"Pokoknya Gia mau langsung ke Surabaya nemuin Kak Reyhan begitu pulang dari Jerman. Supaya nanti Kak Reyhan yang antar Gia ke Bandung, ke tempat Omah," suara cempreng Anggia terdengar menyakitkan di telinga Hardin. Membuatnya sesekali menjauhkan ponselnya dari telinga.
"Ngomong sama lo tuh percuma, kayak ngomong sama tembok! Keras kepala! Lo bilang sendiri sana sama Omah kalau berani! Gue nggak mau ikut campur! Lagian mulai minggu depan gue stay di Jakarta, mungkin agak lama, jadi gue nggak bakal bisa jemput lo di bandara," balas Hardin setengah berteriak. Suara di seberang sana terdengar begitu berisik. Hardin berjalan menuruni tangga menuju ruang keluarga di lantai satu. Dimana Umi Tantri dan Abi Syamsul biasa menghabiskan waktu malam mereka di depan Televisi.
"Idih, lagian siapa juga yang mau dijemput sama Aa? Gia sih ogah! Mending naik taksi daripada harus semobil sama Aa! Bawel! Rese! Galak!"
"Ih, dasar bocah ingusan! Gue bawel juga demi kebaikan lo, tau! Itu btw, lo lagi dimana sih? Kok berisik banget?"
"Lagi di rumah temen. Party," jawab Anggia santai.
"Yaelah, anak kecil kayak lo, ngerti-ngertian party. Awas lo ya sampe mabok, gue bilangin Omah baru tau rasa lo!" ancam Hardin galak.
"Awas aja kalau berani, nanti tinggal Gia bilangin ke Kak Gabriella, kalau Aa itu playboy, biar dia nggak jadi ikut pulang ke Indonesia," ancam Anggia balik. Dia mencibir sang Kakak.
"Bilangin sana, gue nggak perduli. Stok gue disini banyak yang bahkan lebih bohay dari senior lo itu," tantang Hardin sambil tersenyum penuh kemenangan. Dia mulai memasuki ruang keluarga. Tapi tak menemukan satu pun orang di sana.
"Ih dasar nyebelin!"
Klik!
Kesal, Anggia pun memutus teleponnya. Sementara Hardin malah tertawa setiap kali berhasil membuat adiknya emosi. Lucu banget pasti ekspresinya. Pikir Hardin, geli.
"Kenapa kamu tertawa-tawa sendiri begitu?" tanya Tantri yang tiba-tiba datang dari arah belakang.
"Anggia Omah, barusan telepon," jawab Hardin disisa tawanya.
Tantri hanya ber-oh sambil mengangguk-anggukan kepalanya. "Kamu di panggil Opah tuh di teras, ada yang mau di bicarakan katanya,"
"Oke siap," sambut Hardin cepat.
Hardin berjalan sambil memeluk Tantri dari belakang menuju teras belakang tempat di mana sang Opah, Syamsul sedang menikmati secangkir kopi hangat.
"Ada apa Opah?" tanya Hardin sambil menyesap kopi sang Opah dan duduk di kursi sebelah.
"Tadi di rumah Ustadz Maulana, Opah sama Omah diperkenalkan dengan seorang wanita anggota baru keluarga mereka. Rencananya malam ini wanita itu akan bersyahadat. Dia akan menjadi seorang muallaf. Jujur, Opah langsung tertarik padanya. Dia cantik, pintar dan sepertinya dia wanita yang baik,"
Hardin merasa ada yang aneh di sini. Mendadak dia jadi tidak menyukai situasi ini. Di mana pada akhirnya sang Opah akan mulai menjodoh-jodohkan dirinya lagi. Seperti yang sudah-sudah.
"Kamu juga sudah melihat wanita itu bukan? Namanya Katrina. Bagaimana menurutmu?" tanya Syamsul dengan penuh antusias, berharap kali ini cucu laki-lakinya itu tergerak hatinya untuk memulai hubungan serius dengan seorang wanita.
Hardin menarik nafas. Ogah-ogahan dia menjawab pertanyaan sang Opah tercinta. "Biasa aja, Opah. Jutek kayaknya,"
"Barusan Opah ditelepon oleh Kang Rudi di Jakarta, akhir bulan ini Katrina mau ke Jakarta dan dia berniat mencari pekerjaan. Opah sudah bilang pada Kang Rudi supaya menyuruh Katrina melamar di perusahaan kita. Perusahaan kita di Jakarta sedang membutuhkan banyak karyawankan?"
