Setelah menemani kakaknya menangis, Chayyara meminta Feranda untuk membersihkan diri dan ikut sarapan bersamanya dan Armor. Kebetulan posisi dapur rumah yang ditinggalinya berada di samping kolam berenang, jadi jika Chayyara ingin ke dapur, perempuan itu harus melewati kolam berenang terlebih dahulu.
Saat Chayyara tengah berjalan menuju dapur, tiba-tiba Chayyara merasakan lantainya licin hingga tubuhnya kehilangan keseimbangan, membuat Chayyara langsung jatuh ke kolam.Feranda yang baru saja selesai berganti pakaian, langsung berlari ke arah kolam bersamaan dengan Armor yang terkejut saat mendengar suara riak air kolam."Chayyara! Chayyara! Tidak bisa berenang, Armor! Tolong Kay! Ya Tuhan!" teriak Feranda panik, membuat Armor langsung terjun ke kolam yang ke dalamannya hampir dua setengah meter.Terlihat pria itu mengangkat tubuh Chayyara dan menaikan tubuh istri kecilnya itu di pinggiran kolam. Armor langsung melakukan resusitasi jantung paru. Sesekali memeriksa apa nafas Chayyara sudah kembali atau belum.Saat pertolongan pertama yang dilakukan Armor tidak berhasil, tanpa berpikir panjang, pria itu langsung memposisikan mulutnya di mulut Chayyara. Memberikan nafas buatan kepada Chayyara yang masih belum bernafas juga.Feranda yang melihat itu langsung merasakan pisau menancap di dadanya. Mata Feranda berkaca-kaca saat melihat pemandangan di depannya, ia langsung mengalihkan tatapannya ke arah lain, berusaha menahan dirinya agar tidak menangis.Terdengar suara batuk, hal itu membuat Armor menghela nafas lega saat berhasil membuat Chayyara bernafas kembali. Feranda pun langsung menoleh dengan perasaan yang sama leganya, meski di sisi lain ia berusaha menutupi kesedihannya.Chayyara dibantu oleh Feranda ke kamar untuk berganti pakaian, begitu pun dengan Armor. Setelah insiden di kolam berenang, suasana menjadi canggung, terlebih Chayyara yang sedari tadi memilih diam dengan pikiran yang masih bertanya-tanya tentang siapa yang menyelamatkannya?Armor tidak mengatakan apa pun, suaminya itu langsung berangkat ke kantor, begitu pun dengan kakaknya yang memiliki jadwal pemotretan di sore hari, membuat Feranda harus mempersiapkan diri dan mau tak mau berpamitan pulang kepada Chayyara.***Armor memijat pangkal hidungnya ketika anak perusahaan yang baru Armor rintis harus mengalami kerugian yang cukup besar, ternyata banyak yang bermain curang di belakangnya.Seseorang mengetuk pintu ruangannya, Armor langsung mengizinkannya masuk, mengetahui itu adalah Fredy, sahabatnya yang sekaligus menjabat sebagai sekretaris pribadinya."Saya sudah menyiapkan pengacara, mereka akan dihukum sesuai undang-undang yang berlaku," ujar Fredy yang diangguki Armor."Apa masih ada masalah lain?" tanya Fredy."Gue hampir tidur sama Feranda."Fredy melotot tajam ke arah Armor, "Lo gila?!" sentak Fredy. Hilang sudah sikap sopan santunnya jika topik pembicaraan mereka mengarah kepada masalah pribadi."Gue—”“Belum bisa lupain?” potong Fredy, pria itu menggelengkan kepalanya, lantas menghela nafas berat. "Lo harus berusaha, Man! Inget! Lo bakal jadi bapak dari anak yang dikandung Chayyara. Jangan macem-macem. Konon katanya, kalau bapaknya main di belakang istrinya yang lagi bunting, anaknya bakal cacat."Tak"Sakit bego!" umpat Fredy saat Armor melemparinya dengan sebuah pulpen."Keluar lo sekarang!" sentak Armor kesal. Armor mengusap wajahnya. Apa yang diucapkan sahabatnya itu tiba-tiba membuat dirinya tidak habis pikir, bagaimana bisa ada mitos semacam itu?! Meski Armor tidak mempercayainya, tetap saja ia merasa kesal sekaligus waspada, bagaimana pun juga Armor menginginkan anaknya lahir dengan keadaan sehat dan normal.