Hi, pembaca Zila yang baik. Terima kasih sudah mengikuti kisah ini hingga di chapter 100. Sekarang kita lanjut ke season 2 yah. Season 2 ini kita pindah ke London, di mana Mikael, Ananta dan Sean menjalani hidup baru di sana. Jadi, jangan heran ketika banyak sekali tokoh baru yang muncul dan bahkan tidak ditemukan di season 1. 90 persen memang baru. Namun, itu semua demi keperluan cerita ya Readers, tidak diada-ada. Disesuaikan dengan konteks cerita kok. Semoga suka ya dan tetap tungguin selalu update-nya yah. Buku ini update setiap hari. Namun, jika libur, diusahakan hanya libur satu kali dalam satu minggu. Salam hangat dari Zila Aicha
London, 3 tahun kemudian"Ma, apakah papa akan mengantarkan aku ke sekolah?" tanya Sean di suatu pagi.Ananta mencoba untuk tetap tersenyum pada sang putra, "Maaf, Sayang. Papa masih tidur. Hari ini tak bisa mengantar Sean ke sekolah. Sean sama Mama saja ya?"Sean terlihat begitu sangat kecewa atas ucapan sang mama, tapi bocah kecil yang saat ini sudah berusia delapan tahun itu mengangguk paham ke arah sang ibunda."Oh iya apa kita akan mampir ke rumah Bibi Helen saat pulang nanti?" tanya Sean yang sudah sangat merindukan adik sepupunya."Belum bisa, Sayangku. Mama ada janji dengan teman Mama, besok saja ya, Nak?" balas Ananta terlihat tidak enak.Akan tetapi, sekali lagi Sean mengangguk paham. Bocah itu seakan tak ingin membuat sang mama kerepotan sehingga memilih untuk menerima semuanya."Anak pintar," puji Ananta sambil mengelus rambut putranya.Setelah selesai sarapan, Ananta segera meminta pelayan untuk membawa tas milik sang putra ke mobil, sementara dirinya mengambil tasnya di
Mengapa ada bunga ini di sini, Mike? Bunga itu ... untuk siapa?Segala pikiran buruk mulai menguasai otak di dalam kepala cantik Ananta. Wanita yang sedang tidak bisa tenang itu kemudian keluar dari dalam mobil dengan sedikit linglung.Daniel dan Rodrigo sampai saling lempar tatap, terlihat cemas dengan keadaan sang nyonya. Tetapi dua orang pengawal yang sama-sama merangkap menjadi sopir itu tak berani membuka mulut mereka untuk bertanya."Rodrigo, apa Sir Mikael masih di dalam?" tanya Ananta."Masih, Madam." Rodrigo menjawab.Ananta mengangguk dan kemudian dia memerintah, "Tutup mobilnya!"Setelah memberi perintah pada Rodrigo, dia beralih pada Daniel, "Daniel, kembalilah ke pos, aku akan masuk ke dalam.""Baik, Madam," sahut Daniel.Ananta pun berjalan sembari masih menggenggam satu kelopak mawar di tangan kanan. Jantungnya sudah berdetak tidak karuan. Sungguh, dia takut menghadapi kenyataan yang mungkin berakhir menyakitkan.Dia belum sanggup. Astaga, dia mulai teringat akan masa
Wanita yang semula sudah tenang itu kini kembali gelisah."Mike, kau tidak sedang berbuat gila kan?" gumam Ananta yang saat itu sudah tidak bisa berpikir secara positif lagi.Akan tetapi, dia memilih untuk tidak gegabah dan berpura-pura seakan tidak terjadi apapun di depan sang suami maupun putranya ketika mereka berdua menikmati makan malam di rumah mereka."Papa, Sean senang akhirnya Papa punya waktu lagi buat Sean," ucap bocah yang semakin hari semakin terlihat begitu mirip Mikael itu.Mikael tersenyum pada sang putra, "Setelah ini Papa janji akan lebih sering menghabiskan waktu dengan kalian. Jangan khawatir, jagoan Papa."Sean melebarkan senyumnya. Bocah itu kemudian menoleh ke arah ibunya yang tampak diam sehingga dia bertanya, "Ma, apa Mama lagi enggak enak badan?"Ananta sontak menjawab, "Mama enggak apa-apa, Sayang. Kenapa Sean ngomong begitu?"Mikael terlihat memperhatikan istrinya sembari mengunyah makanannya."Habisnya Mama diam aja dari tadi," balas Sean sambil mengangkat
