“Kamu dulu yang mulai,” balas Lala sambil melotot.
“Sudahlah, La. Jangan terpancing,” cegah Ani.
“Kamu membela dia? Dia sudah, ah ….” Lala tidak melanjutkan kalimatnya, memilih pergi.
***Meyyis***
“Kenapa dengan dia?” tutur Wanita berbaju merah.
“Entahlah” bisik yang lain.
Lala dan Ani pergi dari dapur itu dengan dongkol. Lala bahkan menghentak-hentakan kaki karena kesal bukan kepalang. Wanita berambut pendek itu sampai di lobi belakang tempat beberapa karyawan kadang beristirahat.
“La, kamu sudah gila. Sikap yang kamu tunjukan tadi bisa membunuh kita. Mereka akan curiga,” tutur Ani.
“Kamu tidak lihat mereka menuduh kita mencurigakan?” pekik Lala.
“Mereka bukan menuduh, tapi kamu yang ngerasa tertuduh
“Ternyata kalian juga terlibat, tapi ….” Hafiza tidak tega melihat mereka berdua sebenarnya hanya seorang korban kambing hitang. Hafiza punya cara supaya otak dari keburukan itu dapat tertangkap. Wanita itu tersenyum, memandang kedua punggung perempuan tersebut sudah pergi dengan mengendap-ngendap karena takut ketahuan.***Meyyis***Hafiza memilih turun dulu untuk mengambil barang milik Keano yang ada di mobil. Wanita itu dengan sigap menenteng sebuah peper bag untuk diserahkan kepada sang suami. Setelah sampai di ruangan lelaki yang sudah halal baginya itu, pamit untuk urusan sebentar.“Kemana? Sebentar lagi kita pulang,” ujar Keano.“Sebentar doang,” tutur Hafiza sedikit berlari meninggalkan sang suami. Wanita itu menuju ke ruangan tempat Ani dan Lala bekerja. Langkahnya terhenti ketika Lala dan Ani sudah di ambang lift.“Tunggu!
“Aku sudah melihat CCTV. Itu makanya, tidak takut. Karena hari itu kita tidak terlihat sama sekali dalam CCTV itu. Tapi hari itu Rani terakhir kali terdeteksi ketemu dengan Bu Siska. Bisa jadi, sudah dapat tersangkanya, kita aman.” Ani memberikan analisanya.“Bagaimana kalau Bu Siska tidak mau menanggung sendiri, dia menyeret kita?” Analisa Lala membuat Ani sedikit khawatir. Perkataanya memang benar, akan sulit baginya jika Siska buka suara.***Meyyis***Siska sangat marah ketika Keano menuduhnya. Wanita berbaju seksi itu memilih langsung balik ke rumah meskipun pekerjaannya belum total selesai. Perempuan berlipstik merah itu menyetir dengan kecepatan tinggi. Dirinya membanting tas bermerek miliknya ketika sampai di dalam rumah. Semua barang yang tidak bersalah jadi sasaran empuk kemarahannya.“Nona,” pekik sang pelayan ketakutan.“Mingga
“Jangan berisik!” pekik lelaki tetangganya Lala tersebut membuat Ani nyengir ketakutan.Lelaki itu masuk ke rumah kembali. Lala baru membuka pintu ketika sadar di luar berisik.“Ada apa lagi?” tanya Lala. Ani masuk ke dalam rumah Lala dengan sedikit terlihat muram.***Meyyis***“Ani? Ada apa?” tanya Lala.Wanita yang masih mengenakan jaket itu menyuruh sahabatnya tersebut untuk masuk ke rumahnya. Ani melewati tubuh Lala, langsung duduk di kursi ruang tamu. Dia menarik napas dalam dan mengembuskannya.“Eh, bapak-bapak samping galak, ya?” tanya Ani.“Kenapa? Semua orang pasti akan jadi galak kalau sakit. Dia sedang sakit, istrinya pergi. Kamu sih, nggak sabaran,” tutur Lala.“Habisnya aku panik, kamu nggak nongol-nongol dipanggil,” ala
