"Asyhadu an La Ilaha Illa Allah, wa Asyhadu anna Muhammadar Rasulullah,"
Seumur hidup inilah pertama kalinya Katrina menitikkan air mata dengan bangga.
Bangga pada dirinya sendiri, ketika dia berhasil mengucapkan kalimat syahadat. Kalimat yang telah lama tersimpan dalam hati dan menunggu untuk terealisasi. Tak ada lagi keraguan. Katrina sadar, bahwa ini adalah sebuah fitrah, janji seorang hamba terhadap Rabb-Nya, Allah Swt yang Esa.
Proses itu berlangsung dengan sangat lancar yang di tuntun oleh Bapak Kiyai Haji Abdullah, selaku pemuka Agama di daerah tempat Aki dan Nini tinggal.
Nini dengan deraian air mata dan ucapan Hamdalah yang tidak putus menghambur memeluk Katrina.
"Allah Swt akan selalu menjagamu, Nak." bisiknya lirih. Nini mengusap air matanya dan kembali duduk ke tempatnya semula.
Pak Abdullah memberikan sedikit arahan pada Katrina. Apa-apa kewajiban yang harus dia lakukan sebagai seorang muallaf. Salah satunya adalah menutup aurat dan shalat lima waktu.
Selama hampir lima tahun Katrina tinggal di Surabaya bersama sang Bunda, Katrina sudah mulai sedikit demi sedikit mempelajari Islam. Tentu tanpa sepengetahuan sang Bunda. Katrina membeli Al-Qur'an secara diam-diam. Ikut acara kajian secara sembunyi-sembunyi. Tak terhitung kebohongan-kebohongan yang telah dia lakukan pada Bunda.
Perlahan-lahan, lambat laun, sedikit demi sedikit seperti ada sebuah cahaya terang yang membuka pikiran Katrina, sesuatu yang menentramkan jiwanya. Itulah Islam. Satu-satunya agama yang di ridhoi Allah SWT.
Sejak lima tahun yang lalu Katrina memutuskan untuk datang ke Bandung mencari alamat keluarga sang Bunda. Berbekal informasi yang didapatnya dari Om Rudi yang tinggal di Jakarta.
Hanya saja sebuah musibah mengenaskan menimpanya. Dia terkena hipnotis saat ada seorang wanita di stasiun yang meminta bantuannya, lalu wanita itu memberinya sebuah minuman sebagai imbalan balas jasa. Katrina yang memang lugu tidak pernah berfikir jika wanita itu adalah orang yang jahat. Dengan hati senang dia menerima minuman itu dan meminumnya saat itu juga. Sebab dia memang kehausan. Tak lama setelah itu Katrina mengantuk lalu dia tertidur di bangku tunggu stasiun Bandung. Dan saat dia terbangun, dia kaget luar biasa karena semua barang-barangnya sudah menghilang tanpa ada yang tersisa. Hanya sebuah uang sepuluh ribu yang terselip di saku celananya. Katrina pun sadar kalau dia baru saja tertipu. Dia sempat menangis lama di sana. Dia bingung, dia takut, dia khawatir.
Tapi sebuah kalimat seseorang yang tiba-tiba saja terlintas di benaknya, membuatnya memiliki secercah harapan untuk tetap bangkit dan tidak berputus asa.
