"Tidak, Nanta. Aku tidak ingin ada yang mengganggu liburan kita," jawab Mikael.Tetapi Ananta masih mencoba untuk mengubah pendirian sang suami dengan berkata, "Untuk apa liburan jika dia tak bisa menikmatinya, Mike?"Mendengar hal itu Mikael Alexander menjadi terlihat sangat tersinggung. Hal itu terlihat sangat jelas dari raut wajahnya yang segar tiba-tiba berubah seperti seakan sedang menahan kesal, "Kenapa berbicara seperti itu? Apa kamu tak bisa menghargai usahaku yang sudah meluangkan waktu untuk kita bertiga, Nanta?"Ananta terkejut dengan reaksi Mikael. Padahal, selama mereka menikah Mikael bukanlah tipe orang yang mudah sekali tersinggung seperti ini. Tetapi, kali ini laki-laki itu terlihat mudah marah. Aneh.Apa yang sebenarnya terjadi denganmu, Mike? batin Ananta."Mike, bukan begitu. Aku hanya-""Padahal niatku baik, hanya ingin kita bertiga lebih bisa menghabiskan waktu bersama tanpa ada gangguan dari pihak manapun. Mengapa kamu tidak bisa menyadari hal ini?" kata Mikael,
Mikael menyeringai seperti seekor binatang buas, "Tentu saja, Sayang. Kau selalu bisa memahamiku dengan sangat baik."Keduanya pun tidak lagi menunda untuk menyalurkan hasrat mereka berdua.Dalam hal bercinta, Ananta masih merasakan sentuhan-sentuhan Mikael dan juga cara menatap pria itu kepadanya tak ada yang berubah. Semuanya tampak sama dan Ananta tidak mungkin salah dalam hal itu.Pria itu masih menjadi pria paling romantis jika di atas ranjang. Ananta pun juga berusaha mengimbangi Mikael agar pria itu tak curiga kepadanya yang sedang membumbung rasa curiga yang besar."Ah, kamu selalu bisa membuatku melayang di manapun kita berada," kata Mikael usai percintaan mereka berakhir dengan keduanya yang sama-sama merasakan kepuasan yang besar.Tak bisa dipungkiri, kali ini Ananta masih menikmati percintaan mereka meskipun setelahnya dia kembali merasa hambar lagi. Tetapi wanita itu tetap membalas, "Tentu, Sayang. Bukankah kita berdua memang diciptakan satu sama lain sehingga hanya akul
Tetapi, sayang sekali Mikael sama sekali tidak mendengarkan apa yang dikatakan oleh istrinya dan hanya berkata, "Ini penting. Dua menit saja."Usai mengatakan hal itu, pria itu langsung bangkit dari kursinya dan segera menyingkir dari mereka. Dia terlihat mengangkat panggilan di luar tapi Ananta masih bisa melihat suaminya itu dari tempat mereka duduk.Sean yang melihat wajah sang ibu yang dipenuhi oleh kemarahan itu berujar, "Ma, jangan marah! Papa hanya sebentar saja kok."Astaga, ketika Ananta mendengar suara sang putra, wanita seketika menyadari bila ada putranya di sana. Wanita itu langsung saja menghela napas panjang, "Oh, sayang. Maafkan Mama. Mama ... tidak bermaksud membuatmu melihat kami bertengkar.""Mama ...."Wanita itu kehilangan kata-kata hingga Sean cepat-cepat berujar, "Mama, Sean sudah 8 tahun. Sudah bukan anak kecil lagi. Sean paham, terkadang orang dewasa memang kerap bertengkar tapi bukan berarti mereka saling membenci."Ananta terbungkam."Kadang hanya karena be
