Tadi pagi Chayyara sudah bangun dari tidurnya karena perutnya terasa mual. Hampir berulang kali ia keluar masuk kamar mandi hanya untuk mengeluarkan cairan bening, tubuhnya terasa lemas, tapi waktu sudah menunjukan pukul enam pagi. Biasanya Chayyara sudah bersiap-siap memasak sarapan untuk dirinya dan Armor, tetapi sepertinya ia akan memasak sarapan nasi goreng saja untuk Armor karena suaminya itu harus berangkat kerja dengan keadaan perut terisi.
Chayyara memaksakan dirinya untuk berjalan ke arah dapur, mengambil bahan-bahan di kulkas dan mulai bergelut dengan alat-alat dapur. Setelah selesai, Chayyara menghidangkannya di atas meja makan.Chayyara tidak ikut makan karena tidak merasa lapar, namun Armor pasti akan marah padanya jika ia tidak sarapan. Chayyara pun memutuskan mengambil sehelai roti dengan selai nutella kesukaannya. Tak lupa Chayyara juga membuat susu coklat khusus ibu hamil agar bayinya tetap ternutrisi.Chayyara menghela nafas saat pandangannya tertuju pada pintu kamar Armor, ia jadi teringat saat Chayyara tidak sengaja mendengar perkataan Armor yang menyakiti hatinya, ditambah suaminya itu juga membetak dirinya, membuat dirinya menangis semalaman."Kamu kenapa, Sayang?" gumam Chayyara saat rasa mual itu menyerangnya lagi.Setelah selesai memakan roti dan meminum susu ibu hamilnya, Chayyara kembali ke kamar dan langsung membaringkan tubuhnya yang masih terasa lemas***Chayyara terbangun dengan keadaan tidak enak badan. Dilihatnya jam di nakas sudah menunjukan pukul satu siang. Perempuan itu merasakan sakit kepala yang luar biasa, belum lagi perutnya masih terasa mual.Chayyara berusaha berdiri dari ranjangnya, namun Chayyara memilih merangkak menuju kamar mandi karena ia tidak memiliki tenaga untuk berdiri.Chayyara mulai menangis saat serangan itu datang kembali, dalam hitungan detik Chayyara kembali mengeluarkan isi perutnya. Tadi pagi Chayyara hanya sarapan roti dan susu ibu hamil, yang pada akhirnya semua itu keluar kembali."Halmeoni… " lirih Chayyara pelan.Chayyara memegang leher belakangnya, lagi-lagi hanya cairan bening yang keluar dari mulutnya. Chayyara merasa lelah. Perempuan itu menyandarkan tubuhnya di dinding samping kloset, Chayyara tidak tahu harus berbuat apa selain menangis.Setelah selesai mengeluarkan isi perutnya, Chayyara kembali ke ranjang, perempuan itu memegang lehernya yang terasa hangat, lalu memegang keningnya yang mengeluarkan keringat dingin.Chayyara mengelus perutnya, ia tersenyum lembut. "Mama habis muntah-muntah, loh. Kamu tidak suka Mama makan roti sama susu ya?" tanya Chayyara berbicara dengan perutnya.Chayyara terkekeh geli, menyadari kegilaannya yang berbicara sendiri. Chayyara benar-benar kesepian. Hari-hari yang biasa ia habiskan hanya dengan sekolah, belajar, mengerjakan tugas, membaca novel, menonton film, atau memasak. Kini bertambah dengan mengajak bayi dalam perutnya berbicara.Chayyara kembali membaringkan tubuhnya. Chayyara mengelus perutnya seraya menahan rasa sakit dikepalanya, ia berharap rasa sakitnya akan segera pulih setelah ia banyak beristirahat di hari ini. Semoga saja Armor pulang malam dan juga sudah makan malam di kantor. Ya. Semoga saja.