*
"Kalau kamu merasa hidup itu sulit untuk di jalani, ada baiknya, kamu itu berfikir dari sisi orang-orang yang jauh sebelum hari ini, hidupnya memang sudah susah. Coba liat, pemulung-pemulung itu, mereka mungkin mengeluh atas takdirnya, tapi mereka nggak menyerahkan, karena mereka sadar, hidup harus terus berjalan. Makanya mereka berusaha. Terus liat deh tukang sol sepatu itu, dia cuma punya satu tangan, tapi dia nggak meminta-mintakan? Karena dia tahu meminta dan mengemis itu adalah sebuah hal yang dilarang dalam agama selagi kita masih bisa untuk berusaha. Terus satu lagi, coba liat diri kamu, kamu itu sempurna. Jadi, apa pantas kamu masih mengeluh? Banyak loh anak-anak di luar sana yang terlahir tanpa keluarga. Seperti aku, yang harus berjuang hidup sendiri sejak umurku masih sepuluh tahun. Kebayang nggak sih sama kamu, aku, di umur yang sekecil itu harus bertahan hidup sendirian tanpa siapapun. Uang nggak punya. Tempat tinggal nggak punya. Sanak saudara juga nggak ada. Tapi, aku nggak menyerah. Buktinya aku bisa bertahan sampai sekarang. Bahkan aku bisa melanjutkan sekolah. Jadi, kamu jangan pernah bilang kalau hidup kamu itu nggak sempurna. Kamu masih punya Ibu, punya rumah, bisa sekolah, bisa hidup dengan segala fasilitas mewah yang belum tentu dimiliki orang lain. Jangan mengeluh lagi ya? Boleh sih mengeluh, tapi dalem hati aja,"
*
Itulah kalimat yang diucapkan oleh Reyhan pada Katrina saat mereka masih berpacaran dulu.
Sejak hari itu, Katrina menjalani kehidupannya di Bandung seorang diri. Dia berjuang. Berjuang. Dan terus berjuang. Hingga akhirnya tangan-tangan Tuhan pun menghampirinya dengan segala rencana istimewa yang di rancang-Nya.
Tiga hari yang lalu, Katrina dipertemukan dengan Om Rudi tanpa sengaja di sebuah toko baju tempat Katrina bekerja di dekat stasiun Bandung.
Dan sejak hari itulah penantian Katrina pun akhirnya berujung, saat Om Rudi langsung mengantarnya ke kediaman keluarga Arini di Cimahi, Bandung.
Kedatangan Katrina saat itu di iringi dengan tangis haru seluruh keluarganya. Katrina mendapat sambutan yang sangat baik dari seluruh keluarga besar Arini, terlebih lagi oleh orang tua Bunda Katrina sendiri, Kakek dan Nenek Katrina. Mereka yang biasa menyebut diri mereka dengan sebutan Aki dan Nini.
Seperti yang sudah diceritakan Om Rudi, keluarga Arini di Bandung merupakan keluarga besar. Mereka termasuk keluarga Islam yang taat. Bahkan seluruh wanita dewasa di keluarga tersebut memakai cadar.
Lantas, hal besar apa yang membuat sang Bunda justru murtad?
Pertanyaan itu pun akhirnya terjawab setelah Nini menceritakan semua kejadian yang sebenarnya kepada Katrina.
"Sejak awal, Arini tidak pernah setuju ketika Aki dan Nini mengirimnya masuk pesantren. Sampai akhirnya dia kabur dari pesantren dan menghilang tak ada kabar untuk waktu yang cukup lama. Padahal kami sekeluarga di sini sudah mencoba segala cara untuk mencarinya. Hingga suatu hari Arini tiba-tiba kembali bersama seorang laki-laki berkewarganegaraan asing bernama Woong Yeon Jin, dalam keadaan hamil. Kami sekeluarga benar-benar terpukul saat itu. Tak pernah menyangka perbuatannya akan sejauh itu. Hal itu menyebabkan penyakit Jantung Aki kumat. Hingga dia harus dirawat berminggu-minggu di rumah sakit. Sementara Nini dan keluarga yang lain mencoba mencari jalan keluar atas musibah yang memalukan ini. Sampai akhirnya kami berencana untuk menikahi mereka dengan satu syarat, laki-laki itu harus masuk Islam. Tapi Ayahmu menolak dan pergi. Ibumu, Arini justru menyalahkan Nini dan keluarga yang lain. Sampai akhirnya dia yang hatinya sudah dibutakan oleh cinta, memilih pergi menyusul laki-laki itu dan Arini pindah agama mengikuti agama Ayahmu, katolik. Dan sejak saat itu, kami tak pernah lagi mendengar kabarnya. Bahkan setelah kami terus mencoba menghubunginya, mendatangi kediamannya, hanya kalimat sumpah serapah yang kami terima dari mulut Arini. Sampai kami mendapat kabar Arini pindah ke Surabaya. Dan sejak itu kami kesulitan menghubungi Arini,"
Penjelasan panjang Nini benar-benar membuat Katrina terpukul.
