Bab 39 : Kenyataan yang Harus Diterima
Andrew berusaha terlihat tenang, walaupun pada kenyataannya hatinya tiba-tiba gundah. Ia hanya mengangguk sedikit tanda perkenalan dengan Benazir.
"Aku baik-baik saja, Andrew. Hanya sering merasa bosan saja di sini." Roseline menjelaskan.
"Kalau Anda mau, besok aku ajak ke suatu tempat untuk menghilangkan kebosanan, Yang Mulia," tawar Andrew.
Mata sang putri jelita tampak berbinar.
"Benar-benar aku seakan mengenal suara, bahkan garis wajah Anda. Hanya aku lupa kapan dan di mana," sela Benazir dengan kernyitan dahi yang masih kentara, "begitu juga wajah Anda, wahai Putri Andusia," lanjut Benazir.
"Mungkin ada orang yang mirip denganku, wahai ibu," jawab Andrew.
"Ya, benar, Nek. Mungkin ada yang mirip dengan kami," timpal sang putri.
Benazi
Bab 40 : Kaum Nabi LuthDi tengah perjalanan, tampak dari kejauhan banyak orang berkumpul di halaman samping sebuah masjid besar. Kumpulan itu menarik perhatian Roseline dan yang lainnya."Ramai sekali, ada acara apa?" lirih sang putri nyaris tak terdengar.Jena dan Elisa diam memperhatikan kerumunan orang di hadapan yang mana kereta semakin dekat ke arah itu."Ada penerapan hudud," ujar sang kusir kereta kuda.Dahi Roseline mengernyit, hatinya penuh tanda tanya."Pelankan jalan kereta ini, Pak," pinta Andrew kepada kusir kereta.Tiba-tiba di hadapan mereka tampak sesuatu yang terjun dari atas menara tinggi masjid. Mata Roseline dan lainnya terbuka lebar, mereka sangat terkejut. Pantas saja banyak orang yang melihat ke arah atas tadi. Rupanya ada dua orang yang dijatuhkan dari beranda mena
Bab 41 : Kerisauan Hati Fakhrurrazi"Dia tadi memperhatikanku, ya, 'kan?" tanya Zara memastikan."Maafkan ketidaksopanan pembantuku itu, Nyonya Zara. Nanti akan aku tegur dia sekali lagi," jawab Roseline merasa tidak enak hati."Ya. Mungkin dia terbiasa seperti itu di Andusia," tebak Zara."Tidak ... tidak, Nyonya. Sungguh, Andrew tidak demikian. Dia pria yang sangat sopan. Hanya saja aku tak tahu mengapa dia tadi melihat Anda demikian. Baru kali ini aku melihat dia menatap wanita dengan begitu lekat seperti itu," bantah Roseline.Selama kenal dengan Andrew, memang lelaki itu selalu bersikap sopan. Makanya Roseline cukup nyaman berada dekat dengan pembantunya itu. Bahkan kasih sayang sang ayah yang memudar semenjak ibunya wafat seolah tergantikan oleh adanya Andrew di samping gadis jelita itu.Dahi Zara mengernyit.
Bab 42 : Apa Keistimewaan Islam?Seusai shalat Dzuhur, Fakhrurrazi berdzikir sebentar. Sang putra yang ada di sampingnya mengangkat tangan, berdoa kepada Yang Kuasa. Suara bocah itu lirih, tapi cukup terdengar oleh sang ayah."Ya, Allah ... aku ingin ibuku si putri cantik bermata biru. Semoga dia masuk Islam. Kabulkan ya Allah, aamiin!"Mendengar isi doa sang anak, sontak dahi Fakhrurrazi mengernyit. Ia pun menggeleng-geleng, heran dengan putranya itu.Usai berdzikir, Fakhrurrazi meraih lengan Haris dan mengajaknya pulang ke istana. Dengan mengendarai kuda mereka menuju ke kediamannya."Tadi mengapa berdoa seperti itu?" tanya Fakhrurrazi di antara suara tapak kuda kepada sang putra kesayangan."Ha?" Haris mendongak berusaha melihat ke arah ayah yang berada di belakangnya."Mengapa minta putri bermata biru unt
