Begitu melihat keberadaan Sean di kantor pagi itu, Putra langsung bergegas untuk mendekatinya. “Selamat pagi, bos!” sapa Putra.
“Pagi!” balas Sean yang langsung berjalan masuk begitu dia turun dari mobilnya.Pagi itu, sikap Sean sepertinya menunjukkan adanya kabar baik. Dia bahkan menyempatkan diri untuk membalas sapaan Putra tadi, dan tidak mengabaikannya seperti biasa.Ketika mereka berjalan menuju ruangan itupun, Sean masih menunjukkan sisi baik dirinya. Hari ini terasa seperti benar-benar berbeda.Para karyawan yang melihat kedatangan Sean, lantas bergegas menyapa dengan sopan, sama seperti yang mereka lakukan setiap harinya.“Selamat pagi, pak!”“Pagi, pak!”Sean menganggukan kepalanya perlahan sebagai respon. “Selamat pagi,” balas Sean.Hanya jawaban selamat pagi yang begitu singkat, tetapi semua karyawan yang berada di sana langsuSore itu, Valerie baru saja berjalan masuk ke dalam kamarnya. Dia baru kembali dari kantor dan berniat meletakkan barang-barangnya lebih dulu.“Ahh, waktu berlalu dengan sangat cepat,” ujar Valerie.Dia melepaskan blazer yang dia kenakan sejak tadi dan beranjak menuju kamar mandi. Dia perlu melakukan sesuatu disana. Begitu dia selesai dengan kegiatannya, saat itu terdengar suara ketukan di pintu kamarnya.“Sebentar,” ujar Valerie seraya berjalan mendekat ke arah pintu dan membukanya.Ketika dia melihat ke luar, ternyata disana sudah ada Sean yang bahkan masih mengenakan setelan kantornya. Sepertinya dia baru saja sampai.“Hai,” sapa Sean lebih dulu sebelum Valerie menanyakan perihal kedatangan pria itu.Valerie tertawa begitu melihat Sean menyapa meski sedikit kaku. “Hai,” balas Valerie sembari berusaha untuk menahan tawanya.“Kamu perlu sesuatu?”
Karena sekarang Valerie sudah memiliki ruang kerja tersendiri di rumah Sean, jadilah dia akan menghabiskan waktunya ketika akhir pekan di sana. Setidaknya sekarang dia tidak harus menghabiskan waktunya di dapur.Pagi itu Valerie turun ke arah dapur dan berniat mengambil beberapa cemilan lebih dulu. Dia sudah terbiasa bekerja sembari makan, dan merasa berbeda ketika tidak melakukannya.“Apa nyonya membutuhkan sesuatu?” tanya bibi ketika Valerie tiba di dapur. Meski dia sudah terbiasa membuatkan makanan sendiri, para pelayan tetap saja menanyakan apakah dirinya membutuhkan sesuatu ketika melihatnya datang ke sana.Valerie yang sudah menebak pertanyaan itupun lantas mengangguk sembari tersenyum simpul. “Cuma ingin beberapa cemilan,” jawab Valerie.Ketika bibi berniat untuk membantu, Valerie langsung mencegah. Dia akan melakukan semua itu sendiri. Karena itu Valerie langsung mengambil sebuah nampan dan meletakkan bebera
Keesokan harinya, Valerie kembali bersiap untuk menuju kantor. Karena hari ini dia memiliki urusan diluar, maka dia mengenakan celana panjang dan bukannya rok mini. Dia merasa lebih leluasa bergerak ketika memakai celana dibanding rok.Pagi itu Valerie juga mengenakan blazer dan membiarkan rambutnya tergerai. Dia menata rambutnya sejenak sebelum beranjak. Begitu selesai dengan penampilannya, Valerie beranjak dan hendak menuju meja makan untuk sarapan.Baru saja Valerie berada di anak tangga yang kedua, sebuah suara sudah lebih dulu memanggilnya. “Sebentar,” ujar Sean sembari mendekat ke arah Valerie.Melihat itu, Valerie juga tidak langsung berhenti karena Sean yang kini sudah berada di dekatnya. “Good morning,” sapa Valerie.Setiap dia berbicara, dirinya tidak pernah lupa untuk tersenyum. Itu sebabnya ketika berbicara, Sean selalu bisa melihat senyum manis milik Valerie sepanjang obrolan mereka.“G