Ternyata Bundanya yang selama ini menyembunyikan fakta. Bundanya yang telah berbohong pada Katrina. Arini yang selalu mengatakan ketika dia bilang tak ada satupun keluarganya yang perduli padanya tapi justru Arini sendirilah yang menutup seluruh akses komunikasi dengan anggota keluarganya termasuk ke dua orang tuanya sendiri. Bunda benar-benar keterlaluan, pekik batin Katrina, pedih.
Dan satu fakta lagi yang Katrina dapatkan dari mulut Atiqah, justru membuat Katrina semakin terpukul. Bahwa ternyata Arini adalah anak angkat Aki dan Nini. Dia adalah seorang anak yatim piatu yang di urus sejak bayi oleh Aki dan Nini. Dan naasnya Arini sendiri tidak tahu hal itu. Sampai detik ini, hal itu telah dirahasiakan dengan baik oleh Aki dan Nini, juga Atiqah.
"Kedatanganmu ke sini tak lain karena hidayah dari Allah SWT. Hal ini sudah cukup membuat kami sekeluarga disini percaya bahwa doa kami selama bertahun-tahun tidak sia-sia." Begitulah kurang lebihnya kalimat Aki waktu itu. Membuat perasaan Katrina menjadi lebih baik. Dan inilah malam pertama dimana Katrina terlahir kembali.
Terlahir kembali sebagai seorang wanita muslim.
Katrina memandangi isi kotak pemberian Kyai Abdullah cukup lama. Tangannya bergerak mengambil salah satu khimar di dalam kotak itu.
Dengan kalimat Basmalah, Katrina mulai menggerakkan ke dua tangannya dan mulai memakai khimar itu dikepalanya.
Untuk sejenak dia terdiam. Memandangi bayangannya di cermin. Dia yang kini memakai khimar. Kain panjang dan lebar yang menutupi kepala dan leher sampai ke bawah dada. Dan Katrinapun tersenyum.
Sepertinya dia menyukai dirinya yang sekarang.
*****
"Mencintai itu, bukan tentang bagaimana kita mencari cara untuk memiliki, tapi tentang bagaimana kita bisa mengikhlaskan apa yang kita rasakan untuk seterusnya menyerahkan semua itu kepada-Nya. Ingatlah, bahwa Allah SWT selalu memiliki kejutan bagi setiap hambanya yang taat. Bukankah seindah apapun kita berencana, tapi pada akhirnya hanya Allah SWT yang maha menentukan jalan ceritanya? Karena hanya Allahlah sebaik-baiknya perencana,"
Suara lembut Zaenab dengan tutur katanya yang menenangkan membuat kegelisahan dihati Katrina sedikit berkurang.
Memendam seluruh perasaan yang kamu rasakan dalam kurun waktu yang cukup lama ternyata tidak baik bagi perkembangan fisik dan jiwamu. Itulah yang kini tengah dirasakan oleh Katrina.
"Kamu sudah berusaha menjaga perasaanmu kepada Reyhan dengan sangat baik sampai kamu sendiri lupa bahwa perasaan itu belum menjadi hak laki-laki itu sepenuhnya. Sesungguhnya perasaanmu itu hanya berhak dimiliki oleh Imammu kelak. Laki-laki yang telah ditentukan Allah SWT untuk menjadi mahrammu, suamimu." lanjut Zaenab menjelaskan.
Satu titik air jatuh membasahi telapak tangan Katrina. Matanya sudah basah sejak tadi.
Zaenab merengkuh tubuh mungil itu ke dalam pelukannya. Mengusap-usap punggung Katrina dan sesekali dia menyeka air mata yang menetes di pipi Katrina. Rasanya sangat nyaman. Berada di pelukan Zaenab membuat Katrina merasa tidak sendirian lagi. Bahkan selama puluhan tahun hidup dengan sang Bunda, Katrina sudah lupa kapan terakhir kali Bundanya memperlakukan dia seperti ini.