***Armor memutuskan pulang lebih cepat, tiba-tiba Armor merasa pening dan ingin segera pulang. Belum lagi perkataan sahabatnya itu yang masih saja terngiang-ngiang dipikirannya.Sial! umpat Armor dalam hati, padahal ia tidak mempercayai mitos itu, tapi tetap saja terpikirkan.Saat Armor memasuki rumah, ia disuguhi pemandangan Chayyara yang terlihat tengah mengerjakan tugas di ruang tengah, terbukti dari banyaknya buku dan kertas yang berserakan di karpet."Kakak pulang cepat?" tanya Chayyara pelan, tapi masih terdengar oleh Armor."Hm." Armor menjawab."Maaf Kay tidak tahu, Kay belum sempat memasak," ujar Chayyara.Armor mengangguk paham, "Saya juga belum lapar." Lantas Armor memasuki kamarnya untuk mandi dan mengganti pakaiannya. Setelah selesai, Armor kembali ke ruang tengah, menghampiri Chayyara yang masih sibuk berkutat dengan laptop dan kertas-kertas coretannya.Armor duduk di atas sofa, sedangkan Chayyara duduk di lantai yang beralaskan karpet berbulu.Tadinya Armor berniat memperhatikan televisi di depannya, namun lagi-lagi matanya tidak bisa berhenti melirik ke arah Chayyara.Sesekali Armor tak sengaja melihat istri kecilnya itu tengah menggembungkan pipinya saat terlihat sedang berpikir, lalu tersenyum saat hendak menghitung kembali jawaban untuk soal-soal itu."Tugas apa?" tanya Armor pada akhirnya, ia merasa gemas saat melihat Chayyara berulang kali menggaruk kepalanya. Armor menduga jika istri kecilnya itu tengah kebingungan."Fisika, Kay tidak menemukan jawaban soal ini dari tadi.""Coba saya lihat." Armor membaca soal di laptop Chayyara, lantas mengalihkan tatapannya ke kertas jawaban Chayyara."Soal mudah seperti ini, kamu kesulitan?" tanya Armor menatap Chayyara keheranan.Sedangkan Chayyara memasang wajah tak percaya. Apa? Mudah katanya? Baginya ini sangat sulit! Astaga!Jelas Armor berkata soal itu mudah mengingat pria yang kini berstatus suaminya itu sudah lulus SMA bahkan sudah mendapatkan gelar S2! Berbeda dengan dirinya yang masih kelas 12. Sehingga wajar bukan jika menurut Chayyara soal ini membuatnya merasa kesulitan?Armor membantu menjelaskan secara singkat apa yang membuat Chayyara tidak bisa menemukan jawaban pada soal itu.Setelah Chayyara menghitung kembali, ternyata jawaban yang perempuan itu cari akhirnya ditemukan. Chayyara tersenyum lebar, lantas mengucapkan terima kasih banyak kepada Armor.Selesai mengerjakan tugas, Chayyara membereskan buku-bukunya, beranjak menuju dapur, diikuti Armor di belakangnya.Dan benar saja, saat Chayyara melangkah di lantai licin itu, Chayyara kembali kehilangan keseimbangan hingga membuatnya hampir jatuh ke kolam jika saja tidak ada yang menarik lengannya. Chayyara merasa menabrak sesuatu yang keras, saat perempuan itu tersadar, ia mendongakkan kepalanya ke atas. Ternyata sosok Armor lah yang tengah menjulang tinggi di hadapannya, suaminya itu terlihat menunduk menatapnya dengan sorot tajam."Ceroboh!" Armor langsung melepaskan pegangannya. Sedangkan Chayyara yang merasa gugup pun hanya bisa menundukkan kepala, berjalan pelan menuju dapur.