Wakil CEO Gilang meraih tangan Devi agar tidak menimbulkan masalah lagi. Dia takut jika gadis itu berbicara lagi, dirinya yang sebagai karyawan lama, harus keluar dari PT Okson. Pria itu pun segera berkata, "Pak Jeremy, aku yang salah kali ini, Nona Thasia nggak bersalah."Jeremy memasukkan satu tangannya ke dalam saku, dia tidak menunjukkan emosi apa pun, tapi kata-katanya terdengar sangat tegas, "Pak Gilang mengerti, apakah keponakanmu mengerti?"Wakil CEO Gilang menarik Devi dan berkata, "Kamu sudah mencari masalah dengan Bu Thasia, cepat minta maaf. Lain kali jangan membicarakan orang di belakang lagi."Devi tidak menyangka dirinya yang harus meminta maaf setelah ditampar dua kali. "Paman, kenapa aku yang harus meminta maaf? Aku nggak mau meminta maaf!"Gadis itu malah ribut.Wakil CEO Gilang memandang Jeremy lagi, melihat pria itu mengerutkan kening, hal ini menunjukkan bahwa kesabarannya sudah habis.Di PT Okson, dia juga tahu bahwa Jeremy adalah orang yang sangat tegas. Jika tid
Perkataan Thasia tidak berlebihan, bisa dibilang cukup tepat.Setelah bercerai, dia tidak ingin ada orang bergosip yang tidak-tidak tentang mereka.Namun, Jeremy merasa Thasia menghindarinya. Saat Jeremy membantunya, wanita itu malah takut dibicarakan oleh orang lain.Bahkan takut orang lain tahu tentang hubungan mereka.Tiba-tiba, wajah Jeremy menjadi dingin, sikapnya menjadi ketus."Kamu takut?"Thasia melihat pria itu sepertinya tidak senang, dia pun menjelaskan dengan bijaksana, "Aku takut hal itu akan membawa pengaruh buruk pada Pak Jeremy. Kalau kita bercerai nanti, orang-orang akan mengatakan kita memiliki hubungan khusus, aku rasa Pak Jeremy juga nggak ingin mendengar rumor seperti itu, bukan? Selain itu, reputasiku memang sudah hancur, aku takut akan melibatkanmu ke depannya."Jeremy mengerutkan kening, dia berkata dengan nada sedikit merendahkan, "Bu Thasia saja selalu menjaga jarak denganku dalam masalah seperti ini, mana mungkin bisa muncul rumor tentang kita?"Nada mengeje
Namun, Lisa malah memakainya untuk kedua kalinya.Jika hal ini difoto, dia pasti akan ditertawakan oleh orang-orang. Entah dia akan digosipkan seperti apa nantinya.Namun, wanita itu tidak peduli sama sekali.Setelah melewati masalah terakhir kali itu, Lisa terlihat jauh lebih kurus dan lemas, tapi dia tetap tidak takut menghadap kamera, dia masih tersenyum dengan ramah.Reporter bertanya dulu tentang kejadiannya yang hampir bunuh diri itu.Lisa segera bercerita dengan menyedihkan di depan wartawan, dia menceritakan pengalamannya dan sisi positif dari kejadian itu, mengatakan bahwa dia tidak akan mengulanginya lagi.Ketika mendengar ceritanya, semua orang merasa kasihan pada Lisa.Banyak orang berkata kehidupannya tidak mudah.Reporter masih ingin mengorek-ngorek tentang kehidupan pribadinya, mereka pun membahas tentang gaun yang dia kenakan dua kali ini.Lisa menjawab dengan rendah hati. "Aku merasa bisa menghadap kamera lagi seperti mendapatkan kehidupan baru. Gaun ini sangat berarti
Rina terlihat seperti sedang membela keadilan, hal ini justru membuat Thasia tertawa. "Kenapa kamu malah berkata seperti itu? Seolah-olah aku dan Pak Jeremy berpacaran saja."Rina tidak tahu apakah hal itu hanya imajinasinya atau bukan, tapi dia merasa hubungan Thasia dan Jeremy sedikit berbeda."Pak Jeremy pasti tertarik padamu." Rina berpikir sejenak. "Mungkin kamu nggak merasakannya, tapi orang yang melihatnya bisa merasakan. Jangan sampai Lisa mengganggu dan merusak hubungan kalian."Menurut Rina, Thasia dan Jeremy barulah pasangan yang cocok."Dasar, jangan pilih kasih dalam menilai orang." Thasia mengetuk kepala Rina. "Aku nggak ada hubungan apa-apa dengan Pak Jeremy, jangan dengarkan kata orang-orang. Nggak peduli Pak Jeremy ingin berhubungan dengan siapa, hal itu nggak ada hubungannya denganku. Lain kali jangan berkata seperti itu lagi, kalau orang lain mendengarkan, mereka akan membuat gosip baru."Rina menyentuh dahinya. "Aku nggak akan memberi tahu orang lain, tapi aku berbi