Sore harinya, Valerie bersama dengan Aldo sedang berada di sebuah mall. Awalnya mereka hendak pergi bertiga, tetapi Clara tiba-tiba saja ingat bahwa dia memiliki janji temu dengan seseorang sore itu. Jadilah kini hanya Valerie dan Aldo yang pergi berdua.Ketika urusan mereka berdua selesai, mereka memutuskan untuk duduk di toko roti yang ada di mall itu sebentar.“Mau pesan yang mana?” tanya Valerie sembari menatap aneka roti yang berjejer disana. Dia juga ingin membelikan beberapa untuk dibawa pulang.Aldo mengambil nampan dan meletakan roti yang dia inginkan. Mereka berdua mulai sibuk dengan makanan saat ini. Begitu selesai, Aldo dan Valerie mencari tempat duduk untuk menyantap makanan mereka.“Kamu masih belum kasih tahu Clara?” tanya Valerie di sela-sela kegiatan makan mereka. Kebetulan sekali dia teringat untuk membahas sesuatu bersama dengan Aldo.Mendengar pertanyaan Valerie barusan, Aldo langsung
Di lain sisi, saat itu Sean juga sedang berada di sebuah mall untuk melakukan urusan bisnis. Dia memang sengaja turun langsung untuk memeriksa hari ini. Ketika dia hendak menggunakan eskalator untuk menuju lantai dasar mall tersebut, pandangannya tanpa sengaja melihat ke arah sebuah toko di atas sana. Hal yang membuatnya terkejut, ialah ketika dia mendapati Valerie yang kini sedang duduk dengan seorang laki-laki.Sean menatap dengan lekat dan tidak beranjak dari posisinya untuk turun. Dia ingin memastikan sosok lelaki yang sedang berbincang sembari tertawa dengan Valerie disana. Semakin dia memperhatikan, itu membuatnya menyadari bahwa itu adalah sepupunya sendiri, yaitu Aldo.Putra yang saat itu berada di samping Sean menjadi kebingungan ketika Sean tidak kunjung turun. “Apa anda membutuhkan sesuatu?” ucap Putra memastikan.Jika seseorang tiba-tiba menghentikan langkahnya di tengah perjalanan, itu berarti bahwa dia baru saja menyaksikan
“Apa kamu ingin langsung pulang?” tanya Valerie ketika mereka hendak turun ke lantai dasar mall. Sebenarnya Valerie masih memiliki kepentingan lain disana, sehingga dia tidak akan langsung pergi.Sean yang sedang menggandeng tangan Valerie lantas mengangguk perlahan. “Kita bisa pulang bersama,” balas Sean.Waktu itu jam memang telah menunjukkan jam pulang kantor, sehingga mereka berdua tidak perlu lagi kembali kesana untuk bekerja.“Kita?” ucap Valerie mengulang perkataan Sean barusan. Seharusnya dia menggunakan kata kita untuk mempersingkat kalimat, dibanding terus menggunakan kata aku dan kamu.Valerie tertawa pelan hanya karena dia memikirkan kata tersebut. Padahal dia sudah terbiasa menyebutkannya ketika bersama dengan Clara dan Aldo. Tetapi entah mengapa rasanya menjadi lucu ketika menyebutnya untuk mereka berdua saat ini.“Kenapa tertawa?” tanya Sean yang mulai memincing keti
Valerie dan Sean berjalan pergi ketika mereka selesai dengan sesi foto itu. Hasilnya begitu menakjubkan. Valerie bisa melihat sisi Sean yang berbeda ketika sesi foto pertama, dan melihat hasil foto yang berbeda untuk sesi berikutnya.“Ah, ini benar-benar beruntun,” ucap Valerie seraya menunjukkan hasil foto itu kepada Sean. “Bahkan gambar ini juga diambil,” lanjutnya lagi.Sean mendekat untuk melihat foto yang Valerie tunjukkan itu. Dia sengaja memeluk pinggang Valerie seolah benar-benar penasaran dengan hasil foto tersebut.“Timingnya memang pas sekali,” ucap Sean.Ada senyuman puas di wajah pria itu ketika dia melihat hasilnya. Bahkan hasil foto itu lebih mulus dibanding konsep yang dia pikirkan tadi.“Ah, bukankah pakaian kita seperti pasangan?” ujar Valerie. Entah apa yang dia lakukan sejak tadi, hingga baru menyadari jika dia dan Sean mengenakan kemeja dengan warna yang sama.
