"Ali!" Mama memelototiku, "Wulan cantik pake baju ini. Kalau gak cantik kenapa kamu memandang Wulan tanpa berkedip?!"
Tak sadar aku segera berkedip. Merapatkan bibir yang sedari tadi menampakkan sederet gigi, "Jelek dia Ma," kilahku.
Kedua alis tebal Wulan kian merapat, tampak seperti akan menyatu. Hei … apa aku mengatakan sesuatu yang salah?
Kenapa mama dan Wulan menatapku dengan aneh?
Wulan berjalan pelan ke sisi ranjang. Ia duduk dengan lemas, wajahnya hanya menunduk, "Wulan, gak ikut aja ya, Tante? Wulan malu. Toh, gak ada yang Wulan kenal di sana nanti."
Wajah Wulan terlihat putus asa. Apa karena aku mengatakan dia jelek?
Tangan terulur untuk menyalakan tombol playlist di dashboard. Sebuah lagu yang sering kudengar. Entah kenapa aku sangat menyukai lagu ini.Nada pembuka lagu mulai mengalun. Wulan mendongak, ia selalu menunduk sedari tadi. Menatapku sebentar lalu melirik playlist yang menyala.Suasana canggung di dalam mobilku berubah menjadi lebih romantis tentunya. Wulan menoleh ke arah kaca jendela. Aku masih dapat melihatnya, ia menarik segaris datar senyuman.🎶🎶Kutuliskan kenangan tentang.Caraku menemukan dirimu.Tentang apa yang membuatku mudah.Berikan hatiku padamu.
Aku dan Wulan segera berjalan ke arah meja mama. Ruang tamu nenek dipenuhi para tamu. Aku harus sedikit sabar saat berjalan. Beberapa kali berdesakan dengan tamu lainnya. "Argh …." Wulan terjatuh. Ia tengkurap di lantai. "Kamu kenapa? Benar-benar ceroboh, memalukan jatuh di tempat ini?" gerutuku lalu segera membangunkannya. Sepasang sepatu berwarna hitam berdiri di samping kami. Aku segera mendongak. Pantas saja aku merasa janggal. Wulan segera berdiri. Dia melepas tanganku, "Heh, kamu! Kenapa sengaja menjulurkan kaki saat aku lewat, tadi?" Wulan membelalak lebar pada si pemilik sepatu hitam tadi. Si pemilik
Para tamu undangan yang penasaran berkerumun di teras nenek. Mereka ingin tahu hadiah apa yang diberikan oleh keluarga Hartono.Aku merangsek maju, "Permisi … permisi …."Berusaha mencari celah di antara tamu yang hadir dan ikut melihat ke arah teras. Selangkah demi selangkah berdiri di barisan paling depan."Ini adalah salah satu jenis mobil yang sudah langka. Hadiah yang sempurna untuk, Nenek Meryane Ang." Wildan berkata sambil membusungkan dadanya. Ia tersenyum penuh kemenangan di hadapan para tamu undangan."Terimakasih …." Nenek terpana. Tatapan matanya berkaca-kaca melihat hadiah yang diberikan.Mataku membulat sempurna meli
Ruang tamu keluarga Ibrahim.Papa dan Alicia sudah kembali ke kamar mereka terlebih dahulu. Mama dan aku sengaja membicarakan hal ini."Gila. Ini ide gila, Ma!" ungkapku dengan penuh emosi.Ternyata kehadiran Jhonny di pesta ulang tahun nenek adalah untuk bertunangan dengan Melissa Hartono. Sungguh tidak masuk akal.Bagaimana mungkin nenek menunjuk Jhonny untuk menggantikan posisiku bertunangan dengan Melissa. Apa karena rencana ini, keluarga Hartono memberikan hadiah spesial tadi?Sepertinya semua ini sudah direncanakan.Sebenarnya apa tujuan nenek hingga memberi kesempatan pada Jhonny keluar dari
'Aku menyukaimu,' teriakku kencang dalam hati. Aku menatap Wulan tanpa berkedip. Dagu lancipnya, bulu mata lentik dan semua yang ada padanya membuatku tersihir. Aura tubuh Wulan seperti magnet, menarikku untuk mendekat."Aliii," teriak Wulan di samping telinga, "Malah ngelamun!" tuduhnya lagi.Aku terkesiap, ternyata belum mengucapkan sepatah kata pun padanya.Ah, benar kata orang. Di hadapan orang yang disuka kita bisa bodoh mendadak. Anggota tubuh seketika susah digerakkan seakan-akan kena stroke."Aku, sedang memikirkan sesuatu." Mencoba berb
Pov Wulan. Ciuman itu …. Aku menutup wajah dengan kedua telapak tangan lalu menggelengkan kepala beberapa kali. Haduh! "Dasar bodoh!" umpatku pada diri sendiri. Malu. Sungguh memalukan. Bagaimana mungkin seorang wanita sepertiku mencium laki-laki terlebih dahulu? "Arrrrghh …." "Aduh, bagaimana ini? Memalukan, sungguh memalukan." Aku berjalan mondar-mandir di dalam kamar. Menyesali tindakan bodoh yang kulakukan pada Ali. Apa dia menyukaiku? Bagaimana perasaan Ali pa
Pov Wulan bagian 2.Malam semakin larut. Entah ada apa dengan Ali, ia mengirimkan pesan sedang berada di balkon. Apa mungkin ada yang ingin dikatakannya? Saat melihat jam digital di layar ponsel waktu sudah larut malam. Menunjukkan pukul 00.30. Namun, sampai di sana ia hanya menatapku terus. Entah apa yang dipikirkan lelaki tampan itu."Aliii," teriakku di samping telinganya, "Malah ngelamun!" tuduhku lagi.Alex terkesiap, ia mengedipkan mata. Lalu menatap ke arah lain."Aku, sedang memikirkan sesuatu." Alex menjawab dengan cepat tanpa menatap kedua mataku."Pertunangan Melissa dan Jhonny?" dugaku.
Keesokan paginya tanpa mengetuk Mama langsung masuk ke dalam kamar. Wajahnya tampak cemas dan sedikit khawatir aku segera bangun dan duduk dipinggir ranjang bertanya pada Mam, "Ada apa, Ma?""Nenek menyuruh kita ke rumahnya sekarang.""Baru kemarin kita berjumpa saat diperayaan ulang tahunnya. Apa ada masalah?" Aku mengernyit, menunggu jawaban Mama."Entahlah, Mama juga tidak tahu. Tadi Asisten Nenek, telepon minta kita datang ke rumahnya," jelas Mama. Ia berdiri dari kursi lalu menyilangkan tangan di dada, "Kamu cepat bersiap!"Aku mengangguk, "Iya, Ma."Kira-kira ada apa hingga sepagi ini Nenek tua itu sudah menyuruh anggota keluarga untuk berkumpul?