Sejak tadi ekor mata pria itu tidak ada henti-hentinya melirik ke arah kursi yang ada di sampingnya. Dilihatnya Azahra yang hanya diam memandang keluar jendela tanpa berbicara lagi. Melihat sikap Azahra seperti ini, membuat Ferdi merasa bersalah. "seharusnya aku gak larang dia berbicara," sesal Ferdi. Suasana di dalam mobil ini terasa hening tanpa ada celoteh gadis genit di sampingnya. Hanya suara musik di dalam mobil yang terdengar memecahkan kesunyian. "nyesel juga nyuruh dia diam, jadi sepi." Ferdi berkata di dalam hati. Berulang kali pria itu memandang Azahra secara diam-diam.
“Adek,” panggil Ferdi.
“Hmmm,” saut Azahra yang tidak memandang ke arahnya.
“Kok jawab nya cuma gitu dek?" Tanya Ferdi.
Azzahra hanya diam tanpa menjawab.
“Adek lihatin apa?" Ferdi berusaha untuk mengajak gadis itu berbicara.
“Nggak ada,” jawab Azahra.
“Kenapa lihatnya cuman ke sana.” Tanya pria itu lagi.
“Biarin.”
“Kok nggak ngomong lagi sih dek."
“Nanti mulut Rara dilakban." Azahra menjawab dengan sangat kesal. Gadis berwajah cantik itu tidak mau memandang kearah Abang sepupunya. “Padahal Rara rindu. Rara pengen cerita banyak. Tapi malah di suruh diam. Niat Rara gombalin biar rame aja. " Azahra mengomel di dalam hatinya.
Ferdi tertawa ketika mendengar jawaban Azahra. Ferdi mengeluarkan permen dari dalam saku celananya. “Adik mau permen?" Ferdi menawarkan dengan memberikan permen di tangan. Ferdi selalu mengantongi permen di dalam saku celananya. Bila Azahra merajuk dengannya seperti ini, maka pria itu akan memberikan gadis kecil itu permen. Namun saat ini Azzahra bukan anak kecil lagi. Ia juga tidak yakin apakah permennya biasa digunakannya untuk membujuk gadis genit yang duduk disampingnya. Akan ampuh atau tidak.
Azahra mengambil permen yang diberikan oleh pria tersebut.
Ferdi mengulum senyumnya ketika melihat permen yang diberikannya diambil oleh azahra. "masih ampuh ternyata," batin Ferdi
"Abang tolong bukain permennya,” Azahra memberikan permen rasa mint yang baru tadi diambilnya kepada Abang sepupunya.
“Masa sih dak, sudah gede nggak bisa buka bungkus permen." Ferdi sedikit tersenyum memandang gadis tersebut.
“Nggak bisa Bang kuku Rara panjang." Azahra memberikan alasan dengan menunjukkan jari kukunya yang panjang.
“Nggak boleh kukunya panjang gitu.” Ferdi mengambil permen dari tangan Azahra. Tangan kanan pria itu memegang setir, tangan kirinya mengambil permen yang diberikan oleh acara. Ferdy menggigit bungkus permen itu dengan giginya.
“Kenapa Rara selalu gagal ya Bang kalau buka permen pakai gigi,” tanya Azahra.
“Itu karena giginya nggak sama rata, ada yang maju ke depan ada yang mundur ke belakang,” Ferdi tertawa sambil memandang adik sepupunya tersebut.
Azahra diam dan memajukan bibirnya. “Gigi bawah Rara cuman panjang kedepannya dikit kok,” ucap Azahra yang menunjukkan giginya yang selisih antara yang atas dan yang di bagian bawah. “Gigi bagian bawahnya lebih maju daripada giginya yang di atas.” Jawab Azahra yang kemudian memasukkan permen ke dalam mulutnya.
Ferdi tersenyum ketika mendengar jawaban Azahra.
"Kita beli pizza dulu untuk Akbar,” Ferdi bertanya dengan hati-hati, ia harus bisa menjaga mood dari gadis tersebut biar jangan merajuk lagi.
“Iya Bang,” jawab Azahra yang tersenyum.