“Kamu bawa kartu?” tanya Sean saat mereka sedang mengantri untuk membayar. Dia hanya ingin memastikan bahwa Valerie menggunakan kartu yang dia berikan.Valerie menganggukan kepalanya dan mengeluarkan dompet dari dalam tasnya. Dia membuka dompet itu dan menunjukkan deretan kartu yang dia miliki kepada Sean.Sean menyipitkan matanya ketika melihat hal itu. “Dimana kartu yang saya berikan?” tanya Sean lagi. Dari semua kartu yang Valerie tunjukkan, dia tidak melihat kartu itu disana. Jadi artinya, Valerie masih belum menggunakan kartu itu selama ini.“Kamu masih tidak menggunakannya?” ujar Sean menyimpulkan. Bahkan hanya dengan melihat saja, Sean sudah bisa mengetahui jawabannya.“Itu..” Valerie sengaja menggantungkan kalimatnya karena tidak tahu harus menjawab apa. Sean sudah mengetahui jawabannya sehingga Valerie tidak bisa lagi mengelak.Melihat itu, Sean segera mengeluarkan dompet
Sean perlahan menindih Valerie, tubuh mereka berdekatan begitu erat, hingga mereka bisa merasakan setiap detak jantung yang saling berirama. Tatapan Sean seolah mengatakan sesuatu yang mendalam, seolah-olah dia telah menunggu momen ini selama bertahun-tahun.“Tunggu, apa yang akan kamu lakukan?” tanya Valerie meski dia sudah tahu maksud keinginan Sean.“Aku akan melakukan hal yang seharusnya aku lakukan sejak lama,” balas Sean.Sean menatap Valerie dengan lekat. Dia semakin mendekatkan wajahnya, dan kedua tangannya bahkan menahan lengan Valerie di samping kepalanya."Babe... aku tidak bisa menahan diri lagi," ucap Sean dengan suara yang berat, penuh dengan keinginan yang selama ini ia pendam. "Tolong, jangan hentikan aku kali ini."Valerie tidak berkata apa-apa, hanya tersenyum lembut dan membelai wajah Sean dengan jemarinya. Sentuhan itu membuat Sean semakin tergoda. Dia mendekatkan wajahnya ke Valerie, dan dalam sekejap, bibir merek
Setelah pulang kerja, Valerie segera menelpon Sean untuk berbicara tentang rencana kepergiannya besok. Suara Sean terdengar berat di ujung telepon, dan Valerie merasakan kerinduan pria itu yang semakin mendalam."Hey, babe. Kamu masih di London?" tanya Valerie sambil meregangkan tubuhnya setelah seharian bekerja."Iya, babe. Masih ada beberapa urusan di sini," balas Sean dengan nada yang terdengar lelah namun hangat. "Ada apa? Kamu sudah merindukanku?" lanjutnya dengan nada menggoda.Valerie tersipu, merasa pipinya sedikit memerah mendengar kata-kata Sean yang selalu berhasil membuatnya tersipu. "Iya, aku merindukanmu,” jawab Valerie yang selalu bisa membuat jantung Sean berdetak lebih cepat. “Tapi aku punya undangan pernikahan besok," kata Valerie lagi, mencoba terdengar lebih tenang.Sean tiba-tiba menegakkan tubuhnya. Terdengar juga perubahan dalam nada suaranya. "Pernikahan? Kalau begitu, aku akan pulang sekarang juga," ucap Sean dengan tegas, tan