Bab 43 : Tanda Tanya"Kurang ajar!" geram Fakhrurrazi dengan cengkeraman tangan yang semakin keras di jubah pria di hadapannya."Tu–Tuan Fakhrurrazi! Sabar ... sabar, Tuan .... " Umar spontan menghalangi Fakhrurrazi yang hendak melayangkan pukulan kepada Andrew.Mata Haris terbelalak. Ia sangat terkejut dengan apa yang dilakukan sang ayah. Sontak ia meraih lengan sang nenek, merasa ketakutan.Zara berusaha menenangkan sang cucu dengan membelai pundak kecilnya.Jena yang tadi ingin menyampaikan pesan Roseline kepada Andrew kaget dengan insiden tersebut. Belum sempat ia menyampaikan bahwa sang putri memesan buah, Jena pun membalikkan badan dan langsung berlari kencang melapor kepada Roseline."Kalian tamu di negeri ini! Tapi apa kalian tidak tahu etika!" seru Fakhrurrazi. Kali ini tangannya sudah melepaskan jubah Andrew denga
Bab 44 : Dia yang KembaliSetelah Fakhrurrazi pergi dari tempat itu, Umar langsung memerintahkan Andrew untuk segera berangkat. Tadinya pembantu Roseline tersebut ingin mendatangi Zara dan meminta maaf, tetapi tidak sempat. Ia harus segera mengurus pekerjaannya.Umar pamit dengan terburu-buru. Karena mereka sudah terlambat.Haris menatap Roseline dan bertanya, "Tuan Andrew mau ke mana?" Ia tampak keheranan karena pria itu pergi begitu saja."Tuan Andrew harus bekerja dulu, Sayang ...." Sang putri membelai rambut halus Haris."Bukankah kita mau membuat layangan dan pedang bersama Tuan Andrew?" tanya Haris lagi mendongak melihat sang putri."Iya, dia akan kembali segera. Setelah itu baru kita minta bikinkan layangan dan pedang." Roseline tersenyum di balik cadarnya."Sudah. Kita temui dulu Nenek Benazir."
Bab 45 : Penantian yang Tak Sia-SiaPria itu melangkah perlahan, semakin mendekat. Tampak kristal-kristal memenuhi permukaan matanya. Ada bulir bening yang siap memecah dari bendungan pelupuk manik safirnya.Zara bangkit dari duduk, begitu juga Benazir yang ikut tertegun. Wanita yang tidak memudar kecantikannya walau usia sudah kepala empat tersebut mengerjapkan mata basahnya. Alisnya bertaut berusaha menajamkan penglihatan yang buram."Ya ... ini aku, Rasyad," ucap pria di hadapannya. Air mata penuh kerinduan telah jatuh berderaian dari pelupuk netra safir itu kini. Suara berat tersebut terdengar serak."Yaa, Allaah ...!" pekik tertahan Zara setelah mendengar pengakuan itu. Seketika tubuhnya luruh, berlutut. Ia menutup wajahnya yang kembali bersimbah air mata. Bahunya berguncang-guncang, menangis sejadi-jadinya.Andrew yang kini mengaku bernama Rasyad lan
Bab 46 : Bermain Bersama Tuan AndrewRasyad berusaha bersikap normal. Begitu juga dengan Zara dan Benazir."Yang Mulia," sahut Rasyad membalas teguran sang putri."Apa yang kau lakukan di sini?" tanya Roseline heran seraya melangkahkan kakinya mendekat menyusul Haris yang sudah di pangkuan sang nenek."Aku mau minta maaf kepada Nyonya Zara soal insiden tadi, Tuan Putri," jawab Rasyad dengan suara tenang. Dia mampu menguasai diri walaupun jantungnya berdegub lebih kencang, khawatir sang putri curiga."Iya, Tuan Andrew meminta maaf kepadaku, Tuan Putri. In syaa Allah aku sudah memaafkannya." Zara menimpali sembari membelai rambut halus sang cucu yang ada di pangkuannya."Oh, begitu. Baguslah kalau Nyonya Zara sudah memaafkanmu, Andrew," sahut sang putri, "pekerjaanmu sudah selesai?" tanya Roseline lagi."
