Justin tentu saja tak mau mengatakannya sehingga dia hanya berkata, "Tidak penting. Yang paling utama adalah aku yakin aku bisa lebih berkembang di negara itu karena mereka membutuhkan aku."Cindy pun tak bisa menanyai lagi teman kerjanya itu dan hanya bisa menanggapi, "Ya sudah, semoga apapun keputusanmu itu bisa membuatmu naik ke puncak tertinggi dan semoga di sana kamu mendapatkan gadis yang jauh lebih baik."Mata Justin kontak melebar ketika Cindy mengatakan hal itu."Kau? Apa maksudmu? Aku ke sana tidak untuk mencari seorang gadis, aku ingin bekerja di sana dan mencari uang," jawab Justin terlihat tidak terima dengan ucapan Cindy.Cindy mengibaskan tangannya seakan mengerti apa yang dikatakan oleh Justin tetapi gadis itu tetap saja berkata, "Aku paham, Justin. Hanya saja, tidak ada salahnya juga jika ternyata disana kamu menemukan seorang gadis yang bisa memikat hatimu.""Tapi, aku ....""Sudahlah, lagi pula kau kagum pada salah satu klienmu yang berasal dari negara itu. Berarti
Pertanyaan tersebut hanyalah sebuah retorika saja karena sebenarnya Justin pun juga sudah bisa menebak bila tujuan mereka adalah kota yang sama dan mereka terbang di dalam satu pesawat yang sama.Jakarta. Wanita itu juga memiliki tujuan ke kota yang sama dengannya. Oh, tapi dia tidak perlu khawatir. Seingat dirinya, Jakarta itu sangatlah luas sehingga tidak mungkin bila dirinya juga akan berada di lokasi yang berdekatan dengan wanita yang merupakan istri Mikael Alexander itu.Sekitar 10 menit sebelum keberangkatan dan ketika dia sudah duduk di kursinya, Justin lagi-lagi dibuat sangat keheranan karena Ananta dan Sean yang duduk tepat di depannya.Dia sungguh tak habis pikir dengan kebetulan-kebetulan yang datang kepadanya.Semoga nanti di Jakarta, kami tak benar-benar tidak tinggal berdekatan.Bahkan, kini dia juga lebih bisa mendengar pembicaraan dua orang itu dengan sangat jelas. Justin makin merapatkan jaket dan membenarkan letak topinya agar penyamarannya berhasil."Ma, nanti kita
Akan tetapi semua itu harus segera dia lupakan dikarenakan dia akan segera tiba di negara kelahirannya yang dia cintai itu."Indonesia," gumam Ananta pelan yang ternyata begitu sangat merindukan negaranya itu.Sekarang yang ingin dia pikirkan adalah bagaimana dia menghabiskan waktunya di Indonesia dan ingin menunda segala masalah yang terjadi di Inggris untuk sementara waktu.Maka, untuk menyibukkan otaknya agar teralih dari masalahnya dengan sang suami yang membuatnya pusing itu, Ananta segera merencanakan beberapa hal yang ingin dia lakukan di sana.Ketika hanya tinggal 2 jam lagi mereka akan mendarat di Jakarta, Sean yang sudah berkali-kali terbangun itu pun memilih untuk tidak lagi memejamkan mata."Mama, selain kita pergi ke rumah nenek dan kakek lalu ke rumah Tante Haruka, kita akan pergi ke mana lagi?" tanya Sean dengan wajah polosnya.Ananta tentu saja sangat senang mendengar pertanyaan itu dari putranya, "Hm, kita akan pergi ke the Himalaya Resort, Sayang. Kamu pasti juga ing