"Iya Opah," jawab Hardin singkat.
"Opah harap kamu bisa memperlakukan dia dengan baik. Supaya dia betah bekerja di perusahaan kita,"
"Iya Opah,"
Lagi dan lagi, Hardin hanya menjawab tanpa minat.
*****
Malam ini, Katrina merasa benar-benar gelisah sampai dia tak nyenyak tidur. Bahkan sesekali dia bermimpi aneh lalu kemudian terbangun. Begitu seterusnya hingga dia terbangun saat waktu menunjukkan pukul 03.15 WIB dini hari. Katrina pun memutuskan untuk mengambil wudhu dan melaksanakan shalat tahajud.
Entah mengapa, setiap kali Katrina mencoba untuk mengusir bayang-bayang Reyhan, tapi yang terjadi justru malah sebaliknya. Bayang-bayang itu seolah semakin nyata. Datang, mendekat, pergi dan menghilang. Begitu saja setiap waktu. Membuatnya frustasi. Kenangan masa lalu itu terus menerus berputar bagaikan siluet-siluet cahaya yang terekam jelas oleh pikiran. Tak bisa terhapus.
Katrina telah mencintai begitu dalam hingga perasaan itu berubah menjadi candu, bahkan tanpa tanda seru.
"Ya Allah yang maha pengasih lagi maha penyayang, hidayah yang Kau berikan pada hamba begitu indah. Melalui dia sebagai perantaranya. Kini hamba hanya ingin memohon pada-Mu seperti doa yang dipanjatkan Zulaikha untuk Yusuf. Hamba sudah menunggu begitu lama, hamba tidak ingin pikiran-pikiran tentangnya justru menjadi penghalang terkabulnya doa hamba. Tapi hamba hanya seorang makhluk yang tak berdaya, yang ingin kehidupannya menjadi lengkap. Jika memang Engkau mentakdirkan hamba untuk berjodoh dengannya, maka persatukanlah kami dalam ikatan suci yang Kau ridhoi. Tapi jika sebaliknya, hamba mohon beri hamba petunjuk bagaimana caranya agar hamba bisa melupakan dia. Engkau sebaik-baik penolong dan pemberi petunjuk. Juga hanya Engkau maha pembolak-balik hati. Hamba percaya rencana-Mu adalah yang terbaik untuk seluruh makhluk ciptaan-Mu. Amin."
Katrina mengusap air matanya. Perasaan itu datang lagi. Ketika dia merasa ada getaran yang begitu hebat di dalam hatinya. Seolah ada sesuatu yang begitu dahsyat yang membuatnya yakin akan keberadaan Allah SWT. Dan inilah jawaban yang selama ini selalu dia pertanyakan. Ketika kamu bisa merasakan kehadiran Tuhanmu di dalam hatimu. Bahkan tanpa kamu bisa membayangkan seperti apa wujud dari Zat yang maha kuasa itu. Tapi dengan hati yang tulus dan bersih, Insha Allah, kamu akan mampu merasakan kehadiran-Nya tanpa bisa mengutarakannya dengan kata-kata. Karena perasaan itu sungguh luar biasa.
Untuk kesekian kalinya Katrina kembali menangis. Hingga dia lelah sendiri dan perlahan, mata itu kembali terpejam.
*****
Katrina mengernyitkan dahi ketika sinar matahari menerobos kelopak matanya yang masih tertutup sempurna. Dia mencoba mengintip lewat celah mata. Sinar itu terang sekali. Membuatnya silau.
Dimana aku berada sekarang? Pikirnya dalam hati.
Sejauh mata memandang hanya terlihat hamparan pepohonan hijau dan bunga warna-warni yang begitu indah. Sangat indah, bahkan.
Sungai-sungai yang mengalir diiringi suara gemericik yang menentramkan hati. Katrina bisa menghirup wangi tumbuh-tumbuhan yang segar. Berlarian kesana dan kemari tanpa perlu rasa segan. Di sini begitu damai. Disini dia seperti hidup tanpa beban.
"Katrina,"
Dan sebuah suara yang memanggil namanya dari arah yang berlawanan. Katrina pun menoleh. Mendapati seorang laki-laki berdiri dihadapannya.
