Share

POV Namira

Author: Rafasya
last update Last Updated: 2024-08-19 22:14:25

Hari itu keran di dapur rusak, Aku tidak tahu harus menghubungi siapa, sedangkan Mas Aidan tak suka jika aku mengganggunya saat sedang bekerja. Pernah waktu itu aku memintanya untuk pulang sebentar karena listrik korslet. Dan, dia malah menyuruh orang untuk datang memanggilkan petugas PLN. Tanpa tau betapa ketakutannya diriku.

Jadi, di saat seperti ini. Hanya ada satu orang yang selalu kumintai bantuan yaitu ... Ayah.

Ayah mertua yang sudah seperti Ayahku sendiri, dia begitu menyayangiku melebihi Mas Aidan--putranya.

Mas Aidan tidak suka jika aku merepotkannya apalagi dalam urusan perdapuran. Urusan dapur adalah urusan wanita. Apa dia tidak pernah melihat chef di tv kebanyakan laki-laki? Dasar--suamiku itu.

Akhirnya, aku memberanikan diri untuk menghubungi Ayah, aku mengambil ponsel di atas nakas. Sudah beberapa hari tidak membukanya. Sibuk dengan urusan di rumah. Aku terkejut saat melihat balasan chat yang tidak pantas.

Aku merasa tidak pernah mengirimkan chat semacam itu apalagi untuk Ayah. Siapa orang iseng yang sudah membalas chat Ayah Mertuaku dengan tidak sopan seperti ini?

Aku langsung menghapus pesan tersebut, takut jika Mas Aidan yang membacanya pasti ia akan salah paham.

Tak berselang lama ...

Ayah datang, ia lalu bergegas membetulkan keran wastafel di dapur. Dan aku menemaninya. Sesekali dia bercerita tentang masa mudanya dulu.

Ayah bilang, Ibunya Mas Aidan sering mengeluhkan hal yang sama. Tentang keren rusak dan lain-lain soal yang ada di dapur. Namun, Ayah tak pernah merasa terganggu.

Aku tersenyum saat Ayah mebetulkannya dengan cekatan. “Sudah, tinggal kita coba ya?”

Aku mengangguk, Ayah memutar keran air tersebut, namun airnya menciprat kencang ke wajahku. Sehingga, membuatku gelagapan.

"Awh, ahh ... pelan-pelan, Ayah!" seruku.

Ayah langsung memutar keran secara perlahan.

Karena air yang licin Ayah menjadi tergelincir, untungnya dengan cepat ia memegang keran dengan kuat, dan air menciprat lagi.

"Ahh Ayah ini, hahaha," aku tertawa merasa lucu dengan kejadian ini.

Namun tawamu terhenti kala melihat Mas Aidan yang datang secara tiba-tiba. Tanpa mengabariku sama sekali.

Aku sama sekali tak tau jika Mas Aidan akan pulang lebih cepat, Bukankah, biasanya ia pulang sampai larut malam.

Mas Aidan mendekat ke arah kami dengan wajah datar.

Kulihat, dia seperti tidak suka dengan kehadiran ayah di rumah. Apalagi saat Ayah mengatakan akan menginap dalam waktu 1 minggu di sini.

Aku membujuknya karena merasa kasihan pada Ayah yang selalu merindukan putranya.

Akhirnya Mas Aidan setuju, aku merasa sangat senang.

***

Malam hari ....

Entah mengapa malam ini tubuhku rasanya gerah sekali. Aku sengaja memakai baju tidur dengan bagian dada yang rendah untuk mengurangi rasa panas. Sepertinya akan turun hujan.

Mas Aidan memperingatkanku, untuk tak memakai baju seperti ini. Di rumah ada Ayah katanya. Lucu sekali! Tentu saja aku akan memakai sweater atau jaket saat keluar. Tak mungkin kelur kamar dalam keadaan seperti ini.

Tak lama, suamiku itu bertanya, 'apakah Aku masih mencintainya?' itu adalah hal yang konyol yang ia tanyakan. Tentu saja aku sangat mencintainya, untuk apa dipertanyakan lagi? apakah baktiku selama ini terhadapnya masih belum cukup?

Dasar, lelaki! Masih saja merasa kurang.

Tengah malam aku tidak bisa tidur. Sedangkan Mas Aidan sudah mendengkur, terlihat dia tidur sangat nyenyak. Aku tak ingin membangunkannya sepertinya ia kelelahan setelah bekerja.

Aku berjalan menuju dapur, tanpa disengaja kulihat kamar tamu dalam keadaan terbuka.

Aku mengintip dari celah pintu yang terbuka. Kulihat Ayah sedang duduk sambil menatap foto seorang wanita, dan wanita itu adalah ibu-nya Mas Aidan.