Sungguh ketika putri sulungnya, Ananta Wiriyo yang dia dulu pernah sia-siakan dan dia sakiti dengan begitu amat kejamnya berkata seperti itu, hati Johan seketika terasa begitu sakit.Bagaimana bisa dia dulu memiliki hati yang keras hingga mencoret nama putri sulungnya itu dari dalam daftar keluarga Wiriyo?Dia sungguh merasa sangat bersalah kepada putrinya itu. Ananta terlalu baik dan bahkan memiliki hati yang begitu sangat lembut sampai-sampai putrinya itu masih menyimpan kepedulian yang sangat besar terhadap adiknya yang telah menyakiti hatinya.Padahal, Vina jelas-jelas masih menaruh rasa benci pada Ananta di detik-detik gadis itu menjadi gila. Ananta pun tahu bila adiknya itu begitu membencinya, tapi nyatanya Ananta mengabaikan fakta itu. Rasa malu pun kembali muncul di dalam hatinya hingga dia tak berani menjawab ucapan putrinya itu. Mana mungkin dia membebani Ananta masalah Vina? Dia tidak bisa melakukannya.Akan tetapi, Ananta sama sekali tidak menyerah dan malah berkata sekal
"Apa yang sedang kau pikirkan, Bel? Sudahlah, jangan berlebihan dan tunggu saja dulu," kata Alma yang benar-benar sudah kehilangan akal ketika dia mendengar sang menantu itu berkata terlalu cemas seperti itu. Dia tak tahan mendengar ketidaksabarannya tersebut.Jika boleh dia jujur, jauh di dalam lubuk hatinya dia pun khawatir tapi dia tidak ingin menunjukkan emosinya itu di depan menantunya tersebut.Dia memilih untuk tetap tenang dan menyimpan kecemasannya sendiri meskipun sebenarnya hal itu sangatlah sulit.Akan tetapi, tak lama dia menunggu, sekitar 10 menit kemudian, mobil hitam yang dikemudikan oleh sopir keluarga Wiriyo itu tiba di rumah keluarga besar tersebut.Belinda dengan tidak sabar langsung menghampiri mobil itu tetapi Alma tidak. Wanita tua berambut putih itu masih tetap duduk di atas kursi rodanya karena tak ingin terlihat berlebihan ketika menyambut cucu dan cicitnya yang baru saja tiba di rumahnya."Astaga, Sayang. Mama sudah menunggu kalian sedari tadi dan cemas seka
Ananta benar-benar tidak mengerti mengapa saat ini dirinya begitu sedih apabila teringat pada kejadian di masa lalu."Mengapa kita harus menjadi seperti ini hanya gara-gara seorang laki-laki?" ucap Ananta sedih.Rasa sedihnya begitu dalam saat ini dan keinginannya untuk bertemu dengan adiknya itu begitu sangat kuat seolah-olah tak bisa dilindungi lagi."Lusa ya, Dik. Lusa kita akan segera bertemu," kata Ananta sembari dia memeluk foto sang adik dengan erat. Dia sungguh merindukan adiknya itu dengan sangat.Ananta kemudian memaksa diri untuk segera tidur karena badannya yang terlalu letih. Dia pikir dia harus segera memulihkan kondisinya sehingga dia bisa menghabiskan waktunya di Indonesianya sesuai dengan apa yang dia rencanakan.Sebenarnya dia tadi sempat terpikirkan untuk menghubungi suaminya, tapi keinginan itu pupus ketika dia ingat apa yang telah dilakukan oleh suaminya itu.Dan Mikael pun tak mengirimkan sebuah pesan kepadanya padahal dia pun juga tahu tentang dirinya yang sudah
"Lepaskan aku, sialan!" teriak sang lelaki yang terlihat tidak terima ketika Vincent memisahkan dirinya dengan wanita itu.Tetapi sayangnya dia tidak lebih kuat daripada rekan kerja Justin yang berotot itu sehingga dia terpaksa harus mengalah atau lebih tepatnya dipaksa untuk menyerah.Vincent kemudian menyeret mereka ke bagian pinggir sehingga tak mengganggu jalanan. Sang lelaki memprotes tapi tak berhasil sehingga terpaksa menurut.Justin sendiri membantu sang wanita yang terlihat kerepotan dengan barang bawaannya. "Apa yang terjadi?" Vincent bertanya dengan cepat, tak mau membuang-buang waktu mereka yang berharga."Siapa kau? Mengapa kau ikut campur di sini? Kau pikir kau bisa menghentikan aku?" ucap laki-laki berusia yang sepertinya tak terlalu jauh dari Justin.Vincent dengan tenang menjawab, "Saya detektif. Kalau Anda tidak ingin saya bawa ke kantor maka jelaskan duduk perkaranya di sini saja. Anda bersedia, bukan?"Justin sedikit terkejut ketika pria itu tidak menambahkan kata