***Sesampainya Armor di rumah, ia merasa heran saat melihat suasana rumahnya yang gelap, tidak ada satu pun lampu yang menyala, ketika ia masuk ke dalam pun, hanya lampu dapur yang menyala. Selama kurang lebih satu bulan Armor tinggal bersama Chayyara, untuk pertama kalinya ia tidak mencium bau masakan dari arah dapur.Kemana dia? Apa dia marah? apa perempuan itu sengaja merajuk karena kemarin Armor membentaknya? batinnya bertanya-tanya.Merasa penasaran Armor pun melangkah menuju kamar Chayyara yang terletak tak jauh dari kamarnya.Armor memasuki kamar Chayyara yang ternyata keadaan kamar istrinya pun sama gelapnya. Armor menyalakan saklar lampu di samping pintu, lantas menghampiri Chayyara yang terlihat berbaring dengan selimut yang menutupi seluruh tubuhnya.Pria itu menatap tajam Chayyara, dilihatnya wajah Chayyara pucat dengan bibir yang gemetar, dibukanya selimut yang menutupi seluruh tubuh istri kecilnya itu dan terlihatlah bagaimana tubuh Chayyara tengah menggigil hebat. Armor langsung memegang kening Chayyara yang ternyata panas.Armor menelepon Fredy untuk memanggilkan dokter ke rumahnya. Pria itu mengelap keringat di dahi Chayyara, lalu berjalan menuju dapur untuk menyiapkan kompresan. Armor mengompres kening Chayyara.Beberapa menit kemudian, dokter pun datang dan langsung memeriksa kondisi Chayyara. Kebetulan dokter yang datang adalah teman Fredy yang bernama Alita.Armor menatap dingin kedatangan keduanya, lalu mengizinkan Alita masuk ke kamar untuk memeriksa keadaan Chayyara."Wuah! Pasienku kali ini sangat manis ya..." Alita tersenyum lebar ketika memeriksa keadaan perempuan bertubuh kecil itu.Namun saat Alita mengarahkan stetoskopnya ke bagian perut Chayyara, senyuman Alita menghilang. Hal itu membuat Armor dan Fredy bertanya-tanya dengan perubahan ekspresi Alita."Apa dia hamil?" tanya Alita menatap tajam ke arah Armor dan Fredy secara bergantian.Armor menatap dingin Alita, sedangkan Fredy mulai gelagapan, "Begini, Ta. Kay memang sedang hamil, tap—""Siapa namanya?""Chayyara, panggil saja Kay,” jawab Fredy cepat."Dan siapa yang menghamilinya?""Itu—" Fredy melirik ke sebelahnya."Astaga Fredy! Dia masih sangat muda untuk hamil! Kamu tahu kan resikonya apa kalau perempuan hamil di usia muda!" sentak Alita menatap tajam ke arah Fredy."Apa? Gue—""Memang apa resikonya?" Kali ini Armor yang bersuara.Alita menoleh ke arah Armor, menatap pria dingin itu dengan tatapan galak. "Jawab dulu pertanyaanku, kamu yang menghamilinya?""Alita!” Fredy memperingati."Ya." Armor menjawab.Fredy menoleh kepada Armor dan Alita secara bergantian, yang satu mengeluarkan aura galak, sedangkan yang satunya lagi mengeluarkan aura dingin, membuat keadaan terasa mencekam.Rasanya Fredy ingin menarik Alita pergi agar tidak ikut campur urusan Armor, karena Fredy sangat tahu jika pria dingin itu tidak suka ada orang yang mengusik apalagi ikut campur pada urusan pribadi.Alita menghela nafas berat, memejamkan matanya. "Biar aku tebak, usia Kay tujuh