"Dari kecil hingga sekarang ternyata dia nggak berubah," Ferdi berkata di dalam hatinya. Pria itu sedikit menggelengkan kepalanya dan memejamkan matanya ketika degup jantungnya berdetak tidak menentu. Ferdi tidak mengerti dengan dirinya sendiri. "Mengapa bisa aku seperti ini?" Ia bertanya dengan hatinya sendiri. Ferdi memandang Azahra yang saat ini tersenyum kepadanya. Menatap mata gadis itu membuat dirinya seakan merasakan sesuatu yang berbeda di hatinya. Ingin rasanya ia menepis perasaannya ini. Melihat Azahra berbicara dengan tersenyum membuat degup jantungnya seakan tak menentu, namun melihat gadis itu diam dan tidak menghiraukannya membuat dirinya gelisah gak karuan.
Ferdi memberhentikan mobilnya nya di parkiran pizza. "Jadi beli pizza untuk Akbar?" tanyanya.
“Iya, tadi sudah janji,” ucap Azahra yang membuka sabuk pengamannya dan kemudian turun dari dalam mobil.
Ferdi berulang kali menarik nafasnya dan kemudian menghembuskannya. Pria itu berusaha untuk menetralkan degup jantungnya yang sudah semakin tidak menentu. Tiap kali Azahra memandang ke arahnya, Ferdi merasakan sesuatu yang berbeda. Suara ketukan di jendela yang ada sampingnya membuat Ferdi menghentikan aktivitasnya. Pria itu Menurunkan kaca jendelanya.
"Abang ngapain kok belum turun?" Azahra bertanya dengan sedikit menunduk tubuhnya dan memandang ke wajah Abang sepupunya.
Baru saja pria itu mampu menetralkan degup jantungnya, kini jantungnya berdegup dengan sangat hebatnya. Posisi Azahra seperti ini membuat wajahnya dengan Azahra begitu sangat dekat. "Bukannya adek yang pergi beli sendiri," Ferdi berusaha untuk berkilah.
“Temenin bang, bosan kalau nungguin sendiri,” jawab Azahra.
“Iya kalau gitu abang turun,” jawab Ferdi yang membuka sabuk pengamannya itu kemudian menaikkan kaca jendela mobilnya.
Ferdi berjalan di samping Azahra. Mereka kemudian masuk ke dalam gedung tersebut.
Azahra memesan beberapa varian rasa pizza untuk di bawahnya pulang. Ia duduk bersama dengan Ferdi di kursi yang disediakan untuk pelanggan yang menunggu pesanan.
“Bang tadi ada yang telepon Rara,” Azzahra berbicara dengan wajah yang sangat serius.
“Siapa, perempuan atau laki-laki?" tanya Ferdi. wajahnya tampak berubah ketika mendengar penuturan dari Rara.
“Laki-laki.”
“Ngapain?"
“Katanya lembaga finance,” jawab Azahra.
“Terus kenapa,” tanya Ferdi.
“Rara ditawari uang online. Rara bilang ke itu yang nelpon, kalau Rara ini belum kerja, tapi dia bilang gak apa, yang penting ada jaminan sertifikat. Waktu mendengar Orang itu ngomong gitu, ya Rara semangat mau ngajuin biar dapat uang,” ucap Azahra yang berbicara dengan memandang Ferdi.
“Kenapa sih Dek mau aja dengar yang gituan,” Ferdi memandang Azahra dengan tidak suka.
“Ya lumayan Bang Rara itu minta 500 juta.”
Mata Ferdi melotot ketika mendengar apa yang dikatakan oleh Azahra. “Adek itu masih kecil nggak boleh seperti itu." Ferdi melarang Azahra. Ia tidak percaya ketika mendengar apa yang dikatakan oleh Azahra. Menurutnya gadis itu tidak akan mungkin kekurangan uang, lalu untuk apa gadis itu ingin meminjam uang dengan nominal yang sangat besar.
“Ya kan Rara tadi sudah nggak mau Bang, orang itu yang maksa terus, kata dia yang penting Rara itu ngasih jaminan sertifikat.”
“Terus,” tanya Ferdi.
“Ya Rara senanglah dapat uang 500 juta, kita belum kerja tapi dikasih uang, hanya cukup kasih jaminan sertifikat, tapi gitu dia denger sertifikat yang mau Rara kasih ke dia, dianya langsung matiin telpon nggak ngomong lagi,” ucap Rara menjelaskan.