"Kamu benar, Justin. Kamu tidak bisa berbuat apa-apa karena mereka memiliki lebih banyak wewenang daripada kami," ucap Vincent.Pria itu kemudian tertawa kecil dan menjadi lebih rileks lalu berujar, "Jadi, Justin. Yang ingin aku katakan kepadamu adalah, jangan pernah terlalu merasa kecewa jika sewaktu-waktu penyelidikan yang sedang kita lakukan dihentikan secara tiba-tiba akibat perintah dari orang-orang yang memiliki kekuasaan lebih banyak daripada pihak kita."Justin mengangguk walaupun dia sebenarnya tidak bisa menerimanya. Namun, ini bukan negaranya sehingga dia hanya bisa patuh pada peraturan tanpa bisa memprotes.Di negaranya, jika ada sebuah kasus pembunuhan yang ditangani oleh pihak swasta biasanya malah mereka akan bekerja sama dengan kepolisian negeri.Tidak ada yang namanya kasus yang ditutupi kecuali bila kasus itu begitu sangat berbahaya sehingga terpaksa harus diselidiki secara diam-diam.Akan tetapi, tidak sekalipun dia merasa pernah bentrok dengan kepolisian setempat.
Justin pun segera menjelaskan lebih lanjut perihal cara menelepon Alan Samudera. Keesokan harinya, di hadapan sama orang, kecuali putranya, Sean, Ananta melakukan sebuah panggilan pada Alan. Terlihat Mikael awalnya tidak suka melihat istrinya menelepon mantan pacarnya dulu tetapi dia tidak bisa memprotesnya. "Alan, ini aku ... maaf, aku harus melakukan ini," kata Ananta mengawali panggilan itu. Tentu saja dalam layar itu Alan terlihat begitu sangat terkejut. Tetapi, laki-laki itu malah langsung bertanya, "Vina. Bagaimana keadaan Vina, Nanta?" Anehnya wajah laki-laki itu terlihat begitu sangat sedih sehingga Ananta cepat-cepat menceritakan masalah tentang Vina. Betapa terkejutnya pria itu kalau mendengar kondisi mantan istrinya itu, tanpa menunda-nunda lagi dia berkata, "Aku akan segera pergi ke Indonesia dan menjenguk dia." Tak disangka-sangka oleh keluarga Wiriyo, Alan Samudera tampak tak menghindar dari mereka dan bahkan telah memutuskan untuk membantu mereka. "Aku tidak meny
Ananta memejamkan matanya seolah mencoba untuk tetap kuat. Dia tak boleh terlihat lemah di depan suaminya itu, meskipun kenyataannya dia saat ini memang sedang melemah.Wanita itu tak membalas sepatah kata pun perkataan suaminya hingga kemudian Mikael Alexander menghentikan ucapannya sendiri. Dia tak lagi melanjutkan perkataan kejamnya.Ketika dia melihat istrinya sedang menutup matanya dan bahkan dia bisa melihat bagaimana tubuh Ananta sedikit bergetar karena mendengarkan perkataannya itu, Mikael segera mundur ke belakang dan memegang kepalanya dengan rasa frustrasi yang sangat mengganggunya."Astaga, apa yang sudah aku lakukan?" gumam Mikael yang kini menatap istrinya dengan penuh penyesalan.Ananta bahkan belum berani membuka mata sehingga Mikael kini kembali melangkah ke depan lalu mendekati istrinya dengan perlahan. Dia ingin merengkuh istri tercintanya itu dan menenangkannya."Sayang, maafkan aku. Aku-""Tidak apa-apa," ucap Ananta yang langsung mundur ke belakang setelah dia ta
