Oh, no. Ananta memaksa dirinya untuk tersenyum lalu kemudian mencubit pipinya sendiri agar dia bisa segera tersadar.Dia benar-benar berpikir bila mungkin saja saat ini dia sedang bermimpi atau mungkin melamun.Tidak mungkin Mikael Alexander menjadi CEO yang artinya memimpin di resort tempat di mana dia mengais uang untuk putranya.Hal itu sangatlah mustahil dan hanya ada sepersekian persen saja kemungkinan bisa terjadi.Akan tetapi, Ananta merasakan sakit saat dirinya menarik pipi kanannya dan harus tersentak kaget ketika mendapati hal itu memanglah sebuah kenyataan yang harus dia terima.Suara tepuk tangan dan riuh pun segera memenuhi gedung itu. Ananta juga ikut bertepuk tangan meski di dalam hatinya ia sungguh sangat gelisah."Wah! Luar biasa!" "Kita sangat beruntung sekali mendapatkan CEO seperti beliau!"Yang lain juga ikut menanggapi, "Di bawah kepimpinan dia, resort kita pasti akan lebih jauh maju.""Iyalah, dia dikenal sebagai tangan dinginnya dalam dunia bisnis jadi tak per
Ketika Andrew akan membuka mulutnya untuk menjawab pertanyaan Ananta, tiba-tiba Mikael mengangkat tangannya dan meminta pria kepercayaannya tersebut untuk diam.Ananta seketika menoleh ke arah Mikael yang kemudian berujar, "Anda akan menjadi sekretaris pribadi saya."Untuk beberapa saat Ananta terlihat terdiam tetapi setelah dia memahami apa yang baru saja dikatakan oleh Mikael, Ananta pun membelalakkan mata, "Apa maksud Anda? Saya menjadi sekretaris pribadi Anda?""Ya."Ananta tak mempercayai hal itu rasanya tetapi pria yang telah menjadi CEO the Himalaya resort itu berubah lagi, "Anda tidak cocok menjadi seorang asisten manajer dan hal itu terbukti dari Anda yang telah gagal mengatasi permasalahan yang sebelumnya."Sungguh ketika Mikael memahami bentuk perkara Ananta, dia sungguh merasa telah menemukan sebuah solusi yang akan bisa membawanya untuk bisa membuat Ananta bertekuk lutut kepadanya.Dia memang tidak mengetahui latar belakang yang membuat Ananta terlihat tidak profesional ke
"Apa yang kamu perlu takutkan? Kalaupun ada yang mengenalimu, mereka tidak akan bisa berbuat apapun," ucap Mikael.Laki-laki itu saat ini benar-benar menjadi seorang CEO dan bukan seorang pria yang sedang mengejar seorang wanita yang dia inginkan.Mikael Alexander memang dikenal bisa memisahkan dunia kerja dan juga urusan pribadinya.Jika dia dalam situasi di mana dia harus mengeluarkan kemampuan dirinya untuk menyikapi berbagai masalah di perusahaannya maka ini bisa dipastikan laki-laki itu akan mengesampingkan masalah pribadinya sendiri."Baik, Sir." Lagi pula, Ananta tidak memiliki pilihan lain selain menuruti perintah sang CEO."Ayo masuk!" ajak Mikael dan dia pun segera mengikuti Mikael di belakangnya bersama dengan Andrew.Begitu pria asing itu telah tiba di bagian lobby, segera saja ia disambut dengan begitu ramah oleh beberapa staf sekaligus.Hal ini tentu saja dikarenakan penampilan Mikael yang sangat meyakinkan sehingga dia diperlakukan jauh lebih baik dibandingkan dengan ta