"Nggak, tentu saja nggak. Memangnya kamu nggak mengenalku? Bagaimana mungkin aku menyalahkanmu?" Thasia mengepal tangannya. "Tapi pernikahan kami memang pernikahan kontrak dari dulu.""Apa?" Sabrina menatapnya dengan kaget dan segera berdiri. "Kamu nggak pernah memberitahuku alasan Jeremy menikahimu. Ini nggak benar!"Thasia berkata, "Aku sudah bilang. Kakek Okson yang menyuruhku menikahi Jeremy, jadi aku nggak punya pilihan lain selain menikah dengannya."Sabrina masih belum mengerti.Dia tahu sahabatnya ini menyukai Jeremy, tapi Thasia sudah lama diam-diam menyukainya dan tidak pernah berpikir untuk menikah dengan pria itu.Kenapa mereka tiba-tiba menikah?Ternyata ada alasannya di balik semua itu."Tunggu, biar aku cerna dulu." Sabrina masih merasa terkejut. "Kamu dan Jeremy selama ini hanya menikah kontrak. Kakek Okson yang menyuruh kalian menikah, bukan karena Jeremy suka padamu, tapi dia tetap menikahimu karena perintah dari kakeknya ....""Tunggu, sepertinya ada yang aneh. Meman
"Kalau kalian gagal, kalian akan terima akibatnya!"Suara itu suara asisten Lisa, Siti. Dia terlihat sombong sekali saat ini.Mendengar ini, tidak ada orang yang berani mencari masalah dengannya. Manajer toko pun berkata dengan hormat, "Baiklah, kami pasti akan membetulkan gaun Nona Lisa dengan baik.""Besok sudah acara amal tahunan PT Okson, Nona Lisa akan memakainya nanti, jadi sebelum besok gaunnya sudah harus siap!"Manajer toko merasa sedikit tertekan, karena gaun ini telah dibenarkan berkali-kali, selalu saja ada kesalahan yang mereka temukan.Selama bertahun-tahun dia menjaga toko, dia tidak pernah memperbaiki gaun seserius ini.Setelah dibenarkan berkali-kali, dia pikir gaunnya sudah pasti beres, tapi tetap saja dikirim kembali.Manajer toko berkata, "Gaunnya telah kami kirim kepada kalian beberapa hari yang lalu, Anda baru saja datang sekarang. Gaun ini juga buatan tangan langsung, kalau ingin merombaknya lagi, akan memakan waktu, aku rasa kalau besok nggak akan keburu."Siti
Mendengar ini, Sabrina tertegun dan memandang Thasia. "Berarti maksudmu Lisa meminjam nama Jeremy untuk membuat dirinya lebih terkenal. Pintar sekali dia!""Kalau kamu memiliki pendukung yang hebat seperti Jeremy, memangnya kamu nggak mau memanfaatkannya?" tanya Thasia dengan lugas.Siapa pun pasti akan memanfaatkan kesempatan seperti itu.Jika melewatkan kesempatan ini, maka tidak akan ada kesempatan lagi.Sabrina merasa sangat kesal. "Bagaimana mungkin dia dibiarkan begitu saja!"Mereka berjalan masuk."Oh, Nona Sabrina, Nona Thasia."Manajer toko awalnya terlihat sangat khawatir. Setelah melihat mereka, dia menyapanya dengan tersenyuman senang. "Kalian datang."Manajer toko mengenal Sabrina.Manajer toko itu adalah seorang desainer terkenal, bisa dianggap sebagai rekan kerja Sabrina.Pakaian yang dia desain cukup terkenal.Bajunya juga terkenal di industri fashion, banyak selebriti yang memakai bajunya di karpet merah.Sabrina berkata, "Kami datang melihat gaun. Aku ingin satu dan T