“Dikasih sertifikat apa,” tanya Ferdi.
“Sertifikat vaksin,” jawab Azahra yang tersenyum. “Terus salah Rara dimana bang.”
Ferdi tertawa lepas ketika mendengar apa yang disampaikan oleh Azahra kepadanya. “Kasihan ya orangnya. Pasti dia sudah senang, dikirainnya pasti sertifikat rumah atau tanah.” komentar Ferdi.
“Habisnya itu orang sudah dibilangin Bang kalau Rara itu nggak kerja, umur aja masih 18 tahun, mana mungkin bisa bayar,” ucap Azahra.
“Tapi apa bener,” tanya Ferdi Yang penasaran dengan cerita Azahra.
“Kalau beneran kenapa,” tanya Azahra.
“Abang juga mau ngajuin lah dek 1 milliar saja,” Ferdi kemudian tertawa.
“Bang pizzanya sudah siap, Rara ambil dulu,” ucap Azahra yang beranjak dari kursi yang didudukinya.
Ferdi menganggukkan kepalanya dan mengikuti gadis tersebut. “Nanti makan pizzanya Abang di kasih ya Dek, Abang udah 4 tahun nggak makan pizza,” ungkap Ferdi.
“Iya Abang mau makan pizzanya sendiri atau Rara yang suapi,” ucap Azahra yang tersenyum malu.
Ferdi hanya tersenyum kecil ketika mendengar ucapan gadis tersebut.
“Perasaan yang minta disuapin makan itu adik ya,” ucapnya yang tersenyum ketika berjalan menuju mobilnya yang terparkir.
Azahra hanya tersenyum ketika mendengar apa yang diucapkan oleh Ferdi.
****
Selama di perjalanan menuju ke rumah Azahra, Ferdi tidak ada henti-hentinya merasakan degup jantungnya yang tidak menentu. Suhu tubuhnya yang berubah setiap saat. Terkadang panas hingga keringat bercucuran di pelipis keningnya, saat gadis remaja itu menggombalinya. Namun juga terkadang adem ketika melihat senyum manis gadis tersebut. Pria itu tidak ada henti-hentinya tertawa ketika Gadis itu bercerita sangat lucu kepadanya. "Apa ini yang dikatakan cinta itu berjuta rasanya," pikir Ferdi di dalam hati. Namun pria itu secepat mungkin menghilangkan pikirannya.Ferdi memberhentikan Mobilnya di halaman rumah milik unclenya. Pria itu memandang sekilas gadis yang duduk disampingnya."Abang turun dulu ya," pinta gadis tersebut.“Iya,” jawab Ferdi yang sedikit tersenyum.Azahra membuka pintu mobilnya dan kemudian turun dari dalam mobil yang diikuti oleh Ferdi.Ferdi keluar dari dalam mobil, matanya tertuju memandang sosok anak laki-laki yang ber
Ferdi masuk ke dalam kamar tidurnya. Kamar ini sudah 4 tahun ditinggalkannya, namun interior dan posisi barang-barang di dalam kamar itu masih sama seperti yang di tinggalkannya dulu. "Kenapa kamar ini nggak pernah direnovasi selama aku tinggalkan." Pria itu bertanya dengan tersenyum tipis.Ferdi melangkahkan kakinya menuju ke arah lemari pakaian miliknya. Kakinya terhenti ketika berada di salah satu pintu lemari yang menjadi tujuannya. Dibukanya pintu lemari tersebut dan membuka laci kecil dengan menggunakan kunci yang diambilnya dari dalam saku celananya. Ferdi mengambil surat yang pernah diberikan oleh neneknya Azahra kepadanya.Surat ini selalu disimpannya dengan sebaik mungkin. Ferdi berjalan menuju ke tempat tidur. Ia duduk di atas tempat tidur dengan menurunkan kakinya ke lantai. Dibukanya surat itu dan membacanya. Surat ini begitu sering dibacanya ketika dirinya merindukan mama Nurjannah.“Mama selama ini aku selalu mengatakan kepada mama, ba