Bab 47 : Bagaimana Mengenal Tuhan?Sudah sepekan Haris tidak diizinkan oleh Fakhrurrazi berkunjung ke kastil. Bocah itu mulai bosan di istana. Ia ingin bertemu dengan Roseline."Nek, aku ingin bertemu ibuku," rengek Haris kepada Zara. Rengekan bocah tersebut sangatlah mengganggu."Nanti kita minta ayah agar mau mengantar ke sana ya," ujar Zara. Di dalam hati, wanita itu pun sangat merindukan suaminya."Ayah selalu bilang sibuk!" Wajah Haris tampak kesal, tapi menggemaskan."Nanti nenek yang bicara ke ayah," hibur Zara seraya membelai pundak kecil cucunya."Janji ya?""Iya, in syaa Allah," sahut sang nenek."Aku mau main sama Rubi dulu!" Haris lalu berlari meninggalkan Zara di ruang tersebut.Di halaman dekat kebun istana Haris mengajak temannya yang
Bab 73 : Ekstra PartSetelah Hurin sembuh sepenuhnya, ia pun diboyong kembali ke Kesulthanan Konstin. Sampai di sana, wanita muda jelita itu disambut meriah oleh sang ibu, Zara Shaka Arb. Hurin sangat bahagia. Kini ia merasa sangat sempurna dengan keluarga yang lengkap.Selama hampir dua bulan Hurin mengalami nifas akibat kehilangan janin yang ternyata sudah berusia sebulan lebih. Selama itu juga ia mengonsumsi madu pilihan juga ramu-ramuan dari tabib istana untuk mengembalikan kesehatan dan kesuburannya. Sejak wanita jelita itu masuk Islam, inilah kali pertama dalam waktu yang lama ia tidak menjalankan ibadah shalat. Ia sangat rindu untuk melakukan itu.Inilah hari di mana ia telah selesai melewati masa nifas yang sampai empat puluh hari. Akhirnya kerinduannya untuk shalat terobati. Karena merasa bersih di waktu Isya, ia pun mengqada shalat magrib, dilakukan di waktu Isya. Setelah selesai shalat, wanita muda itu duduk d
Bab 72 : TerangFakhrurrazi bersama lima orang pengawalnya heran melihat perbatasan di lembah Sira. Tenda-tenda milik pejabat dan tentara Negara Konstin telah bersih. "Ke mana semua orang?" tanya pria itu. Matanya diedarkan ke sekeliling tempat itu."Mereka tidak mungkin pulang, Tuan! Kita tidak melihat mereka menuju jalan pulang." Salah seorang pengawal mendekati Fakhrrurazi. Mereka semua masih di atas tunggangannya masing-masing.Sang pejabat menteri mengangguk. "Kita menyebar dan berkumpul lagi di sini untuk melaporkan hasil penglihatan masing-masing sampai menjelang Dzuhur. Kau dan kau ke arah sana, kau juga kau ke sana. Aku dan dia ke sana!" perintah Fakhrurazi mengarahkan kelima prajuritnya."Baik, Tuan!" jawab para prajurit itu serentak.Sampai menjelang waktu Dzuhur, Fakhrurazi bersama seorang pengawal yang memeriksa arah barat, tidak mendapat tanda-tanda keberadaan orang
Bab 71 : Hurin?"Ini surat dari Putri Mahkota Andusia," ujar salah seorang utusan dari Kerajaan Haura.Sulthan Abdul Aziz memberi isyarat kepada Fakhrrurazi. Sang pejabat menteri pun mengambil surat itu kemudian membacanya. Betapa terkejutnya ia ketika membaca tulisan tangan sang istri.'Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.Aku memutuskan untuk tidak kembali kepada engkau, Suamiku ... Raja Negeri Haura mejanjikanku kesenangan. Lagi pula kau hanya pejabat menteri biasa. Aku pasti lebih bahagia menjadi permaisuri dari Raja Hamran.Maafkan aku mengecewakanmu. Katakan kepada Sulthan Abdul Aziz, tidak perlu repot lagi berperang. Aku sudah memutuskan untuk memilih Raja Hamran dibandingkan suamiku sendiri.Oh, iya, aku tunggu berita kau menalaqku, Tuan Fakhrurazi.TertandaRoseline'Seketika
Bab 70 : Keputusan RoselineSetelah setengah harian mengobrol bersama Lucy, Roseline dan Jena pun pamit untuk pulang seusai shalat Dzuhur. Namun, sang putri berniat mengunjungi Elisa sebelum kembali ke istana."Wah, aku rindu sekali dengan Elisa, Tuan Putri!" seru Jena senang.Roseline mengulas senyuman. "Kita ke pasar dulu beli camilan dan buah untuknya. Dia 'kan sedang hamil, tentu dia senang dibawakan buah seperti waktu itu," ujar wanita cantik tersebut.Jena mengangguk dengan bibir yang senantiasa tersenyum.Rumah Elisa dan Steve berada di pinggiran kota. Melewati sedikit wilayah yang penuh dengan pepohonan. Hutan yang tidak begitu lebat. Bersama Nu'man, kusir baru keluarga, Roseline dan Jena menuju ke sana setelah mendapatkan camilan dan buah-buahan dari pasar.Tengah hari itu langit begiu cerah. Perjalanan menuju rumah Elisa memang t
