"Mereka melarikan diri, Tuan!" lapor seorang tentara kepada Panglima besar Kerajaan Haura.
Mata sang panglima membulat sempurna, rahangnya tiba-tiba mengeras. Seketika sang prajurit digampar dengan keras. Gemeretak geligi panglima itu menahan geram.
"Cari mereka hidup atau mati!" seru sang panglima tegas, "jangan lepaskan seorang pun keluarga dari Kerajaan Andusia ini. Atau kalau tidak ... kepala kalian jadi taruhannya!" lanjutnya dengan sorot mata penuh amarah.
***
Gadis muda dan dua orang pembantu wanitanya itu terengah-engah berlari menjauhi kereta kuda yang tadi menawannya. Mereka berhasil membuka kunci sel kereta dan melarikan diri.
"Putri Roseline, kemari!" pekik tertahan dari salah seorang lelaki setengah baya—pembantu setianya selama tiga tahun ini.
Sang putri jelita bersama kedua pembantu wanitanya pun segera memasuki sebuah gua yang ditutupi oleh berbagai jenis tanaman merambat di muka pintunya.
Fakhrurrazi menatap lekat kepada pria setengah baya yang terlihat masih gagah di hadapannya, Andrew. "Wajah Anda seperti tak asing bagiku," ujarnya. Ia merasa seakan pernah mengenal garis wajah pria di hadapan.Andrew hanya tersenyum tipis.Pemuda tampan tersebut lalu mengedarkan pandangan ke arah satu per satu orang di hadapannya lebih lekat. Matanya bersirobok sejenak dengan mata biru safir Roseline.Seketika gadis cantik itu mengalihkan pandangan, entah mengapa jantungnya tiba-tiba berdetak lebih cepat. Dia mengumpat di dalam hati, kesal dengan reaksi tubuh dirinya sendiri. Dia tak pernah merasa seperti ini sebelumnya. Hatinya bertanya-tanya, mengapa seperti ini?Ketika melihat wajah Roseline, Fakhrurrazi kembali seakan melihat garis wajah yang dia pernah kenal. Entah siapa, dia sama sekali tak dapat mengingatnya. "Kalian beragama apa? Aku dengar Anda seorang muslim?" tanya pemud
Bab 36 : Pertemuan KeduaSudah tiga hari Putri Roseline dan lainnya berada di sebuah tempat tinggal berupa kastil yang tidak begitu besar bagi seorang bangsawan. Sangat jauh lebih kecil apabila dibandingkan dengan istana Andusia. Akan tetapi, tentu sangat luas bagi rakyat jelata."Huh! Aku sangat bosan, Jena!" keluh sang putri cantik bermata safir kepada salah seorang pembantu wanitanya.Mereka tengah duduk di sebuah kursi panjang di taman di bagian tengah kastil tersebut. Taman itu berisi berbagai macam tanaman bunga dan buah. Bunga-bunga mulai tumbuh kuncupnya saat ini. Beberapa pohon rindang pun mengelilingi taman. Menambah sejuk, tampak asri, dan terasa teduh."Mau bagaimana lagi, Yang Mulia ... kita tidak ada pilihan lebih baik daripada ini," ujar Jena."Andusia telah hancur, Jena ... pamanku, satu-satunya kerabatku, Raja Edward telah mereka bunuh." P
Bab 37 : Mau Jadi Ibuku?"Dia Putri Roseline dari Kerajaan Andusia, Bu. Mereka mendapat jaminan keselamatan untuk empat bulan ke depan dari kesulthanan," jawab Fakhrurrazi atas pertanyaan sang ibu.Lelaki tampan itu dapat mengenali Roseline walaupun sang putri memakai cadar. Mata safir itu cukup membuatnya mudah dikenali, apalagi dari suaranya. Suara gadis cantik itu memang agak serak sehingga menjadi ciri khas tersendiri darinya. Teringat pada saat pertama kali sang putri menyahut ketika sang pejabat menteri menyampaikan syarat untuk mengenakan pakaian tertutup di Negeri Konstin."Hemm ... maafkan aku," ucap sang putri basa-basi. Di balik cadar ia tersenyum getir. Ia mendekat ke arah ibu dari Fakhrurrazi, "Salam kenal, wahai nyonya," lanjutnya sambil meraih tangan kanan wanita yang bersama sang pejabat menteri bergiliran dengan Elisa. Roseline tahu dari suaranya, wanita di hadapannya ini lebih tua darinya. W