“Mau ke mana,” Andi bertanya kepada putranya ketika pria itu sedang makan bersama dengan istrinya.“Mau jalan,” jawab Ferdi.“Belum sampai sehari di rumah udah mau pergi, bukannya ikut makan malam di sini,” ucap Indah.“Kalau seandainya aku duduk di sini makan malam, yang ada aku tuh bakalan diomelin ma,” jawab Ferdi.“Diomelin kenapa?" Indah pura-pura tidak tau.“Karena belum dapat calon istri,” jawabnya.“Kalau kami tidak sibuk mengingatkan kamu seperti ini, ya kamu nggak nikah-nikah nanti. Mulut Kami ini sudah capek memberitahu. Bila seandainya pohon, mungkin daunnya sudah rimbun, seperti itulah kami berbicara mengingatkan, menawarkan, dan meminta kamu untuk menikah. Bila kamu tidak bisa mencari istri kami carikan,” tutur Andi. Andi tidak mengerti mengapa dirinya selalu mengalami hal seperti ini. Dulu adiknya begitu tidak mau disuruh menikah dengan berbagai alas
“Akbar nanti mau main apa," tanya Ferdi."Tentu saja aku ingin bermain basket." Akbar berkata dengan mempraktekkan gerak tangannya yang menunjukkan bahwa dirinya sedang melemparkan bola ke keranjang.Ferdi tersenyum ketika mendengar penjelasan dari anak laki-laki tersebut.“Aku juga ingin bermain game, pokoknya aku ingin bermain sepuasnya,” Akbar mengangkat kedua tangannya ke atas."Apa tidak mau mandi bola.” Ferdi menawarkan.Azahra tertawa saat mendengar penawaran yang diberikan oleh Ferdi. Adik laki-lakinya itu begitu tidak mau diajak masuk ke arena mandi bola.Ferdi memandang Azahra dengan mengerutkan keningnya.“Tidak, aku tidak mau mandi bola, itu arena bermain anak-anak bayi,” jawab Akbar.“Abang lihat banyak kok anak-anak seumuran Akbar yang main di arena mandi bola,” jelas Ferdi.“Aku ini sudah SD bukan anak TK,” protes Akbar.Azahra hanya
"Apa masih mau main di sini?" tanya Ferdi yang memandang Azahra.Azahra tersenyum dan menganggukkan kepalanya. Dirinya masih ingin menikmati kebersamaan bersama dengan pria yang saat ini sedang memegang tangannya. "Kalau Daddy tahu pasti marah. Tapi ini ceritanya beda." Azahra berkata dalam hatinya. “Anggap saja dirinya saat ini mencari kesempatan yang ada." Pikirnya. Ia seakan tidak ingin pria itu melepaskan tangannya. Pria itu memegang kedua tangannya dengan posisi pria itu berada di depannya, sehingga azzahra bisa melihat wajah tampan pria itu dengan sangat dekat seperti ini. Senyum pria itu mampu menyejukkan hatinya.“Abang ajarin ya biar bisa seluncuran seperti Akbar. Lihat tuh Akbar sudah pandai seluncurannya." Ferdi berkata dengan memandang ke arah arah Akbar yang berada di depannya. "Lihat itu dek, Akbar udah dapat cewek.”Ferdi tersenyum ketika melihat anak laki-laki itu sudah menemukan teman perempuan, dan sekarang Akbar sedang
“Enggak udah beda, kamar yang sekarang di samping kamar yang lama,” jawab Attar.“Kalau gitu nggak usah dianterin, biar abang yang bawa Akbar sendiri. Masih ingat kamarnya,” ucap Ferdi.“Nanti nggak bisa buka pintu,” ucap Azahra.“Bisa,” jawab Ferdi yang kemudian pergi meninggalkan ruang tamu tersebut."Daddy,” Azahra tersenyum dan duduk disamping Daddynya. Tangannya melingkar di pinggang Daddynya."Anak Deddy kelihatannya terlalu senang ya,” Attar tersenyum dan mengusap kepala putrinya.Azahra hanya tersenyum malu mendengar ucapan Daddynya.“Jadi anak gadis nggak boleh genit,” Attar berucap dengan sedikit menarik hidung putranya.“Gak Genit kok dad,” jawab Azahra.“Gak genit, cuman ya seperti itulah,” ucap Alisa.Azahra hanya memajukan bibirnya ketika mendengar apa yang dikatakan oleh Daddy dan juga mommyny