Melihat istrinya hanya terdiam saja, Mikael kembali memanggil, "Sayang."Ananta tersadar dari lamunannya, "Oh, iya. Aku ... tadi hanya ingin memindahkannya saja."Wanita itu lalu bangkit dari tempat tidurnya, lalu segera memberikan ponsel yang milik Mikael kepada sang pemilik."Terima kasih," ucap Mikael sembari tersenyum menggenggam ponselnya dengan tangan terlihat agak basah.Ponsel itu ponsel dengan teknologi canggih sehingga tak mungkin rusak meskipun terkena air.Namun, ketika Mikael hendak menutup pintu kamar mandi Ananta langsung bertanya, "Apa kau akan menggunakan ponselmu di dalam kamar mandi, Mike?"Mikael memutar badan, "Iya, Sayang. Aku sedang menunggu panggilan dari kolegaku.""Kolega? Tapi ini masih terlalu pagi, Mike. Mana mungkin kolegamu meneleponmu di jam luar kantor? Dan lagi ... bukankah biasanya semua urusan harus melewati sekretaris atau asistenmu dulu?" tanya Ananta.Mikael mengulas sebuah senyum aneh pada istrinya, "Sayang, tidak semua klien atau kolegaku melak
Baru kali ini Ananta melihat raut Mikael yang tampak terganggu dengan nama kota yang merupakan ibukota negara Perancis itu.Mikael Alexander bahkan tak mau membalas ucapan istrinya sehingga Ananta terpaksa harus kembali mengulang, "Ada apa dengan Paris? Apa kamu memiliki kenangan buruk di sana atau bagaimana, Mike?"Mikael memejamkan matanya sejenak. Sean pun terlihat menatap aneh ke arah ayahnya yang bersikap tidak seperti biasanya.Anak kecil yang baru saja berusia 8 tahun itu kemudian ikut berkata, "Kalau Papa memang nggak suka kota Paris, kita bisa pergi ke tempat lain."Ananta menatap putranya dengan penuh rasa bersalah dan kini dia memilih untuk menurunkan egonya."Ah, ya sudah. Tidak ke Paris juga tidak masalah," kata Ananta.Mikael yang melihat istrinya menyerah dengan begitu mudah itu sedikit agak terkejut tetapi dia segera membalas ucapannya, "Baiklah, kalau begitu kita ke Roma atau Berlin saja. Bagaimana?"Tanpa ragu Ananta menganggukkan kepalanya, "Berlin juga bagus dan ke
"Astaga, dia sangat keterlaluan."Ananta merasa tidak percaya melihat tingkah suaminya yang menurutnya begitu sangat ajaib.Tak pernah sekalipun Mikael bertingkah seperti itu selama mereka menjalin hubungan dimulai dari mereka yang belum memutuskan untuk bersama.Mikael Alexander memanglah seorang pria dingin yang arogan tetapi dia bukan orang yang akan meninggalkan lawan bicaranya ketika mereka masih memiliki masalah.Lalu, mengapa sekarang Mikael bersikap seperti itu? "Kamu sudah terlalu banyak berubah, Mike. Aku mulai tidak mengenali dirimu lagi," gumam Ananta.Maka, semalaman Ananta kesulitan untuk tidur karena terpikirkan masalahnya dengan Mikael yang belum menemui titik terang.Namun, pagi harinya seolah mereka berdua tidak memiliki masalah apapun, Mikael tersenyum kepadanya dan bahkan membawakan masakan untuk Ananta yang bisa digunakan untuk acara sarapan pagi mereka berdua."Maafkan aku, Sayang. Semalam aku terlalu emosi sampai akhirnya pergi dari kamar kita. Tapi, kamu tahu