"Teteh juga tidak mau munafik. Teteh pernah merasakan apa yang kamu rasakan sekarang. Tapi, ketika Teteh menyerahkan semuanya pada Allah SWT, belajar mencintai karena Allah SWT, bukan mencintai karena pandangan mata sesaat yang seringkali lebih banyak menipu. Buktinya, sekarang kehidupan Teteh dengan Kang Fuad benar-benar bahagia,"
"Apa salah kalau Trina berharap bisa bertemu dia lagi? Setidaknya, Trina cuma mau tau bagaimana keadaan dia sekarang. Apa dia masih menunggu Trina atau malah sebaliknya?" Katrina masih berharap, meski harapannya itu kini kian meredup.
Jauh sebelum hari ini, Reyhan pernah berjanji pada Katrina, tepat satu hari sebelum Katrina berangkat ke Surabaya.
"Tunggu aku ya di Surabaya? Begitu menyelesaikan pendidikanku di Jakarta, aku akan menyusulmu ke Surabaya. Aku tidak perduli lagi jika Ibumu tetap menentang hubungan kita. Aku pasti datang, Trina. Aku berjanji."
Itulah janji Reyhan kepadanya. Dia percaya Reyhan tidak mungkin ingkar janji. Kini, Reyhan pasti masih mencarinya di Surabaya. Sungguh sangat di sayangkan, kenyataan hidup justru malah membuat Katrina kini harus melanjutkan kehidupannya di Bandung. Katrina telah ingkar janji. Atau mungkin memang takdir yang belum mengizinkan mereka untuk bertemu.
Katrina berpikir, jika memang Reyhan kini sedang berjuang mencarinya di Surabaya, lantas haruskah Katrina berdiam diri di sini? Tidak, Katrina tidak bisa. Dia harus melakukan sesuatu.
Dan satu-satunya cara adalah, dengan hijrah kembali ke Jakarta untuk menemui orang-orang terdekat Reyhan sewaktu di Jakarta dulu, mungkin dengan begitu, Katrina bisa mendapatkan informasi lebih lanjut mengenai keberadaan Reyhan. Atau, bisa saja, takdir Allah justru mempertemukan Katrina dan Reyhan kembali di Jakarta.
Bukankah, tidak ada hal yang tidak mungkin di dunia ini jika memang Allah Swt telah berkehendak?
Zaenab tersenyum pada Katrina, sebelum dia menjawab pertanyaan Katrina. Senyumnya manis sekali.
"Tidak salah. Itu hal wajar. Dan kalau pun memang kenyataannya dia masih menunggumu, lalu kamu yang mengutarakannya duluan pun itu tak jadi masalah. Dulu, Khadijah r.a yang melamar Rasullullah terlebih dahulu untuk menjadi suaminya. Hanya saja, pesan Teteh, jangan jadi pengemis cinta. Jika nanti kamu sudah tahu bagaimana keadaan dia sekarang, jika nanti kenyataannya tidak sesuai dengan yang kamu harapkan, maka segeralah pulang. Segera kembali ke sini. Dan lupakan dia. Mengertikan Trina?"
Katrina mengangguk tanda mengerti. Dia tersenyum pada Zaenab seraya mengucapkan terima kasih. Berkat Zaenab Katrina merasa hatinya bisa sedikit lega. Ada bagian-bagian yang tadinya memenuhi ruang di dalam hatinya yang kini terkikis separuh dan menyisakan ruang kosong yang tak lagi membuatnya terasa sesak.
"Nanti malam shalat tahajud, ya? Supaya urusanmu lebih dimudahkan," saran Zaenab kemudian.
Tak lama setelah itu, Zaenab pamit dari kamar Katrina. Katrina merebahkan diri di atas tempat tidur. Kata-kata Zaenab masih jelas dalam ingatannya. Belajar mencintai karena Allah SWT, itu salah satunya. Kalimat yang membuatnya gagal paham. Mungkin bagi mereka itu mudah, tapi bagi Katrina, hal itu sulit. Harapan yang dia miliki begitu besar. Cinta yang dia miliki kepada seseorang di masa lalunya jelas tak terlupakan. Hingga mampu membuatnya lupa, bahwa harapan itu sama halnya seperti sayap. Semakin dia membawamu terbang tinggi ke atas, maka kamu harus siap ketika dia menjatuhkanmu ke bawah.