"Aku hanya ingin memberikan ini untukmu. Ini hadiah dari Allah SWT, untukmu. Terimalah,"
Laki-laki itu kembali bersuara. Tangannya menyodorkan sebuah kain berwarna hitam pada Katrina. Katrina hendak berbicara, tapi anehnya mulutnya seperti terkunci. Jangankan untuk berbicara, membuka mulut pun dia tidak bisa.
"Aku menunggumu, Katrina."
*****
Dalam sekejap, Katrina membuka mata dan mendapati dirinya tertidur di atas sajadah. Bahkan mukena yang dia kenakan untuk shalat tahajud masih lengkap sempurna membalut tubuhnya.
Katrina melirik jam dinding, ternyata sudah masuk waktu shalat Shubuh. Katrina berniat mencopot mukena untuk kembali mengambil air wudhu ketika tanpa dia sadari telah menjatuhkan sesuatu dari genggaman tangannya. Katrina mengambil kain hitam yang terjatuh itu.
Lalu dia seperti teringat sesuatu. Bukankah ini kain yang diberikan oleh laki-laki di dalam mimpinya tadi? Laki-laki yang tak lain dan tak bukan adalah sosok laki-laki yang sangat dia cintai. Masa lalunya. Cinta pertamanya.
Reyhan...
Ketika Katrina melihatnya lebih jelas, ternyata ini adalah cadar pemberian Kyai Abdullah untuknya.
Lantas, apa arti semua ini?
Ini cerita religi herofah... Semoga suka dan bermanfaat ya... Jangan lupa untuk beri vote dan ulasannya... Terima kasih...
Reyhan masih berkutat dengan dzikir-dzikirnya di atas sajadah saat dia baru saja selesai menunaikan shalat isya. Dia hendak mengambil sebuah Al-Quran di rak lemari bajunya saat ponselnya tiba-tiba berdering. Hardin Calling... "Halo, assalamualaikum, ada apaan?" tanya Reyhan saat dia sudah mengangkat panggilan itu. Dia menutup pintu lemarinya kembali. "...." "Apa? Lo ngomong apaan sih? Gue nggak denger, berisik banget di situ," teriak Reyhan seraya memicingkan sebelah matanya. "..." "Hah? Jemput? Emang lo nggak bawa mobil?" Reyhan bangkit dari atas sajadah dan menggulung sajadahnya dengan sebelah tangan. "...." "Ah, dasar! Bisanya ngerepotin gue mulu! Ya udah gue ke sana sekarang," Reyhan melepas kain sarung yang melekat dipinggangnya dan menggantinya dengan celana panjang. Dia mengambil salah satu kemeja
Dengan membaca basmalah Katrina memulai hari pertamanya di Jakarta. Kota kelahirannya. Kota yang sangat dia rindukan. Ternyata waktu sepuluh tahun telah membuat banyak perubahan di setiap sudut kota yang konon katanya tak pernah mati ini. Katrina bisa mendapati lebih banyak gedung-gedung bertingkat dan apartemen-apartemen mewah di sini. Bahkan Mall pun lebih sering ditemui di sepanjang jalan yang telah dia lewati. Rencananya, hari ini setelah melamar pekerjaan, Katrina akan langsung mendatangi sebuah kost-kostan di Pondok Indah. Sebuah kost-kostan yang dulu menjadi tempat tinggal Reyhan. Semoga Allah SWT memudahkan segala urusanku. Amin. Doanya dalam hati. Setelah melalui perjalanan selama kurang lebih 40 menit di dalam Busway, Katrina pun sampai disebuah per
Katrina sudah cukup menyiapkan mental untuk melalui hari ini.Setidaknya, istri Om Rudi, Tante Zahara sudah memberitahukan pada Katrina tentang bagaimana pandangan orang-orang Jakarta terhadap wanita bercadar. Meski tidak sepenuhnya mencela, tapi setidaknya Katrina harus tetap belajar terbiasa dengan pandangan tidak bersahabat dan bisikan-bisikan yang membuat telinga panas.Tapi lain halnya dengan Katrina, baginya berhusnudzon itu lebih baik. Caranya dengan mengubah pola pikir sendiri. Karena sesungguhnya manusia itu selalu ingin dihargai tanpa tahu cara menghargai. Manusia hanya mampu menghakimi tanpa tahu rasanya dihakimi. Parahnya lagi, manusia seringkali berkata hingga memaki tanpa tahu apa yang terjadi. Oleh sebab itulah, Katrina tidak perlu memikirkan apa-apa yang orang lain katakan di belakangnya. Tetaplah menjadi dirimu sendiri selagi keberadaanmu tidak merugika