Sean menatap Mikael dengan wajah polosnya.Sontak Mikael merasakan suatu keanehan dari ekspresi anak itu."Katakan pada Paman, kenapa kamu berniat untuk bersembunyi dari Paman?" tanya Mikael.Sean terdiam. "Kenapa? Apa kamu tidak ingin memberitahu Paman? Kamu tidak menganggap Paman sebagai teman kamu lagi ya?" Mikael sungguh merasa begitu sangat kecewa dan ini lagi-lagi menjadi pertama kali baginya merasakan hal semacam itu.Sean segera menggelengkan kepala, "Tidak, Paman. Sean menganggap Paman sebagai teman baik Sean. Hanya saja ....""Ada apa? Kamu bisa katakan apa saja pada Paman," ujar Mikael, memang sengaja ingin sekali membuat bocah kecil itu lebih terbuka.Dia sebenarnya tidak ingin dikatakan sebagai pemaksa tetapi dia sungguh-sungguh ingin mengetahui apa yang ada di dalam pikiran Sean.Sean terlihat menimbang-nimbang tetapi ketika dia mengamati wajah seorang paman yang memang telah sering sekali menemani dirinya bermain kalah dia sedang menunggu ibunya bekerja itu pun merasa a
Mikael menunggu dengan penuh harap. Dia pikir mungkin cara yang Andrew tawarkan bisa saja tepat sasaran sehingga dia tak perlu lagi harus bersusah payah memikirkan strategi membawa Ananta ke ranjangnya."Sir, Anda bisa mengajak Bu Nanta untuk pergi ke klub malam lagi," ucap Andrew.Sesungguhnya cara itu sudah tak pernah dipikirkan oleh Mikael setelah dia mendengar ucapan Ananta yang menyebut dirinya itu bukanlah seorang wanita single. Mikael pikir orang setianya tersebut memiliki sebuah ide yang cemerlang tetapi nyatanya hal itu tanpa alasan sebuah ide kosong yang jelas tak mungkin berhasil."Apa kau lupa kalau dia sudah menolakku?" tanya Mikael pada akhirnya. Laki-laki itu memasang wajah kesal, seakan baru saja diingatkan tentang penolakan Ananta sebelum dia menjadi CEO di the Himalaya Resort itu."Itu baru percobaan pertama, Sir," jawab Andrew, masih mencoba membesarkan hati sang tuan meskipun sebenarnya dia sendiri juga tidak terlalu yakin."Siapa yang tahu, percobaan selanjutnya m
Andrew menyadari ketenangan sang majikan yang sekarang ini sedang tak bisa dikendalikan itu. Maka, dia pun tak ingin hanya diam saja. "Apa yang ingin Anda perintahkan kepada saya, Sir?" tanya Andrew dengan sangat hati-hati.Mikael Alexander pun menggelengkan kepala dengan cepat, "Tidak ada. Aku ingin mencoba menggodanya terlebih dulu tanpa adanya informasi apapun tentangnya."Andrew terlihat agak terkejut dengan pernyataan Mikael yang menurutnya memang cukup meyakinkan meskipun dia baru mendengar pernyataan tersebut hari itu. "Anda yakin, Sir? Tidakkah lebih baik kita mengetahui latar belakang keluarganya? Hal itu akan sangat bermanfaat bagi Anda, Sir," jelas Andrew.Mikael tertap menggeleng, "Hal itu malah akan memperumit semuanya. Kan sudah aku katakan, aku hanya ingin tidur dengannya."Andrew tidak percaya. Kalau hanya mengenai kebutuhan ranjang, dia sangat yakin bila lebih banyak wanita yang bisa membuat puas Mikael di ranjang.Sudah tentu ada sedikit urusan lain di dalamnya sehi
"Selamat pagi, Sir," ucap kedua staf tersebut tergagap.Mikael membalas dengan sebuah anggukan dan segera saja dia berjalan lebih cepat menuju ke ruangannya.Di sana dia sudah melihat Ananta yang sedang menata mejanya."Selamat pagi, Sir!" sapa Ananta seperti biasa tetapi laki-laki itu anehnya tak membalas ucapannya.Ananta pun mengerutkan dahi dan mulai sedikit agak bingung tapi dia mencoba untuk bersikap biasa saja seolah Mikael tidak mengacuhkannya."Apa Anda ingin disiapkan kopi sekarang, Sir?" tawar Ananta.Mikael menjawab, "Tidak."Dia berjalan ke arah mejanya dan kemudian duduk selama beberapa menit tapi akhirnya dia kembali berdiri.Ananta mengamati dengan heran."Andrew, siapkan mobil!" Mikael memerintah.Ananta tentu saja terkejut dengan perintah itu tetapi dia melihat Andrew tak mengatakan apapun dan hanya melakukan apa yang diperintahkan kepadanya.Apa yang terjadi?Namun, begitu Andrew keluar dari ruangan itu, Ananta dengan cepat segera bertanya, "Sir, apa Anda mau pergi?"
