Dalam rangka apa Nak Baskara datang ke sini membawa begitu banyak buah tangan? Dan barusan apa yang dikatakan Thalita? Apa dia akan menyusul ke sini?” cecar tanya Jani sebagai bibi dari wanita cantik yang amat disukai oleh pria matang di hadapannya.Baskara hanya tersenyum lalu menengok ke arah Rico sebelum akhirnya menatap kedua mata Namira, ibu kandung Thalita yang duduk di sebelah Jani. “Tujuan saya ke sini adalah… saya ingin mengungkapkan fakta bahwa saya adalah pacar Thalita. Hubungan kami sudah sangat serius. Jadi lebih tepatnya say
“Tidak dua-duanya, Pak!” ucap Rico mantap. Kegelisahan melanda. Rico benar-benar gelisah tak menentu. Hanya karena menawarkan bantuan, bagaimana ceritanya malah berakhir menjadi dua ancaman mengerikan semacam itu dari mulut sang bos?“Saya salah apa, Pak? Kenapa Bapak malah marah sama saya? Saya kan hanya menawarkan bantuan, Pak,” kejar Rico meminta penjelasan. Pria itu merasa harus menyelesaikan kesalahpahaman sebelum terjadi buru-buru lebih lanjut. “Tadi kamu bilang apa? Bunga tabur? Memangnya siapa yang mau ke kuburan? Hah?!” balas Baskara tak mau kalah dengan bawahannya.“Loh saya kira Bapak mau beli bunga karena mau ke makam. Kalau begitu saya yang salah, Pak. Tolong maafkan saya,” ucap Rico yang merasa bersalah dan tampak salah tingkah.“Ya memang kamu salah. Lagian siapa yang mau ke kuburan jam segini? Aku beli bunga itu mau ke dikasih ke seseorang. Yang pasti bukan untuk Nenek ataupun Yola. Apalagi ke kuburan jam-jam segini. Yang benar saja? Masa iya aku beli buah tangan seb
“Nggak ada maksud apa-apa, kalau kamu ingin tahu lebih jelasnya mendingan tanyakan saja langsung sama Nenekmu. Aku yakin kamu akan menemukan jawaban yang ingin kamu tahu langsung dari sumbernya. Sudah ah, aku mau pergi dulu. Ada banyak hal menyenangkan yang harus aku lakukan di luar. Lebih baik kamu menyingkir dari hadapanku. Sekarang!” usir Baskara pada Yola yang berada di ambang pintu seolah tak memberinya akses untuk segera keluar dari kamar. “Tapi Bas, aku harus ikut ke mana pun kamu pergi. Aku istri kamu, Bas,” ucap Yola terdengar memaksa. “Ikut aku? Ikut saja, tapi jangan kaget kalau besok akan ada pengacaraku yang mengurus perceraian kita. Ayo lakukan saja! Aku sudah nggak sabar untuk bisa bercerai darimu, wanita licik!” tantang Baskara dengan senyumnya yang sulit dijabarkan oleh lawan bicaranya.“Tapi Bas–”Baskara berlalu sembari melambaikan tangan. Pria itu berjalan santai tak peduli dengan ancaman Yola yang kekeuh ingin mengikutinya.Baskara menoleh ke belakang. Wanita it
‘Kalau aku tidak menguping apa yang kalian bicarakan, bagaimana aku bisa mencegah Baskara mengatakan sesuatu tentang David pada Nenek? Aku tidak akan pernah tinggal diam. Baskara tidak boleh memberitahu Nenek tentang David yang masih hidup. Aku harus melakukan sesuatu sekarang juga,’ batin Yola.Yola melangkah masuk dengan derai air mata yang membuat Seruni merasa iba. “Yola—” Seruni bangkit dari tempat duduknya karena tiba-tiba Yola berlari ke arahnya dan memeluknya. “Ada apa, Yola? Kenapa kamu menangis? Apa kamu mendengar semua yang kami bicarakan?” lanjutnya dengan ekspresi tak enak hati.“Aku mendengar semuanya, Nek. Aku—” Yola tak mampu berkata-kata. Ia berusaha menunjukkan betapa lemah dirinya saat ini terutama di depan Seruni. Hanya Seruni yang selalu ada di pihaknya dan menjadi garda depan untuknya di setiap waktu. “Yola—” Seruni menjeda ucapannya ketika melihat sang cucu hanya menyeringai sinis seolah tak memiliki empati sedikit pun pada Yola yang sedang berada dalam peluka
“Nenek sengaja menungguku di sini?” tanya Baskara basa-basi dengan seringai licik di wajahnya.“Jangan mengalihkan topik pembicaraan, Nenek ingin membicarakan sesuatu denganmu saat ini juga. Ayo kita bicarakan di ruang keluarga!” Seruni terdengar tak biasa. Wanita tua itu merasa harus menyelipkan kata-kata paksaan pada cucu kesayangannya.Baskara pura-pura mengendus bau badannya di balik jas mahal yang dikenakannya. “Tapi aku belum mandi, Nek. Nanti Nenek pasti merasa kesal kalau mencium bau yang tidak sedap di ruang keluarga saat kita sedang membahas banyak hal,” tolak halus Baskara guna menunda obrolan di antara mereka. Seruni hanya sendiri, tak ditemani Teddy. Baskara menoleh ke kanan dan ke kiri mencoba mencari keberadaan sang kakek. Tapi tetap saja hasilnya nihil. “Kita harus bicara sekarang juga. Nenek tidak menerima alasan apa pun. Lagipula Kakekmu juga tidak ada di rumah sekarang. Jadi tidak perlu menunggu kakekmu dan berpikir bisa mencari alasan lain.” Seruni menyambar leng
“Bercerai? Nggak! Aku nggak mau, Bas! Aku lebih rela memilih menunggu hatimu luluh untukku daripada bercerai darimu. Jangan mimpi kamu, Bas! Kita akan bercerai kalau akulah orang yang meminta kita untuk bercerai. Bukan kamu. Setidaknya ini adalah konsekuensi untukku karena menunggu selama dua tahun ini diabaikan olehmu. Aku percaya hatimu pasti akan kembali seperti dulu. Akan ada aku di dalam hatimu dan aku yakin hari itu akan datang cepat atau lambat.” Yola berucap lantang walau air mata terus mengiringi ucapannya.Baskara menyeringai masam. Ia mendengar ucapan Yola dengan ekspresi sinis. “Baskara, aku serius. Aku akan terus menunggu hatimu bersedia menerimaku kembali. Aku hanya mencintaimu, Baskara. Sejak aku tahu ‘David’ kabur dan mengalami kecelakaan, aku sadar bahwa dia bukan pria yang tepat untukku. Dia hanya memanfaatkan aku. Pria yang baik untukku adalah kamu. Cuma kamu. Aku yang salah karena pernah berselingkuh dengan pria seperti dia. Aku menyesal pernah menduakanmu hanya k