Ini adalah hari kedua Katrina bekerja efektif di kantor sekaligus hari ke dua Katrina mencari cinta pertamanya, Reyhan. Sepulang bekerja nanti, Katrina berniat mendatangi rumah lamanya di perumahan Medina, Jakarta Selatan. Sekaligus bersilaturahmi ke rumah Anggia. Sahabatnya sejak kecil yang notabene menjadi tetangganya selama enam belas tahun Katrina tinggal di Jakarta. Katrina sangat merindukan Anggia. Anggia adalah sosok sahabat terhebat sepanjang sejarah kehidupan Katrina. Anggia itu sosok gadis yang sangat periang. Dia bawel, jahil, centil, kadang kalau moodnya sedang tidak baik, dia suka sewot-sewot sendiri, tidak jelas. Tapi satu hal yang paling membuat Katrina merasa nyaman bersahabat dengan Anggia, dia itu tulus. Anggia itu sosoknya agak kekanak-kanakkan dan manja, karena dulu, Anggia hanya tinggal bersama ke dua orang tuanya di Jakarta. Jadi, semua kebutuhan Anggia selalu dituruti oleh ke dua orang tuanya tanpa terkecuali. Tant
Duhai Putri Bulanku, sudikah kau menjadi penyelamat hatiku? Bait puisi terakhir dari Reyhan yang masih lekat dalam ingatan Katrina. Sebuah puisi yang dipersembahkan Reyhan saat laki-laki itu menyatakan perasaannya pada Katrina. Bahkan Katrina pun masih menyimpan gelang perak pemberian Reyhan yang warnanya sudah mulai memudar. Gelang dengan gantungan bulan-bulan sabit berwarna-warni. Hari ini pencarian Katrina lagi-lagi tak membuahkan hasil. Dia tak mendapati siapapun di rumah Anggia sore tadi. Kata tetangga, rumah itu sudah lama kosong semenjak Orang Tua Anggia mengalami kecelakaan mobil hingga menyebabkan mereka tewas di tempat. Katrina benar-benar merasa sangat tidak berguna. Sebagai seorang sahabat, dia justru tidak ada di sisi Anggia ketika Anggia harus melewati masa-masa tersulit dalam hidupnya. Kehilangan ke dua orang tua yang begitu menyayanginya selama ini. Dan ada kemungkinan Anggia sekarang tinggal di
"Halo what's up, bro? Bangunlah! Molor melulu, tahajud sana," Hardin berjalan ke teras apartemennya dengan ponsel yang menempel di telinga. Dia kembali mengejek sahabatnya yang seringkali dia sebut sebagai Ustadz tamvan. "Lo ternyata," sahut Reyhan masih dengan mata setengah terbuka. Diliriknya jam dinding di kamarnya, pukul 03.45 WIB. "Hmmm, kayaknya perasaan gue nggak enak deh," gumam Reyhan lagi sambil membenarkan posisi bantalnya. "Ada baiknya, sebelum ngingetin orang lain, lo ngaca dulu sama diri lo sendiri," Hardin tertawa. "Baper banget lo jadi cowok! Salah gue ngomong begitu? Udah mau shubuh, bangun kali Pak Ustadz Reyhan," "Udah nggak usah basa-basi busuk lo, ada perlu apaan telepon gue pagi-pagi buta begini?" sembur Reyhan kesal. "Begini Bro, lusa gue mau ambil cuti ya tiga hari. Besokkan Pak Charles udah masuk tuh, so..." "Gue nggak mau!" jawab Reyhan cepa
Seorang laki-laki berjalan santai keluar dari area parkir perusahaan setelah memarkirkan Grand Livina putihnya. Gayanya terlihat casual tapi tetap formal. Setelan kemeja hitam dengan celana panjang slim fit hitam yang dia padu padankan dengan blazer coklat tua polos membuatnya terlihat begitu rapi. Potongan rambut tipe pompadour menambah kesan macho, trendi dan kekinian di dalam dirinya. Pesona yang dia pancarkan nyaris membuat setiap pasang mata seolah terhipnotis saat melihatnya. Terlebih lagi, bagi lawan jenisnya. Laki-laki itu berjalan ke lobi menuju bagian resepsionis. Belum ada orang di sana. Hanya ada beberapa security, itu pun di luar gedung. Lalu dia mulai merogoh kantong celananya dan mengeluarkan ponsel androidnya yang berwarna silver. Dia mulai menghubungi seseorang. Dalam hitungan lima detik telepon itu pun diangkat.