Sekali lihat Thasia langsung menyukai gaun itu.Dia pergi ke ruang ganti.Sabrina menunggu di dekat sana sambil memilih gaunnya sendiri.Ketika Thasia keluar, Sabrina menoleh ke arah Thasia yang terlihat langsing dan cantik, sahabatnya itu terlihat sangat memukau. Sabrina merasa sangat terkejut sehingga tidak bisa bergerak, tanpa sadar dia bertepuk tangan. "Thasia, kamu membuatku terkejut, ternyata kamu bisa secantik ini!"Rambut Thasia digerai, kulitnya sangat putih, warna merah gaun itu membuat kulitnya semakin putih. Bagi dada membungkus payudaranya dengan sempurna, bagian pinggangnya terlihat memiliki lekukan yang sangat indah, ujungnya gaunnya terdapat sulaman bunga mawar yang terlihat seperti aslinya.Bagian paling sempurna dalam gaun ini adalah ia tidak terlihat terlalu norak, membuat orang yang memakainya terkesan seksi dan cantik.Sabrina memandang Thasia seolah-olah mawar berduri paling indah di antara yang lainnya.Bunga itu membuat kecantikannya lebih menonjol, sungguh meme
"Oke."Tatapan Kent mengikuti sosok Thasia yang berlalu.Thasia mengendarai sepedanya keluar, dia menuju ke pusat kota.Jaraknya tidak terlalu jauh.Jeremy telah memberinya sebuah vila dengan harga yang sangat mahal.Saat ini jalanan cukup ramai, dia sedang menunggu di lampu merah.Setelah lampu berwarna hijau, dia mendorong sepedanya, tiba-tiba ada orang berkata, "Biar aku bantu."Thasia menoleh ke belakang, dia melihat seorang pria muda sedang mendorong belakang sepedanya.Sepertinya pria itu menyadari Thasia sedang hamil, jadi kesulitan mengendarai sepeda.Hari ini Thasia berpakaian dengan santai. Rambutnya dikepang, memakai sebuah topi dan gaun yang lebar, perutnya sedikit menonjol.Selain ibu hamil yang akan berpakaian seperti ini, yang lainnya tidak mungkin.Thasia merasa dirinya tidak selemah itu, tapi dia juga tidak ingin menolak kebaikannya, jadi dia berkata, "Terima kasih."Dia segera sampai ke seberang, orang itu berjalan ke arah yang berlawanan dengannya.Thasia lanjut meng
Sabrina kira dirinya sedang bermimpi, dia merasa kesal, padahal sebelumnya dia melihat mereka saling mencintai, kenapa sekarang malah bercerai. "Apa yang terjadi? Jeremy itu, dasar pria berengsek, dia cepat sekali berubahnya. Nggak bisa, pokoknya aku harus memberinya pelajaran!"Thasia sudah menerima kenyataan ini. "Nggak perlu, ada baiknya kami bercerai, sekarang aku sudah punya rumah dan uang, aku sudah menjadi janda kaya, meski aku nggak bekerja seumur hidup, aku nggak akan mati kelaparan, kamu seharusnya mengucapkan selama padaku.""Keenakan wanita murahan itu!" Sabrina memosisikan dirinya seperti Thasia, mana mungkin dia terima."Biarkan saja." Thasia berkata, "Kamu nggak perlu mengurusi masalah ini, semua sudah berlalu.""Aku mengerti, hanya saja aku khawatir kamu akan merasa sedih, aku ingin bertanya apakah perlu aku temani, tapi kamu nggak menjawab panggilanku, aku juga nggak tahu kamu ada di mana. Membuatku khawatir saja." Sabrina benar-benar khawatir padanya, tapi juga tahu s
Matanya menatap ke arah Kent lagi, pria itu menatapnya dengan tatapan seperti biasa.Bagi Kent hal itu sudah biasa.Thasia akhirnya mengerti, pria ini tumbuh besar di lingkungan yang kejam dan selalu bersembunyi.Seperti katanya, Kent memang hidup di dunia yang gelap, tanpa adanya cahaya.Meski begitu Thasia tetap merasa terkejut, dia tidak mengerti padahal sama-sama manusia, kenapa mereka bisa hidup dengan cara yang sangat berbeda."Kenapa kamu memberikan darahmu padaku?" Thasia ingin menolak. "Aku nanti juga akan siuman kalau pingsan, kamu nggak perlu melukai dirimu, nggak baik bagi tubuhmu, aku nggak mau kamu bertindak seperti ini."Kent tersenyum santai, mungkin hal ini hal paling santai yang pernah dia lakukan. "Nggak masalah, hanya mengeluarkan sedikit darah saja, nggak akan mengancam nyawa.""Nggak boleh bilang begitu, lain kali nggak boleh lagi!" Thasia menentangnya dengan tegas. "Saat kamu bersamaku maka kamu juga harus dihargai, bukan barang untuk dikorbankan, kamu juga nggak