***Keesokan harinya, Chayyara melihat di sepanjang kolam sudah tersedia karpet khusus, yang membuat dirinya tidak akan terpeleset lagi. Membayangkan tentang dirinya yang akan kembali terpeleset sehingga membahayakan kandungannya, membuat Chayyara bergidik ngeri. Syukurlah, saat ini sudah ada karpet, sehingga Chayyara tidak perlu merasa khawatir lagi.Chayyara mulai mengeluarkan bahan-bahan masakannya dari dalam kulkas, ia mencuci udang dan cumi lalu mengiris bawang dan menyiapkan bumbu-bumbu yang akan dipakainya untuk memasak.Chayyara berniat untuk membuat nasi goreng seafood kesukaan Armor, mengingat ibu mertuanya yang selalu bercerita panjang lebar tentang Armor lewat telepon, membuat Chayyara perlahan-lahan ingin belajar memahami suaminya itu.Meski Chayyara masih sedikit takut saat ditatap oleh Armor, namun sebisa mungkin Chayyara mulai membiasakan diri. Bukankah itu memang sudah menjadi karakter Armor? Dingin, terkadang datar, dan wajah tampannya yang tidak ada ramah-ramahnya.Jika dipikir-pikir, mengapa kakaknya bisa mencintai pria seperti Armor? Apa karena Armor tidak menunjukan sisi lain kepadanya seperti apa yang selalu kakaknya ceritakan padanya? Ah, hal itu terlihat masuk akal.Chayyara jelas bukan siapa-siapa bagi Armor. Chayyara berstatus sebagai istri Armor karena ia tengah mengandung darah daging dari pria itu. Mengingat itu membuat Chayyara menghela nafas berat.Setelah Chayyara selesai memasak, ia pun memutuskan untuk membangunkan Armor. Chayyara sudah mengetuk pintu berulang kali namun tidak ada suara yang menyahutnya. Dengan sangat terpaksa Chayyara membuka pintu, Chayyara menepuk lengan Armor.“Kak… bangun…” ujar Chayyara pelan, membuat Armor yang merasa tidurnya terganggu pun membuka matanya.Chayyara memundurkan langkahnya, ia berusaha menutupi rasa takut dan gugupnya dengan berpura-pura mengecek keranjang cucian milik Armor, ternyata sudah ada beberapa baju kotor di sana, dengan gerakan cepat Chayyara langsung mengambil keranjang cucian itu dan bergegas keluar, meninggalkan Armor yang tengah menatap penuh arti ke arah Chayyara.To be continued...Chayyara baru saja menyelesaikan ritual mandinya, ia jadi teringat niatannya untuk mengingatkan Armor bahwa sudah saatnya makan malam. Chayyara mengetuk pintu ruang kerja Armor. Namun, tidak terdengar jawaban dari dalam. Chayyara pun memutuskan untuk kembali ke dapur, tetapi langkahnya terhenti saat mendengar suara Armor di pinggir kolam yang kini tengah berbicara dengan seseorang melalui telepon. Chayyara berhenti di ambang pintu, lantas secara tidak sengaja Chayyara mendengar sesuatu yang membuat hatinya berdenyut nyeri. Chayyara menutup mulutnya tidak percaya. Saat Armor akan berbalik, dengan cepat Chayyara pergi dari sana, Chayyara memutuskan untuk kembali ke kamarnya. Chayyara menenangkan dirinya di dalam kamar, menghapus air matanya yang terus saja mengalir, lantas tatapannya terjatuh ke arah perutnya, ia mengusap perutnya dengan penuh kasih sayang. Setelah sesi menangisnya selesai, Chayyara memutuskan untuk kembali ke dapur dan menyiapkan makan malam untuk Armor, Chayyara