Aku masuk tanpa permisi, melihat kehadiranku Ayah langsung menyeka sudut matanya, sepertinya beliau habis menangis.

Aku mencoba untuk menghiburnya dengan menceritakan hal-hal konyol tentang anaknya, Ayah tertawa kemudian mengelus pucuk kepalaku.

Aku memeluknya, aku begitu menyayanginya, beliau mengingatkanku pada sosok Ayah kandungku yang telah tiada.

***

Pagi hari aku merasa tidak enak badan, perutku terus saja bergejolak namun masih bisa kutahan. Dan aku teringat bahwa aku telah telat datang bulan selama 1 minggu.

Aku harap-harap cemas. Mungkinkah aku sedang mengandung?

Jika Iya, aku sangat bahagia. Aku dan Mas Aidan telah menantikan kehamilan ini. Jika nanti, aku benar-benar hamil. Akan kuberikan kejutan ini untuk Mas Aidan.

Aku bergegas keluar rumah untuk membeli tes kehamilan di apotek. Setiba di rumah, aku langsung mencoba alat tersebut.

Degup jantungku berdetak kencang. Aku gelisah, dan juga cemas. Ada sedikit rasa takut. Jika aku tidak hamil. Pasti itu karena aku stres akhir-akhir ini.

Setelah menunggu beberapa saat, aku terperangah. Senyumku merekah, alat itu menunjukkan dua garis yang artinya aku positif ... hamil.

Aku berniat memberikan Mas Aidan kejutan dengan tespack ini. Segera keluar dari kamar mandi dan menghampirinya yang sedang berbaring seraya memainkan ponselnya.

Namun jawaban Mas Aidan malah menyakitiku. Dia tidak mengakui anaknya sendiri.

Ada apa dengannya? Mas Aidanku tidak seperti ini sebelumnya.

Aku bergegas keluar rumah, mengunjungi suatu tempat, untuk menenangkan diri.

Hatiku rasanya sakit. Kehamilan yang kunantikan selama ini malah tak membuat suamiku senang. Dia malah menuduhku telah berkhianat.

Aku menenangkan diri di sebuah taman dekat dengan danau. Hingga sore aku di sana. Tak ada tanda-tanda Mas Aidan mencariku. Dia telah berubah. Biasanya jika aku pergi sebentar saja dia langsung protes dan mencariku.

Sekarang tidak! Padahal sudah dua jam aku disini. Di tempat ini, seorang diri.

Aku bangkit, berniat untuk pulang. Namun sial, aku malah bertemu dengan Hana sepupu Mas Aidan, yang tempo hari secara terang-terangan menyukai suamiku.

"Halo, Namira," sapanya.

Hana tersenyum. Dia menghadang langkahku. Sungguh menyebalkan.

Aku memandang ke arah lain, merasa kesal dengan kehadiran Hana.

"Kau mau apa? Minggir, aku mau lewat!” ketusku.

Dia tersenyum, kemudian mencondongkan wajahnya. "Aku mau ... suamimu!"

"Kau gil4!" pekikku.

Hana menyeringai licik. "Terserah, apa katamu! Yang jelas, sebentar lagi aku akan mendapatkannya. Mendapatkan Aidan--pujaan hatiku." ucapnya, tanpa rasa malu.

"Itu tidak mungkin, Hana, aku dan Mas Aidan saling mencintai." sarkasku. Menatapnya tak kalah sengit.

"Bagaimana jika dibelakangmu Aidan selingkuh?"

Aku mengangkat sudut bibir. "Aku pastikan perempuan itu yang menggodanya lebih dulu."

"Wow!" Hana bertepuk tangan. Dia mengejekku.

“Minggirlah, aku malas melihatmu! Dasar tak tahu malu!”

Aku malas meladeni Hana, tak ingin mendengar ocehanya lebih lama. Kudorong ia perlahan agar menyingkir, setelah itu melambaikan tangan pergi menjauh darinya.

***

[Malam hari]

Aku menunggu Mas Aidan di ruang tamu. Gelisah, menunggu kepulangannya. Bagaimana tidak? Hingga larut malam dia tak kunjung pulang, kemana Mas Aidan pergi?

Pikiranku sangat cemas, aku begitu khawatir, apalagi kami sempat bertengkar tadi. Aku tak ingin Mas Aidan berpikir yang macam-macam. Dia harus menjelaskan apa maksud dari perkataannya tadi.

Ini semua salahku. Aku yang terbawa perasaan sehingga lansgung pergi meninggalkannya keluar dari rumah.