Bab 38 : TerpanaKetika sang pejabat menteri sampai di muka pintu, ia terpana melihat wajah Roseline yang berbalut hijab. Tadi karena sang putri menutupi wajahnya, kesannya biasa saja. Akan tetapi, entah mengapa dengan balutan hijab gelap tersebut, wajah rupawan sang putri tampak lebih indah baginya. Degub jantung sang pejabat menteri seketika menjadi lebih keras berdentam.Roseline yang ditatap dengan begitu lekat, menjadi salah tingkah. Wajahnya tampak merona. Ia masih melupakan tentang penutup wajahnya."Mana Haris, Nak?"Tiba-tiba tepukan di lengan kekarnya oleh sang ibu membuat Fakhrurrazi terkejut."Hah? Oh, i–iyaaa ... Ha–ris, di .... " Fakhrurrazi tergagap. Entah mengapa wajahnya terasa memanas. Langsung saja ia berbalik dan melangkah besar menjauhi ruangan itu.Zara tampak bingung melihat tingkah sang putra.
Bab 39 : Kenyataan yang Harus DiterimaAndrew berusaha terlihat tenang, walaupun pada kenyataannya hatinya tiba-tiba gundah. Ia hanya mengangguk sedikit tanda perkenalan dengan Benazir."Aku baik-baik saja, Andrew. Hanya sering merasa bosan saja di sini." Roseline menjelaskan."Kalau Anda mau, besok aku ajak ke suatu tempat untuk menghilangkan kebosanan, Yang Mulia," tawar Andrew.Mata sang putri jelita tampak berbinar."Benar-benar aku seakan mengenal suara, bahkan garis wajah Anda. Hanya aku lupa kapan dan di mana," sela Benazir dengan kernyitan dahi yang masih kentara, "begitu juga wajah Anda, wahai Putri Andusia," lanjut Benazir."Mungkin ada orang yang mirip denganku, wahai ibu," jawab Andrew."Ya, benar, Nek. Mungkin ada yang mirip dengan kami," timpal sang putri.Benazi
Bab 40 : Kaum Nabi LuthDi tengah perjalanan, tampak dari kejauhan banyak orang berkumpul di halaman samping sebuah masjid besar. Kumpulan itu menarik perhatian Roseline dan yang lainnya."Ramai sekali, ada acara apa?" lirih sang putri nyaris tak terdengar.Jena dan Elisa diam memperhatikan kerumunan orang di hadapan yang mana kereta semakin dekat ke arah itu."Ada penerapan hudud," ujar sang kusir kereta kuda.Dahi Roseline mengernyit, hatinya penuh tanda tanya."Pelankan jalan kereta ini, Pak," pinta Andrew kepada kusir kereta.Tiba-tiba di hadapan mereka tampak sesuatu yang terjun dari atas menara tinggi masjid. Mata Roseline dan lainnya terbuka lebar, mereka sangat terkejut. Pantas saja banyak orang yang melihat ke arah atas tadi. Rupanya ada dua orang yang dijatuhkan dari beranda mena
Bab 41 : Kerisauan Hati Fakhrurrazi"Dia tadi memperhatikanku, ya, 'kan?" tanya Zara memastikan."Maafkan ketidaksopanan pembantuku itu, Nyonya Zara. Nanti akan aku tegur dia sekali lagi," jawab Roseline merasa tidak enak hati."Ya. Mungkin dia terbiasa seperti itu di Andusia," tebak Zara."Tidak ... tidak, Nyonya. Sungguh, Andrew tidak demikian. Dia pria yang sangat sopan. Hanya saja aku tak tahu mengapa dia tadi melihat Anda demikian. Baru kali ini aku melihat dia menatap wanita dengan begitu lekat seperti itu," bantah Roseline.Selama kenal dengan Andrew, memang lelaki itu selalu bersikap sopan. Makanya Roseline cukup nyaman berada dekat dengan pembantunya itu. Bahkan kasih sayang sang ayah yang memudar semenjak ibunya wafat seolah tergantikan oleh adanya Andrew di samping gadis jelita itu.Dahi Zara mengernyit.