Tadi pagi Chayyara sudah bangun dari tidurnya karena perutnya terasa mual. Hampir berulang kali ia keluar masuk kamar mandi hanya untuk mengeluarkan cairan bening, tubuhnya terasa lemas, tapi waktu sudah menunjukan pukul enam pagi. Biasanya Chayyara sudah bersiap-siap memasak sarapan untuk dirinya dan Armor, tetapi sepertinya ia akan memasak sarapan nasi goreng saja untuk Armor karena suaminya itu harus berangkat kerja dengan keadaan perut terisi. Chayyara memaksakan dirinya untuk berjalan ke arah dapur, mengambil bahan-bahan di kulkas dan mulai bergelut dengan alat-alat dapur. Setelah selesai, Chayyara menghidangkannya di atas meja makan. Chayyara tidak ikut makan karena tidak merasa lapar, namun Armor pasti akan marah padanya jika ia tidak sarapan. Chayyara pun memutuskan mengambil sehelai roti dengan selai nutella kesukaannya. Tak lupa Chayyara juga membuat susu coklat khusus ibu hamil agar bayinya tetap ternutrisi. Chayyara menghela nafas saat pandangannya tertuju pada pintu k
Armor terjaga semalaman hanya untuk mengganti kompresan dan memastikan demam Chayyara turun. Di samping itu, Armor juga menyelesaikan pekerjaannya di malam hari untuk ia berikan kepada Fredy di keesokan harinya. Tanpa disadarinya, ternyata Armor tertidur di sofa, ia terbangun saat mendengar suara berisik dari arah kamar mandi. Armor menoleh ke arah ranjang, tidak ada Chayyara di sana. Ia pun bergegas menuju kamar mandi. Armor memasuki kamar mandi yang memang pintunya terbuka, ia bisa melihat Chayyara tengah memuntahkan isi perutnya di kloset. Ia menghampiri Chayyara untuk kemudian memijat pelan tekuk istri kecilnya itu. Armor juga memegangi rambut Chayyara agar tidak terkena muntahan. "Kak… Kak Armor… keluar," ujar Chayyara lemah. "Nan… nanti jijik," lanjut Chayyara. "Diam,” perintah Armor dingin. Chayyara masih menghadap kloset, ia kembali merasa mual, sambil menangis Chayyara kembali memuntahkan cairan bening dari mulutnya. Chayyara merasa kelelahan, di tambah ia juga merasaka
"Hmm tadi pagi Kay sudah makan tujuh gorengan, terus sekarang sudah delapan gorengan, berarti Kay sudah makan lima belas gorengan." Armor menatap heran ke arah Chayyara, apa tidak ada yang salah dengan istri kecilnya itu? Mengingat nafsu makan Chayyara yang semakin hari semakin membaik, membuat Armor tidak terlalu khawatir akan kondisi istri kecilnya. Meski Armor akui, ia masih sedikit khawatir saat Chayyara masih mengalami mual-mual di pagi hari. Setelah selesai sarapan, Armor melihat Chayyara tengah bersiap untuk sekolah onlinenya, sedangkan dirinya belum berangkat ke kantor karena masih mengecek beberapa berkas di iPadnya. Ketika Chayyara tengah melihat-lihat sosial media, betapa terkejutnya Chayyara melihat berita tentang kakaknya. Chayyara menoleh ke arah Armor yang masih setia duduk di sofa. Armor yang merasa di perhatikan, mengalihkan pandangannya ke arah Chayyara, kini mereka saling bertatapan. "Kenapa?" tanya Armor. Chayyara langsung mengalihkan tatapannya ke arah lain,