belas?""Enam belas."Alita membelalakan matanya, "Oh astaga! Bahkan dia belum legal untuk memiliki kartu tanda penduduk!""Alita… please dengerin gue dulu… " ujar Fredy memohon."Kenalin, ini Armor, bos gue, suami Kay, ayah dari bayi yang lagi dikandung Kay."Alita mengangguk."Kay sekarang demam, dan Armor perlu tahu kondisi istrinya kaya gimana, lo bisa aja khawatir karena Kay hamil di usianya yang masih muda, tapi yang lagi kita butuhin sekarang adalah gimana kondisi Kay, gue gak nyalahin lo yang peduli banget sama keadaan pasien, tapi setiap pasien punya hak untuk menjaga privasi mereka, dan lo gak berhak buat ikut campur urusan—"Alita menghindar dari Fredy dan langsung menghadap ke arah Armor, "Pasien yang melahirkan di usia muda itu sangat kecil kemungkinan untuk bertahan, lebih rentan mengalami keguguran, terlebih di usia muda seperti Kay ini. Saat proses melahirkan, kemungkinannya fifty-fifty."Fredy membelalakan matanya, "Maksud… maksud lo fifty-fifty?""Hidup dan mati." Alita menjawab dengan nada dinginnya, menatap ke arah Armor dan Fredy secara bergantian. "Kay dalam kondisi yang lemah, karena dia sedang mengalami trimester pertama, dimana ibu hamil biasanya mengalami morning sickness alias rasa mual yang berulang. Kay pasti mengalami hal yang berat di hari ini,""Untuk demamnya, sepertinya Kay kurang tidur, terlihat dari kantung matanya yang menghitam dan juga membengkak." Alita menghela nafas panjang."Aku akan memberinya obat pereda demam dan pereda rasa mual, di minum 3x sehari sesudah makan, pastikan Kay istirahat yang cukup." Setelah mencatat resep obat, Alita memberikannya kepada Armor.Setelah dirasa urusannya selesai, Alita langsung pergi begitu saja, meninggalkan Fredy yang berulang kali memanggil namanya.***Setelah menelepon Fredy untuk menebus obat di apotek, Armor berjalan ke sisi ranjang, memperhatikan kembali wajah pucat istri kecilnya itu sambil mengganti kompresannya.Armor membalikkan tubuhnya, tiba-tiba "Halmeoni… " Armor menoleh ke arah Chayyara yang terdengar memanggil seseorang, dan seseorang itu tak lain tak bukan adalah nenek dari istri kecilnya itu.Armor mendekati Chayyara, ia mulai mengusap pelan kepala istri kecilnya. Ia pun memutuskan untuk menemani Chayyara malam ini.To be continued...Armor terjaga semalaman hanya untuk mengganti kompresan dan memastikan demam Chayyara turun. Di samping itu, Armor juga menyelesaikan pekerjaannya di malam hari untuk ia berikan kepada Fredy di keesokan harinya. Tanpa disadarinya, ternyata Armor tertidur di sofa, ia terbangun saat mendengar suara berisik dari arah kamar mandi. Armor menoleh ke arah ranjang, tidak ada Chayyara di sana. Ia pun bergegas menuju kamar mandi. Armor memasuki kamar mandi yang memang pintunya terbuka, ia bisa melihat Chayyara tengah memuntahkan isi perutnya di kloset. Ia menghampiri Chayyara untuk kemudian memijat pelan tekuk istri kecilnya itu. Armor juga memegangi rambut Chayyara agar tidak terkena muntahan. "Kak… Kak Armor… keluar," ujar Chayyara lemah. "Nan… nanti jijik," lanjut Chayyara. "Diam,” perintah Armor dingin. Chayyara masih menghadap kloset, ia kembali merasa mual, sambil menangis Chayyara kembali memuntahkan cairan bening dari mulutnya. Chayyara merasa kelelahan, di tambah ia juga merasaka