"Begini, Madam. Kami bisa membantu Anda dengan membuat sebuah tawaran kerjasama dengan perusahaan beliau," kata Justin.Ananta segera mengerutkan keningnya, "Maksud Anda? Anda berniat untuk menawarkan sebuah kerjasama palsu pada Alan?"Justin berdeham kecil saat idenya itu dikatakan demikian, tetapi dia tidak memiliki hak untuk tersinggung karena memang sebutan itu memang tepat."Ini demi menjaga kerahasiaan tujuan Anda, Madam," ucap Justin dengan nada yang terdengar sedikit agak malu.Sebagai seorang detektif, sudah menggunakan berbagai cara dan bahkan dengan cara yang kotor sekalipun untuk menuntaskan kasus-kasusnya.Tidak sekali hanya dua kali dia kerap melakukan sebuah tipu daya agar dia bisa menjebak orang yang dia incar. Akan tetapi, baru sekarang ini dia merasa begitu sangat malu dan tidak nyaman setelah mendengar ucapan dari Ananta Alexander.Dia tidak mengerti. Yang dia ketahui pendapat wanita itu seakan langsung mudah membuatnya goyah.Ada apa denganmu sebenarnya, Justin? Ka
"Luar negeri. Aku yakin dia tidak mungkin berada di Indonesia. Jadi, memang satu-satunya tebakan yang mungkin paling benar adalah dia berada di luar negeri selama ini," kata Alma. "Itu masuk akal. Kalau hanya di dalam negeri tak mungkin informan kita sampai tak berhasil melacak keberadaannya walaupun hanya sedikit," kata Johan. Belinda menganggukkan kepalanya setelah dia memahami semua itu. "Kalau begitu detektif swasta yang disewa oleh Ananta sangatlah bagus karena mereka bisa menemukan keberadaan Alan hanya dalam waktu yang cukup singkat." Sementara itu Ananta yang masih di tengah jalan mengemudikan mobilnya dengan tidak sabar. Dia ingin segera mengetahui informasi tentang Alan dan ingin melakukan apa yang dia inginkan. Begitu sampai di kantor detektif swasta tersebut yang tak terlalu jauh dari rumahnya atau hanya sekitar 15 menit perjalanan menggunakan mobil tanpa kemacetan, Ananta melihat Vincent yang sedang duduk di depan seolah sedang bersantai. Vincent segera berdiri ketik
Dari panggilan itu Mikael menjelaskan, "Maafkan aku, Sayang. Aku sedang begitu sangat sibuk.""Sampai kamu lupa mengabari istri dan anakmu? Yang padahal sedang jauh dari jangkauanmu?" ucap Ananta sinis.Mikael terdiam selama beberapa saat hingga kemudian pria itu kembali berkata, "Maaf, Nanta. Aku benar-benar sedang tidak bisa menghubungi kamu kemarin dan baru sekarang aku bisa menghubungimu."Ananta menghela napas panjang. Kali ini dia benar-benar tidak bisa memahami apa yang sedang dikerjakan oleh suaminya itu.Dia pun juga tak bisa mencari tahu lebih banyak karena keterbatasan yang dia miliki. Dia sudah tidak memiliki Helen dan juga dia pun tak memiliki orang lain yang bisa dia tanyai mengenai sang suami.Menurutnya sangat percuma untuk mendesak Mikael berkata yang sebenarnya."Hm, lalu apa kau akan pergi ke Indonesia atau tidak?" tanya Ananta."Aku tentu saja akan pergi. Bagaimana mungkin aku membiarkan kamu dan Sean sendirian di sana?" ucap Mikael.Nyatanya kamu bahkan lepas kami
Haruka menatap sahabatnya itu dengan seksama, "Boleh. Kamu boleh melakukan apa saja jika itu bisa membantumu, asalkan jangan lupakan satu hal, Nanta."Wanita itu tentu saja tak mau jika sahabatnya itu sampai salah melangkah sehingga dia mencoba untuk memberikan beberapa saran agar masalah yang dihadapi oleh sahabatnya itu bisa terselesaikan tanpa adanya penyesalan ataupun kesalahan lain yang mungkin dia perbuat.Ananta cepat-cepat membalas, "Apa, Haruka?"Haruka menahan napas dan kemudian menghembuskannya secara perlahan, "Ketika kamu sudah mendapatkan bukti yang kamu inginkan itu, kamu tidak boleh goyah. Jangan pernah sekalipun kamu berpikir untuk mundur jika semuanya sudah tersaji di depan mata."Haruka mengamati perubahan ekspresi Ananta dan kini dia yakin bila kali ini sarannya sudah tepat sasaran.Ananta menelan ludahnya dengan gugup ketika dia teringat bagaimana dia membatalkan penyelidikannya kala itu.Padahal hanya satu langkah saja dia pasti sudah tahu apakah suaminya itu mem