Melihat cara Ananta menatap dirinya dengan tidak nyaman itu membuat Mikael malah semakin kesal. "Memang tidak ada di dalam kontrak kerja, tapi kamu tidak bisa seenaknya," ucap Mikael.Ananta tentu saja semakin kebingungan tetapi kemudian Michael yang sudah terlanjur berkata hal yang seharusnya tidak dia katakan itu pun berkata lagi, "Ingat kamu masih memiliki tanggungan yang belum kamu selesaikan dengan masalah keuangan."Ananta terkejut ketika masalah itu dibawa-bawa tetapi karena dirinya tidak ingin menambah masalah lagi dia pun kemudian hanya bisa berujar, "Baik, Sir. Soal itu akan segera saya selesaikan."Dia pun kemudian undur diri dan bergegas ke ruangan Sherly."Ada apa denganmu?" tanya Shirley, mantan bosnya yang sebenarnya memang cukup bersahabat dengannya."Bu, apa saya tidak bisa kembali ke pekerjaan saya yang semula saja?" Sherly pun terbelalak kaget, "Apa maksudmu? Kamu mau menjadi Asisten manager lagi?""Iya, Bu."Sherly mendecak lidah dan menatap Ananta dengan tatapan
Justin pun segera menjelaskan lebih lanjut perihal cara menelepon Alan Samudera. Keesokan harinya, di hadapan sama orang, kecuali putranya, Sean, Ananta melakukan sebuah panggilan pada Alan. Terlihat Mikael awalnya tidak suka melihat istrinya menelepon mantan pacarnya dulu tetapi dia tidak bisa memprotesnya. "Alan, ini aku ... maaf, aku harus melakukan ini," kata Ananta mengawali panggilan itu. Tentu saja dalam layar itu Alan terlihat begitu sangat terkejut. Tetapi, laki-laki itu malah langsung bertanya, "Vina. Bagaimana keadaan Vina, Nanta?" Anehnya wajah laki-laki itu terlihat begitu sangat sedih sehingga Ananta cepat-cepat menceritakan masalah tentang Vina. Betapa terkejutnya pria itu kalau mendengar kondisi mantan istrinya itu, tanpa menunda-nunda lagi dia berkata, "Aku akan segera pergi ke Indonesia dan menjenguk dia." Tak disangka-sangka oleh keluarga Wiriyo, Alan Samudera tampak tak menghindar dari mereka dan bahkan telah memutuskan untuk membantu mereka. "Aku tidak meny
Ananta memejamkan matanya seolah mencoba untuk tetap kuat. Dia tak boleh terlihat lemah di depan suaminya itu, meskipun kenyataannya dia saat ini memang sedang melemah.Wanita itu tak membalas sepatah kata pun perkataan suaminya hingga kemudian Mikael Alexander menghentikan ucapannya sendiri. Dia tak lagi melanjutkan perkataan kejamnya.Ketika dia melihat istrinya sedang menutup matanya dan bahkan dia bisa melihat bagaimana tubuh Ananta sedikit bergetar karena mendengarkan perkataannya itu, Mikael segera mundur ke belakang dan memegang kepalanya dengan rasa frustrasi yang sangat mengganggunya."Astaga, apa yang sudah aku lakukan?" gumam Mikael yang kini menatap istrinya dengan penuh penyesalan.Ananta bahkan belum berani membuka mata sehingga Mikael kini kembali melangkah ke depan lalu mendekati istrinya dengan perlahan. Dia ingin merengkuh istri tercintanya itu dan menenangkannya."Sayang, maafkan aku. Aku-""Tidak apa-apa," ucap Ananta yang langsung mundur ke belakang setelah dia ta