Bab 42 : Apa Keistimewaan Islam?Seusai shalat Dzuhur, Fakhrurrazi berdzikir sebentar. Sang putra yang ada di sampingnya mengangkat tangan, berdoa kepada Yang Kuasa. Suara bocah itu lirih, tapi cukup terdengar oleh sang ayah."Ya, Allah ... aku ingin ibuku si putri cantik bermata biru. Semoga dia masuk Islam. Kabulkan ya Allah, aamiin!"Mendengar isi doa sang anak, sontak dahi Fakhrurrazi mengernyit. Ia pun menggeleng-geleng, heran dengan putranya itu.Usai berdzikir, Fakhrurrazi meraih lengan Haris dan mengajaknya pulang ke istana. Dengan mengendarai kuda mereka menuju ke kediamannya."Tadi mengapa berdoa seperti itu?" tanya Fakhrurrazi di antara suara tapak kuda kepada sang putra kesayangan."Ha?" Haris mendongak berusaha melihat ke arah ayah yang berada di belakangnya."Mengapa minta putri bermata biru unt
Bab 73 : Ekstra PartSetelah Hurin sembuh sepenuhnya, ia pun diboyong kembali ke Kesulthanan Konstin. Sampai di sana, wanita muda jelita itu disambut meriah oleh sang ibu, Zara Shaka Arb. Hurin sangat bahagia. Kini ia merasa sangat sempurna dengan keluarga yang lengkap.Selama hampir dua bulan Hurin mengalami nifas akibat kehilangan janin yang ternyata sudah berusia sebulan lebih. Selama itu juga ia mengonsumsi madu pilihan juga ramu-ramuan dari tabib istana untuk mengembalikan kesehatan dan kesuburannya. Sejak wanita jelita itu masuk Islam, inilah kali pertama dalam waktu yang lama ia tidak menjalankan ibadah shalat. Ia sangat rindu untuk melakukan itu.Inilah hari di mana ia telah selesai melewati masa nifas yang sampai empat puluh hari. Akhirnya kerinduannya untuk shalat terobati. Karena merasa bersih di waktu Isya, ia pun mengqada shalat magrib, dilakukan di waktu Isya. Setelah selesai shalat, wanita muda itu duduk d
Bab 72 : TerangFakhrurrazi bersama lima orang pengawalnya heran melihat perbatasan di lembah Sira. Tenda-tenda milik pejabat dan tentara Negara Konstin telah bersih. "Ke mana semua orang?" tanya pria itu. Matanya diedarkan ke sekeliling tempat itu."Mereka tidak mungkin pulang, Tuan! Kita tidak melihat mereka menuju jalan pulang." Salah seorang pengawal mendekati Fakhrrurazi. Mereka semua masih di atas tunggangannya masing-masing.Sang pejabat menteri mengangguk. "Kita menyebar dan berkumpul lagi di sini untuk melaporkan hasil penglihatan masing-masing sampai menjelang Dzuhur. Kau dan kau ke arah sana, kau juga kau ke sana. Aku dan dia ke sana!" perintah Fakhrurazi mengarahkan kelima prajuritnya."Baik, Tuan!" jawab para prajurit itu serentak.Sampai menjelang waktu Dzuhur, Fakhrurazi bersama seorang pengawal yang memeriksa arah barat, tidak mendapat tanda-tanda keberadaan orang