"Bu, sebaiknya ibu makan dulu, sejak sore kan ibu belum makan." ucap asisten rumah tangga kami, membuyarka lamunanku.

Aku tersenyum. Asisten rumah tanggaku itu perhatian sekali.

Namanya Bi Rima, dia sangat baik sekali padaku. Bik Rima sudah lama bekerja disini, sebelum Mas Aidan meminangku.

Disini ada 2 asisten rumah tangga.

Jadi, saat aku bertemu dengan Ayah Mertua, tidak pernah hanya berdua. Salah satu diantara mereka pasti ada. Entah sekedar lewat ataupun sedang berberes.

"Nanti saja, Bi. Nunggu Mas Aidan pulang," kataku padanya.

"Apa nggak kasian sama si jabang bayi? Dia butuh asupan dan nutrisi?”

Aku tersenyum lirih. Kemudian menggeleng lemah.

"Tunggu Ayahnya pulang dulu, nanti kita makan malam bersama."

Aku mengelus perutku yang masih rata, lalu memejamkan mata, hatiku berdenyut saat Mas Aidan tidak mengakuinya.

BRAKK!

pintu terbuka dengan keras.

Kulihat Mas Aidan berjalan sempoyongan, dengan Hana di sampingnya.

Aku langsung bergegas menghampiri mereka. "Mas kamu kenapa?" tanyaku.

"Minggir kamu! Haaa!" Mas Aidan mendorongku agar tak menghalangi jalannya.

"Mas kamu mabuk?" sambungku, menghadang langkah keduanya.

"Sini biar aku saja yang membawanya ke kamar, kau bisa pulang, Hana!"

Mas Aidan mengangkat tangan, menghentikan langkahku.

“Tidak, kamu tetap di sini. Tak sudi aku di bantu oleh wanita sepertimu!”

“Hana antarkan aku sampai ke kamar bisa?” pintanya.

Ada apa ini? Ada apa dengan Mas Aidan? Bukankah ia sudah berjanji tidak akan mabuk lagi. Lalu kenapa seperti ini?

"Tentu saja." balas Hana.

Hana membantu Mas Aidan berjalan menuju kamarnya. Saat hendak melewatiku, ia mengedipkan sebelah matanya.

Sangat menyebalkan!

Hatiku bergemuruh, kemudian mengikuti mereka dari belakang. Saat tiba di dalam kamar, aku ikut masuk ke dalam, terlihat Hana sedang membaringkan Mas Aidan di ranjang.

"Sudah selesai, 'kan? Pergilah, suamiku biar menjadi urusanku." ketusku.

"Baiklah, Aidan aku pergi dulu, sampai jumpa ...!"

Mas Aidan tersenyum kemudian ikut melambaikan tangan, hatiku rasanya panas sekali.

"Sampai jumpa."

Aku langsung menutup pintu saat Hana keluar dari kamar.

Aku mendekat ke arah suamiku itu. Lalu melepaskan baju dan sepatu yang dia kenakan. Mas Aidan masih meracau tidak jelas. Membuatku sedikit kesal.

"Mas, kenapa kamu begini? Bukankah kamu pernah berjanji, tidak akan mabuk lagi?"

“Ah, berisik sekali. Jangan menggangguku.”

Aku menghela napas, percuma saja bertanya sekarang, dia tidak sadar. Aku segera melepaskan jas yang ia kenakan. Seketika, gerakan tanganku terhenti. Netraku tak sengaja melihat ruam merah di leher Mas Aidan.

Deg!

Aku tidak pernah melakukannya, lalu siapa? Mendadak mataku langsung memanas, hatiku berdenyut ... sakit.

Apa itu perbuatan, Hana?

Aku segera berdiri, meninggalkannya di kamar, keluar untuk mencari udara segar, menenangkan diri.

Tak berselang lama, Ayah memanggilku.

"Namira ...,"

Aku menyeka sudut mata yang tadi sempat mengembun.

"Hem, ya." sahutku.

"Ada yang ingin Ayah bicarakan denganmu." ucap Ayah.

"Baiklah, dimana?" tanyaku.

"Di ruang tv saja."

Aku mengangguk, “Baiklah, Ayok.”

Setelah sampai di ruang tv, aku menunggu apa yang ingin di katakan Ayah.

"Ayah ingin bertanya mengenai ... chat ini," ucap Ayah sambil menunjukkan ponselnya.

Sudah kuduga Ayah pasti akan meminta penjelasanku.

"Em, Itu ...."

"Ayah tau bukan kamu yang mengirimkannya,"

Syukurlah, untung saja Ayah tidak berpikiran yang macam-macam.