"Hmm tadi pagi Kay sudah makan tujuh gorengan, terus sekarang sudah delapan gorengan, berarti Kay sudah makan lima belas gorengan." Armor menatap heran ke arah Chayyara, apa tidak ada yang salah dengan istri kecilnya itu? Mengingat nafsu makan Chayyara yang semakin hari semakin membaik, membuat Armor tidak terlalu khawatir akan kondisi istri kecilnya. Meski Armor akui, ia masih sedikit khawatir saat Chayyara masih mengalami mual-mual di pagi hari. Setelah selesai sarapan, Armor melihat Chayyara tengah bersiap untuk sekolah onlinenya, sedangkan dirinya belum berangkat ke kantor karena masih mengecek beberapa berkas di iPadnya. Ketika Chayyara tengah melihat-lihat sosial media, betapa terkejutnya Chayyara melihat berita tentang kakaknya. Chayyara menoleh ke arah Armor yang masih setia duduk di sofa. Armor yang merasa di perhatikan, mengalihkan pandangannya ke arah Chayyara, kini mereka saling bertatapan. "Kenapa?" tanya Armor. Chayyara langsung mengalihkan tatapannya ke arah lain,
Semenjak kejadian kemarin sore, Chayyara mengunci dirinya di kamar. Perempuan itu hanya keluar saat dirinya merasa lapar. Keesokan harinya pun sama, Chayyara tidak keluar dari kamar, tidak meminta Bi Sani untuk belanja, tidak juga memasakan sarapan untuk Armor. "Kemana Chayyara?" tanya Armor kepada Bi Sani. "Nyonya belum keluar dari kamar, Tuan. Apa mungkin Nyonya masih tidur?" ujar Bi Sani hati-hati. Armor menoleh ke arah pintu kamar Chayyara, pria itu mengangguk lantas berjalan ke arah ruang tamu. "Tuan ingin sarapan apa? Karena Nyonya belum bangun, jadi saya belum tahu ingin memasak sarapan apa untuk Tuan." "Tidak perlu. Saya akan sarapan di kantor." Armor menjawab. Sebenarnya Armor ingin memakan sarapannya jika Chayyara yang memasaknya. Mengingat Chayyara mungkin masih marah padanya. Armor memilih untuk menolak tawaran asisten rumah tangganya itu. *** "Proyek di Bandung akan segera selesai, apa Bapak akan kembali ke Jakarta?" tanya Fredy formal. "Berapa persen lagi?" tany
Armor tengah menatap tajam Chayyara yang sedari tadi belum juga menyentuh sarapan paginya. "Sudahlah, Armor..." Armor mendengus kesal, berusaha sabar agar tidak terjadi perdebatan dengan ibunya. "Kay inginnya apa, Sayang? Biar Armor yang belikan." Chayyara tersenyum lantas menggeleng pelan, "Kay belum lapar, Mama." "Tapi kamu harus makan, Sayang. Kasihan bayi kamu nantinya," ujar Silva dengan nada lembut. Chayyara menggigit bibir bawahnya, menatap Silva dan Armor bergantian. Jarinya saling bertautan, ia merasa takut jika harus mengatakan yang sebenarnya. "Ada yang kamu inginkan tidak?" tanya Silva sekali lagi. "Kay…Kay…ingin spicy chicken," ujar Chayyara pelan. Mendengar itu membuat Armor melotot tajam. "Sayang… ini masih pagi untuk makan spicy chicken." "Tidak makanan pedas," pungkas Armor dengan nada dingin. Mata Chayyara berkaca-kaca, perempuan itu menundukan kepalanya. Sudah ia duga kan? Pasti keinginannya tidak akan mendapat izin dari kedua orang dihadapannya. Chayyara