Ketika Valerie berada di kantor menjelang makan siang, dia mendapat panggilan dari Sean. Ponselnya bergetar di atas meja, dan seketika nama suaminya muncul di layar. Valerie mengangkat panggilan itu dengan senyuman kecil di wajahnya."Hey, babe," sapanya.Di seberang sana, Sean terdengar sedikit lesu. “Babe, aku kangen,” ucap Sean.Wajah Sean yang muncul di layar itu memang terlihat lesu. Dia menyugar rambutnya sembari mengerucutkan bibir.Valerie tertawa melihat itu. Dia menjepit rambutnya yang sejak tadi tergerai. Dia bahkan membuka kancing kemejanya hingga dua kancing, dan itu membuat Sean semakin panas sendiri.“Babe..” panggil Sean. “Aku tahu kamu sengaja memancingku,” lanjut Sean.Sean menatap dengan serius, dan berbicara lagi, “Aku akan kembali besok,” kata Sean.“Baiklah, babe,” balas Valerie.Sebenarnya ketika menelpon Valerie, dia memiliki ide lain. Jadilah dia kembali melan
Keesokan paginya, Sean bangun lebih awal dari biasanya, siap berangkat ke London seperti yang ia katakan semalam. Suasana pagi itu terasa hangat, meski keduanya tahu bahwa Sean akan pergi untuk beberapa hari. Valerie, seperti biasa, sudah bangun dan sibuk mempersiapkan keperluan Sean. Ia memilihkan pakaian, menata dasi, dan memastikan segala kebutuhan suaminya terpenuhi.Sean memandangi Valerie dari belakang. Ada perasaan hangat di dalam hatinya, meski ada sedikit kecemasan juga. Tanpa berpikir panjang, Sean mendekati Valerie yang tengah berdiri di depan cermin, merapikan rambutnya. Sean langsung memeluk pinggang Valerie dari belakang, menariknya ke dalam pelukannya dengan erat.Valerie yang sedikit terkejut, berhenti sejenak dan menatap Sean lewat pantulan di cermin. "Ada apa?" tanyanya, suaranya lembut tapi terdengar sedikit penasaran.“Sepertinya kamu masih marah kepadaku, babe,” ucap Sean dengan nada manja, sementara ia mengeratkan pelukannya. Valerie
Malam itu, Putra dan Clara akhirnya bertemu di taman yang sama, meski awalnya Clara hendak mencari Valerie. Ketika Clara tengah berjalan, Putra tiba-tiba menghentikan langkahnya dengan sebuah sapaan. “Hai!” sapa Putra dengan senyum di wajahnya.Clara yang mendengar sapaan itu terkejut. Dia langsung berusaha berbalik, namun Putra cepat menghentikannya. “Cla,” panggil Putra lagi dengan suara yang lebih lembut.Clara memutar tubuhnya kembali, terpaksa harus menatap Putra, lelaki yang sudah lama tidak dia temui. Putra tersenyum kikuk sambil menggaruk belakang kepalanya.“Lama tidak bertemu. Bagaimana kabarmu?” tanya Putra dengan nada yang terdengar lebih akrab dari sebelumnya.Clara berusaha untuk tetap tenang, meski dalam hatinya jantungnya berdetak sangat cepat. Dia tidak tahu harus mengatakan apa, namun dia berusaha menjaga ekspresinya tetap datar. "Yah, aku baik," jawab Clara dengan singkat.Putra menatap Clara
Sean mengambil ponselnya dan mengirim pesan singkat kepada Valerie, "Aku akan menjemputmu sore ini, babe."Di sisi lain Valerie yang saat itu sedang memeriksa laporan di komputernya, lantas menatap layar ponselnya yang menampilan pesan dari Sean. Begitu membacanya, Valerie hanya diam saja. Dia juga tidak langsung membalas. Sean menggenggam ponselnya dengan erat, menunggu jawaban istrinya. Tetapi hingga beberapa menit kemudian, masih tidak ada balasan dari Valerie. Akhirnya karena tidak tahan lagi, Sean lantas menelponnya. Panggilan itu berdering hingga beberapa detik. Pada panggilan pertama itu, Valerie memilih mengabaikannya. Hingga panggilan yang kedua, Valerie masih diam saja. “Entah apa yang dia rencanakan sekarang,” ujar Valerie.Ketika ponselnya kembali berdering pada panggilan yang ketiga, Valerie langsung menjawabnya.Menyadari bahwa pesannya sudah dijawab, Sean lantas berbicara dengan terburu-buru. “Babe.. Apa kamu sedang d