"Ya, Namira tidak pernah mengirim pesan sepeti itu, tiba-tiba saja ada di ponselku, Aku baru mengetahuinya saat hendak menghubungi Ayah kemarin."

"Sepertinya, ada yang ingin memfitnah kita." sambungku.

"Lalu apa tujuannya?" tanya Ayah. Kenapa orang itu iseng sekali?

"Rumah tanggaku."

"Apa Aidan tau tentang ini?"

Aku menggeleng, kemudian mengembuskan napas perlahan.

"Namira tidak tau, bisa ia dan bisa tidak, apalagi sikap Mas Aidan berubah akhir-akhir ini."

PRAKK!

Sebuah suara mengejutkan aku dan Ayah. aku dan Ayah saling berpandangan.

"Siapa disana!" teriakku. Aku segera berjalan menghampiri sumber suara.

Namun sayang, di sana kosong. Tak ada siapapun, selain pecahan vas bunga yang teronggok di lantai.

Related chapters

  • CHAT NAKAL ISTRIKU   Sebuah foto

    POV AidanAku merasa puas saat melihat Namira terluka, Aku memang mabuk, tapi tidak terlalu parah.Namira membuka sepatuku, aku mengangkat sudut bibir sebentar lagi Namira akan membuka jas yang aku kenakan.Dan benar saja, Namira melakukannya, kulihat tangannya terhenti kala melihat ruam merah di leherku, yang aku buat sendiri dengan cara mengeroknya.Namira meninggalkanku, aku bangun, kemudian tersenyum saat dirinya telah hilang dibalik pintu.Bagaimana? Sakit bukan? Itu yang aku rasakan, apalagi kau selingkuh dengan orang yang aku kenal. Tidak habis pikir dengan dirimu Namira, kamu berselingkuh dengan Ayah Mertuamu sendiri.Aku menerima usul Hana untuk membalas Namira, Hatiku terlalu sakit untuk menerima penghianatannya.Aku bangun hendak minum, tenggorokanku rasanya haus sekali. Aku membuka pintu perlahan berharap tidak kepergok oleh Namira.Aku berbalik mengumpat di balik tembok saat melihat Ayah dan Namira berada di ruang tamu.Mereka sedang membicarakan apa? Aku menajamkan indra

    Last Updated : 2024-08-19
  • CHAT NAKAL ISTRIKU   Berdesir

    Siapa yang mengirimnya? Apakah Hana? Apa tujuannya.Aku akan menanyakannya nanti, kulihat Namira menangis, aku hendak memeluknya dan menjelaskan kesalahpahaman ini, namun lagi-lagi aku teringat perselingkuhannya dengan Ayah, aku urungkan niatku dan berlalu pergi dari kamar. Aku mencoba untuk menghubungi Hana, saat panggilan tersambung aku langsung menodong Hana dengan pertanyaan. "Hana apa maksudmu, mengirimkan foto kita yang sedang berpegangan tangan pada Namira?" "Oh maaf Aidan, aku hanya ingin membantumu, aku tidak tau jika kau akan semarah ini," "Membantu apa?""Membalas Namira, bukankah kau ingin Namira merasakan apa yang kau rasakan,"Ada benarnya juga apa kata Hana, tapi kenapa di lubuk hatiku yang terdalam aku tidak suka melihat Namira terluka. Tapi Namira sendiri tega menyakitiku."Oh seperti itu,"Panggilan ku tutup saat Hana telah menjelaskan maksudnya. Aku kembali ke kamar, kulihat Namira sudah berhenti menangis, baguslah.Hari-hari berlalu aku lebih sering menghabiska

    Last Updated : 2024-08-30
  • CHAT NAKAL ISTRIKU   Cemburu

    POV NamiraBaru saja sebentar tangan mas Aidan ku letakkan di atas perut, ia malah langsung menariknya, aku terkejut."Ada apa, Mas?" tanyaku.Dia lekas menggeleng. "Tidak, aku baru ingat jika masuk pagi,"Ada apa ini, mengapa gelagatnya sangat aneh akhir-akhir ini? Apakah Mas Aidan ada masalah di kantor. Kenapa ia tak pernah bercerita? Sepertinya, aku harus segera menyelidikinya.Setelah mengantar Mas Aidan di pintu, aku mengulum senyum, berharap mendapatkan ciuman di kening seperti biasanya, Namun, setelah menunggu lama, lagi-lagi aku tidak mendapatkan itu.Mas Aidanku telah berubah. Dia tak seperti dulu, yang akan berputar arah pulang ke rumah lagi saat terlupa memberiku kecupan.Aku masuk ke dalam rumah saat mobil Mas Aidan sudah tak terlihat lagi, kuhempaskan tubuh ini di sofa, rasanya semenjak hamil tubuhku terasa sangat lelah. Bukan hanya tubuh, tapi juga hatiku._[Sore hari]Tok tok tok!Terdengar suara ketukan di pintu saat aku dengan membaca buku ibu hamil di ruang tengah.