Semenjak kejadian kemarin sore, Chayyara mengunci dirinya di kamar. Perempuan itu hanya keluar saat dirinya merasa lapar. Keesokan harinya pun sama, Chayyara tidak keluar dari kamar, tidak meminta Bi Sani untuk belanja, tidak juga memasakan sarapan untuk Armor. "Kemana Chayyara?" tanya Armor kepada Bi Sani. "Nyonya belum keluar dari kamar, Tuan. Apa mungkin Nyonya masih tidur?" ujar Bi Sani hati-hati. Armor menoleh ke arah pintu kamar Chayyara, pria itu mengangguk lantas berjalan ke arah ruang tamu. "Tuan ingin sarapan apa? Karena Nyonya belum bangun, jadi saya belum tahu ingin memasak sarapan apa untuk Tuan." "Tidak perlu. Saya akan sarapan di kantor." Armor menjawab. Sebenarnya Armor ingin memakan sarapannya jika Chayyara yang memasaknya. Mengingat Chayyara mungkin masih marah padanya. Armor memilih untuk menolak tawaran asisten rumah tangganya itu. *** "Proyek di Bandung akan segera selesai, apa Bapak akan kembali ke Jakarta?" tanya Fredy formal. "Berapa persen lagi?" tany
Armor tengah menatap tajam Chayyara yang sedari tadi belum juga menyentuh sarapan paginya. "Sudahlah, Armor..." Armor mendengus kesal, berusaha sabar agar tidak terjadi perdebatan dengan ibunya. "Kay inginnya apa, Sayang? Biar Armor yang belikan." Chayyara tersenyum lantas menggeleng pelan, "Kay belum lapar, Mama." "Tapi kamu harus makan, Sayang. Kasihan bayi kamu nantinya," ujar Silva dengan nada lembut. Chayyara menggigit bibir bawahnya, menatap Silva dan Armor bergantian. Jarinya saling bertautan, ia merasa takut jika harus mengatakan yang sebenarnya. "Ada yang kamu inginkan tidak?" tanya Silva sekali lagi. "Kay…Kay…ingin spicy chicken," ujar Chayyara pelan. Mendengar itu membuat Armor melotot tajam. "Sayang… ini masih pagi untuk makan spicy chicken." "Tidak makanan pedas," pungkas Armor dengan nada dingin. Mata Chayyara berkaca-kaca, perempuan itu menundukan kepalanya. Sudah ia duga kan? Pasti keinginannya tidak akan mendapat izin dari kedua orang dihadapannya. Chayyara
"Kamu harus makan, kita akan berhenti di rest area. Kamu ingin pesan apa?" tanya Armor. Chayyara melihat ke atap mobil, Chayyara tengah berpikir. "Kay ingin big burger dan kentang goreng." Armor mengangguk. "Kamu ingin apa, Nda?" tanya Armor membuat Feranda menoleh. "Nanti aku lihat-lihat dulu saja, Ar." Pria itu pun mengangguk pelan dengan tatapan kembali lurus ke jalan. *** Setelah memesan makanan, Armor dan Feranda memutuskan untuk makan di mobil karena lagi-lagi Feranda harus mengejar waktu pemotretannya di Jakarta. Sedangkan Chayyara tengah menikmati big burger dan kentang gorengnya. Perempuan itu tampak lahap memakan makanannya. Berbeda dengan Feranda yang hanya memakan salad karena Feranda harus menjaga bentuk tubuhnya. Armor terus melirik ke arah Chayyara yang tengah sibuk mengunyah dengan mulut terisi penuh. Hal itu tak luput dari perhatian Feranda yang melihat pandangan penuh arti Armor kepada Chayyara. Hati Feranda berdenyut nyeri saat menyadari sesuatu yang perlah