Rasa sakitnya mungkin tak mampu terbayangkan olehmu.
"Pokoknya Gia mau langsung ke Surabaya nemuin Kak Reyhan begitu pulang dari Jerman. Supaya nanti Kak Reyhan yang antar Gia ke Bandung, ke tempat Omah," suara cempreng Anggia terdengar menyakitkan di telinga Hardin. Membuatnya sesekali menjauhkan ponselnya dari telinga. "Ngomong sama lo tuh percuma, kayak ngomong sama tembok! Keras kepala! Lo bilang sendiri sana sama Omah kalau berani! Gue nggak mau ikut campur! Lagian mulai minggu depan gue stay di Jakarta, mungkin agak lama, jadi gue nggak bakal bisa jemput lo di bandara," balas Hardin setengah berteriak. Suara di seberang sana terdengar begitu berisik. Hardin berjalan menuruni tangga menuju ruang keluarga di lantai satu. Dimana Umi Tantri dan Abi Syamsul biasa menghabiskan waktu malam mereka di depan Televisi. "Idih, lagian siapa juga yang mau dijemput sama Aa? Gia sih ogah! Mending naik taksi daripada harus
Reyhan masih berkutat dengan dzikir-dzikirnya di atas sajadah saat dia baru saja selesai menunaikan shalat isya. Dia hendak mengambil sebuah Al-Quran di rak lemari bajunya saat ponselnya tiba-tiba berdering. Hardin Calling... "Halo, assalamualaikum, ada apaan?" tanya Reyhan saat dia sudah mengangkat panggilan itu. Dia menutup pintu lemarinya kembali. "...." "Apa? Lo ngomong apaan sih? Gue nggak denger, berisik banget di situ," teriak Reyhan seraya memicingkan sebelah matanya. "..." "Hah? Jemput? Emang lo nggak bawa mobil?" Reyhan bangkit dari atas sajadah dan menggulung sajadahnya dengan sebelah tangan. "...." "Ah, dasar! Bisanya ngerepotin gue mulu! Ya udah gue ke sana sekarang," Reyhan melepas kain sarung yang melekat dipinggangnya dan menggantinya dengan celana panjang. Dia mengambil salah satu kemeja
Dengan membaca basmalah Katrina memulai hari pertamanya di Jakarta. Kota kelahirannya. Kota yang sangat dia rindukan. Ternyata waktu sepuluh tahun telah membuat banyak perubahan di setiap sudut kota yang konon katanya tak pernah mati ini. Katrina bisa mendapati lebih banyak gedung-gedung bertingkat dan apartemen-apartemen mewah di sini. Bahkan Mall pun lebih sering ditemui di sepanjang jalan yang telah dia lewati. Rencananya, hari ini setelah melamar pekerjaan, Katrina akan langsung mendatangi sebuah kost-kostan di Pondok Indah. Sebuah kost-kostan yang dulu menjadi tempat tinggal Reyhan. Semoga Allah SWT memudahkan segala urusanku. Amin. Doanya dalam hati. Setelah melalui perjalanan selama kurang lebih 40 menit di dalam Busway, Katrina pun sampai disebuah per
Katrina sudah cukup menyiapkan mental untuk melalui hari ini.Setidaknya, istri Om Rudi, Tante Zahara sudah memberitahukan pada Katrina tentang bagaimana pandangan orang-orang Jakarta terhadap wanita bercadar. Meski tidak sepenuhnya mencela, tapi setidaknya Katrina harus tetap belajar terbiasa dengan pandangan tidak bersahabat dan bisikan-bisikan yang membuat telinga panas.Tapi lain halnya dengan Katrina, baginya berhusnudzon itu lebih baik. Caranya dengan mengubah pola pikir sendiri. Karena sesungguhnya manusia itu selalu ingin dihargai tanpa tahu cara menghargai. Manusia hanya mampu menghakimi tanpa tahu rasanya dihakimi. Parahnya lagi, manusia seringkali berkata hingga memaki tanpa tahu apa yang terjadi. Oleh sebab itulah, Katrina tidak perlu memikirkan apa-apa yang orang lain katakan di belakangnya. Tetaplah menjadi dirimu sendiri selagi keberadaanmu tidak merugika
