Aku sudah siap-siap untuk membuka butikku. Hari ini aku harus semangat dalam membuka butikku. Banyak sekali orderan yang harus aku kerjakan. Semua gaun yang ada di butikku adalah hasil rancanganku sendiri. Hari ini sudah jam sepuluh siang akhirnya aku mulai mempersiapkan toko butikku. Saat membuka kedua mataku dikagetkan dengan sosok Devano yang masih duduk di depan toko, dia seperti sedang menunggu seseorang. Aku menghela nafas panjang. Kasihan juga melihat Sean seperti ini.“Kamu kenapa duduk di depan butik aku Devano? Seperti orang tidak berguna saja.” Aku menyindirnya. Devano bangkit dari duduknya dan menggandeng tanganku masuk kedalam. Pintu butik di kunci kembali dan dia mulai memandangiku. Kalau, seperti ini lebih baik tidak menyapanya saja. Jujur aku merasa jantungku ingin lepas darinya jika dia memperlakukanku seperti ini. “Devano, apa yang kamu lakukan? Aku mau buka butikku dulu.” Aku ingin menghindar tapi dengan cepat Devano meraih tanganku. Aku memandangnya. Begitupun den
Morgan datang dan membawaku pulang ke rumah Devano karena sang Casanova ingin menemui dirinya. Devano langsung ke kota bersama klien dan tidak sempat membawa Raina. Masalah peternakan aku sudah alihkan kepada Devano, dia yang tahu semuanya. Aku melihat Devano bengong di kamarnya sambil melihat ke arah jendela sepertinya dia sedang memikirkan sesuatu. Aku hanya tersenyum. Devano lucu juga saat sedang bengong. Aku melingkarkan tanganku di lehernya. Devano akhirnya membuyarkan lamunannya dan dia tersenyum kepadaku.“Kamu memang sedang memikirkan apa, Devano? Apakah aku begitu menggoda bagimu?” Aku sedikit menggodanya. Devano malah justru memandangku dengan senyuman yang mengembang di wajahnya. “Devano, jangan buat aku mendadak senam jantung. Jangan senyum di depanku! Aku sedikit malu.” Aku mengecup bibir Devano sekilas. Devano mengernyitkan keningnya.“Sekarang kamu mulai duluan, Sayang.” Devano mencubit pipiku. “Ini sangat sulit untuk diungkapkan, Devano. Aku ingin selalu dekat denganm
Aku dan Devano saling tatap. Seseorang lelaki dekat ada di depannya. Aku baru kali ini menjumpai pria ini. Sepertinya dia adalah papanya Devano. Pria itu tersenyum kepada kami dan langsung menghampiri.Pria itu bertepuk tangan dengan senyuman yang sinis, dia menghela nafas panjang dan menatap kami.“Nice, Devano Christopher anakku. Aku tidak menyangka kau akan melakukan hal gila ini. Nice. Lanjutkan!” Pria itu menepuk bahu Devano beberapa kali dan ternyata pria itu adalah papa Devano. “Sudah kuduga kelakuanmu melebihi batas, Devani. Aku mendidikmu untuk menjadi pria yang terhormat BUKAN SEPERTI INI!” Papa Devano mulai menaikkan suaranya. Sekilas memandang ke arahku.“Dari mana Anda tahu rumahku? Aku tidak pernah mengatakan keberadaanku kepada Anda.” Devani sedikit geram dan mengepalkan kedua tangannya. Papa Devano hanya tertawa. Baginya papanya adalah hal yang diluar dugaan.“Come on, Devano. Aku banyak sekali Intel yang dapat mengetahui keberadaanmu. Natasya juga pernah kemari bukan?