"Begini, Madam. Kami bisa membantu Anda dengan membuat sebuah tawaran kerjasama dengan perusahaan beliau," kata Justin.Ananta segera mengerutkan keningnya, "Maksud Anda? Anda berniat untuk menawarkan sebuah kerjasama palsu pada Alan?"Justin berdeham kecil saat idenya itu dikatakan demikian, tetapi dia tidak memiliki hak untuk tersinggung karena memang sebutan itu memang tepat."Ini demi menjaga kerahasiaan tujuan Anda, Madam," ucap Justin dengan nada yang terdengar sedikit agak malu.Sebagai seorang detektif, sudah menggunakan berbagai cara dan bahkan dengan cara yang kotor sekalipun untuk menuntaskan kasus-kasusnya.Tidak sekali hanya dua kali dia kerap melakukan sebuah tipu daya agar dia bisa menjebak orang yang dia incar. Akan tetapi, baru sekarang ini dia merasa begitu sangat malu dan tidak nyaman setelah mendengar ucapan dari Ananta Alexander.Dia tidak mengerti. Yang dia ketahui pendapat wanita itu seakan langsung mudah membuatnya goyah.Ada apa denganmu sebenarnya, Justin? Ka
"Luar negeri. Aku yakin dia tidak mungkin berada di Indonesia. Jadi, memang satu-satunya tebakan yang mungkin paling benar adalah dia berada di luar negeri selama ini," kata Alma. "Itu masuk akal. Kalau hanya di dalam negeri tak mungkin informan kita sampai tak berhasil melacak keberadaannya walaupun hanya sedikit," kata Johan. Belinda menganggukkan kepalanya setelah dia memahami semua itu. "Kalau begitu detektif swasta yang disewa oleh Ananta sangatlah bagus karena mereka bisa menemukan keberadaan Alan hanya dalam waktu yang cukup singkat." Sementara itu Ananta yang masih di tengah jalan mengemudikan mobilnya dengan tidak sabar. Dia ingin segera mengetahui informasi tentang Alan dan ingin melakukan apa yang dia inginkan. Begitu sampai di kantor detektif swasta tersebut yang tak terlalu jauh dari rumahnya atau hanya sekitar 15 menit perjalanan menggunakan mobil tanpa kemacetan, Ananta melihat Vincent yang sedang duduk di depan seolah sedang bersantai. Vincent segera berdiri ketik
Dari panggilan itu Mikael menjelaskan, "Maafkan aku, Sayang. Aku sedang begitu sangat sibuk.""Sampai kamu lupa mengabari istri dan anakmu? Yang padahal sedang jauh dari jangkauanmu?" ucap Ananta sinis.Mikael terdiam selama beberapa saat hingga kemudian pria itu kembali berkata, "Maaf, Nanta. Aku benar-benar sedang tidak bisa menghubungi kamu kemarin dan baru sekarang aku bisa menghubungimu."Ananta menghela napas panjang. Kali ini dia benar-benar tidak bisa memahami apa yang sedang dikerjakan oleh suaminya itu.Dia pun juga tak bisa mencari tahu lebih banyak karena keterbatasan yang dia miliki. Dia sudah tidak memiliki Helen dan juga dia pun tak memiliki orang lain yang bisa dia tanyai mengenai sang suami.Menurutnya sangat percuma untuk mendesak Mikael berkata yang sebenarnya."Hm, lalu apa kau akan pergi ke Indonesia atau tidak?" tanya Ananta."Aku tentu saja akan pergi. Bagaimana mungkin aku membiarkan kamu dan Sean sendirian di sana?" ucap Mikael.Nyatanya kamu bahkan lepas kami
Haruka menatap sahabatnya itu dengan seksama, "Boleh. Kamu boleh melakukan apa saja jika itu bisa membantumu, asalkan jangan lupakan satu hal, Nanta."Wanita itu tentu saja tak mau jika sahabatnya itu sampai salah melangkah sehingga dia mencoba untuk memberikan beberapa saran agar masalah yang dihadapi oleh sahabatnya itu bisa terselesaikan tanpa adanya penyesalan ataupun kesalahan lain yang mungkin dia perbuat.Ananta cepat-cepat membalas, "Apa, Haruka?"Haruka menahan napas dan kemudian menghembuskannya secara perlahan, "Ketika kamu sudah mendapatkan bukti yang kamu inginkan itu, kamu tidak boleh goyah. Jangan pernah sekalipun kamu berpikir untuk mundur jika semuanya sudah tersaji di depan mata."Haruka mengamati perubahan ekspresi Ananta dan kini dia yakin bila kali ini sarannya sudah tepat sasaran.Ananta menelan ludahnya dengan gugup ketika dia teringat bagaimana dia membatalkan penyelidikannya kala itu.Padahal hanya satu langkah saja dia pasti sudah tahu apakah suaminya itu mem