Di sebuah ruangan kecil yang tertutup. Di dalam toilet khusus untuk karyawan wanita. Seorang wanita bercadar bersandar pada dinding-dindingnya yang dingin. Dia melepas cadarnya dengan satu tarikan tangan. Tubuhnya jatuh terhempas di atas toilet duduk. Dia merasakan dadanya yang tiba-tiba sesak. Nafasnya tersengal tak beraturan. Pandangan matanya kabur tertutup cairan-cairan bening yang mencoba untuk keluar namun dia tahan. Wanita itu menyekanya sebelum air mata itu sempat jatuh. Dia kembali teringat dengan percakapan terakhirnya dengan seorang laki-laki di masa lalunya sekitar sepuluh tahun yang lalu, di taman belakang sekolah. * "Mulai detik ini, aku nggak akan lelah berdoa sama Tuhan, sampai Tuhan bosan dan akhirnya Tuhan mengabulkan doaku," jelas seorang gadis
Jakarta. Bandara Soekarno Hatta. "Take care, Brother." ucap seorang laki-laki seraya memeluk tubuh laki-laki jangkung dihadapannya. "Lo juga ya, jangan cemburuan lagi. Kalau ada masalah diomongin dulu baik-baik berdua jangan main cerai-cerai aja," ucap laki-laki jangkung itu. Mereka tertawa bersamaan. "Kalau lo butuh sesuatu, langsung kontak gue. Jangan sungkan, gue pasti bantu," "Gue udah biasa hidup merantau di negeri antah berantah, jadi lo nggak usah khawatir, buktinya gue bisa hidup sampe sekarangkan walau cuma sebatang kara?"
Bandung.Kediaman Ustadz Maulana.Satu Minggu kemudian.Hari-hari yang Hardin lalui benar-benar buruk tanpa Katrina.Hardin sudah mencoba mendatangi kediaman Ustadz Maulana di Bandung, dia ingin bertemu dengan Katrina, tapi Katrina selalu menolaknya. Katrina terus mengunci dirinya di dalam kamar bahkan ketika Hardin sudah berusaha mengetuk pintu itu dan mengajaknya bicara dari balik pintu. Namun lagi-lagi usahanya gagal. Katrina tetap menolak bertemu dengannya. Bahkan hanya sekedar menjawab salam yang dia teriakan dari luarpun tetap tak terdengar suara Katrina. Padahal Katrina tetap menjawab salam itu dari dalam, hanya saja dia menjawabnya tanpa suara. Tentunya dengan deraian air mata yan
Ini adalah malam minggu. Hardin mengajak Katrina untuk makan malam di luar. Yumna tidak ikut, karena Yumna sedang berada di Bandung. Omah sendiri yang meminta kepada Hardin dan Katrina untuk menjaga Yumna. Sepertinya wanita paruh baya itu sangat kesepian jika tak ada Yumna di sampingnya.Senyum terus mengembang di wajah Katrina. Dia berpikir Hardin mulai kembali. Setelah sebelumnya dia merasa bahwa suaminya itu banyak berubah. Tepatnya sejak kepergian Anggia. Sepertinya Hardin sangat terpukul. Dan hal itulah yang membuatnya jadi lebih banyak diam akhir-akhir ini. Bahkan sikapnya terkesan dingin pada Katrina. Dia sama sekali tidak menyentuh Katrina. Dia seringkali pulang telat dari kantor. Sementara Katrina mencoba untuk tidak mempermasalahkan hal itu. Dia tidak ingin membuat hati suaminya menjadi lebih terbebani oleh sikapnya. Dia hanya tidak ingin menyulitkan suaminya. Itu saja.