Bab 71 : Hurin?"Ini surat dari Putri Mahkota Andusia," ujar salah seorang utusan dari Kerajaan Haura.Sulthan Abdul Aziz memberi isyarat kepada Fakhrrurazi. Sang pejabat menteri pun mengambil surat itu kemudian membacanya. Betapa terkejutnya ia ketika membaca tulisan tangan sang istri.'Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.Aku memutuskan untuk tidak kembali kepada engkau, Suamiku ... Raja Negeri Haura mejanjikanku kesenangan. Lagi pula kau hanya pejabat menteri biasa. Aku pasti lebih bahagia menjadi permaisuri dari Raja Hamran.Maafkan aku mengecewakanmu. Katakan kepada Sulthan Abdul Aziz, tidak perlu repot lagi berperang. Aku sudah memutuskan untuk memilih Raja Hamran dibandingkan suamiku sendiri.Oh, iya, aku tunggu berita kau menalaqku, Tuan Fakhrurazi.TertandaRoseline'Seketika
Bab 70 : Keputusan RoselineSetelah setengah harian mengobrol bersama Lucy, Roseline dan Jena pun pamit untuk pulang seusai shalat Dzuhur. Namun, sang putri berniat mengunjungi Elisa sebelum kembali ke istana."Wah, aku rindu sekali dengan Elisa, Tuan Putri!" seru Jena senang.Roseline mengulas senyuman. "Kita ke pasar dulu beli camilan dan buah untuknya. Dia 'kan sedang hamil, tentu dia senang dibawakan buah seperti waktu itu," ujar wanita cantik tersebut.Jena mengangguk dengan bibir yang senantiasa tersenyum.Rumah Elisa dan Steve berada di pinggiran kota. Melewati sedikit wilayah yang penuh dengan pepohonan. Hutan yang tidak begitu lebat. Bersama Nu'man, kusir baru keluarga, Roseline dan Jena menuju ke sana setelah mendapatkan camilan dan buah-buahan dari pasar.Tengah hari itu langit begiu cerah. Perjalanan menuju rumah Elisa memang t
Bab 69 : Keyakinan DiriKarena pikiran berat yang senantiasa mengusik, Roseline jatuh sakit. Badannya panas dan beberapa kali muntah, hingga membuat orang di sekitarnya khawatir. Fakhrrurazi memutuskan untuk mengambil cuti beberapa hari agar bisa merawat sang istri."Bagaimana keadaannya?" tanya Zara cemas kepada putranya setelah tiga hari sang putri sakit. Tampak di tangannya membawa sepinggan kecil potongan buah."Alhamdulillah, panasnya sudah turun, Bu," jawab Fakhrurrazi di depan pintu kamarnya sambil memegang bejana air yang sudah kosong. Sepertinya ia ingin ke dapur untuk mengisinya.Zara kemudian melangkah masuk melewati dua lapis tabir yang menyekat ruang itu menjadi tiga bagian. Tampaklah Roseline yang tengah melamun menatap ke arah jendela sambil berbaring di ranjangnya. Haris terlihat tengah memijat kaki sang ibu dengan jemari kecilnya.Ketika menyadari kedatangan Zara
Bab 68 : Kecamuk di Dalam HatiMenjelang dini hari Fakhrurrazi kembali dari bertugas. Ia melihat sang putra dan istrinya telah terlelap. Oleh karena tubuh yang merasa begitu lelah, seusai membersihkan diri lelaki itu pun merebahkan diri di samping Roseline. Lengan kekarnya memeluk pinggang ramping sang istri. Tidak lama kemudian pria itu terlelap dengan sendirinya, ia tak menyadari jejak air mata yang ada di pipi wanitanya.Ketika waktu hampir subuh, Roseline terbangun. Kelopak mata indahnya mengerjap hendak mengembalikan kesadaran. Seketika ia menyadari ada lengan yang memeluk perutnya. Kembali pikiran wanita jelita tersebut terusik dengan kenyataan bahwa pria yang kini berada dekat tanpa jarak itu adalah kakaknya.Roseline menatap lekat wajah lelap sang pria. Sungguh rupawan, walau yang ia tahu pria itu dari ayah berbeda, tetapi bukankah mereka lahir dari rahim yang sama? Begitu pikirnya. Garis wajah di had