Sayangnya dia melihat Mikael dan Sean sudah sampai di sana sehingga dia buru-buru memasukkan kertas kecil itu di bagian kantong celananya. Selepas itu, dia berakting seolah sedang mengantuk.Begitu pintu mobil terbuka, Mikael berkata, "Maafkan aku sudah membuatmu menunggu lama, Sayang.""Tidak apa-apa, Mike. Tapi, bisakah kita langsung pulang saja? Aku sangat mengantuk," ujar Ananta.Tapi tiba-tiba Mikael berkata, "Oh, Sayang. Aku sudah terlanjur membeli tiket untuk kita nonton."Sean langsung bersorak, "Di mana, Pa? Film apa?""Film superhero favoritmu, Sayang." Mikael menjawab dengan nada lembut.Sean terlihat antusias seketika. Ananta yang melihat wajah itu pun menjadi melembut kembali, "Oh, baiklah. Kita akan pergi ke sana, tapi di mana bioskop itu terletak, Mike?""Tidak jauh dari sini," kata Mikael yang kemudian sudah meminta sopir untuk segera membawa mereka ke tempat itu.Namun, tidak lupa Ananta bertanya lagi, "Apa kamu menyewa biskop itu juga untuk kita bertiga, Mike?" Mika
Setelah memiliki tekad yang luar biasa kuat itu, Ananta justru semakin bersandiwara seolah tidak terjadi apa-apa di depan sang suami.Hingga hari liburan mereka yang ke-4, Ananta merasa liburannya berjalan dengan cukup membosankan. Tetapi dia cukup bahagia ketika melihat putranya terlihat seperti mulai menerima apa yang telah diatur oleh ayahnya.Hal itu terlihat dari bagaimana Sean sudah tak lagi bertanya kepada ayahnya jikalau dia tak menemui satupun orang di tempat wisata yang mereka kunjungi."Mike, aku sepertinya harus pergi ke toilet," ucap Ananta ketika mereka sedang berada di tengah jalan.Mikael berkata, "Apa kamu tidak bisa menahannya sebentar, Sayang?""Restoran tujuan kita tidak kurang dari 5 menit lagi kita sudah sampai di sana, Nanta," lanjut Mikael sembari melirik ke arah arlojinya.Sang sopir juga ikut membenarkan bila memang restoran yang menurut Mikael memiliki makanan-makanan yang begitu lezat itu tak jauh lagi dari posisi mereka sekarang.Tetapi, Ananta tetap bers
Lima belas menit berlalu, Mikael Alexander mulai tidak sabar menunggu istrinya.Pria itu bukannya curiga pada sang istri tapi lebih pada khawatir kalau istrinya itu tersesat atau malah hilang.Bukan karena dia tak percaya akan kemampuan berkomunikasi istrinya yang sangat bagus dalam bahasa Jerman, tapi karena Ananta belum pernah pergi ke Berlin.Wanita itu memang pandai menggunakan teknologi tapi tetap saja Mikael tak bisa menghilangkan rasa cemasnya.Laki-laki berambut pirang itu pun segera menelepon ponsel Ananta yang ternyata mati sehingga dia kemudian terpaksa menelepon sopirnya.Hatinya mulai dipenuhi oleh rasa khawatir. Ananta sangat jarang mematikan ponselnya.Tapi, dia mencoba menenangkan diri dan berpikir bila mungkin sedang tak ada sinyal di sana sehingga ponsel istrinya itu tak bisa dihubungi."Kenapa lama sekali?" tanya Mikael."Maaf, Sir. Di dalam ada memang banyak sekali orang," jawab sang sopir.Mikael pun terpaksa menunggu dengan sabar.Sean yang begitu sangat bosan be
Gadis itu terlihat terdiam dan Ananta pun langsung paham. Wanita cantik yang sudah tidak sabar mendengar berita mengenai sang suami itu pun segera mengeluarkan sejumlah uang tunai lalu memberikan uang itu pada sang pelayan yang matanya sontak berbinar cerah saat mendapatkan uang yang sangat banyak itu."Anda serius memberikan semua uang ini untuk saya?" tanya gadis itu masih sambil memegang itu."Iya. Saya bisa memberimu lebih jika kamu memberikan informasi yang lebih lengkap pada saya. Uang bukan masalah untuk saya."Jawaban Ananta membuat sang pelayan semakin tertarik pada bisnis menggiurkan itu.Ananta mendesah. Dia benci menggunakan cara seperti ini, tapi dia tidak punya pilihan lain. Sedangkan apa yang dia katakan memanglah benar. Mikael Alexander tak pernah sekali pun mengurusi keuangannya. Pria itu selalu memberikan uang bulanan dengan jumlah yang sangat besar dan jarang dia gunakan. Mikael pun tak pernah mengeceknya. Akan tetapi, bukan berarti dia bisa menggunakan kartu debi