Beberapa bulan kemudian...Di Sebuah desa terpencil di ujung pulau Jawa.Seorang laki-laki jangkung keluar dari grand Livina putih dengan memegang sebuah buket bunga yang berukuran sedang.Dia berjalan memasuki area pemakaman umum. Beberapa warga sekitar yang berjualan di sekitar pemakaman seolah berbisik-bisik tetangga. Sebab jarang ada orang asing dengan wajah yang menurut mereka sangat tampan, gayanya yang sangat keren ditambah dengan fasilitas mewah yang dia miliki datang ke areal pemakaman di desa tersebut. Dan hal itu langsung menjadi buah bibir di daerah itu.Reyhan berhenti di sebuah makam yang bertuliskan nama Jihan Fadila pada batu nisannya. Dan itulah m
Tim dokter dengan segala kepintarannya serta kemajuan tekhnologinya tetap tak bisa menentang takdir yang sudah ditentukan.Masih dua minggu dari prediksi, tapi Anggia sudah merasakan perutnya mulas sejak sore tadi.Awalnya dia berpikir bahwa dia hanya mulas karena ingin buang air besar. Tapi tidak kunjung keluar juga setelah dia berjalan bulak-balik keluar masuk toilet.Hingga akhirnya Anggia mendapati kemaluannya menghangat. Dia seperti seorang anak kecil yang pipis di celana, namun ketika melihat ke bagian selangkangannya, ternyata darah yang merembes dari sana dan turun mengalir ke bawah kakinya. Anggia panik dan berteriak. Membuat Omah terkaget-kaget.Saat itu juga Anggia langsung di baw
Satu Bulan Kemudian.Hari ini Reyhan diberi mandat oleh Opah untuk menangani masalah pekerjaan di Jakarta. Sebab Hardin sedang ada urusan pekerjaan di luar kota.Sore ini usai menyelesaikan urusan kantor, Reyhan berencana untuk membelikan sebuah hadiah untuk sang calon bayi di perut Anggia yang diprediksikan akan keluar dalam minggu-minggu ini. Dan sobatnya Nindra pun istrinya baru saja melahirkan, jadi Reyhan sekalian berbelanja di satu toko yang sama. Mumpung dia sedang berada di Jakarta. Karena besok Reyhan sudah harus kembali ke Bandung.Reyhan melihat-lihat jejeran stroller bayi dan pakaian bayi yang menurutnya sangat lucu. Kebetulan, dari hasil USG anak di perut Anggia itu berjenis kelamin perempuan. Jadi Reyhan memutuskan membelikan sebuah pakaian bayi peremp
Acara barbeque sudah selesai. Katrina sedang mencuci piring di dapur, ketika Anggia datang menghampirinya."Perlu bantuan?" tanya Anggia."Eh, nggak usah, Nggi. Udah mau selesai kok." Katrina menjawab seraya tersenyum dari balik cadarnya."Lo serius cinta sama Aa gue?" Anggia kembali bertanya. Matanya menatap wajah Katrina lekat-lekat. Ekspresinya terlihat datar. Sebenarnya Anggia benci jika harus berbicara dengan Katrina sementara dia tidak bisa menerka-nerka ekspresi wajah sahabatnya itu sebab tertutup cadar. Jadi, Anggia hanya bisa menebak melalui tatapan mata Katrina saja. Jelas itu bukan hal yang mudah baginya.Katrina langsung berhenti dengan kegiatannya begitu mendengar kalimat yang d
Katrina masih berjalan kaki menuju villa ketika dilihatnya mobil Hardin melesat bak anah panah melewatinya.Coba itu? Bahkan mereka tidak sama sekali menawarkan tumpangan pada dirinya. Katrina dibuat semakin jengkel."Ayo naik," kali ini sebuah suara terdengar. Suara Hardin. Ternyata dia sedang mengendarai motor matic si penjaga villa yang tadi dia pinjam. Motor itu melaju pelan di samping Katrina.Katrina melipat tangannya di dada. Dia langsung melengos.Enak saja. Tidak segampang itu Katrina akan memaafkannya. Katrina benar-benar tidak habis pikir dengan apa yang ada dikepala suaminya, hingga dengan begitu tega membohongi istrinya sendiri, hanya demi sebuah pengakuan.
Lokasi Villa yang di sewa Hardin memang cukup jauh dari jalan raya puncak. Lokasi itu memasuki kawasan perkebunan teh terlebih dahulu. Jadi bisa di pastikan kondisi jalanan sangat sepi di malam hari. Belum lagi dalam kondisi cuaca seperti malam ini.Reyhan bergegas masuk ke dalam Villa sebelum sempat menjawab pertanyaan Katrina."Kunci mobil Hardin dimana?" tanya Reyhan panik.Katrina berlari ke dalam kamarnya. Mengambil kunci mobil di atas meja rias. Dan memberikannya pada Reyhan."Ada apa ini, Kak? Itu baju Kakak kenapa berdarah?" Katrina kembali bertanya. Dia mulai menangis.Reyhan berlari ke arah kamar Anggia.