    Last Updated : 2024-08-30
  • CHAT NAKAL ISTRIKU   Mengatakan keinginan

    POV AidanTanganku terkepal saat nomor tidak di kenal mengirimkan foto Namira dan Ayah sedang berpelukan, aku menjadi emosi, dan melempar barang-barang di atas meja kerja, kemudian Hana datang."Aidan kau kenapa, tenang kan dirimu,""Kau lihat Hana, liat! Mereka sudah berani terang-terangan saat aku tidak ada di rumah,"Aku ingin berusaha untuk tidak peduli, Namun nyatanya hati ini masih saja merasakan sakit."Mungkin itu tidak sengaja, Dan.""Tidak sengaja Bagaimana, sedangkan kemarin Namira bilang Ayah sudah pulang. Lalu untuk apa mereka janjian kembali? Aku tidak mengerti!"Aku benar-benar emosi, aku mengacak rambut kasar."Kau jangan mau kalah Aidan, jangan mau kalah dari Namira,""Aku akan membantumu, tenang saja," Hana mengusap kepalaku yang sedang menelungkup di atas meja.Dia sangat ... perhatian."Ayo kita pulang, kamu tunjukan pada Namira, bahwa kamu bukanlah manusia lemah,"Aku mendongak, menatap Hana lekat, ia tersenyum kemudian mengangguk meyakinkanku.Aku akan mengikuti

    Last Updated : 2024-08-31
  • CHAT NAKAL ISTRIKU   Darah

    "Adalah apa Mas? Ayo katakan?""Adalah ..." Aku menjeda kalimatku. "Bukan anakmu? Benar begitu, kenapa kau tega tidak mengakui darah dagingmu sendiri mas? HAH?" Namira menangis.Aku terduduk, kemudian menatapnya tajam."Wajar aku berpikiran seperti itu, jika kau tidak memulainya dengan selingkuh!"Emosiku meluap-luap. Kemudian mencengram kuat pergelangan tangannya."Akhh sakit," "Siapa yang selingkuh Mas, aku tidak pernah selingkuh," jawabnya. "Kau tidak usah mengelak lagi Namira," kataku ketus. "Mengelak Bagaimana, aku tidak pernah selingkuh!" Namira bersikeras mengelak. "Kau berselingkuh dengan Ayah, ayahku ayah mertuamu!" Hardikku, semakin ku kuatkan cengkramanku pada tangannya. Namira terbelalak mendengarnya.Kemudian ia menggeleng kuat."Aku tidak pernah selingkuh Mas, kau salah paham," lirih nya. "Aku tidak salah paham, aku melihat sendiri chat mesra yang kau kirimkan kepada ayah, di malam itu di mana kita selesai bercinta," jelasku padanya. "Apa kau tidak pernah berpiki

    Last Updated : 2024-08-31
  • CHAT NAKAL ISTRIKU   Sedikit Kebenaran

    Setelah tiba di rumah sakit, Namira langsung dinaikkan ke atas brangkar, dan dimasukkan ke dalam ruang IGD. Aidan bergegas mengurus segala persyaratan dari pihak rumah sakit, entah mengapa kini dirinya menjadi cemas memikirkan Bagaimana kondisi Namira di dalam.Aidan mondar-mandir, menunggu dokter yang sedang menangani Namira itu keluar, ia menghembuskan napas kasar.Setelah menunggu selama 30 menit, Dokter wanita yang mengenakan hijab itu keluar, wajahnya sendu, kemudian menatap Aidan."Anda siapanya?""Saya, suaminya Dok,""Yang sabar ya Pak, Janin Bu Namira tidak bisa di selamatkan, ia mengalami pendarahan yang cukup hebat."Aidan menghela napas, Entah mengapa ada rasa sesak di dalam dadanya, namun ia tidak merasa bersalah sedikitpun."Baiklah, Lalu bagaimana kondisi istri saya sekarang dok?""Bu Namira sedang beristirahat sekarang, mohon jangan diganggu dulu. tunggu beberapa jam kemudian setelah kondisinya pulih, baru Anda bisa masuk. ""Baik Dokter, terimakasih,"Dokter wanita it