Ananta seketika tersenyum pada sang suami dan kemudian memberikan sebuah kecupan 'selamat pagi' untuk Mikael.Mikael balas tersenyum tapi segera bertanya, "Kenapa kamu manis sekali di pagi begini?"Ananta cemberut, "Mengapa? Apa kamu tidak mau aku melakukannya? Kamu tidak suka?"Mikael tertawa kecil, "Oh, bukan begitu. Tentu saja aku sangat menyukainya, tapi ... ketahuilah, Sayang. Kita sedang tidur bersama dengan putra kita tersayang. Lalu, bagaimana jika dia terbangun dan melihatnya?"Ananta mendengus pelan. "Kamu benar-benar merusak suasana, Mikael Alexander.""Oh, Sayang. Aku tidak bermaksud begitu, tapi kamu selalu berkata malu jika kita tertangkap oleh putra kita saat kita sedang bermesraan. Lalu, mengapa kamu sekarang tidak keberatan?" ujar Mikael dengan setengah menahan senyum.Entah mengapa cara istrinya menggodanya itu membuatnya bersemangat dan luar biasa ceria. "Ah, sudahlah, Mike. Aku akan mandi saja," kata Ananta.Akan tetapi, ketika Ananta bergerak menjauh darinya, wan
Justin pun segera menjelaskan lebih lanjut perihal cara menelepon Alan Samudera. Keesokan harinya, di hadapan sama orang, kecuali putranya, Sean, Ananta melakukan sebuah panggilan pada Alan. Terlihat Mikael awalnya tidak suka melihat istrinya menelepon mantan pacarnya dulu tetapi dia tidak bisa memprotesnya. "Alan, ini aku ... maaf, aku harus melakukan ini," kata Ananta mengawali panggilan itu. Tentu saja dalam layar itu Alan terlihat begitu sangat terkejut. Tetapi, laki-laki itu malah langsung bertanya, "Vina. Bagaimana keadaan Vina, Nanta?" Anehnya wajah laki-laki itu terlihat begitu sangat sedih sehingga Ananta cepat-cepat menceritakan masalah tentang Vina. Betapa terkejutnya pria itu kalau mendengar kondisi mantan istrinya itu, tanpa menunda-nunda lagi dia berkata, "Aku akan segera pergi ke Indonesia dan menjenguk dia." Tak disangka-sangka oleh keluarga Wiriyo, Alan Samudera tampak tak menghindar dari mereka dan bahkan telah memutuskan untuk membantu mereka. "Aku tidak meny
Ananta memejamkan matanya seolah mencoba untuk tetap kuat. Dia tak boleh terlihat lemah di depan suaminya itu, meskipun kenyataannya dia saat ini memang sedang melemah.Wanita itu tak membalas sepatah kata pun perkataan suaminya hingga kemudian Mikael Alexander menghentikan ucapannya sendiri. Dia tak lagi melanjutkan perkataan kejamnya.Ketika dia melihat istrinya sedang menutup matanya dan bahkan dia bisa melihat bagaimana tubuh Ananta sedikit bergetar karena mendengarkan perkataannya itu, Mikael segera mundur ke belakang dan memegang kepalanya dengan rasa frustrasi yang sangat mengganggunya."Astaga, apa yang sudah aku lakukan?" gumam Mikael yang kini menatap istrinya dengan penuh penyesalan.Ananta bahkan belum berani membuka mata sehingga Mikael kini kembali melangkah ke depan lalu mendekati istrinya dengan perlahan. Dia ingin merengkuh istri tercintanya itu dan menenangkannya."Sayang, maafkan aku. Aku-""Tidak apa-apa," ucap Ananta yang langsung mundur ke belakang setelah dia ta