Aku memutuskan untuk kembali lagi ke butik tanpa diantar oleh Devano , dia sedang tidak baik-baik saja. Devano marah kepadaku dengan prinsip yang aku miliki. Wajar bukan jika menikah harus ada restu dari kedua orang tua. Entah mereka senang atau tidak dan jika tidak mendapat restu otomatis pernikahan akan sering bergejolak. Aku rasanya down dengan semua ini. Devano juga. Biasanya dia tidak ingin aku sendiri. Sekarang Devano hanya diam dan membiarkan aku pergi.Flash back.“Sudahlah, Devano jangan membuatku makin terpuruk dengan keadaanku. Sudah cukup papamu menghina diriku. Pernikahan ini kita harus mendapat restu dari orang tua kita apa pun alasannya.” Aku masih meyakinkan Devano. Devano hanya terdiam seolah tidak mau menuruti prinsip yang aku miliki, dia mengacak rambutnya frustasi.“Aku sudah bilang kepadamu, Raina. Apa pun yang terjadi jika papaku tidak merestui kita tetap menikah dia sangat terobsesi kepada Natasya sebagai menantunya. Jadi siapa sebenarnya yang mau menjalani pern
Aku duduk di depan papa Devano. Aku menemuinya karena semua keputusan sudah aku ambil. Jujur aku merasakan sakit yang luar biasa. Bagaimana bisa aku melihat Devano dipenjara sedangkan ayahnya sudah memiliki skenario. Aku tidak bisa berbuat banyak lagipula Papa Devano tidak merestui hubungan kita. Prinsipku ternyata masih berlaku. Papanya menyeruput kopi hitamnya.“Ah, enak sekali kopi ini!” Papa Devano menikmati secangkir kopi aku hanya bisa melihat gerak-geriknya saja. “Baiklah, Nona Raina. Seperti janji yang aku lontarkan tadi. Akhirnya kau mau juga meninggalkan anak saya.” Papa Devano terlihat bahagia. “Nyalimu sangat kecil sekali baru digertak itu langsung menciut. Aku kira kau gadis pintar yang aku pikirkan ketimbang Natasya.” Papa Devano terkekeh.Aku kali ini ingin marah. Tidak suka aku harus di banding-bandingkan dengan orang lain. Aku bersikap sabar dulu.“Ehm ... Maaf, Om. Saya tetap menjadi gadis pintar. Saya tidak takut dengan gertakan, Om. Saya hanya ingin Sean bahagia da
Mobil Devano Christopher sudah masuk di parkiran rumah. Jam menunjukkan pukul sembilan malam. Kami masih menikmati suasana menara Eiffel. Hatiku dag-dig-dug tidak karuan. Devano membuatku merasa tidak karuan sama sekali. Kami terdiam di dalam mobil. Hening. Perasaanku sudah tidak enak. Aku melepas selt belt-ku. Sekilas meliriknya.“Thank you dinnernya, Mr Devano Malam ini tidak pernah aku lupakan sepanjang perjalanan cintaku. Mungkin suatu saat kau akan mendapat jodoh yang terbaik dan aku minta jadilah pria yang setia. Pulanglah dan jaga dirimu baik-baik.” Kataku sedikit berat dan memulai pembicaraanku tetapi Devano hanya diam saja. Apa ada yang salah dengan perkataanku. Okey tidak ada respon aku lebih baik turun saja. Aku bingung dengan tingkah lakunya Susah ditebak orangnya. Saat turun dari mobilnya pun dia tidak mengikutiku.“Hai, Raina.” Terdengar ada yang memanggilku. Aku langsung menoleh ke samping. Lelaki itu tidak asing bagiku dan sepertinya aku pernah melihat laki-laki ini.“H
Aku benar-benar sangat panas hari ini. Entah apa yang merasuki tubuhku ini. Padahal cuaca sangat dingin dan tidak panas. Gila, baru meneguk anggur mulled rasanya sangat memabukkan sekali. Apa yang Devano berikan kepadaku ini. Aku memegang kepalaku. Pusing rasanya. Aku ingin sekali melakukan hal itu. Aku kembali ke ruangan tengah. Di balik sana Devano tersenyum bahagia. Rencana yang dia lakukan akhirnya berhasil juga. Benar Devano memasukkan obat kuat di dalam minuman Raina. Hari ini Raina harus jadi miliknya. Daripada dia memberikan obat kuat untuknya pasti Raina menolaknya. Aku duduk dekat Devano yang masih fokus melihat televisi.“Are you okay ?” Devano memastikan. Apa obatnya mulai bereaksi atau tidak. Astaga terdengar sangat seksi suara Devano. Aku memegang leherku. Sangat panas. ”Raina, kenapa dengan wajahmu itu. Kau terlihat aneh sekali. Entah apa yang merasukimu saat ini, Sayang.” Devano membisikkannya kepadaku. Membuat aku semakin panas.Aku tidak menjawab masih mengontrol tubu
Devano sudah pergi meninggalkanku setelah apa yang kita lakukan. Iya geliat panas merasuki tubuh. Rasanya sedih bercampur kesal menjadi satu. Tidak ada yang bisa memelukku. Aku tidak tahu bagaimana dunia tanpa dengannya. Berangkat ke bandara pun aku tidak bisa menahan tangisanku kepadanya. Rasanya sudah tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata. Teringat saat aku dan pertama kali bertemu. Astaga sulit untuk diungkapkan, kenapa perasaanku tidak enak dengannya. Ada apa ini?Flash Back ...Devano menatap lurus ke arah jalanan, saat ini kami sedang dalam perjalanan pulang. Pemotretan Wedding yang aku lakukan tadi tak berlangsung lama karena hanya satu majalah yang mengontrakku. Pipiku terasa panas, jika mengingat apa yang kami lakukan di fitting room. Apa Devano memang ahli dalam ciuman dan bercinta yang suka mencium wanita mana pun? Sampai wanita dibuai akan ciuman yang dia berikan. Devano membuatku tidak berdaya. Pria berjulukan Casanova sepertinya pasti sering berciuman dengan wanita c