Rani dan Lala merasa lega setelah Siska tertidur pulas. Keduanya luruh ke sofa untuk sedikit melemaskan otot yang tegang beberapa waktu lalu. Kedua wanita itu memposisikan Siska agar dapat tidur nyanyak di sofa panjang itu.“Dasar, mau sengsara ngajak-ngajak,” kelauh Ani.“Eh, tapi kira-kira apa bakal dipercaya? Kalau malah mereka menyangka kita memfitnah bagaimana?” Lala masih merasa gusar. Wanita itu merebahkan kepalanya di sandaran sofa dan memposisikan kepalanya menghadap ke langit-langit.“Jangan parno, kita pergi dari sini. Biar nenek sihir itu sendirian,” titah Ani. Mereka bangkit berjingkat untuk pergi dari tempat itu.“Kalian brengsek!” Keduanya berjingkat karena kaget. Wajah mereka berbalik menoleh pelan-pelan ke arah Sisika. Ternyata wanita itu hanya mengigau. Keduanya tunggang langgang saling dorong ketika Siska kembali tidur.
“Aku sepertinya menyesal tidak mengenal istri bos lebih awal, bahkan cenderung memusuhinya dahulu.” Ani memandang lurus ke arah dedaunan yang bergoyang karena terpaan angin. Hatinya yang gelisah sedikit teredam karena suasana alam yang mengitarinya. Janji alam yang selalu memberikan kesejukan, malam ini tunai terbayar. Bintang-bintang juga masih tersenyum, tapi tidak cukup membelai jiwanya yang tidak ramah terhadap raganya malam ini.***Meyyis***Esok hari, polisi datang untuk melakukan investigasi. Semua staf yang berhubungan dengan Rani pada hari itu dipanggil untuk dimintai keterangan. Hari itu, kantor perusahaan penuh dengan ketegangan. Tidak luput Keano sendiri dan Hafiza juga diintrogasi. Akan tetapi hanya sebentar dan membuktikan mereka tidak bersalah.Selain kedua bos tersebut, setelahnya para karyawan. Mula-mula, karyawan yang satu divisi. Mereka satu per satu masuk ke dalam ruang investigasi yang su
“Karyawan satu divisi sama saya. Namanya Lala.” Polisi tersebut menepuk pundak Ani.“Kerja bagus. Kamu tidak akan di sini sendirian. Siska dan Lala akan ikut bersamamu. Bripka Sinta, sekarang panggil dua orang yang disebutkan dia.” Wanita berseragam itu menghormat dengan pasti melangkah keluar dari rungan itu.***Meyyis***Setelah diketahui, maka Keano hadir ke tempat investigasi untuk memperhatikan karyawannya sekaligus mengetahui yang dilakukan karyawannya tersebut. Lelaki itu datang bagai raja dikawal dengan beberapa bodyguard dan juga istrinya.“Bagaimana, Pak?” tanya Keano setelah bertemu dengan para polisi tersebut.“Untuk sementara, motifnya adalah iri dan dendam. Akan tetapi, slah satu tersangka S menyebutkan anggota keluarga dari Pak Gilang?” Keano mengerutkan kening.“Siapa yang disebut?&rd
“Istriku jangan sampai tahu, Ke. Dia akan merasa rendah diri kalau tahu bahwa Nyonya Vita terlibat.” Keano mengagguk bersedia merahasiakannya.“Apa yang aku tidak boleh tahu?” Rani dari tempatnya berteriak. Gilang menoleh gelagapan mendengar pertanyaan sang istri.***Meyyis***“Tidak ada, Sayang. Sore ini kita pulang, ya?” Gilang mencoba mengalihkan perhatian sang istri.“Baiklah, aku sudah tidak kerasan di sini.” Rani tersenyum mendengar suaminya menginginkan kepulangannya. Mereka akhirnya duduk bersama di ranjang pasien. Sedangkan Keano dan Hafiza pamit pulang.“Ke, apakah harus dirahasiakan dari Rani? Aku khawatir kalau ia tahu dari orang lain malah akan bahaya,” tutur Hafizah.“Gilang menghendaki demikian. Kita harus menghormatinya.” Keano memainkan setir bundarnya menembus kemacetan.