"Kamu harus makan, kita akan berhenti di rest area. Kamu ingin pesan apa?" tanya Armor. Chayyara melihat ke atap mobil, Chayyara tengah berpikir. "Kay ingin big burger dan kentang goreng." Armor mengangguk. "Kamu ingin apa, Nda?" tanya Armor membuat Feranda menoleh. "Nanti aku lihat-lihat dulu saja, Ar." Pria itu pun mengangguk pelan dengan tatapan kembali lurus ke jalan. *** Setelah memesan makanan, Armor dan Feranda memutuskan untuk makan di mobil karena lagi-lagi Feranda harus mengejar waktu pemotretannya di Jakarta. Sedangkan Chayyara tengah menikmati big burger dan kentang gorengnya. Perempuan itu tampak lahap memakan makanannya. Berbeda dengan Feranda yang hanya memakan salad karena Feranda harus menjaga bentuk tubuhnya. Armor terus melirik ke arah Chayyara yang tengah sibuk mengunyah dengan mulut terisi penuh. Hal itu tak luput dari perhatian Feranda yang melihat pandangan penuh arti Armor kepada Chayyara. Hati Feranda berdenyut nyeri saat menyadari sesuatu yang perlah
Alasan mengapa Chayyara tadinya memutuskan tidur di lantai karena di kamar tamu tidak ada sofa, membuat Armor dan Chayyara diharuskan tidur di ranjang yang sama. Chayyara benar-benar takut jika harus tidur bersama, namun karena ucapan Armor tadi yang menyuruh Chayyara tidur di ranjang, membuat Chayyara langsung saja menuruti ucapan suaminya itu. Chayyara langsung terlelap dengan posisi menyampingkan tubuhnya sambil memegangi perutnya yang mulai terlihat. Sedangkan Armor baru saja selesai mandi, melangkah menuju ranjang mereka, dan ikut membaringkan tubuhnya di samping Chayyara. Armor menoleh ke sampingnya saat merasakan pergerakan seseorang, memperhatikan tubuh Chayyara yang kini menghadap ke arahnya, pria itu pun ikut mengubah posisi tidurnya menjadi menyamping, berhadapan dengan Chayyara. Armor memperhatikan wajah Chayyara yang tampak damai dalam tidurnya, lantas pandangannya terjatuh pada pergerakan tangan Chayyara yang mengusap perutnya. Armor yang merasa penasaran, perlahan m
"Nah lihat, ini bayinya ya, tunggu sebentar… " Tatapan Dokter Septi berubah serius. "Ada apa?" tanya Armor. "Ada dua! Wuah, selamat! Ternyata Kay mengandung bayi kembar!" sorak Dokter Septi. Wajah Chayyara terkejut bukan main, namun tak bisa dipungkiri jika ia pun merasa bahagia. Chayyara menoleh ke arah Armor yang tidak memberikan reaksi apapun, wajah pria itu tetap dingin seperti biasa. Seketika senyuman Chayyara pudar, apakah Armor tidak senang dengan kabar bahwa bayi mereka ternyata kembar? Setelah melakukan USG, kini giliran Armor yang banyak bertanya mengenai keluhan Chayyara, ternyata hal itu wajar, terlebih Chayyara mengandung dua janin di usia muda. Hal itu membuat kondisi fisik Chayyara lebih rentan dari biasanya. Dokter Septi pun memberikan resep obat dan vitamin untuk dikonsumsi Chayyara, Dokter Septi juga menyarankan agar Chayyara banyak makan agar tidak sering merasa lemas. *** Sesampainya mereka di mansion keluarga, terdengar suara berisik dari arah ruang makan.