Namun, Alan tahu percuma saja dia berpikir karena nyatanya semua yang ada di dalam kepalanya itu tak pernah bisa dia lakukan.Dia lalu memutuskan untuk lanjut berjalan melihat-lihat pemandangan sekitar dan larut dalam dunia yang menurutnya tak sedikitpun bisa menyembuhkan hatinya itu.Sementara itu, Ananta masih menunggu kabar dari sang detektif muda untuk informasi selanjutnya. Pagi itu, Ananta memilih untuk berkunjung ke kediaman Haruka bersama dengan Sean serta seorang sopir keluarga besarnya."Kamu yakin hanya pergi dengan sopir saja, Nanta? Nggak apa-apa, Nanta?" tanya Johan dengan wajah terlihat tidak tenang.Ananta tersenyum pada sang ayah, "Papa nggak perlu khawatir. Ananta bisa sendiri kok. Sama sopir udah cukup. Lagipula, sekarang jarak ke kota itu bisa ditempuh lebih cepat kan?"Johan pun akhirnya melepaskan putri sulungnya itu untuk pergi ke kota di mana Haruka tinggal.Perjalanan itu tak memakan waktu lama dan hanya ditempuh sekitar satu jam lebih saja."Tante," seru Sea
Justin mendengus keras sebelum kemudian menanggapi perkataan Vincent, "Takdir? Takdir yang bagaimana maksudmu?"Tatapannya penuh dengan kebingungan sehingga Vincent pun tak tahan untuk segera menjelaskan."Hm, takdir di antara sepasang muda mudi yang bertemu karena ketidaksengajaan dan-""Jangan gila! Dia sudah memiliki seorang suami dan bahkan anak," sambar Justin cepat agar temannya itu tak lagi berpikir macam-macam.Dia tak mau bila Vincent membayangkan hal yang bukan-bukan.Vincent terlihat terkejut dengan ucapan Justin dan langsung saja dia melihat file yang diisi oleh Ananta tadi."Ah, kau benar. Dia memang sudah menikah dan memiliki seorang anak. Hm, sungguh aku pikir dia itu masih single," kata Vincent masih terlihat sulit percaya.Justin menaikkan alis kanannya lalu menatap Vincent dengan tatapan aneh.Vincent terkikik geli lalu berkata, "Ayolah, dia memang terlihat masih begitu sangat muda kan? Sangat cantik dan tidak terlihat seperti seorang wanita yang telah memiliki seora
"Iya, Pa. Bagaimana menurut Papa?" tanya Ananta tanpa sedikitpun ragu.Johan menggelengkan kepalanya, "Entahlah. Papa belum pernah menggunakan detektif swasta. Jadi, Papa tidak bisa memberikan kamu pendapat."Ananta mengangguk mengerti, "Nanta pernah menyewa detektif swasta di London dan mereka sangat membantu Ananta."Tetapi, Johan terlihat sanksi. "Nanta, kamu tidak bisa membandingkan negara yang pernah kamu tinggali itu dengan Indonesia. Kamu tahu juga kan kalau di sini masih sangat jarang orang yang menggunakan jasa detektif swasta?" Ananta bukannya tidak tahu tetapi justru karena itulah dia sangat ingin menggunakan jasa detektif swasta."Tidak masalah, kita bisa mencobanya walaupun kita masih belum tahu bagaimana cara kerja detektif swasta di sini," kata Ananta.Johan pun hanya bisa mendesah dan berkata, "Baiklah, kalau memang itu yang kamu inginkan, Papa hanya bisa memberikanmu informasi mengenai beberapa kantor detektif swasta yang mungkin bisa kamu pilih."Ananta mengangguk s