POV AidanAku merasa puas saat melihat Namira terluka, Aku memang mabuk, tapi tidak terlalu parah.Namira membuka sepatuku, aku mengangkat sudut bibir sebentar lagi Namira akan membuka jas yang aku kenakan.Dan benar saja, Namira melakukannya, kulihat tangannya terhenti kala melihat ruam merah di leherku, yang aku buat sendiri dengan cara mengeroknya.Namira meninggalkanku, aku bangun, kemudian tersenyum saat dirinya telah hilang dibalik pintu.Bagaimana? Sakit bukan? Itu yang aku rasakan, apalagi kau selingkuh dengan orang yang aku kenal. Tidak habis pikir dengan dirimu Namira, kamu berselingkuh dengan Ayah Mertuamu sendiri.Aku menerima usul Hana untuk membalas Namira, Hatiku terlalu sakit untuk menerima penghianatannya.Aku bangun hendak minum, tenggorokanku rasanya haus sekali. Aku membuka pintu perlahan berharap tidak kepergok oleh Namira.Aku berbalik mengumpat di balik tembok saat melihat Ayah dan Namira berada di ruang tamu.Mereka sedang membicarakan apa? Aku menajamkan indra
Siapa yang mengirimnya? Apakah Hana? Apa tujuannya.Aku akan menanyakannya nanti, kulihat Namira menangis, aku hendak memeluknya dan menjelaskan kesalahpahaman ini, namun lagi-lagi aku teringat perselingkuhannya dengan Ayah, aku urungkan niatku dan berlalu pergi dari kamar. Aku mencoba untuk menghubungi Hana, saat panggilan tersambung aku langsung menodong Hana dengan pertanyaan. "Hana apa maksudmu, mengirimkan foto kita yang sedang berpegangan tangan pada Namira?" "Oh maaf Aidan, aku hanya ingin membantumu, aku tidak tau jika kau akan semarah ini," "Membantu apa?""Membalas Namira, bukankah kau ingin Namira merasakan apa yang kau rasakan,"Ada benarnya juga apa kata Hana, tapi kenapa di lubuk hatiku yang terdalam aku tidak suka melihat Namira terluka. Tapi Namira sendiri tega menyakitiku."Oh seperti itu,"Panggilan ku tutup saat Hana telah menjelaskan maksudnya. Aku kembali ke kamar, kulihat Namira sudah berhenti menangis, baguslah.Hari-hari berlalu aku lebih sering menghabiska
POV NamiraBaru saja sebentar tangan mas Aidan ku letakkan di atas perut, ia malah langsung menariknya, aku terkejut."Ada apa, Mas?" tanyaku.Dia lekas menggeleng. "Tidak, aku baru ingat jika masuk pagi,"Ada apa ini, mengapa gelagatnya sangat aneh akhir-akhir ini? Apakah Mas Aidan ada masalah di kantor. Kenapa ia tak pernah bercerita? Sepertinya, aku harus segera menyelidikinya.Setelah mengantar Mas Aidan di pintu, aku mengulum senyum, berharap mendapatkan ciuman di kening seperti biasanya, Namun, setelah menunggu lama, lagi-lagi aku tidak mendapatkan itu.Mas Aidanku telah berubah. Dia tak seperti dulu, yang akan berputar arah pulang ke rumah lagi saat terlupa memberiku kecupan.Aku masuk ke dalam rumah saat mobil Mas Aidan sudah tak terlihat lagi, kuhempaskan tubuh ini di sofa, rasanya semenjak hamil tubuhku terasa sangat lelah. Bukan hanya tubuh, tapi juga hatiku._[Sore hari]Tok tok tok!Terdengar suara ketukan di pintu saat aku dengan membaca buku ibu hamil di ruang tengah.