Bab 69 : Keyakinan DiriKarena pikiran berat yang senantiasa mengusik, Roseline jatuh sakit. Badannya panas dan beberapa kali muntah, hingga membuat orang di sekitarnya khawatir. Fakhrrurazi memutuskan untuk mengambil cuti beberapa hari agar bisa merawat sang istri."Bagaimana keadaannya?" tanya Zara cemas kepada putranya setelah tiga hari sang putri sakit. Tampak di tangannya membawa sepinggan kecil potongan buah."Alhamdulillah, panasnya sudah turun, Bu," jawab Fakhrurrazi di depan pintu kamarnya sambil memegang bejana air yang sudah kosong. Sepertinya ia ingin ke dapur untuk mengisinya.Zara kemudian melangkah masuk melewati dua lapis tabir yang menyekat ruang itu menjadi tiga bagian. Tampaklah Roseline yang tengah melamun menatap ke arah jendela sambil berbaring di ranjangnya. Haris terlihat tengah memijat kaki sang ibu dengan jemari kecilnya.Ketika menyadari kedatangan Zara
Bab 68 : Kecamuk di Dalam HatiMenjelang dini hari Fakhrurrazi kembali dari bertugas. Ia melihat sang putra dan istrinya telah terlelap. Oleh karena tubuh yang merasa begitu lelah, seusai membersihkan diri lelaki itu pun merebahkan diri di samping Roseline. Lengan kekarnya memeluk pinggang ramping sang istri. Tidak lama kemudian pria itu terlelap dengan sendirinya, ia tak menyadari jejak air mata yang ada di pipi wanitanya.Ketika waktu hampir subuh, Roseline terbangun. Kelopak mata indahnya mengerjap hendak mengembalikan kesadaran. Seketika ia menyadari ada lengan yang memeluk perutnya. Kembali pikiran wanita jelita tersebut terusik dengan kenyataan bahwa pria yang kini berada dekat tanpa jarak itu adalah kakaknya.Roseline menatap lekat wajah lelap sang pria. Sungguh rupawan, walau yang ia tahu pria itu dari ayah berbeda, tetapi bukankah mereka lahir dari rahim yang sama? Begitu pikirnya. Garis wajah di had
Bab 67 : Sebuah Aib yang BesarTiga hari terlewati semenjak Fakhrurrazi menyampaikan berita bahwa Raja Negara Haura hendak merampas sang istri. Roseline sering memikirkan hal itu. Namun, ia selalu mencoba menyembunyikan perasaan kacau juga pikirannya yang berkecamuk. Walaupun sang suami telah mengatakan jika peperangan akan tetap terjadi dengan atau tanpa kejadian ini. Hal itu tetap menjadi beban pikiran bagi wanita jelita tersebut."Jadi, Kesulthanan Konstin akan berperang dengan Kerajaan Haura dua bulan ke depan, Tuan Putri?" tanya Lucy memastikan setelah mendengar cerita dari Roseline.Sudah beberapa pekan sang putri tidak berkunjung ke kastil. Ia sudah merindukan Jena, Lucy, dan Benazir."Ya, begitulah, Nek," jawab sang putri. Mereka tengah duduk berdua di dalam ruangan Lucy."Tapi, kedua negara ini memang tidak pernah akur, bukan? Aku sering mendengar
Bab 66 : Menantang BalikRahang Fakhrurrazi tampak mengeras. Ia sangat geram mendengar isi surat tersebut. Bagaimana tidak, seseorang yang begitu dekat dan ia pedulikan saat ini hendak dirampas begitu saja oleh raja yang kafir seperti Hamran.Langsung saja sang pejabat menteri mencabut pedang dari sarungnya. Lalu melangkah dengan cepat ke arah utusan tersebut.Secara spontan Rasyad menghentikan langkah Fakhrurrazi yang terlihat begitu marah. "Sabar, Razi! Kendalikan dirimu, mereka mu'ahid!"Mu'ahid adalah kafir asli yang darah dan hartanya haram untuk ditumpahkan. Mereka hanya utusan untuk menyampaikan pesan.Sulthan Konstin pun turun dari kursi singgasananya mendekati Fakhrurrazi dan menepuk pundaknya, berusaha menenangkan. "Sabar, Akhi ... kita tidak akan menyerahkan istri Anda kepada kafir seperti mereka." Ia memahami kemarahan Fakhrurrazi.
Bab 65 : Pesan dari Raja Negeri HauraKeesokan harinya, Fakhrurrazi mengajak Rasyad untuk sarapan pagi bersama di ruang keluarga mereka."Hari ini kita akan menghadap sulthan, Tuan. Bagaimana menurut Anda?" tanya Fakhrurrazi kepada Rasyad di sela-sela makan pagi mereka."Baiklah," sahut Rasyad singkat sembari meraih cawan di hadapan, lalu meneguk airnya perlahan."Jadi Tuan Andrew ini kakekku?" tanya Haris setelah menyimak pembicaraan orang dewasa di sekitarnya. Ia juga terkejut dengan kenyataan ini."Iya, Sayang. Panggil kakek ya ...." ujar Zara lembut sembari membelai rambut halus sang cucu."Baik, Nek!" sahut Haris, "Aku senang punya kakek yang hebat bermain pedang seperti Tuan Andrew!" lanjutnya girang sambil mengangkat kepalan tangan ke atas.Rasyad dan Fakhrurrazi tertawa melihat tingkah bocah kec