Sejak pulang dari mall Azahra tidak ada henti-hentinya tersenyum. Wajahnya bersemu merah ketika mengingat wajah pria yang begitu sangat dicintainya. Diletakkannya tangannya di atas dadanya dan memejamkan matanya. Ia merasakan degup jantungnya yang saat ini masih terasa berdebar. "Cinta itu tidak memandang usia. Banyak kok gadis usia muda cinta dengan laki-laki yang usia mapan. Bahkan mommy juga seperti itu." Azahra tersenyum lebar ketika mengingat hal tersebut. Dirinya berencana untuk mencari informasi tentang masa lalu mommynya. Bagaimana ceritanya mommynya bisa menikah dengan Dedinya. Hal ini masih menjadi misteri yang belum terpecahkan. "Jangan-jangan mommy juga sama seperti Rara yang ngejar-ngejar Daddy lebih dulu." Azahra mengambil kesimpulan.Azahra memandang wajahnya di depan cermin, hijab yang tadi dipakainya sudah dilepasnya. Rambutnya yang berwarna kecoklatan lurus dan juga panjang sudah di gerainya. "Ternyata Rara itu memang sama seperti mommy. Rambutnya sama
"Assalamu’alaikum uncle," ucap Ferdi yang masuk ke dalam ruangan om nya. Setelah 2 minggu sibuk mengurus segala urusannya, akhirnya pria itu menyelesaikan urusan di kesatuannya, dan sekarang ia akan fokus dengan jabatan barunya di perusahaan yang sudah disiapkan oleh om nya tersebut.Attar tersenyum memandang keponakannya yang begitu sangat tampan dan juga gagah, dengan memakai setelan jas berwarna abu-abu pekat. “Wa’alaikumsalam, silahkan duduk." Attar berbicara dengan gaya yang formal.Ferdi tersenyum dan duduk di depan om nya. Pria yang duduk di depannya berstatus om nya. Ferdi sudah begitu sangat dekat dengan om nya sejak lahir hingga sekarang. Namun saat ini semuanya terasa berbeda, dirinya merasa begitu sangat gugup ketika berhadapan dengan om nya sendiri. "Jadi apa yang aku kerjakan uncle?" Ferdi masih tidak paham dengan pekerjaan barunya.Attar mengeluarkan berbagai macam laporan dan menunjukkan kepada keponakannya tersebut. "Ini
"Iya habis dari ketemu orang banyak, nggak enak kalau langsung magang cucuk," jawab Andi. Meskipun sangat ingin sekali memegang cucunya, namun Andi menahan diri. Mengingat dirinya yang baru saja pulang dari acara pesta pernikahan."Itu sepertinya ART yang di rumah sudah datang." Indah tersenyum ketika mendengar suara ketukan di pintu."Assalamualaikum Bu," ucap pekerja di rumah Indah, yang datang mengantarkan pakaian yang diminta Indah untuk diantarkan ke rumah sakit."Waalaikumsalam, terima kasih ya bik min." Indah tersenyum mengambil tas yang diberikan oleh bik min."Iya Bu, Mbak Azahra ternyata sudah lahiran ya," ucap bik min yang berdiri di ambang pintu."Iya ya bik min, Alhamdulillah." Azahra tersenyum."Saya mau lihat dulu, sebelum pulang." Bik min kemudian masuk ke dalam kamar. "Yang ini wajahnya mirip sekali sama Mbak Azahra, sedangkan abangnya mirip sama mas Ferdi," komentar bik min itu ketika melihat wajah bayi yang ada di tangan A
"Zavier, jangan ke sana sini." Attar memanggil cucunya yang pergi ke lain arah. Zavier berlari berlawanan arah dengan jalan yang akan dilewatinya."Zikra, kamar mommy Lewat sini." Alisa sedikit mengeraskan suaranya memanggil Zikra yang ikut berlari mengejar Zavier.Attar berlari mengejar Zavier, yang dengan sengaja mengajak bermain.Zavier tertawa ngakak, ketika opa nya berhasil menangkapnya."Dapat." Attar berkata dengan nafas ngos-ngosan. Ia tersenyum ketika berhasil menangkap cucunya. Agar cucunya, tidak berlari kesana kemari, Attar menggendong Zavier yang saat ini tertawa ngakak. Pria itu juga menggendong Zikra yang berhenti di dekat kakinya. "Katanya mau ikut lihat mommy dan adik bayi, tapi kenapa malah lari-lari nggak jelas seperti ini." Walaupun dirinya sedang tidak ingin bermain dengan kedua cucunya, namun pria itu tetap tertawa dan mencium pipi cucunya kiri dan kanan secara bergantian.Alisa yang melihat suaminya yang dikerjain oleh