"Begini, Madam. Kami bisa membantu Anda dengan membuat sebuah tawaran kerjasama dengan perusahaan beliau," kata Justin.Ananta segera mengerutkan keningnya, "Maksud Anda? Anda berniat untuk menawarkan sebuah kerjasama palsu pada Alan?"Justin berdeham kecil saat idenya itu dikatakan demikian, tetapi dia tidak memiliki hak untuk tersinggung karena memang sebutan itu memang tepat."Ini demi menjaga kerahasiaan tujuan Anda, Madam," ucap Justin dengan nada yang terdengar sedikit agak malu.Sebagai seorang detektif, sudah menggunakan berbagai cara dan bahkan dengan cara yang kotor sekalipun untuk menuntaskan kasus-kasusnya.Tidak sekali hanya dua kali dia kerap melakukan sebuah tipu daya agar dia bisa menjebak orang yang dia incar. Akan tetapi, baru sekarang ini dia merasa begitu sangat malu dan tidak nyaman setelah mendengar ucapan dari Ananta Alexander.Dia tidak mengerti. Yang dia ketahui pendapat wanita itu seakan langsung mudah membuatnya goyah.Ada apa denganmu sebenarnya, Justin? Ka
"Luar negeri. Aku yakin dia tidak mungkin berada di Indonesia. Jadi, memang satu-satunya tebakan yang mungkin paling benar adalah dia berada di luar negeri selama ini," kata Alma. "Itu masuk akal. Kalau hanya di dalam negeri tak mungkin informan kita sampai tak berhasil melacak keberadaannya walaupun hanya sedikit," kata Johan. Belinda menganggukkan kepalanya setelah dia memahami semua itu. "Kalau begitu detektif swasta yang disewa oleh Ananta sangatlah bagus karena mereka bisa menemukan keberadaan Alan hanya dalam waktu yang cukup singkat." Sementara itu Ananta yang masih di tengah jalan mengemudikan mobilnya dengan tidak sabar. Dia ingin segera mengetahui informasi tentang Alan dan ingin melakukan apa yang dia inginkan. Begitu sampai di kantor detektif swasta tersebut yang tak terlalu jauh dari rumahnya atau hanya sekitar 15 menit perjalanan menggunakan mobil tanpa kemacetan, Ananta melihat Vincent yang sedang duduk di depan seolah sedang bersantai. Vincent segera berdiri ketik
Dari panggilan itu Mikael menjelaskan, "Maafkan aku, Sayang. Aku sedang begitu sangat sibuk.""Sampai kamu lupa mengabari istri dan anakmu? Yang padahal sedang jauh dari jangkauanmu?" ucap Ananta sinis.Mikael terdiam selama beberapa saat hingga kemudian pria itu kembali berkata, "Maaf, Nanta. Aku benar-benar sedang tidak bisa menghubungi kamu kemarin dan baru sekarang aku bisa menghubungimu."Ananta menghela napas panjang. Kali ini dia benar-benar tidak bisa memahami apa yang sedang dikerjakan oleh suaminya itu.Dia pun juga tak bisa mencari tahu lebih banyak karena keterbatasan yang dia miliki. Dia sudah tidak memiliki Helen dan juga dia pun tak memiliki orang lain yang bisa dia tanyai mengenai sang suami.Menurutnya sangat percuma untuk mendesak Mikael berkata yang sebenarnya."Hm, lalu apa kau akan pergi ke Indonesia atau tidak?" tanya Ananta."Aku tentu saja akan pergi. Bagaimana mungkin aku membiarkan kamu dan Sean sendirian di sana?" ucap Mikael.Nyatanya kamu bahkan lepas kami
Haruka menatap sahabatnya itu dengan seksama, "Boleh. Kamu boleh melakukan apa saja jika itu bisa membantumu, asalkan jangan lupakan satu hal, Nanta."Wanita itu tentu saja tak mau jika sahabatnya itu sampai salah melangkah sehingga dia mencoba untuk memberikan beberapa saran agar masalah yang dihadapi oleh sahabatnya itu bisa terselesaikan tanpa adanya penyesalan ataupun kesalahan lain yang mungkin dia perbuat.Ananta cepat-cepat membalas, "Apa, Haruka?"Haruka menahan napas dan kemudian menghembuskannya secara perlahan, "Ketika kamu sudah mendapatkan bukti yang kamu inginkan itu, kamu tidak boleh goyah. Jangan pernah sekalipun kamu berpikir untuk mundur jika semuanya sudah tersaji di depan mata."Haruka mengamati perubahan ekspresi Ananta dan kini dia yakin bila kali ini sarannya sudah tepat sasaran.Ananta menelan ludahnya dengan gugup ketika dia teringat bagaimana dia membatalkan penyelidikannya kala itu.Padahal hanya satu langkah saja dia pasti sudah tahu apakah suaminya itu mem