Alasan mengapa Chayyara tadinya memutuskan tidur di lantai karena di kamar tamu tidak ada sofa, membuat Armor dan Chayyara diharuskan tidur di ranjang yang sama. Chayyara benar-benar takut jika harus tidur bersama, namun karena ucapan Armor tadi yang menyuruh Chayyara tidur di ranjang, membuat Chayyara langsung saja menuruti ucapan suaminya itu. Chayyara langsung terlelap dengan posisi menyampingkan tubuhnya sambil memegangi perutnya yang mulai terlihat. Sedangkan Armor baru saja selesai mandi, melangkah menuju ranjang mereka, dan ikut membaringkan tubuhnya di samping Chayyara. Armor menoleh ke sampingnya saat merasakan pergerakan seseorang, memperhatikan tubuh Chayyara yang kini menghadap ke arahnya, pria itu pun ikut mengubah posisi tidurnya menjadi menyamping, berhadapan dengan Chayyara. Armor memperhatikan wajah Chayyara yang tampak damai dalam tidurnya, lantas pandangannya terjatuh pada pergerakan tangan Chayyara yang mengusap perutnya. Armor yang merasa penasaran, perlahan m
Chayyara menghirup bau lembaran kertas yang sudah menjadi favoritnya. Matanya berbinar saat mulai memperhatikan rak-rak menjulang tinggi di depannya. Armor berdiri di sebelahnya sambil menggendong Valerio. Mereka sengaja mendatangi perpustakaan ibu kota untuk meminjam buku-buku yang dibutuhkan Chayyara. Sebenarnya Armor sudah memaksa Chayyara untuk membeli saja buku-buku yang dibutuhkannya, tetapi istrinya itu menolak dengan alasan bahwa Chayyara ingin melihat dulu isi dari buku-buku yang ada di perpustakaan. Armor pun hanya bisa mengiyakan. "Sayang, aku ke rak yang di sana ya." Chayyara menunjuk jajaran rak di sebelah kanan.Armor mengangguk. Pria itu menepuk-nepuk pelan punggung putranya yang tertidur, terdengar suara Valerio yang tengah mendengkur halus. Seharian ini mereka telah menghabiskan banyak waktu bersama, dari mulai piknik di taman, bermain sepeda, dan membacakan cerita anak untuk Valerio sambil bersantai. Langit sudah menunjukan warna senja, yang berarti siap menjemput
"Kak Armor," panggil Chayyara.Armor tidak menjawab."Kak."Tetap tidak ada jawaban."Kak Armor! Kay panggil-panggil!" Chayyara mengerucutkan bibirnya melihat Armor yang tidak meresponnya sama sekali. Pria itu tampak sibuk dengan iPadnya di meja kerja.Chayyara beranjak dari ranjang menghampiri Armor. Perempuan itu merebut iPad Armor, lantas ia mendudukkan dirinya di pangkuan Armor. Chayyara menyimpan iPad suaminya itu di atas meja kerja."Kay panggil-panggil, tidak dengar?" tanya Chayyara dengan raut wajah kesal."Panggil apa?" tanya Armor terlihat santai."Tadi Kay panggil. Kak Armor? Kak? Tapi Kakak cuek," ujar Chayyara. Kini tangan Chayyara sudah menangkup wajah suaminya itu. Menatap serius ke arah Armor, "Kak Armor marah?"Armor diam."Kay sudah bikin Kak Armor kesal?"Hening diantara keduanya. Chayyara berdecak setelah menunggu lama Armor untuk menjawab pertanyaannya."Kay sudah bikin Kakak kesal kan? Coba jelaskan, Kay akan bertanggung jawab. Kay janji." Chayyara mengangguk-ang