Ini adalah hari kedua Katrina bekerja efektif di kantor sekaligus hari ke dua Katrina mencari cinta pertamanya, Reyhan. Sepulang bekerja nanti, Katrina berniat mendatangi rumah lamanya di perumahan Medina, Jakarta Selatan. Sekaligus bersilaturahmi ke rumah Anggia. Sahabatnya sejak kecil yang notabene menjadi tetangganya selama enam belas tahun Katrina tinggal di Jakarta. Katrina sangat merindukan Anggia. Anggia adalah sosok sahabat terhebat sepanjang sejarah kehidupan Katrina. Anggia itu sosok gadis yang sangat periang. Dia bawel, jahil, centil, kadang kalau moodnya sedang tidak baik, dia suka sewot-sewot sendiri, tidak jelas. Tapi satu hal yang paling membuat Katrina merasa nyaman bersahabat dengan Anggia, dia itu tulus. Anggia itu sosoknya agak kekanak-kanakkan dan manja, karena dulu, Anggia hanya tinggal bersama ke dua orang tuanya di Jakarta. Jadi, semua kebutuhan Anggia selalu dituruti oleh ke dua orang tuanya tanpa terkecuali. Tant
Duhai Putri Bulanku, sudikah kau menjadi penyelamat hatiku? Bait puisi terakhir dari Reyhan yang masih lekat dalam ingatan Katrina. Sebuah puisi yang dipersembahkan Reyhan saat laki-laki itu menyatakan perasaannya pada Katrina. Bahkan Katrina pun masih menyimpan gelang perak pemberian Reyhan yang warnanya sudah mulai memudar. Gelang dengan gantungan bulan-bulan sabit berwarna-warni. Hari ini pencarian Katrina lagi-lagi tak membuahkan hasil. Dia tak mendapati siapapun di rumah Anggia sore tadi. Kata tetangga, rumah itu sudah lama kosong semenjak Orang Tua Anggia mengalami kecelakaan mobil hingga menyebabkan mereka tewas di tempat. Katrina benar-benar merasa sangat tidak berguna. Sebagai seorang sahabat, dia justru tidak ada di sisi Anggia ketika Anggia harus melewati masa-masa tersulit dalam hidupnya. Kehilangan ke dua orang tua yang begitu menyayanginya selama ini. Dan ada kemungkinan Anggia sekarang tinggal di
"Halo what's up, bro? Bangunlah! Molor melulu, tahajud sana," Hardin berjalan ke teras apartemennya dengan ponsel yang menempel di telinga. Dia kembali mengejek sahabatnya yang seringkali dia sebut sebagai Ustadz tamvan. "Lo ternyata," sahut Reyhan masih dengan mata setengah terbuka. Diliriknya jam dinding di kamarnya, pukul 03.45 WIB. "Hmmm, kayaknya perasaan gue nggak enak deh," gumam Reyhan lagi sambil membenarkan posisi bantalnya. "Ada baiknya, sebelum ngingetin orang lain, lo ngaca dulu sama diri lo sendiri," Hardin tertawa. "Baper banget lo jadi cowok! Salah gue ngomong begitu? Udah mau shubuh, bangun kali Pak Ustadz Reyhan," "Udah nggak usah basa-basi busuk lo, ada perlu apaan telepon gue pagi-pagi buta begini?" sembur Reyhan kesal. "Begini Bro, lusa gue mau ambil cuti ya tiga hari. Besokkan Pak Charles udah masuk tuh, so..." "Gue nggak mau!" jawab Reyhan cepa
Seorang laki-laki berjalan santai keluar dari area parkir perusahaan setelah memarkirkan Grand Livina putihnya. Gayanya terlihat casual tapi tetap formal. Setelan kemeja hitam dengan celana panjang slim fit hitam yang dia padu padankan dengan blazer coklat tua polos membuatnya terlihat begitu rapi. Potongan rambut tipe pompadour menambah kesan macho, trendi dan kekinian di dalam dirinya. Pesona yang dia pancarkan nyaris membuat setiap pasang mata seolah terhipnotis saat melihatnya. Terlebih lagi, bagi lawan jenisnya. Laki-laki itu berjalan ke lobi menuju bagian resepsionis. Belum ada orang di sana. Hanya ada beberapa security, itu pun di luar gedung. Lalu dia mulai merogoh kantong celananya dan mengeluarkan ponsel androidnya yang berwarna silver. Dia mulai menghubungi seseorang. Dalam hitungan lima detik telepon itu pun diangkat.