Namun, Alan tahu percuma saja dia berpikir karena nyatanya semua yang ada di dalam kepalanya itu tak pernah bisa dia lakukan.Dia lalu memutuskan untuk lanjut berjalan melihat-lihat pemandangan sekitar dan larut dalam dunia yang menurutnya tak sedikitpun bisa menyembuhkan hatinya itu.Sementara itu, Ananta masih menunggu kabar dari sang detektif muda untuk informasi selanjutnya. Pagi itu, Ananta memilih untuk berkunjung ke kediaman Haruka bersama dengan Sean serta seorang sopir keluarga besarnya."Kamu yakin hanya pergi dengan sopir saja, Nanta? Nggak apa-apa, Nanta?" tanya Johan dengan wajah terlihat tidak tenang.Ananta tersenyum pada sang ayah, "Papa nggak perlu khawatir. Ananta bisa sendiri kok. Sama sopir udah cukup. Lagipula, sekarang jarak ke kota itu bisa ditempuh lebih cepat kan?"Johan pun akhirnya melepaskan putri sulungnya itu untuk pergi ke kota di mana Haruka tinggal.Perjalanan itu tak memakan waktu lama dan hanya ditempuh sekitar satu jam lebih saja."Tante," seru Sea
Justin mendengus keras sebelum kemudian menanggapi perkataan Vincent, "Takdir? Takdir yang bagaimana maksudmu?"Tatapannya penuh dengan kebingungan sehingga Vincent pun tak tahan untuk segera menjelaskan."Hm, takdir di antara sepasang muda mudi yang bertemu karena ketidaksengajaan dan-""Jangan gila! Dia sudah memiliki seorang suami dan bahkan anak," sambar Justin cepat agar temannya itu tak lagi berpikir macam-macam.Dia tak mau bila Vincent membayangkan hal yang bukan-bukan.Vincent terlihat terkejut dengan ucapan Justin dan langsung saja dia melihat file yang diisi oleh Ananta tadi."Ah, kau benar. Dia memang sudah menikah dan memiliki seorang anak. Hm, sungguh aku pikir dia itu masih single," kata Vincent masih terlihat sulit percaya.Justin menaikkan alis kanannya lalu menatap Vincent dengan tatapan aneh.Vincent terkikik geli lalu berkata, "Ayolah, dia memang terlihat masih begitu sangat muda kan? Sangat cantik dan tidak terlihat seperti seorang wanita yang telah memiliki seora
"Iya, Pa. Bagaimana menurut Papa?" tanya Ananta tanpa sedikitpun ragu.Johan menggelengkan kepalanya, "Entahlah. Papa belum pernah menggunakan detektif swasta. Jadi, Papa tidak bisa memberikan kamu pendapat."Ananta mengangguk mengerti, "Nanta pernah menyewa detektif swasta di London dan mereka sangat membantu Ananta."Tetapi, Johan terlihat sanksi. "Nanta, kamu tidak bisa membandingkan negara yang pernah kamu tinggali itu dengan Indonesia. Kamu tahu juga kan kalau di sini masih sangat jarang orang yang menggunakan jasa detektif swasta?" Ananta bukannya tidak tahu tetapi justru karena itulah dia sangat ingin menggunakan jasa detektif swasta."Tidak masalah, kita bisa mencobanya walaupun kita masih belum tahu bagaimana cara kerja detektif swasta di sini," kata Ananta.Johan pun hanya bisa mendesah dan berkata, "Baiklah, kalau memang itu yang kamu inginkan, Papa hanya bisa memberikanmu informasi mengenai beberapa kantor detektif swasta yang mungkin bisa kamu pilih."Ananta mengangguk s