Setelah obrolan mereka semalam, Chayyara jadi tahu dunia perkuliahan. Armor mengizinkannya untuk kuliah. Suaminya itu juga sengaja menanyakan hal apa saja yang diminatinya selain memasak dan membaca. Chayyara sempat kebingungan, seperti remaja yang baru lulus SMA yang tidak tahu arah tujuannya akan kemana. Chayyara meminta waktu kepada Armor untuk mempertimbangkan jurusan yang akan dirinya pilih karena Chayyara tidak mau salah jurusan dan menyesal di akhir tahun, seperti pengalaman orang-orang di sosial media yang bercerita bahwa penyesalan datang di akhir karena lebih memilih jurusan yang tidak selaras dengan minat dan bakarnya hanya karena agar bisa masuk kampus impian. Begitu banyak hal yang Chayyara tanyakan kepada Armor dan syukurnya suaminya itu sangat sabar dalam menjawab segala pertanyaan-pertanyaannya. Chayyara juga terlihat antusias mendengar penjelasan Armor. Terlihat sekali jika suaminya itu pintar dan berwawasan luas. Ah, semoga Valerio memiliki kepintaran yang sama
Armor berjalan memasuki perpustakaan. Terlihat di sofa, Chayyara tengah tertidur dengan Valerio yang terlelap di dadanya. Armor berdecak melihat putranya itu yang semakin hari semakin menguasai istrinya.Armor melepas jasnya, melampirkannya di lengan sofa. Pria itu menggulung lengan kemejanya hingga siku. Pandangannya terarah ke arah meja kecil di samping sofa. Armor melihat formulir pendaftaran Universitas di sana. Satu alisnya terangkat, lalu beralih menatap istrinya yang masih nyenyak tertidur di sofa.Setelah permasalahan mereka mengenai Hyunjae mereda, Armor dibuat tanda tanya dengan tingkah laku Chayyara akhir-akhir ini. Armor menghampiri Chayyara, mengangkat pelan Valerio dari pelukan Chayyara. Chayyara yang menyadari Valerio diambil dari pelukannya pun terbangun. "Kak?""Tidur lagi saja. Aku akan memindahkan Valerio ke kamar.""Sekarang sudah jam berapa?""Jam delapan."Chayyara membulatkan matanya, "Kay belum memasak apapun!"Armor tersenyum, "Kita makan di luar. Aku sudah b
Chayyara menggembungkan pipinya. Menatap Armor dengan mata berkaca-kaca. Sedangkan Armor tengah duduk di lengan sofa yang tersedia di kamar mereka. Armor tersenyum sinis, "Hanya karena meminjamkan sebuah payung?" Chayyara mengangguk. "Kamu pasti pernah menyukainya kan?" Chayyara membelalakan matanya, lantas menggeleng cepat, "Tidak! Kay tidak pernah menyukainya!" "Lalu kenapa dia sering menyapamu?" "Kay tidak tahu." "Siapa namanya?" Chayyara diam. "Chayyara..." Armor mencoba bersabar. "Hyun...Hyunjae," jawab Chayyara pelan. Armor melangkahkan kakinya perlahan ke arah ranjang. Ia membuka kemeja kerja yang dikenakannya. Menjatuhkan kepalanya di paha Chayyara. Armor tahu jika istrinya itu mulai ketakutan, maka cara yang paling ampuh, Armor harus meredamkan amarahnya. Armor tidak mau sampai mulutnya mengatakan hal yang menyakitkan kepada Chayyara. "Kak Armor masih marah?" tanya Chayyara pelan. Armor tidak menjawab. Pria itu justru memilih memejamkan matanya. Tida
Chayyara dan Armor masih menikmati liburan mereka di Gangwon, banyak tempat-tempat yang mereka kunjungi, salah satunya museum. Chayyara sudah menduga jika Pangeran tidak terlalu menyukai tempat yang memiliki khas ala rumah tradisional di Korea. Anak kecil itu sudah jelas lebih menyukai taman bermain. Sebenarnya ini juga salahnya yang terlalu memikirkan keinginan dirinya karena meski sebelumnya Chayyara pernah tinggal di Korea Selatan, tetapi Chayyara jarang mengunjungi tempat-tempat wisata.Armor yang menyadari sikap Chayyara pun langsung mencium kepala istrinya itu. “Pangeran akan terbiasa.”Chayyara menatap ragu, namun Chayyara tetapmengangguk, melihat Valerio yang terlihat nyenyak di dalam di gendongannya. Pangeran sedari tadi hanya diam di gendongan Armor. Itu cukup membuat Chayyara merasa bersalah.***Chayyara baru selesai dari toilet, tiba-tiba terdengar suara seseorang memanggil namanya. “Yara!”“Sunbae,” ujar Chayyara pelan saat melihat seseorang tengah melambaikan tangan k