Jakarta. Bandara Soekarno Hatta. "Take care, Brother." ucap seorang laki-laki seraya memeluk tubuh laki-laki jangkung dihadapannya. "Lo juga ya, jangan cemburuan lagi. Kalau ada masalah diomongin dulu baik-baik berdua jangan main cerai-cerai aja," ucap laki-laki jangkung itu. Mereka tertawa bersamaan. "Kalau lo butuh sesuatu, langsung kontak gue. Jangan sungkan, gue pasti bantu," "Gue udah biasa hidup merantau di negeri antah berantah, jadi lo nggak usah khawatir, buktinya gue bisa hidup sampe sekarangkan walau cuma sebatang kara?"
Bandung.Kediaman Ustadz Maulana.Satu Minggu kemudian.Hari-hari yang Hardin lalui benar-benar buruk tanpa Katrina.Hardin sudah mencoba mendatangi kediaman Ustadz Maulana di Bandung, dia ingin bertemu dengan Katrina, tapi Katrina selalu menolaknya. Katrina terus mengunci dirinya di dalam kamar bahkan ketika Hardin sudah berusaha mengetuk pintu itu dan mengajaknya bicara dari balik pintu. Namun lagi-lagi usahanya gagal. Katrina tetap menolak bertemu dengannya. Bahkan hanya sekedar menjawab salam yang dia teriakan dari luarpun tetap tak terdengar suara Katrina. Padahal Katrina tetap menjawab salam itu dari dalam, hanya saja dia menjawabnya tanpa suara. Tentunya dengan deraian air mata yan
Ini adalah malam minggu. Hardin mengajak Katrina untuk makan malam di luar. Yumna tidak ikut, karena Yumna sedang berada di Bandung. Omah sendiri yang meminta kepada Hardin dan Katrina untuk menjaga Yumna. Sepertinya wanita paruh baya itu sangat kesepian jika tak ada Yumna di sampingnya.Senyum terus mengembang di wajah Katrina. Dia berpikir Hardin mulai kembali. Setelah sebelumnya dia merasa bahwa suaminya itu banyak berubah. Tepatnya sejak kepergian Anggia. Sepertinya Hardin sangat terpukul. Dan hal itulah yang membuatnya jadi lebih banyak diam akhir-akhir ini. Bahkan sikapnya terkesan dingin pada Katrina. Dia sama sekali tidak menyentuh Katrina. Dia seringkali pulang telat dari kantor. Sementara Katrina mencoba untuk tidak mempermasalahkan hal itu. Dia tidak ingin membuat hati suaminya menjadi lebih terbebani oleh sikapnya. Dia hanya tidak ingin menyulitkan suaminya. Itu saja.