“Tidak, papa tidak mau tahu. Gladis juga mewarisi mamanya. Saat masih menjadi putri papa, penurut. Tapi saat tahu papa bukan papa kandung, dia menjauh. Papa tidak memaksa.” Damian menjelaskan.***Meyyis***Malam ini Keano sengaja mengajak istrinya untuk menginap di rumah sang mama. Hafiza menurut saja. Baginya, di mana pun berada saat bersama dengan suamianya merupakan hal yang tidak perlu diperdebatkan lagi.Keano duduk di ranjang sembari menunggu istri tercintanya selesai mandi. Tadinya, ingin mandi bersdama tapi Hafiza menolak. Katanya, jika suaminya ikut mandi dengannya, akan berbahaya. Sejatinya mandi hanya setengah jam, bisa jadi dua jam.Hafiza keluar dengan handuk yang melilit di tubuhnya. Wanita itu tersenyum manis membuat jantung Keano berdebar-debar menginginkannya. Lelaki itu bangkit, setelahnya menyudutkan sang istri pada dinding dekat luar kamar mandi.&
“Kamu yakin dengan keputusanmu? Brenda, tolong jangan memutuskan sambungan. Tetap hubungi aku,” tutur Keano.“Dari dulu, kamu memang baik. Aku tidak janji, tapi akan kuusahakan.” Brenda pergi dari ruangan Keano setelah pamit. Keano masih tidak menyangka, jika saudaranya berubah sedrastis itu.***Meyyis***Hafiza masuk ke ruangan suaminya, mendengar Brenda sudah meminta maaf dan akan melepaskan semua tentang perusahaan. Mendengar hal itu, Hafiza memeluk sang suami karena merasakan senang yang teramat. Kali ini, tujuan yang dilakukan suaminya untuk membawa Brenda kembali ke jalan yang benar, sudah tercapai. Memang seharusnya begitu sebagai seorang kakak memperlakukan adiknya.“Baiklah, karena aku sedang bahagia, dedek bayi mau minta apa dari papa?” tanya Keano sambil memeluk sang istri dari belakang.“Aku pingin nasi megono,” ucap Hafiza.“Nasi megono? Siap!” Keano bangkit, mencari se
“Aku akan mandi dulu.” Brenda meninggalkan ruangan itu, kemudian mandi di kamarnya. Air matanya luruh bersama air yang mengalir. Belum pernah ada, seseorang yang memperhatikannya seperti itu. Kehadiran Andy malam ini membuatnya menyadari bahwa jalan selalu akan terbuka lebar. Bahwa Tuahan masih ada untuknya.Brenda keluar dari kamar untuk berganti baju. Wanita itu keluar kembali untuk mencari Andy. Lelaki itu tidur di kursi yang dihimpitkan, dijajar. Brenda membangunkannya.“Ada kamar tamu di sana. Kamu bisa menggunakannya.” Bagaimana lelaki itu bisa meluluhkan hati Brenda, bahkan membuatnya percaya pada lelaki itu. padahal, baru saja mengenalnya. Wanita itu tidak lagi berprasangka buruk pada orang asing, ada apa dengan Brenda? Mungkinkah … ah, tidak mungkin jatuh cinta dengan pria asing yang baru setengah jam dikenalnya.***Meyyis***Brenda sudah bisa tidru, wanita itu bahkan tidur sudah beberapa jam