Setelah makan malam bersama, Chayyara kembali ke kamarnya terlebih dahulu. Chayyara juga berniat untuk mengganti pakaiannya, karena ia malas mengganti pakaian di walk-in closet, alhasil Chayyara memutuskan untuk menggantinya di kamar saja. Lagipula Chayyara juga yakin bahwa Armor tidak akan masuk ke kamar di jam segini, karena biasanya pria itu akan masuk kamar di waktu tengah malam. Chayyara membuka dress ibu hamilnya, ia pun mencari pajamas untuk dipakainya tidur lalu menyimpannya di atas ranjang. Chayyara berdiri di depan cermin, memperhatikan bentuk tubuhnya yang kecil dengan perutnya yang sudah membesar. Chayyara tersenyum geli melihat dirinya sendiri yang terlihat lucu di depan cermin. Meski jujur saja, perutnya itu berat dan sering membuatnya kesulitan bernafas, tetapi Chayyara mulai menikmati masa kehamilannya. "Perutmu semakin membesar." Tiba-tiba suara seseorang mengejutkan Chayyara. Ia membulatkan matanya saat melihat Armor tengah bersandar di pintu kamar mereka. "Kak
Chayyara menghirup bau lembaran kertas yang sudah menjadi favoritnya. Matanya berbinar saat mulai memperhatikan rak-rak menjulang tinggi di depannya. Armor berdiri di sebelahnya sambil menggendong Valerio. Mereka sengaja mendatangi perpustakaan ibu kota untuk meminjam buku-buku yang dibutuhkan Chayyara. Sebenarnya Armor sudah memaksa Chayyara untuk membeli saja buku-buku yang dibutuhkannya, tetapi istrinya itu menolak dengan alasan bahwa Chayyara ingin melihat dulu isi dari buku-buku yang ada di perpustakaan. Armor pun hanya bisa mengiyakan. "Sayang, aku ke rak yang di sana ya." Chayyara menunjuk jajaran rak di sebelah kanan.Armor mengangguk. Pria itu menepuk-nepuk pelan punggung putranya yang tertidur, terdengar suara Valerio yang tengah mendengkur halus. Seharian ini mereka telah menghabiskan banyak waktu bersama, dari mulai piknik di taman, bermain sepeda, dan membacakan cerita anak untuk Valerio sambil bersantai. Langit sudah menunjukan warna senja, yang berarti siap menjemput
"Kak Armor," panggil Chayyara.Armor tidak menjawab."Kak."Tetap tidak ada jawaban."Kak Armor! Kay panggil-panggil!" Chayyara mengerucutkan bibirnya melihat Armor yang tidak meresponnya sama sekali. Pria itu tampak sibuk dengan iPadnya di meja kerja.Chayyara beranjak dari ranjang menghampiri Armor. Perempuan itu merebut iPad Armor, lantas ia mendudukkan dirinya di pangkuan Armor. Chayyara menyimpan iPad suaminya itu di atas meja kerja."Kay panggil-panggil, tidak dengar?" tanya Chayyara dengan raut wajah kesal."Panggil apa?" tanya Armor terlihat santai."Tadi Kay panggil. Kak Armor? Kak? Tapi Kakak cuek," ujar Chayyara. Kini tangan Chayyara sudah menangkup wajah suaminya itu. Menatap serius ke arah Armor, "Kak Armor marah?"Armor diam."Kay sudah bikin Kak Armor kesal?"Hening diantara keduanya. Chayyara berdecak setelah menunggu lama Armor untuk menjawab pertanyaannya."Kay sudah bikin Kakak kesal kan? Coba jelaskan, Kay akan bertanggung jawab. Kay janji." Chayyara mengangguk-ang