Beberapa bulan kemudian...Di Sebuah desa terpencil di ujung pulau Jawa.Seorang laki-laki jangkung keluar dari grand Livina putih dengan memegang sebuah buket bunga yang berukuran sedang.Dia berjalan memasuki area pemakaman umum. Beberapa warga sekitar yang berjualan di sekitar pemakaman seolah berbisik-bisik tetangga. Sebab jarang ada orang asing dengan wajah yang menurut mereka sangat tampan, gayanya yang sangat keren ditambah dengan fasilitas mewah yang dia miliki datang ke areal pemakaman di desa tersebut. Dan hal itu langsung menjadi buah bibir di daerah itu.Reyhan berhenti di sebuah makam yang bertuliskan nama Jihan Fadila pada batu nisannya. Dan itulah m
Tim dokter dengan segala kepintarannya serta kemajuan tekhnologinya tetap tak bisa menentang takdir yang sudah ditentukan.Masih dua minggu dari prediksi, tapi Anggia sudah merasakan perutnya mulas sejak sore tadi.Awalnya dia berpikir bahwa dia hanya mulas karena ingin buang air besar. Tapi tidak kunjung keluar juga setelah dia berjalan bulak-balik keluar masuk toilet.Hingga akhirnya Anggia mendapati kemaluannya menghangat. Dia seperti seorang anak kecil yang pipis di celana, namun ketika melihat ke bagian selangkangannya, ternyata darah yang merembes dari sana dan turun mengalir ke bawah kakinya. Anggia panik dan berteriak. Membuat Omah terkaget-kaget.Saat itu juga Anggia langsung di baw
Satu Bulan Kemudian.Hari ini Reyhan diberi mandat oleh Opah untuk menangani masalah pekerjaan di Jakarta. Sebab Hardin sedang ada urusan pekerjaan di luar kota.Sore ini usai menyelesaikan urusan kantor, Reyhan berencana untuk membelikan sebuah hadiah untuk sang calon bayi di perut Anggia yang diprediksikan akan keluar dalam minggu-minggu ini. Dan sobatnya Nindra pun istrinya baru saja melahirkan, jadi Reyhan sekalian berbelanja di satu toko yang sama. Mumpung dia sedang berada di Jakarta. Karena besok Reyhan sudah harus kembali ke Bandung.Reyhan melihat-lihat jejeran stroller bayi dan pakaian bayi yang menurutnya sangat lucu. Kebetulan, dari hasil USG anak di perut Anggia itu berjenis kelamin perempuan. Jadi Reyhan memutuskan membelikan sebuah pakaian bayi peremp
Acara barbeque sudah selesai. Katrina sedang mencuci piring di dapur, ketika Anggia datang menghampirinya."Perlu bantuan?" tanya Anggia."Eh, nggak usah, Nggi. Udah mau selesai kok." Katrina menjawab seraya tersenyum dari balik cadarnya."Lo serius cinta sama Aa gue?" Anggia kembali bertanya. Matanya menatap wajah Katrina lekat-lekat. Ekspresinya terlihat datar. Sebenarnya Anggia benci jika harus berbicara dengan Katrina sementara dia tidak bisa menerka-nerka ekspresi wajah sahabatnya itu sebab tertutup cadar. Jadi, Anggia hanya bisa menebak melalui tatapan mata Katrina saja. Jelas itu bukan hal yang mudah baginya.Katrina langsung berhenti dengan kegiatannya begitu mendengar kalimat yang d
Katrina masih berjalan kaki menuju villa ketika dilihatnya mobil Hardin melesat bak anah panah melewatinya.Coba itu? Bahkan mereka tidak sama sekali menawarkan tumpangan pada dirinya. Katrina dibuat semakin jengkel."Ayo naik," kali ini sebuah suara terdengar. Suara Hardin. Ternyata dia sedang mengendarai motor matic si penjaga villa yang tadi dia pinjam. Motor itu melaju pelan di samping Katrina.Katrina melipat tangannya di dada. Dia langsung melengos.Enak saja. Tidak segampang itu Katrina akan memaafkannya. Katrina benar-benar tidak habis pikir dengan apa yang ada dikepala suaminya, hingga dengan begitu tega membohongi istrinya sendiri, hanya demi sebuah pengakuan.
Lokasi Villa yang di sewa Hardin memang cukup jauh dari jalan raya puncak. Lokasi itu memasuki kawasan perkebunan teh terlebih dahulu. Jadi bisa di pastikan kondisi jalanan sangat sepi di malam hari. Belum lagi dalam kondisi cuaca seperti malam ini.Reyhan bergegas masuk ke dalam Villa sebelum sempat menjawab pertanyaan Katrina."Kunci mobil Hardin dimana?" tanya Reyhan panik.Katrina berlari ke dalam kamarnya. Mengambil kunci mobil di atas meja rias. Dan memberikannya pada Reyhan."Ada apa ini, Kak? Itu baju Kakak kenapa berdarah?" Katrina kembali bertanya. Dia mulai menangis.Reyhan berlari ke arah kamar Anggia.