POV AidanTanganku terkepal saat nomor tidak di kenal mengirimkan foto Namira dan Ayah sedang berpelukan, aku menjadi emosi, dan melempar barang-barang di atas meja kerja, kemudian Hana datang."Aidan kau kenapa, tenang kan dirimu,""Kau lihat Hana, liat! Mereka sudah berani terang-terangan saat aku tidak ada di rumah,"Aku ingin berusaha untuk tidak peduli, Namun nyatanya hati ini masih saja merasakan sakit."Mungkin itu tidak sengaja, Dan.""Tidak sengaja Bagaimana, sedangkan kemarin Namira bilang Ayah sudah pulang. Lalu untuk apa mereka janjian kembali? Aku tidak mengerti!"Aku benar-benar emosi, aku mengacak rambut kasar."Kau jangan mau kalah Aidan, jangan mau kalah dari Namira,""Aku akan membantumu, tenang saja," Hana mengusap kepalaku yang sedang menelungkup di atas meja.Dia sangat ... perhatian."Ayo kita pulang, kamu tunjukan pada Namira, bahwa kamu bukanlah manusia lemah,"Aku mendongak, menatap Hana lekat, ia tersenyum kemudian mengangguk meyakinkanku.Aku akan mengikuti
"Adalah apa Mas? Ayo katakan?""Adalah ..." Aku menjeda kalimatku. "Bukan anakmu? Benar begitu, kenapa kau tega tidak mengakui darah dagingmu sendiri mas? HAH?" Namira menangis.Aku terduduk, kemudian menatapnya tajam."Wajar aku berpikiran seperti itu, jika kau tidak memulainya dengan selingkuh!"Emosiku meluap-luap. Kemudian mencengram kuat pergelangan tangannya."Akhh sakit," "Siapa yang selingkuh Mas, aku tidak pernah selingkuh," jawabnya. "Kau tidak usah mengelak lagi Namira," kataku ketus. "Mengelak Bagaimana, aku tidak pernah selingkuh!" Namira bersikeras mengelak. "Kau berselingkuh dengan Ayah, ayahku ayah mertuamu!" Hardikku, semakin ku kuatkan cengkramanku pada tangannya. Namira terbelalak mendengarnya.Kemudian ia menggeleng kuat."Aku tidak pernah selingkuh Mas, kau salah paham," lirih nya. "Aku tidak salah paham, aku melihat sendiri chat mesra yang kau kirimkan kepada ayah, di malam itu di mana kita selesai bercinta," jelasku padanya. "Apa kau tidak pernah berpiki
Setelah tiba di rumah sakit, Namira langsung dinaikkan ke atas brangkar, dan dimasukkan ke dalam ruang IGD. Aidan bergegas mengurus segala persyaratan dari pihak rumah sakit, entah mengapa kini dirinya menjadi cemas memikirkan Bagaimana kondisi Namira di dalam.Aidan mondar-mandir, menunggu dokter yang sedang menangani Namira itu keluar, ia menghembuskan napas kasar.Setelah menunggu selama 30 menit, Dokter wanita yang mengenakan hijab itu keluar, wajahnya sendu, kemudian menatap Aidan."Anda siapanya?""Saya, suaminya Dok,""Yang sabar ya Pak, Janin Bu Namira tidak bisa di selamatkan, ia mengalami pendarahan yang cukup hebat."Aidan menghela napas, Entah mengapa ada rasa sesak di dalam dadanya, namun ia tidak merasa bersalah sedikitpun."Baiklah, Lalu bagaimana kondisi istri saya sekarang dok?""Bu Namira sedang beristirahat sekarang, mohon jangan diganggu dulu. tunggu beberapa jam kemudian setelah kondisinya pulih, baru Anda bisa masuk. ""Baik Dokter, terimakasih,"Dokter wanita it
"JADI KAU YANG MENGIRIMKAN PESAN ITU?!"Suara Bariton seorang pria muncul dari belakang. Mata Saras langsung membola.Saras langsung menunduk tangannya tiba-tiba gemetar."Ss-s-saya..." ucapnya terbata. "KATAKAN!" sentak Aidan dengan suara tinggi, dadanya bergemuruh tangannya terkepal."Kau yang mengirim pesan itu pada Ayahku, iya?" Hardiknya. Saras bergeming tangannya memainkan ujung baju, peluh keringat membanjiri pelipis nya."Saya minta maaf, Tu-tuan," lirihnya. Aidan memejamkan mata, kemudian menghembuskan nafas kasar, kemudian jari telunjuknya diarahkan pada Saras."Jika kau adalah laki-laki sudah ku hajar kau," ucap Aidan dengan Gigi bergemelatuk.Emosinya sudah meluap meluap, kemudian memukul pintu dengan kuat.BRAKK!Saras terperanjat mendengar suara tersebut."Saya minta maaf Tuan, tolong jangan pecat saya," "Saya tidak akan memecatmu
Aidan pulang ke rumah, ia berjalan dengan gontai, kakinya terasa lemas.Aidan berpapasan dengan Hana di halaman rumah. Entah mengapa Hana selalu datang ke rumahnya."Aidan, kau baik-baik saja?" tanya Hana menelisik wajah Aidan yang kusut. "Em ya, aku Baik-baik saja," lirih Aidan. "Hanya saja, Namira tidak mau melihatku, ia begitu marah," sambungnya. Wajah Aidan berubah sendu. "Bagaimana kondisi Namira?""Namira... Sudah lebih baik, dari sebelumnya, hanya.... ""Hanya apa?""Hanya saja, Namira tidak mau melihatku, ia masih marah," Aidan menghembuskan napas kasar. "Ah, aku merasa kasihan padanya." balas Hana. Aidan tertunduk, ia merasa bersalah."Ayo, antar aku kesana,"Mata Aidan membola, ia menggeleng. Bagaimana perasaan Namira saat dia datang bersama Hana.Selama ini Namira secara terang-terangan tidak menyukai kedekatannya dengan Hana. Apalagi dirinya dan Hana sempat membuat Namira cemburu waktu itu. Aidan menepis tangan Hana di lengannya."Maaf Han, aku lelah, aku ingin isti