Setelah obrolan mereka semalam, Chayyara jadi tahu dunia perkuliahan. Armor mengizinkannya untuk kuliah. Suaminya itu juga sengaja menanyakan hal apa saja yang diminatinya selain memasak dan membaca. Chayyara sempat kebingungan, seperti remaja yang baru lulus SMA yang tidak tahu arah tujuannya akan kemana. Chayyara meminta waktu kepada Armor untuk mempertimbangkan jurusan yang akan dirinya pilih karena Chayyara tidak mau salah jurusan dan menyesal di akhir tahun, seperti pengalaman orang-orang di sosial media yang bercerita bahwa penyesalan datang di akhir karena lebih memilih jurusan yang tidak selaras dengan minat dan bakarnya hanya karena agar bisa masuk kampus impian. Begitu banyak hal yang Chayyara tanyakan kepada Armor dan syukurnya suaminya itu sangat sabar dalam menjawab segala pertanyaan-pertanyaannya. Chayyara juga terlihat antusias mendengar penjelasan Armor. Terlihat sekali jika suaminya itu pintar dan berwawasan luas. Ah, semoga Valerio memiliki kepintaran yang sama
Armor berjalan memasuki perpustakaan. Terlihat di sofa, Chayyara tengah tertidur dengan Valerio yang terlelap di dadanya. Armor berdecak melihat putranya itu yang semakin hari semakin menguasai istrinya.Armor melepas jasnya, melampirkannya di lengan sofa. Pria itu menggulung lengan kemejanya hingga siku. Pandangannya terarah ke arah meja kecil di samping sofa. Armor melihat formulir pendaftaran Universitas di sana. Satu alisnya terangkat, lalu beralih menatap istrinya yang masih nyenyak tertidur di sofa.Setelah permasalahan mereka mengenai Hyunjae mereda, Armor dibuat tanda tanya dengan tingkah laku Chayyara akhir-akhir ini. Armor menghampiri Chayyara, mengangkat pelan Valerio dari pelukan Chayyara. Chayyara yang menyadari Valerio diambil dari pelukannya pun terbangun. "Kak?""Tidur lagi saja. Aku akan memindahkan Valerio ke kamar.""Sekarang sudah jam berapa?""Jam delapan."Chayyara membulatkan matanya, "Kay belum memasak apapun!"Armor tersenyum, "Kita makan di luar. Aku sudah b
Chayyara menggembungkan pipinya. Menatap Armor dengan mata berkaca-kaca. Sedangkan Armor tengah duduk di lengan sofa yang tersedia di kamar mereka. Armor tersenyum sinis, "Hanya karena meminjamkan sebuah payung?" Chayyara mengangguk. "Kamu pasti pernah menyukainya kan?" Chayyara membelalakan matanya, lantas menggeleng cepat, "Tidak! Kay tidak pernah menyukainya!" "Lalu kenapa dia sering menyapamu?" "Kay tidak tahu." "Siapa namanya?" Chayyara diam. "Chayyara..." Armor mencoba bersabar. "Hyun...Hyunjae," jawab Chayyara pelan. Armor melangkahkan kakinya perlahan ke arah ranjang. Ia membuka kemeja kerja yang dikenakannya. Menjatuhkan kepalanya di paha Chayyara. Armor tahu jika istrinya itu mulai ketakutan, maka cara yang paling ampuh, Armor harus meredamkan amarahnya. Armor tidak mau sampai mulutnya mengatakan hal yang menyakitkan kepada Chayyara. "Kak Armor masih marah?" tanya Chayyara pelan. Armor tidak menjawab. Pria itu justru memilih memejamkan matanya. Tida
Chayyara dan Armor masih menikmati liburan mereka di Gangwon, banyak tempat-tempat yang mereka kunjungi, salah satunya museum. Chayyara sudah menduga jika Pangeran tidak terlalu menyukai tempat yang memiliki khas ala rumah tradisional di Korea. Anak kecil itu sudah jelas lebih menyukai taman bermain. Sebenarnya ini juga salahnya yang terlalu memikirkan keinginan dirinya karena meski sebelumnya Chayyara pernah tinggal di Korea Selatan, tetapi Chayyara jarang mengunjungi tempat-tempat wisata.Armor yang menyadari sikap Chayyara pun langsung mencium kepala istrinya itu. “Pangeran akan terbiasa.”Chayyara menatap ragu, namun Chayyara tetapmengangguk, melihat Valerio yang terlihat nyenyak di dalam di gendongannya. Pangeran sedari tadi hanya diam di gendongan Armor. Itu cukup membuat Chayyara merasa bersalah.***Chayyara baru selesai dari toilet, tiba-tiba terdengar suara seseorang memanggil namanya. “Yara!”“Sunbae,” ujar Chayyara pelan saat melihat seseorang tengah melambaikan tangan k