    Last Updated : 2024-08-31
  • CHAT NAKAL ISTRIKU   Merasa Bersalah

    "JADI KAU YANG MENGIRIMKAN PESAN ITU?!"Suara Bariton seorang pria muncul dari belakang. Mata Saras langsung membola.Saras langsung menunduk tangannya tiba-tiba gemetar."Ss-s-saya..." ucapnya terbata. "KATAKAN!" sentak Aidan dengan suara tinggi, dadanya bergemuruh tangannya terkepal."Kau yang mengirim pesan itu pada Ayahku, iya?" Hardiknya. Saras bergeming tangannya memainkan ujung baju, peluh keringat membanjiri pelipis nya."Saya minta maaf, Tu-tuan," lirihnya. Aidan memejamkan mata, kemudian menghembuskan nafas kasar, kemudian jari telunjuknya diarahkan pada Saras."Jika kau adalah laki-laki sudah ku hajar kau," ucap Aidan dengan Gigi bergemelatuk.Emosinya sudah meluap meluap, kemudian memukul pintu dengan kuat.BRAKK!Saras terperanjat mendengar suara tersebut."Saya minta maaf Tuan, tolong jangan pecat saya," "Saya tidak akan memecatmu

    Last Updated : 2024-08-31
  • CHAT NAKAL ISTRIKU   Menghilang

    Aidan pulang ke rumah, ia berjalan dengan gontai, kakinya terasa lemas.Aidan berpapasan dengan Hana di halaman rumah. Entah mengapa Hana selalu datang ke rumahnya."Aidan, kau baik-baik saja?" tanya Hana menelisik wajah Aidan yang kusut. "Em ya, aku Baik-baik saja," lirih Aidan. "Hanya saja, Namira tidak mau melihatku, ia begitu marah," sambungnya. Wajah Aidan berubah sendu. "Bagaimana kondisi Namira?""Namira... Sudah lebih baik, dari sebelumnya, hanya.... ""Hanya apa?""Hanya saja, Namira tidak mau melihatku, ia masih marah," Aidan menghembuskan napas kasar. "Ah, aku merasa kasihan padanya." balas Hana. Aidan tertunduk, ia merasa bersalah."Ayo, antar aku kesana,"Mata Aidan membola, ia menggeleng. Bagaimana perasaan Namira saat dia datang bersama Hana.Selama ini Namira secara terang-terangan tidak menyukai kedekatannya dengan Hana. Apalagi dirinya dan Hana sempat membuat Namira cemburu waktu itu. Aidan menepis tangan Hana di lengannya."Maaf Han, aku lelah, aku ingin isti

    Last Updated : 2024-09-01

Latest chapter

  • CHAT NAKAL ISTRIKU   _END_

    Beberapa bulan kemudian, saat hari yang ditunggu-tunggu akhirnya tiba, Safira mengalami kontraksi yang membawa mereka berdua ke rumah sakit dengan perasaan campur aduk. Azka setia berada di sisinya, menggenggam erat tangan Safira sambil berusaha menenangkan perasaannya sendiri. Meskipun ia tahu bahwa setiap detik berlalu membawa mereka semakin dekat pada momen yang luar biasa, hatinya berdebar hebat. Sepanjang proses persalinan, Azka terus mendampingi Safira, memberi dukungan yang selama ini bahkan tak pernah ia bayangkan bisa ia berikan. Ini adalah sesuatu yang baru baginya, namun ia tahu bahwa ia ingin ada di sisi wanita yang dicintainya, di setiap detik yang berarti.Saat akhirnya bayi mereka lahir, dan tangisan kecil memenuhi ruangan, waktu seakan berhenti bagi Azka. Perasaan haru yang tak pernah ia bayangkan tiba-tiba membanjiri hatinya. Ia menatap bayi kecil yang sedang berada dalam dekapan Safira, begitu rapuh dan mungil, tetapi terasa begitu kuat menarik dirinya. Air matanya p

  • CHAT NAKAL ISTRIKU   Menghabiskan malam bersama

    Masa pemulihan Azka dan Safira selesai. Hari itu, keduanya meninggalkan rumah sakit dengan perasaan yang bercampur, antara lega dan sedikit gentar. Mereka tahu, kali ini mereka akan benar-benar memulai perjalanan sebagai suami istri dengan hati yang lebih terbuka. Di perjalanan menuju rumah, Azka menggenggam tangan Safira erat, seolah-olah ingin meyakinkan dirinya bahwa ia tidak akan melepaskan wanita itu lagi.Setibanya di rumah, mereka saling menatap, lalu Safira tersenyum dan berkata dengan hangat, “Selamat datang di kehidupan kita yang baru, Azka.” Ucapan sederhana itu membuat hati Azka terasa hangat. Dia mengangguk dan membalas senyumnya, kemudian mereka pun masuk ke rumah mereka yang terasa berbeda, lebih hangat, lebih penuh harapan.Hari-hari berlalu, dan mereka mulai menjalani pernikahan dengan sepenuh hati. Azka berusaha menunjukkan kasih sayangnya dalam berbagai hal kecil—seperti membuatkan teh hangat untuk Safira saat pagi, mempersiapkan makan malam bersama, atau sekadar me