Ferdi berada di ruangan persalinan istrinya. Mendengar rintihan istrinya yang kesakitan, membuat dirinya sungguh tidak tega. Berulang kali, ia mencoba menenangkan Azahra."Bang sakit." Azahra menangis."Iya dek, ditahan sayang, sakitnya." Ferdi mengusap keringat yang menempel di pelipis kening Azahra."Ini sakit bener bang." Azahra meremas tangan suaminya. Keringat bercucuran di pelipis keningnya ketika harus menahan rasa sakit yang seperti ini.Ferdi hanya diam, ia tidak tahu harus berkata apa. Dipeluknya Azahra dan di ciumannya kening milik Azahra, berulang-ulang kali. Melihat Azahra yang menangis menahan rasa sakit, sungguh membuat dirinya sangat tidak tega. "Adek harus kuat. Ingat anak-anak, demi Abang dan anak-anak kita sayang." Ferdi meneteskan air matanya. Awalnya dirinya yakin, bahwa persalinan kedua Azahra, akan membuat dirinya lebih tenang, namun ternyata tetap saja membuat dirinya cemas dan gugup seperti ini. Baju kemeja yang dipakainya kini su
Ferdi turun dari dalam mobil dan berlari masuk ke rumahnya.Zikra dan Zavier yang sedang asik-asiknya bermain, menjerit memanggil Daddy nya. Mereka tidak menyangka, bahwa Daddy nya akan pulang di jam seperti ini. Kedua anak itu meninggalkan mainannya dan berlari mengejar Ferdi."Dad, sudah pulang?" Zavier memeluk kakinya di sebelah kanan."Dad gendong." Zikra memeluk kakinya sebelah kiri."Iya sayang, Abang main ya sama Zikra."Ferdi mencium pipi putranya."Kakak jangan berantem ya sama abang mainnya, yang akur ya nak, Daddy mau ke kamar dulu." Ferdi mencium pipi Zikra kiri dan kanan. Ia kemudian pergi meninggalkan kedua anaknya.Ferdi melangkahkan kakinya dengan cepat. Ia berlari menaiki anak tangga. Saat ini dirinya sangat mencemaskan istrinya. Ia ingin melihat kondisi istrinya secara langsung."Dek." Ferdi berkata ketika membuka pintu kamarnya. Ia masuk kedalam kamar dan melihat Azahra yang sedang berbaring di atas
Hari ini suasana di dalam kamar ini sangatlah berbeda. Tidak ada suara teriakan anak-anaknya. Tidak ada suara tangis dan tertawa kedua anaknya.Ferdi memandang Azahra yang saat ini duduk diatas tempat tidur sambil memandang ponselnya. Wajah istrinya tampak tersenyum sendiri ketika melihat layar di ponsel tersebut."Hai, mommy lagi apa?" Ferdi duduk di samping istrinya dan memberikan susu coklat di tangannya."Ini lihat video Zikra sama Zavier," jawab Azahra dengan tersenyum.Ferdi mengambil ponsel dari tangan istrinya. Pria itu melihat video yang saat ini sedang ditonton oleh Azahra."Padahal baru satu hari, anak-anak pergi ikut opa, Om, nenek serta Atuk nya ke Singapura. Tapi kenapa rasanya sudah sepi sekali ya dek." Ferdi memandang layar ponsel istrinya."Iya bang, biasanya ada yang gangguin Rara kalau lagi tidur. Tapi hari ini Rara tidur enggak ada yang gangguin, gitu bangun langsung terkejut cariin Zavier dan juga Zikra. Rara baru ingat