Armor mencium puncak kepala Chayyara yang terlihat sibuk mengganti pakaian Valerio. Chayyara tersenyum, “Pangeran sudah siap-siap, Kak?”Armor mengangguk, “Dia lagi sarapan roti sambil nonton youtube.”Chayyara menoleh ke arah Armor lantas melotot tajam, “Kakak sudah bilang batas waktunya kan?”Armor tersenyum, pria itu langsung menyambar bibir istrinya. “Kak!” tegur Chayyara, “Jawab dulu!”“Iya, Sayang. Sudah.” Chayyara menghela nafas lega. Pasalnya Pangeran pernah menangis hebat karena tidak ada satu pun anggota keluarga yang mengizinkannya bermain gadget. Bukannya Chayyara tega membiarkan Pangeran hidup tanpa benda-benda elektronik itu, tetapi Chayyara mendapatkan pesan dari orangtua Pangeran bahwa anak itu sudah mulai ditahap keras kepala dan sedikit susah diberitahu jika berkaitan dengan gadget. Oleh sebab itu, Chayyara dan Armor diamanahkan untuk lebih memberi batasan kepada Pangeran dalam memakai gadget. “Tampan sekali anak Mommy!” Chayyara berujar seraya mencium pipi kanan d
“Aunty Kay?” panggil suara anak kecil yang sangat Chayyara kenali.“Pangeran?” tanya Chayyara memastikan suara itu. Chayyara keluar dari walk-in closet kamarnya, dan benar saja. Chayyara melihat sosok yang dulunya masih kecil kini terlihat lebih tinggi dan pastinya dengan wajahnya yang lebih tampan.“Kamu kapan ke sini?” Chayyara bertanya seraya menghampiri Pangeran, Chayyara merendahkan tubuhnya yang membuat Pangeran langsung memeluk Chayyara erat.“Pangeran rindu Aunty Kay…”Chayyara tersenyum saat mendengar tutur kata Pangeran yang sudah tidak cadel lagi. Tidak terasa, sosok kecil ini sudah tumbuh besar.“Aunty juga… Bagaimana sekolahmu di Sydney?”Pangeran menggeleng, “Selesai lebih cepat,” ujar Pangeran dengan wajah sumringah.“Kamu akan lanjut sekolah di sana lagi?”Pangeran menggeleng, “Tentu saja tidak, Aunty,” ujar Pangeran mendelik, “Sesuai perjanjian Pangeran dengan Mama Papa, kalau Pangeran bisa mengontrol emosi dan tidak selalu merengek meminta sesuatu, Pangeran akan lanj
Setelah menemani Valerio tidur siang, Chayyara memutuskan untuk keluar dari kamar, pandangannya tak sengaja melihat ke arah balkon yang menunjukan taman belakang. Ya. Saat ini Chayyara tengah berada di rumah mertuanya karena sudah menjadi rutinitas mereka akan menginap setiap akhir pekan di sini. Meski pada awalnya, Armor, suaminya itu merasa keberatan, tetapi setelah mengetahui bahwa Silva dan Javier meminta agar Valerio tidur bersama kedua orangtuanya itu, membuat Armor pun berubah pikiran. Armor melihat itu sebagai kesempatan.Chayyara tersenyum, mengikat rambutnya lantas berjalan menuruni tangga. Mansion keluarga suaminya itu memang masih menggunakan tangga, berbeda dengan mansion yang mereka tempati yang sudah ada lift di dalamnya.***“Kay dimana?” tanya Silva kepada para pelayan.“Tadi saya melihat Nona Chayyara mengajak Tuan Kecil Valerio untuk tidur siang, Nyonya.”Silva mengerutkan keningnya. “Tadi saya habis