  • CHAT NAKAL ISTRIKU   Rumah sakit

    Setelah kecelakaan yang nyaris merenggut nyawa mereka, Azka dan Safira sama-sama dilarikan ke rumah sakit dalam kondisi luka-luka. Selama beberapa hari mereka harus menjalani masa pemulihan. Setiap hari Azka selalu bangun lebih awal untuk melihat keadaan Safira, memastikan ia baik-baik saja. Rasa sakit dari tubuhnya sendiri terasa tak ada artinya dibandingkan kekhawatiran yang ia rasakan terhadap Safira.Kecelakaan itu telah menjadi titik balik bagi Azka. Dia merenung panjang, memikirkan semua sikapnya selama ini terhadap Safira, semua penolakan dan kebekuan yang ia biarkan tumbuh di antara mereka. Dalam keheningan kamarnya, Azka mulai menyadari betapa dalam dirinya sebenarnya ada perasaan lebih dari sekadar tanggung jawab atau ikatan pernikahan.Suatu pagi, setelah dokter memastikan kondisinya cukup stabil, Azka memutuskan untuk mengunjungi kamar Safira. Dia membuka pintu perlahan, dan mendapati Safira yang masih berbaring lemah di ranjang. Azka duduk di kursi sampingnya, matanya men

  • CHAT NAKAL ISTRIKU   Kecelakaan

    Sesampainya di rumah orang tua Safira, Azka dan Safira turun dari mobil. Azka, yang selama ini memiliki sikap keras dan cenderung angkuh, kini tampak penuh kehormatan saat menyalami Hana dan Fadil. Dia membungkukkan badan, menatap keduanya dengan senyuman sopan. Hana dan Fadil saling berpandangan, tak menyangka bahwa Azka yang dulu mereka kenal sebagai sosok pemberontak kini terlihat penuh hormat di depan mereka.“Selamat sore, Bu Hana, Pak Fadil,” sapa Azka dengan nada hangat, tak ragu untuk memanggil Fadil dengan sebutan “Ayah” layaknya Safira.Keduanya tampak terharu dan sedikit tercengang. Hana tersenyum sambil menyilakan mereka masuk ke dalam rumah. Safira segera memeluk ibunya dengan hangat, seakan melepas rindu yang lama terpendam. Sementara itu, Azka mengobrol santai dengan Fadil, bertanya tentang keseharian dan kondisi kesehatan ayah mertuanya itu. Keakraban Azka dengan Fadil membuat Hana dan Safira tersenyum melihatnya, seakan dinding yang dulu menghalangi hubungan mereka pe

  • CHAT NAKAL ISTRIKU   Kantor

    Pagi hari .... Azka duduk di meja makan dengan segelas kopi di tangan, mengenakan setelan jas rapi dan dasi yang tampak sedikit miring. Wajahnya tampak tenang, namun sorot matanya menyiratkan ketegasan—hari ini adalah hari pertamanya secara resmi menggantikan ayahnya, Aidan, untuk sementara mengelola perusahaan keluarga. Perasaan gugup dan antusias bercampur menjadi satu di dadanya.Safira memperhatikan dari ujung meja, merasa ada yang berbeda dari sosok Azka pagi ini. Ada keseriusan yang tidak biasa dalam tatapannya. Ia berjalan mendekat, menatapnya lembut, lalu berkata, "Kamu ambil cuti kuliah selama satu minggu, Azka?"Azka mengangguk sambil tersenyum tipis. "Iya, Safira. Mulai hari ini, aku akan menggantikan Papa. Dia mempercayakan perusahaan kepadaku selama dia di New York, dan aku… aku tidak mau mengecewakannya."Safira menyunggingkan senyum kecil, merasakan kebanggaan sekaligus haru. Ia paham, keputusan ini bukan hal yang mudah bagi Azka. Ia ingin mendukungnya sepenuhnya, mesk