Namun, Alan tahu percuma saja dia berpikir karena nyatanya semua yang ada di dalam kepalanya itu tak pernah bisa dia lakukan.Dia lalu memutuskan untuk lanjut berjalan melihat-lihat pemandangan sekitar dan larut dalam dunia yang menurutnya tak sedikitpun bisa menyembuhkan hatinya itu.Sementara itu, Ananta masih menunggu kabar dari sang detektif muda untuk informasi selanjutnya. Pagi itu, Ananta memilih untuk berkunjung ke kediaman Haruka bersama dengan Sean serta seorang sopir keluarga besarnya."Kamu yakin hanya pergi dengan sopir saja, Nanta? Nggak apa-apa, Nanta?" tanya Johan dengan wajah terlihat tidak tenang.Ananta tersenyum pada sang ayah, "Papa nggak perlu khawatir. Ananta bisa sendiri kok. Sama sopir udah cukup. Lagipula, sekarang jarak ke kota itu bisa ditempuh lebih cepat kan?"Johan pun akhirnya melepaskan putri sulungnya itu untuk pergi ke kota di mana Haruka tinggal.Perjalanan itu tak memakan waktu lama dan hanya ditempuh sekitar satu jam lebih saja."Tante," seru Sea
Justin mendengus keras sebelum kemudian menanggapi perkataan Vincent, "Takdir? Takdir yang bagaimana maksudmu?"Tatapannya penuh dengan kebingungan sehingga Vincent pun tak tahan untuk segera menjelaskan."Hm, takdir di antara sepasang muda mudi yang bertemu karena ketidaksengajaan dan-""Jangan gila! Dia sudah memiliki seorang suami dan bahkan anak," sambar Justin cepat agar temannya itu tak lagi berpikir macam-macam.Dia tak mau bila Vincent membayangkan hal yang bukan-bukan.Vincent terlihat terkejut dengan ucapan Justin dan langsung saja dia melihat file yang diisi oleh Ananta tadi."Ah, kau benar. Dia memang sudah menikah dan memiliki seorang anak. Hm, sungguh aku pikir dia itu masih single," kata Vincent masih terlihat sulit percaya.Justin menaikkan alis kanannya lalu menatap Vincent dengan tatapan aneh.Vincent terkikik geli lalu berkata, "Ayolah, dia memang terlihat masih begitu sangat muda kan? Sangat cantik dan tidak terlihat seperti seorang wanita yang telah memiliki seora
"Iya, Pa. Bagaimana menurut Papa?" tanya Ananta tanpa sedikitpun ragu.Johan menggelengkan kepalanya, "Entahlah. Papa belum pernah menggunakan detektif swasta. Jadi, Papa tidak bisa memberikan kamu pendapat."Ananta mengangguk mengerti, "Nanta pernah menyewa detektif swasta di London dan mereka sangat membantu Ananta."Tetapi, Johan terlihat sanksi. "Nanta, kamu tidak bisa membandingkan negara yang pernah kamu tinggali itu dengan Indonesia. Kamu tahu juga kan kalau di sini masih sangat jarang orang yang menggunakan jasa detektif swasta?" Ananta bukannya tidak tahu tetapi justru karena itulah dia sangat ingin menggunakan jasa detektif swasta."Tidak masalah, kita bisa mencobanya walaupun kita masih belum tahu bagaimana cara kerja detektif swasta di sini," kata Ananta.Johan pun hanya bisa mendesah dan berkata, "Baiklah, kalau memang itu yang kamu inginkan, Papa hanya bisa memberikanmu informasi mengenai beberapa kantor detektif swasta yang mungkin bisa kamu pilih."Ananta mengangguk s