“Kenapa menolongku?” tanya Brenda.“Karena melihatmu.” Brenda memejamkan mata. Untuk sesaat wanita itu merasakan ketenangan batin. lelaki itu membuka matanya untuk mempercayai hidup.***Meyyis***Lelaki itu menuntun Brenda masuk ke dalam rumah. Di sebuah meja, ada air putih juga gelas. Lelaki dengan jaket jeans itu menuangkan air tersebut. “Minumlah agar lebih tenang.” Brenda menenggak air putih itu hingga tandas. Keringatnya membanjiri kening hingga ke leher. Wanita itu duduk lemas di kursi tersebut.“Masih banyak yang membutuhkan kita,” ucap lelaki itu.“Kamu bukan aku, bagaimana bisa berkomentar?” ketus Brenda.“Baiklah, kamu tahu kaki ini?” Lelaki itu menunjukkan kaki kanannya yang sudah tersambung dengan … mungkinkah kaki robot? Brenda menoleh ke arah lain setelah melihatnya.“Aku putus ada karenanya. Namun, kaki ini yang menuntunku ke arah kesuk
Mereka kembali memberikan kenyamanan pada masing-masing di kamar mandi itu. Aura romantic semakin terasa ketika membilas di bawah pancuran shower. Keduanya saling melepaskan lagi rasa cinta.***Meyyis***Brenda duduk termenung di balkonnya. Jika tidak diselamatkan, mungkin saja perusahaan kali ini jadi benar-benar hancur. Tidak ada lagi yang dapat dimintai tolong. Semua kenalannya sudah tidak ada lagi yang dapat dihubungi. Brenda menjadi frustasi. Wanita itu belum pernah mengalami krisis seperti ini.“Brenda, gunakan otakmu seperti biasa,” ucap Cassandra datang dengan minuman di tangannya.“Tidak ada yang bisa kulakukan, Ma. Semuanya tidak bisa melawan Keano. Masih sama, semua perusahaan yang aku hubungi di bawahnya,” tutur Brenda.“Kamu tidak bisa memikat Keano? Tidak ada pria yang menolak kesenangan,” tutur Cassandra.“Ma, apakah mama baru mengenal Keano? Bahkan seluruh dunia sudah berada di sampin
“Kamu benar, tapi anak kita lelaki yang kuat seperti sang papa. Dirinya tetap ingin membantu orang tuanya, bukankah itu seksi?” Keano tidak lagi berdebat dengan sang istri, karena semuanya akan percuma jika wanita itu sudah berkeinginan.***Meyyis***Langkah kecil Keano membuat perusahan Arsan kalang kabut. Keputusannya untuk menarik dana suplay perusahaan miliknya tersebut, terbukti ampuh. Arsan sudah lupa, bahwa dibalik berdirinya perusahaan miliknya tersebut, ada andil Damian, pastilah lelaki itu tidak bersih melepaskan. Hal itu diketahui Keano juga lewat arus bank dan finansial papanya, tidak butuh penjelasan dari lelaki yang berjuluk macan bisnis tersebut.“Tenang, Sayang. Kita akan melihat pertunjukan sebentar lagi. Jika mama dan papa berhati lembut selama ini, tidak dengan Keano. Aku bisa jadi singa daratan yang menyeramkan. Bukankah begitu?” Keano menarik tangan sang istri agar berada di depannya. Kedua pahanya mengapit kaki
Brenda duduk termenung ketika sang papa sudah pulang. Hatinya bingung harus menerima tugas tersebut. Papanya memang berkata benar, akan tetapi membujuk Direktur berhati batu macam direktur DAC sangat membuatnya sakit kepala. Tangannya menjambak rambut sendiri.***Meyyis***Mendengar kesulitan yang dihadapi oleh sang istri, Keano tidak bisa tinggal diam, hari ini, ellaki itu akan datang ke kantor dan sibuk menyelesaikan beberapa kesepakatan. Keano menjadi sangat marah, kali ini akan bertarung bahkan menghabisi Brenda dan Arsan. Sudah cukup, selam ini diam dan tidak melakukan hal yang semestinya.Dirinya bukan sang ibu yang memiliki hati selembut sutra. Keano akan menjadi seorang singa ganas jika sudah diusik. Lelaki bermata colakat itu masih dengan bantuan tongkatnya, siang ini menemui Arsan dan akan mengintimidasinya.“Siang, Om. Masih ingat saya.” Keano sudah sampai di perusahaan milik Arsan.“Maaf, Tuan. Bapak ini menerobos masu