Bab 67 : Sebuah Aib yang BesarTiga hari terlewati semenjak Fakhrurrazi menyampaikan berita bahwa Raja Negara Haura hendak merampas sang istri. Roseline sering memikirkan hal itu. Namun, ia selalu mencoba menyembunyikan perasaan kacau juga pikirannya yang berkecamuk. Walaupun sang suami telah mengatakan jika peperangan akan tetap terjadi dengan atau tanpa kejadian ini. Hal itu tetap menjadi beban pikiran bagi wanita jelita tersebut."Jadi, Kesulthanan Konstin akan berperang dengan Kerajaan Haura dua bulan ke depan, Tuan Putri?" tanya Lucy memastikan setelah mendengar cerita dari Roseline.Sudah beberapa pekan sang putri tidak berkunjung ke kastil. Ia sudah merindukan Jena, Lucy, dan Benazir."Ya, begitulah, Nek," jawab sang putri. Mereka tengah duduk berdua di dalam ruangan Lucy."Tapi, kedua negara ini memang tidak pernah akur, bukan? Aku sering mendengar
Bab 66 : Menantang BalikRahang Fakhrurrazi tampak mengeras. Ia sangat geram mendengar isi surat tersebut. Bagaimana tidak, seseorang yang begitu dekat dan ia pedulikan saat ini hendak dirampas begitu saja oleh raja yang kafir seperti Hamran.Langsung saja sang pejabat menteri mencabut pedang dari sarungnya. Lalu melangkah dengan cepat ke arah utusan tersebut.Secara spontan Rasyad menghentikan langkah Fakhrurrazi yang terlihat begitu marah. "Sabar, Razi! Kendalikan dirimu, mereka mu'ahid!"Mu'ahid adalah kafir asli yang darah dan hartanya haram untuk ditumpahkan. Mereka hanya utusan untuk menyampaikan pesan.Sulthan Konstin pun turun dari kursi singgasananya mendekati Fakhrurrazi dan menepuk pundaknya, berusaha menenangkan. "Sabar, Akhi ... kita tidak akan menyerahkan istri Anda kepada kafir seperti mereka." Ia memahami kemarahan Fakhrurrazi.
Bab 65 : Pesan dari Raja Negeri HauraKeesokan harinya, Fakhrurrazi mengajak Rasyad untuk sarapan pagi bersama di ruang keluarga mereka."Hari ini kita akan menghadap sulthan, Tuan. Bagaimana menurut Anda?" tanya Fakhrurrazi kepada Rasyad di sela-sela makan pagi mereka."Baiklah," sahut Rasyad singkat sembari meraih cawan di hadapan, lalu meneguk airnya perlahan."Jadi Tuan Andrew ini kakekku?" tanya Haris setelah menyimak pembicaraan orang dewasa di sekitarnya. Ia juga terkejut dengan kenyataan ini."Iya, Sayang. Panggil kakek ya ...." ujar Zara lembut sembari membelai rambut halus sang cucu."Baik, Nek!" sahut Haris, "Aku senang punya kakek yang hebat bermain pedang seperti Tuan Andrew!" lanjutnya girang sambil mengangkat kepalan tangan ke atas.Rasyad dan Fakhrurrazi tertawa melihat tingkah bocah kec