"Assalamualaikum." Ferdi membuka pintu dan berdiri di ambang pintu."Waalaikumsalam." Jawab Azahra. Yang berbaring di atas tempat tidur. Azahra hanya tersenyum tanpa menyambut suaminya seperti biasa.Pria itu hanya berdiri di ambang pintu sambil mengembangkan tangannya. Ferdi sudah sangat memahami seperti apa tingkah lucu kedua anaknya, bila melihat dirinya pulang seperti ini. Ferdi tertawa ketika kedua anaknya berlari dan mengejarnya. Kedua anak itu berhamburan ke dalam pelukannya. "Anak-anak Dedi lagi apa ini." Ferdi menggendong kedua anaknya di tangannya yang kiri dan juga kanan. Ia masuk ke dalam kamar dan melihat istrinya yang hanya berbaring di atas tempat tidur sambil menjaga kedua anaknya bermain."Main Lobot." Jawab Zavier."Atu juga," ucap Zikra."Ini anak gadis gak mau kalah." Ferdi mencium pipi bulat gadis kecil yang berambut pendek dan berponi tersebut.Ferdi juga mencium pipi bulat Zavier berulang-ulang kali."Anak
Ferdi yang duduk di kursi kerjanya, hanya diam ketika ruangannya dibuat berantakan oleh kedua anaknya. Kedua anaknya berlari kesana-kemari sambil berteriak-teriak dan saling kejar mengejar sambil mengelilingiruangannya yang berukuran besar.Bukan hanya sekedar berlari saja, kedua anak itu terkadang berkelahi merebutkan mainan dan berakhir dengan menangis bagi yang kalah. Ferdi sudah sangat terbiasa dengan kondisi seperti ini. Bila istri dan anak-anaknya datang ke kantornya, maka ruangannya akan menjadi berantakan, suara jeritan anak-anaknya, suara menangis dan suara tertawa, memenuhi ruangannya. Namun semua ini membuat dirinya bahagia ketika mendengar suara tangis, suara ketawa dan juga jeritan kedua anaknya."Dad, Piel at," Zikra mengadu kepada Daddy nya."Oh sayang Daddy, anak gadis main boneka, bukan robot." Ferdi mengusap air mata yang mengalir di pipi bulat gadis kecil yang bermata lebar, dengan bulu mata yang lentik dan bola mata yang hitam dan bes
Ferdi baru saja kembali dari shalat subuh di masjid. Pria itu masuk kedalam kamarnya dan melihat istrinya yang duduk di atas sajadah sambil membaca Alquran. "Sudah sholat ternyata." Ferdi tersenyum. Ia melihat kedua anaknya yang tidak ada di dalam kamar. Dengan cepat ia membuka kain sarung, peci serta baju Koko yang dipakainya. Hingga yang tersisa celana pendek.Begitu mendengar Azahra menyudahi membaca Al Quran Nya, pria itu diam-diam mengangkat tubuh istrinya."Abang mau apa?" Azahra terkejut ketika melihat suaminya yang sudah tidak berpakaian dan hanya memakai celana pendek saja."Kenapa nggak ngasih tahu dek." Ferdi tersenyum dan mendaratkan tubuh istrinya di atas tempat tidur."Kasih tahu apa?" tanya Azahra yang tidak memahami maksud suaminya."Kalau sudah selesai." Ferdi tersenyum dan membuka mukenah yang dipakai istrinya."Abang ini mau apa?" Azahra membesarkan matanya."Mau apalagi, subuh ini penuh berkah sayang. Anak-anak sud
Berulang kali Azahra memandang jam yang melingkar di pergelangan tangannya. Ini adalah kuliah terakhirnya dan dirinya sudah sangat tidak sabar menunggu dosen menutup perkuliahannya. Saat ini yang terbayang dipandangnya hanyalah kedua anaknya. Tingkah lucu Zavier dan Zikra selalu dirindukannya, meskipun hanya meninggalkan kedua anaknya sebentar saja."Alhamdulillah akhirnya selesai juga." Azahra tersenyum lebar ketika dosennya sudah mengakhiri perkuliahannya."Pasti sudah nggak sabar pengen ketemu Zavier dan juga Zikra," ucap Dewi yang duduk di samping Azahra"Iya dong, itu anak-anak sudah pada pintar-pintar semua. Setiap hari ada aja kepandaian barunya." Azahra tersenyum menceritakan kedua anaknya."Sudah pinter apa aja Zikra dan juga Zavier?" tanya Dewi. Dewi tidak pernah bosan-bosannya ingin mengetahui perkembangan kedua bayi yang begitu sangat menggemaskan tersebut."Zavier dan juga Zikra itu sudah pandai jalan sekarang. Ke mana-mana nggak mau l