Ketika hari menjelang subuh, Sean terjaga dengan pikiran yang masih mengganjal tentang Valerie dan Clara. Dia menatap layar ponselnya, kemudian mengetik pesan yang ditujukkan kepada Putra.“Carikan informasi teman istriku bernama Clara. Sedetail mungkin,” tulisnya, lalu mengirim pesan itu tanpa ragu.Sean kembali berbaring di samping Valerie, meskipun masih tidak bisa menutup matanya setelah berjam-jam.Ketika matahari mulai terbit, Valerie menggeliat pelan dan merasakan sebuah tangan kekar memeluk pinggangnya. Dia menoleh ke belakang dan mendapati Sean yang sedang menutup matanya.Valerie berbalik untuk menatap pria itu sejenak, lantas menghembuskan napas pelan. Dia menyingkirkan lengan Sean, dan hendak beranjak.Hanya saja saat itu, Sean ternyata tidak benar-benar terlelap. Dia menarik Valerie lebih dekat dalam pelukannya, dan meletakkan dagunya di bahu Valerie.“Selamat pagi, babe,” ucap Sean.Valerie mengusap rambut Sean
Setelah membayar belanjaan, Valerie dan Clara mengantri untuk membayar di kasir. Antrian cukup panjang sore itu, membuat keduanya harus berdiri lebih lama dari yang diharapkan. Clara mencoba mengalihkan perhatian dengan membicarakan hal-hal ringan. "Val, kamu yakin Putra tidak akan muncul tiba-tiba lagi?" tanya Clara dengan sedikit khawatir, mengingat pertemuan singkat mereka sebelumnya yang sudah cukup membuatnya gugup.Valerie tersenyum menenangkan, menepuk punggung Clara dengan lembut. "Jika dia datang, bukankah itu lebih baik?” ucap Valerie.Dia sengaja tidak mengatakan bahwa dia sudah meminta Sean untuk datang bersama dengan Putra tadi. Semoga saja Sean benar mendengarkan permintaannya.Clara terdiam sejenak, dan tentu saja hatinya masih berdebar kencang. Sesaat setelah selesai membayar belanjaan, Valerie melihat Sean mendekat ke arah mereka, namun kali ini dia sendirian.“Babe..” panggil Sean sembari tersenyum dengan begitu tampan.Ha
Sore itu, jam menunjukkan hampir pukul empat, dan Valerie serta Clara memutuskan untuk pergi lebih awal dari kantor. Mereka berencana memeriksa penjualan produk mereka di sebuah supermarket, seperti yang sudah dijadwalkan sebelumnya. Valerie membereskan barang-barangnya, memastikan tidak ada yang tertinggal. Sesekali dia melirik ke arah Clara yang tampak terburu-buru, seolah ingin cepat keluar dari ruangannya."Kenapa tergesa-gesa? Tenang saja, supermarketnya tidak akan ke mana-mana," canda Valerie, menatap sahabatnya dengan senyum simpul.Clara tertawa kecil. "Aku cuma ingin cepat menyelesaikan ini dan pulang. Rasanya aku butuh istirahat." balas Clara.Karena sebelumnya Valerie sudah membawa tas dan barang-barangnya ke ruangan Clara, jadilah dia tidak perlu lagi kembali ke ruangannya. Mereka berdua lantas keluar dari kantor, dan melangkah menuju mobil Valerie. Hanya saja di sela perjalanan mereka, Valerie baru teringat akan sesuatu. Dia