Keano tersenyum mendengarnya. Mereka melanjutkan makan dengan lahap. Sesekali, Keano mengusap bibir sang istri yang terkena saos barbeque. Mereka tersenyum bersama, hingga makanan tandas tidak tersisa. Malam ini, rasa tidak nyaman yang sudah dipendam beberapa saat lepas sudah.***Meyyis***Brenda tiba di kantor dengan wajah yang sudah dipenuhi dengan amarah. Sampai mejanya, wanita itu mengamuk dan menyisir mejanya hingga bersih, akan tetapi benda yang ada di mejanya berantakan ke lantai. Wanita itu sangat marah bahwa dirinya dikalahkan oleh Hafiza yang notabennya hanya pimpinan pengganti.“Bodoh kalian semua! Untuk apa aku bayar mahal kalau berakhir gagal. Enyah kalian! Enyah! Perbaiki semuanya. Jangan muncul di hadapanku kalau belum benar.” Brenda melempar barang yang tersisa ke arah beberapa pegawainya.“Aku sungguh tidak tahan lagi.” Pegawainya berbisik pada temannya, setelah keluar dari ruangan Brenda.“Sama,
“Mari makan,” ajak Keano.“Aku sudah makan dengan klien dan Rani. Aku akan menemanimu makan,” ucap Hafiza.“Lupakan.” Keano berbalik dan meninggalkan ruang makan itu. Perutnya tidak lagi lapar. Hafiza merasa sangat bersalah, karena suaminya mempersiapkan semuanya.***Meyyis***Hafiza masuk ke kamarnya untuk mandi dan berganti baju. Sedangkan Keano masih berdiri di depan jendela kamar mereka. Lelaki itu memandang ke arah luar jendela itu. sedangkan Hafiza baru saja selesai mandi, bahkan masih mengenakan handuk kimononya.“Kita makan sekarang?” Hafiza memeluknya dari belakang.“Aku sudah tidak lapar.” Keano hanya diam memandang ke arah luar jendela.“Tidak bisa, harus makan. Aku ganti baju dulu. Nanti kusuapi. Maafkan aku.” Hafiza mencium puncak kepala sang suami. Wanita itu berganti pakaian untuk menemani suaminya makan malam. Meskipun sekarang sudah tengah malam,
“Malam ini, mau makan mi bareng? Kita makan mi ayam sepuasnya, begadang dan makan sosis.” Hafiza tertawa mendengarnya.“Aku ingin, tapi Keano masih membutuhkanku. Oke, aku pamit. Besok kutunggu. Aku akan segera revisi kalau ada yang Kurang pas.” Rani mengacungkan jempolnya dan memeluk sang sahabatn***Meyyis***Hafiza mengembuskan napas berat, wanita itu harus presentasi menyampaikan proposalnya di depan banyak orang untuk memenangkan tender ini. Gilang sebenranya sudah menawarkan diri, akan tetapi wanita itu menolak sebab, menurutnya jika presentasinya berhasil kali ini berarti dirinya memiliki nilai lebih karena CEO pengganti sementara saminya sedang memulihkan diri di rumah. Sebagai pemimpin, tentu para dewan direksi akan percaya padanya, meskipun Keano tidak ada.Sorot lampu mulai hanya fokus kepada dirinya. Hafiza mengembuskan napas panjang. Setelah salam dan mengatakan pembuka, wanita itu mulai presentasi dengan peralat