"Tidak, Nanta. Aku tidak ingin ada yang mengganggu liburan kita," jawab Mikael.Tetapi Ananta masih mencoba untuk mengubah pendirian sang suami dengan berkata, "Untuk apa liburan jika dia tak bisa menikmatinya, Mike?"Mendengar hal itu Mikael Alexander menjadi terlihat sangat tersinggung. Hal itu terlihat sangat jelas dari raut wajahnya yang segar tiba-tiba berubah seperti seakan sedang menahan kesal, "Kenapa berbicara seperti itu? Apa kamu tak bisa menghargai usahaku yang sudah meluangkan waktu untuk kita bertiga, Nanta?"Ananta terkejut dengan reaksi Mikael. Padahal, selama mereka menikah Mikael bukanlah tipe orang yang mudah sekali tersinggung seperti ini. Tetapi, kali ini laki-laki itu terlihat mudah marah. Aneh.Apa yang sebenarnya terjadi denganmu, Mike? batin Ananta."Mike, bukan begitu. Aku hanya-""Padahal niatku baik, hanya ingin kita bertiga lebih bisa menghabiskan waktu bersama tanpa ada gangguan dari pihak manapun. Mengapa kamu tidak bisa menyadari hal ini?" kata Mikael,
Justin pun segera menjelaskan lebih lanjut perihal cara menelepon Alan Samudera. Keesokan harinya, di hadapan sama orang, kecuali putranya, Sean, Ananta melakukan sebuah panggilan pada Alan. Terlihat Mikael awalnya tidak suka melihat istrinya menelepon mantan pacarnya dulu tetapi dia tidak bisa memprotesnya. "Alan, ini aku ... maaf, aku harus melakukan ini," kata Ananta mengawali panggilan itu. Tentu saja dalam layar itu Alan terlihat begitu sangat terkejut. Tetapi, laki-laki itu malah langsung bertanya, "Vina. Bagaimana keadaan Vina, Nanta?" Anehnya wajah laki-laki itu terlihat begitu sangat sedih sehingga Ananta cepat-cepat menceritakan masalah tentang Vina. Betapa terkejutnya pria itu kalau mendengar kondisi mantan istrinya itu, tanpa menunda-nunda lagi dia berkata, "Aku akan segera pergi ke Indonesia dan menjenguk dia." Tak disangka-sangka oleh keluarga Wiriyo, Alan Samudera tampak tak menghindar dari mereka dan bahkan telah memutuskan untuk membantu mereka. "Aku tidak meny
Ananta memejamkan matanya seolah mencoba untuk tetap kuat. Dia tak boleh terlihat lemah di depan suaminya itu, meskipun kenyataannya dia saat ini memang sedang melemah.Wanita itu tak membalas sepatah kata pun perkataan suaminya hingga kemudian Mikael Alexander menghentikan ucapannya sendiri. Dia tak lagi melanjutkan perkataan kejamnya.Ketika dia melihat istrinya sedang menutup matanya dan bahkan dia bisa melihat bagaimana tubuh Ananta sedikit bergetar karena mendengarkan perkataannya itu, Mikael segera mundur ke belakang dan memegang kepalanya dengan rasa frustrasi yang sangat mengganggunya."Astaga, apa yang sudah aku lakukan?" gumam Mikael yang kini menatap istrinya dengan penuh penyesalan.Ananta bahkan belum berani membuka mata sehingga Mikael kini kembali melangkah ke depan lalu mendekati istrinya dengan perlahan. Dia ingin merengkuh istri tercintanya itu dan menenangkannya."Sayang, maafkan aku. Aku-""Tidak apa-apa," ucap Ananta yang langsung mundur ke belakang setelah dia ta
