Ruang tamu keluarga Ibrahim.
Papa dan Alicia sudah kembali ke kamar mereka terlebih dahulu. Mama dan aku sengaja membicarakan hal ini.
"Gila. Ini ide gila, Ma!" ungkapku dengan penuh emosi.
Ternyata kehadiran Jhonny di pesta ulang tahun nenek adalah untuk bertunangan dengan Melissa Hartono. Sungguh tidak masuk akal.
Bagaimana mungkin nenek menunjuk Jhonny untuk menggantikan posisiku bertunangan dengan Melissa. Apa karena rencana ini, keluarga Hartono memberikan hadiah spesial tadi?
Sepertinya semua ini sudah direncanakan.
Sebenarnya apa tujuan nenek hingga memberi kesempatan pada Jhonny keluar dari
'Aku menyukaimu,' teriakku kencang dalam hati. Aku menatap Wulan tanpa berkedip. Dagu lancipnya, bulu mata lentik dan semua yang ada padanya membuatku tersihir. Aura tubuh Wulan seperti magnet, menarikku untuk mendekat."Aliii," teriak Wulan di samping telinga, "Malah ngelamun!" tuduhnya lagi.Aku terkesiap, ternyata belum mengucapkan sepatah kata pun padanya.Ah, benar kata orang. Di hadapan orang yang disuka kita bisa bodoh mendadak. Anggota tubuh seketika susah digerakkan seakan-akan kena stroke."Aku, sedang memikirkan sesuatu." Mencoba berb
Pov Wulan. Ciuman itu …. Aku menutup wajah dengan kedua telapak tangan lalu menggelengkan kepala beberapa kali. Haduh! "Dasar bodoh!" umpatku pada diri sendiri. Malu. Sungguh memalukan. Bagaimana mungkin seorang wanita sepertiku mencium laki-laki terlebih dahulu? "Arrrrghh …." "Aduh, bagaimana ini? Memalukan, sungguh memalukan." Aku berjalan mondar-mandir di dalam kamar. Menyesali tindakan bodoh yang kulakukan pada Ali. Apa dia menyukaiku? Bagaimana perasaan Ali pa
Pov Wulan bagian 2.Malam semakin larut. Entah ada apa dengan Ali, ia mengirimkan pesan sedang berada di balkon. Apa mungkin ada yang ingin dikatakannya? Saat melihat jam digital di layar ponsel waktu sudah larut malam. Menunjukkan pukul 00.30. Namun, sampai di sana ia hanya menatapku terus. Entah apa yang dipikirkan lelaki tampan itu."Aliii," teriakku di samping telinganya, "Malah ngelamun!" tuduhku lagi.Alex terkesiap, ia mengedipkan mata. Lalu menatap ke arah lain."Aku, sedang memikirkan sesuatu." Alex menjawab dengan cepat tanpa menatap kedua mataku."Pertunangan Melissa dan Jhonny?" dugaku.
Keesokan paginya tanpa mengetuk Mama langsung masuk ke dalam kamar. Wajahnya tampak cemas dan sedikit khawatir aku segera bangun dan duduk dipinggir ranjang bertanya pada Mam, "Ada apa, Ma?""Nenek menyuruh kita ke rumahnya sekarang.""Baru kemarin kita berjumpa saat diperayaan ulang tahunnya. Apa ada masalah?" Aku mengernyit, menunggu jawaban Mama."Entahlah, Mama juga tidak tahu. Tadi Asisten Nenek, telepon minta kita datang ke rumahnya," jelas Mama. Ia berdiri dari kursi lalu menyilangkan tangan di dada, "Kamu cepat bersiap!"Aku mengangguk, "Iya, Ma."Kira-kira ada apa hingga sepagi ini Nenek tua itu sudah menyuruh anggota keluarga untuk berkumpul?
Honda Brio merah semakin mendekat. Alisku mengernyit. Memikirkan alasan kenapa Tamara kemari? Bukankah yang kukirimi pesan David. Ada apa?Mobil berwarna merah itu berhenti tepat di sampingku. Suara mobil dimatikan, pintu mobil terbuka David dan Om Pramudya keluar."Mobil gue lagi di bengkel. Kebetulan ada mobil Tamara nganggur. Gue pakai aja sekalian," jelas David saat turun. Ia mungkin mengerti kenapa aku menatap mobil itu sedari tadi."Om, lama gak ketemu. Apa kabar?" Aku memeluk Om Pramudya sebentar."Om sehat. Ada masalah apa sampai kamu menyuruh Om dan David datang ke rumah nenekmu ini?" Wajah Om Pramudya terlihat penasaran."Sepertinya akan ada
"Apa maksudmu? Jangan berbelit-belit Alex." Jhonny menatapku tajam. Si b*d*h itu tak mengerti kata-kataku."Tes DNA, aku ingin kamu melakukannya. Buktikan bahwa kamu benar-benar darah daging Papaku."Jhonny dan Paula Stephanie saling pandang, "Mas Bram …." Paula Stephanie memandang Papa dengan tatapan memelas, ingin dibela.Papa hanya diam. Bagaimana pun juga ini adalah satu cara untuk mengetahui kebenarannya. Sekian lama Paula Stephanie dan anaknya itu mengambil kesempatan dari keluarga Ibrahim. Berapa banyak jumlah uang yang ia nikmati dari kerja keras Papa."Baiklah kalau begitu." Paula Stephanie menatapku dengan angkuh, "Kami bersedia melakukan Tes DNA.
Aku mengedikkan kedua bahu. Tak bisa menjawab pertanyaan yang diajukan David. Andai aku bisa membaca pikiran Jhonny dan ibunya sekarang. Aku takkan mengajak mereka tes DNA. Langsung kuantar mereka ke penjara saja. "Jika terbukti Jhonny bukan anak kandung Papamu, dia tak berhak memiliki saham The One Property. Lagi pula dia harus terpilih di rapat dewan direksi juga para pemegang saham jika ingin memimpin The One Property," terang Om Pramudya. "Berhati-hatilah Lex, Jhonny sangat licik," peringat David kemudian. Aku melemparkan pandang ke luar jendela. Menatap awan putih berarak di atas sana. Namun, pikiranku terus mencoba menebak apa yang akan dilakukan Jhonny dan Mamanya itu. Hampir dua jam berkendar
Tiba di sebuah ruangan kami kembali menunggu tak berapa lama seorang perempuan keluar, "Saya minta satu helai rambut dari saudara Alex, Jhonny juga Pak Ibrahim."Perawat itu meminta sehelai rambutku, papa juga Jhonny. Masing-masing dimasukkan ke dalam plastik transparan dengan kode berbeda.Perawat itu segera masuk ke dalam ruangan. Pintu ditutup, entah apa yang mereka lakukan di dalam. Sample rambut tadi pasti diberikan pada Dokter yang bertugas."Mau ke mana kamu?" Aku merentangkan tangan di depan pintu masuk ruangan dokter. Aku tahu apa yang akan dilakukan Jhonny. Segera mencegahnya masuk.Dia tak menjawab. Manatap tajam padaku, matanya bersemburat merah, "Pergi kamu dari sini, jangan menggangguku," desis Jhonny