Armor mencium puncak kepala Chayyara yang terlihat sibuk mengganti pakaian Valerio. Chayyara tersenyum, “Pangeran sudah siap-siap, Kak?”Armor mengangguk, “Dia lagi sarapan roti sambil nonton youtube.”Chayyara menoleh ke arah Armor lantas melotot tajam, “Kakak sudah bilang batas waktunya kan?”Armor tersenyum, pria itu langsung menyambar bibir istrinya. “Kak!” tegur Chayyara, “Jawab dulu!”“Iya, Sayang. Sudah.” Chayyara menghela nafas lega. Pasalnya Pangeran pernah menangis hebat karena tidak ada satu pun anggota keluarga yang mengizinkannya bermain gadget. Bukannya Chayyara tega membiarkan Pangeran hidup tanpa benda-benda elektronik itu, tetapi Chayyara mendapatkan pesan dari orangtua Pangeran bahwa anak itu sudah mulai ditahap keras kepala dan sedikit susah diberitahu jika berkaitan dengan gadget. Oleh sebab itu, Chayyara dan Armor diamanahkan untuk lebih memberi batasan kepada Pangeran dalam memakai gadget. “Tampan sekali anak Mommy!” Chayyara berujar seraya mencium pipi kanan d
“Aunty Kay?” panggil suara anak kecil yang sangat Chayyara kenali.“Pangeran?” tanya Chayyara memastikan suara itu. Chayyara keluar dari walk-in closet kamarnya, dan benar saja. Chayyara melihat sosok yang dulunya masih kecil kini terlihat lebih tinggi dan pastinya dengan wajahnya yang lebih tampan.“Kamu kapan ke sini?” Chayyara bertanya seraya menghampiri Pangeran, Chayyara merendahkan tubuhnya yang membuat Pangeran langsung memeluk Chayyara erat.“Pangeran rindu Aunty Kay…”Chayyara tersenyum saat mendengar tutur kata Pangeran yang sudah tidak cadel lagi. Tidak terasa, sosok kecil ini sudah tumbuh besar.“Aunty juga… Bagaimana sekolahmu di Sydney?”Pangeran menggeleng, “Selesai lebih cepat,” ujar Pangeran dengan wajah sumringah.“Kamu akan lanjut sekolah di sana lagi?”Pangeran menggeleng, “Tentu saja tidak, Aunty,” ujar Pangeran mendelik, “Sesuai perjanjian Pangeran dengan Mama Papa, kalau Pangeran bisa mengontrol emosi dan tidak selalu merengek meminta sesuatu, Pangeran akan lanj
Setelah menemani Valerio tidur siang, Chayyara memutuskan untuk keluar dari kamar, pandangannya tak sengaja melihat ke arah balkon yang menunjukan taman belakang. Ya. Saat ini Chayyara tengah berada di rumah mertuanya karena sudah menjadi rutinitas mereka akan menginap setiap akhir pekan di sini. Meski pada awalnya, Armor, suaminya itu merasa keberatan, tetapi setelah mengetahui bahwa Silva dan Javier meminta agar Valerio tidur bersama kedua orangtuanya itu, membuat Armor pun berubah pikiran. Armor melihat itu sebagai kesempatan.Chayyara tersenyum, mengikat rambutnya lantas berjalan menuruni tangga. Mansion keluarga suaminya itu memang masih menggunakan tangga, berbeda dengan mansion yang mereka tempati yang sudah ada lift di dalamnya.***“Kay dimana?” tanya Silva kepada para pelayan.“Tadi saya melihat Nona Chayyara mengajak Tuan Kecil Valerio untuk tidur siang, Nyonya.”Silva mengerutkan keningnya. “Tadi saya habis