"Begini, Madam. Kami bisa membantu Anda dengan membuat sebuah tawaran kerjasama dengan perusahaan beliau," kata Justin.Ananta segera mengerutkan keningnya, "Maksud Anda? Anda berniat untuk menawarkan sebuah kerjasama palsu pada Alan?"Justin berdeham kecil saat idenya itu dikatakan demikian, tetapi dia tidak memiliki hak untuk tersinggung karena memang sebutan itu memang tepat."Ini demi menjaga kerahasiaan tujuan Anda, Madam," ucap Justin dengan nada yang terdengar sedikit agak malu.Sebagai seorang detektif, sudah menggunakan berbagai cara dan bahkan dengan cara yang kotor sekalipun untuk menuntaskan kasus-kasusnya.Tidak sekali hanya dua kali dia kerap melakukan sebuah tipu daya agar dia bisa menjebak orang yang dia incar. Akan tetapi, baru sekarang ini dia merasa begitu sangat malu dan tidak nyaman setelah mendengar ucapan dari Ananta Alexander.Dia tidak mengerti. Yang dia ketahui pendapat wanita itu seakan langsung mudah membuatnya goyah.Ada apa denganmu sebenarnya, Justin? Ka
"Luar negeri. Aku yakin dia tidak mungkin berada di Indonesia. Jadi, memang satu-satunya tebakan yang mungkin paling benar adalah dia berada di luar negeri selama ini," kata Alma. "Itu masuk akal. Kalau hanya di dalam negeri tak mungkin informan kita sampai tak berhasil melacak keberadaannya walaupun hanya sedikit," kata Johan. Belinda menganggukkan kepalanya setelah dia memahami semua itu. "Kalau begitu detektif swasta yang disewa oleh Ananta sangatlah bagus karena mereka bisa menemukan keberadaan Alan hanya dalam waktu yang cukup singkat." Sementara itu Ananta yang masih di tengah jalan mengemudikan mobilnya dengan tidak sabar. Dia ingin segera mengetahui informasi tentang Alan dan ingin melakukan apa yang dia inginkan. Begitu sampai di kantor detektif swasta tersebut yang tak terlalu jauh dari rumahnya atau hanya sekitar 15 menit perjalanan menggunakan mobil tanpa kemacetan, Ananta melihat Vincent yang sedang duduk di depan seolah sedang bersantai. Vincent segera berdiri ketik
Dari panggilan itu Mikael menjelaskan, "Maafkan aku, Sayang. Aku sedang begitu sangat sibuk.""Sampai kamu lupa mengabari istri dan anakmu? Yang padahal sedang jauh dari jangkauanmu?" ucap Ananta sinis.Mikael terdiam selama beberapa saat hingga kemudian pria itu kembali berkata, "Maaf, Nanta. Aku benar-benar sedang tidak bisa menghubungi kamu kemarin dan baru sekarang aku bisa menghubungimu."Ananta menghela napas panjang. Kali ini dia benar-benar tidak bisa memahami apa yang sedang dikerjakan oleh suaminya itu.Dia pun juga tak bisa mencari tahu lebih banyak karena keterbatasan yang dia miliki. Dia sudah tidak memiliki Helen dan juga dia pun tak memiliki orang lain yang bisa dia tanyai mengenai sang suami.Menurutnya sangat percuma untuk mendesak Mikael berkata yang sebenarnya."Hm, lalu apa kau akan pergi ke Indonesia atau tidak?" tanya Ananta."Aku tentu saja akan pergi. Bagaimana mungkin aku membiarkan kamu dan Sean sendirian di sana?" ucap Mikael.Nyatanya kamu bahkan lepas kami
Haruka menatap sahabatnya itu dengan seksama, "Boleh. Kamu boleh melakukan apa saja jika itu bisa membantumu, asalkan jangan lupakan satu hal, Nanta."Wanita itu tentu saja tak mau jika sahabatnya itu sampai salah melangkah sehingga dia mencoba untuk memberikan beberapa saran agar masalah yang dihadapi oleh sahabatnya itu bisa terselesaikan tanpa adanya penyesalan ataupun kesalahan lain yang mungkin dia perbuat.Ananta cepat-cepat membalas, "Apa, Haruka?"Haruka menahan napas dan kemudian menghembuskannya secara perlahan, "Ketika kamu sudah mendapatkan bukti yang kamu inginkan itu, kamu tidak boleh goyah. Jangan pernah sekalipun kamu berpikir untuk mundur jika semuanya sudah tersaji di depan mata."Haruka mengamati perubahan ekspresi Ananta dan kini dia yakin bila kali ini sarannya sudah tepat sasaran.Ananta menelan ludahnya dengan gugup ketika dia teringat bagaimana dia membatalkan penyelidikannya kala itu.Padahal hanya satu langkah saja dia pasti sudah tahu apakah suaminya itu mem