  • CHAT NAKAL ISTRIKU   Kampus bersama

    Pagi hari ....Sinar matahari perlahan menembus tirai kamar, menciptakan pancaran lembut yang menyelimuti tubuh Safira yang masih terbungkus selimut. Azka, yang sudah lebih dulu bangun, duduk di tepi ranjang dan menatap wajah Safira yang terlelap. Ada kedamaian yang menyelimuti hati Azka saat melihat wanita yang kini menjadi istrinya terlelap di sisinya, begitu tenang, seolah semua ketegangan di antara mereka seakan larut dalam kehangatan malam tadi.Perlahan, Azka mencondongkan tubuhnya dan mengecup pucuk kepala Safira dengan lembut, membiarkan bibirnya menyentuh rambut Safira beberapa kali, seperti sebuah ungkapan kasih yang masih terasa asing baginya. Sentuhannya membuat tidur Safira terusik, dan akhirnya matanya membuka perlahan. Ketika kesadarannya mulai terkumpul, Safira terlonjak, panik, merasa bahwa dirinya mungkin sudah kesiangan. “Jam berapa sekarang?” tanyanya cepat dengan mata yang masih setengah terbuka.Azka tersenyum kecil melihat kepanikan di wajah Safira. “Jam tujuh p

  • CHAT NAKAL ISTRIKU   Kehangatan

    Tanpa sadar, Azka mendekat, dia langsung memeluk Safira tanpa aba-aba, membuat wanita itu terkejut.Mereka berdua terdiam dalam pelukan yang hangat namun penuh beban. Azka memejamkan mata, menghirup aroma lembut rambut Safira yang entah kenapa terasa begitu menenangkan. Rasanya sudah lama ia tak merasakan kehangatan seperti ini, sesuatu yang ia butuhkan namun tak pernah ia akui.Safira, yang awalnya terkejut, perlahan-lahan meresapi pelukan Azka. Ada kehangatan yang mengalir, seolah pelukan itu membawa ketulusan yang selama ini hilang dari hubungan mereka. Ia tak tahu mengapa, tapi untuk pertama kalinya, ia merasa ada harapan di antara mereka, meskipun samar dan tak pasti.“Beri aku kesempatan,” bisik Azka di telinga Safira, suaranya parau namun penuh harap. Safira tak menjawab dengan kata-kata, ia hanya mengangguk perlahan. Meskipun hatinya masih terluka, ia sadar bahwa dalam dekapan Azka, ada sesuatu yang tulus, yang ia tak ingin sia-siakan begitu saja.Safira menarik napas dalam, m

  • CHAT NAKAL ISTRIKU   Suara lelaki

    Saat perjalanan pulang menuju apartemen, Azka masih merasakan hangatnya percakapan dengan sang ayah, Aidan. Di sepanjang perjalanan, ia tersenyum sendiri, merasakan perasaan yang berbeda—seperti ada semangat baru yang membara di dalam dadanya. Kepercayaan yang diberikan oleh Papanya tadi begitu berarti baginya. Ia berjanji pada diri sendiri untuk memikul tanggung jawab itu dengan baik, menunjukkan pada keluarganya bahwa ia bisa diandalkan.Langkahnya cepat saat ia memasuki gedung apartemen, mengabaikan orang-orang yang ia lewati di koridor. Namun, saat hampir tiba di depan pintu, langkahnya terhenti ketika mendengar suara Safira. Samar-samar, ia menangkap suaranya yang lembut dan terdengar sedikit manja, berbicara dengan seseorang di telepon.“Ah, kamu bisa saja.”“Aku tak secantik itu. Hahaha, ah Anton. sudahlah jangan menggombal terus.”Azka mendekatkan telinganya pada pintu, tanpa sadar menahan napas. Meskipun ia tak bisa mendengar setiap kata dengan jelas, nada suara Safira sudah

  • CHAT NAKAL ISTRIKU   Mencoba berbagi rasa

    Azka duduk diam di ujung sofa, menatap kosong ke arah jendela besar yang memamerkan pemandangan malam kota yang berkilauan. Apartemen itu begitu sunyi, hanya suara detik jarum jam yang terdengar perlahan, seolah menghitung detik-detik keheningan di antara mereka. Safira duduk di seberang ruangan, sibuk dengan bukunya, atau setidaknya berusaha tampak sibuk. Sesekali ia membalik halaman, namun Azka tahu bahwa pikiran wanita itu melayang ke tempat yang jauh. Azka tidak mengerti mengapa ia merasa begitu kikuk di dekat Safira. Ia merasa tersesat dalam keheningan, dalam jarak yang seolah mustahil dijembatani. Safira selalu terlihat begitu tenang, tenang hingga membuatnya merasa seperti dirinya adalah satu-satunya yang terpenjara dalam rasa kebingungan.Dia pikir, mungkin, ini hanya masalah waktu. Mereka baru mengenal satu sama lain, dan Safira memiliki hak untuk butuh waktu. Namun, ada sesuatu dalam sikap Safira yang terasa lebih dari sekadar keengganan membuka diri. Ada kebekuan yang begi

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status