Namun, Alan tahu percuma saja dia berpikir karena nyatanya semua yang ada di dalam kepalanya itu tak pernah bisa dia lakukan.Dia lalu memutuskan untuk lanjut berjalan melihat-lihat pemandangan sekitar dan larut dalam dunia yang menurutnya tak sedikitpun bisa menyembuhkan hatinya itu.Sementara itu, Ananta masih menunggu kabar dari sang detektif muda untuk informasi selanjutnya. Pagi itu, Ananta memilih untuk berkunjung ke kediaman Haruka bersama dengan Sean serta seorang sopir keluarga besarnya."Kamu yakin hanya pergi dengan sopir saja, Nanta? Nggak apa-apa, Nanta?" tanya Johan dengan wajah terlihat tidak tenang.Ananta tersenyum pada sang ayah, "Papa nggak perlu khawatir. Ananta bisa sendiri kok. Sama sopir udah cukup. Lagipula, sekarang jarak ke kota itu bisa ditempuh lebih cepat kan?"Johan pun akhirnya melepaskan putri sulungnya itu untuk pergi ke kota di mana Haruka tinggal.Perjalanan itu tak memakan waktu lama dan hanya ditempuh sekitar satu jam lebih saja."Tante," seru Sea
Justin mendengus keras sebelum kemudian menanggapi perkataan Vincent, "Takdir? Takdir yang bagaimana maksudmu?"Tatapannya penuh dengan kebingungan sehingga Vincent pun tak tahan untuk segera menjelaskan."Hm, takdir di antara sepasang muda mudi yang bertemu karena ketidaksengajaan dan-""Jangan gila! Dia sudah memiliki seorang suami dan bahkan anak," sambar Justin cepat agar temannya itu tak lagi berpikir macam-macam.Dia tak mau bila Vincent membayangkan hal yang bukan-bukan.Vincent terlihat terkejut dengan ucapan Justin dan langsung saja dia melihat file yang diisi oleh Ananta tadi."Ah, kau benar. Dia memang sudah menikah dan memiliki seorang anak. Hm, sungguh aku pikir dia itu masih single," kata Vincent masih terlihat sulit percaya.Justin menaikkan alis kanannya lalu menatap Vincent dengan tatapan aneh.Vincent terkikik geli lalu berkata, "Ayolah, dia memang terlihat masih begitu sangat muda kan? Sangat cantik dan tidak terlihat seperti seorang wanita yang telah memiliki seora
"Iya, Pa. Bagaimana menurut Papa?" tanya Ananta tanpa sedikitpun ragu.Johan menggelengkan kepalanya, "Entahlah. Papa belum pernah menggunakan detektif swasta. Jadi, Papa tidak bisa memberikan kamu pendapat."Ananta mengangguk mengerti, "Nanta pernah menyewa detektif swasta di London dan mereka sangat membantu Ananta."Tetapi, Johan terlihat sanksi. "Nanta, kamu tidak bisa membandingkan negara yang pernah kamu tinggali itu dengan Indonesia. Kamu tahu juga kan kalau di sini masih sangat jarang orang yang menggunakan jasa detektif swasta?" Ananta bukannya tidak tahu tetapi justru karena itulah dia sangat ingin menggunakan jasa detektif swasta."Tidak masalah, kita bisa mencobanya walaupun kita masih belum tahu bagaimana cara kerja detektif swasta di sini," kata Ananta.Johan pun hanya bisa mendesah dan berkata, "Baiklah, kalau memang itu yang kamu inginkan, Papa hanya bisa memberikanmu informasi mengenai beberapa kantor detektif swasta yang mungkin bisa kamu pilih."Ananta mengangguk s