Kent ingin menghindari, jelas dia tidak ingin Thasia menyentuhnya.Saat ini Thasia merasa lebih curiga, dia bertanya, "Kenapa kamu berdarah?"Padahal Kent sudah terluka cukup lama, meski luka di tubuhnya masih belum sembuh total, tidak seharusnya masih meneteskan darah.Kecuali lukanya bertambah lagi.Kent menarik lengan bajunya, tapi beberapa tetes darah itu tidak bisa ditutupi dengan mudah.Pria itu tersenyum, lalu mencari alasan. "Tadi saat memasak nggak sengaja terluka, bukan masalah besar."Alasan itu tidak bisa mengelabui Thasia."Kamu sudah terbiasa melakukan pembedahan, mana mungkin bisa terluka saat memasak. Kamu nggak akan bisa membohongiku!" Thasia mengerutkan keningnya, dia sama sekali tidak percaya pada penjelasannya ini. "Luka ini sepertinya bukan muncul saat kamu memasak tadi, kenapa kamu bisa terluka?"Kent terdiam.Pria itu tidak mau bilang, Thasia tetap punya mata untuk melihat, dia menarik tangan Kent, ternyata di pergelangan tangannya ada luka yang diperban dengan k
"Ini pertama kalinya aku masak."Thasia mengangkat alisnya. "Nggak masalah, aku ingin mencicipi masakanmu, mungkin saja kamu berbakat."Setengah jam kemudian Kent baru berjalan keluar dari dapur.Tidak ada aroma gosong, berarti Kent tidak membuat dapurnya terbakar.Namun, ketika Kent meletakkan masakannya di atas meja, Thasia merasa sangat terkejut.Thasia menatap Kent dengan tatapan ketakutan.Kent pikir Thasia tidak tahu masakan apa ini, jadi dia menjelaskan dengan tenang, "Ini hati ayam, ini ampela ayam ... kedua hal itu termasuk organ dalamnya, ini badan ayam, ini bagian pahanya, ada banyak daging tapi nggak eneg ...."Setelah mendengar penjelasan Kent, dia seakan-akan mendengarkan penjelasan bagian tubuh.Bisa dibayangkan saat Kent memasak, dia membedah ayam itu, begitu melihatnya selera makan Thasia pun menghilang.Sebaliknya malah membuatnya ingin muntah.Melihat Thasia masih belum mulai makan, Kent bertanya, "Kenapa? Kelihatannya nggak enak? Padahal aku sudah berusaha membuatny
Tatapan Kent menjadi rumit, kalau Thasia tahu apa yang telah dirinya lakukan, wanita ini pasti tidak akan berkata seperti itu.Kent saja tidak berani menyentuh tangan Thasia, apalagi melakukan hal jahat padanya.Kent tidak menolak lagi, dia membiarkan Thasia menyentuh tangannya.Mereka berdua terdiam cukup lama, warna darah di gelang mutiara yang dipakai Thasia menjadi lebih pekat, hal ini terlihat oleh wanita itu, dia pun bertanya, "Apakah mutiara di gelang ini bisa berubah warna?"Tatapan Kent menjadi lebih gelap. "Benarkah?"Thasia memosisikan gelang itu di bawah sinar matahari, memang benar warna merahnya jadi lebih pekat. "Aku kira karena ini gelang lama, jadi warnanya bisa lebih gelap, tapi sekarang warna merahnya jadi lebih pekat. Gelang ini biasanya kamu yang pakai, 'kan? Kamu nggak sadar?"Kent tanpa sadar mengelus pergelangan tangannya, tertawa sambil berkata, "Mungkin ini barang palsu, aku nggak tahu, aku nggak pernah tes."Thasia menatap Kent. "Kalau palsu mungkinkah kamu m
Bisa dibilang hidupnya cukup beruntung.Lahir di keluarga yang harmonis, banyak orang yang baik padanya.Hanya dalam percintaan saja dia tidak beruntung.Mungkin hidupnya terlalu datar, agar hidupnya lebih berkreasi, dia harus mengalami perasaan kecewa ini.Perkataannya membuat Kent tertawa.Dia duduk di samping Thasia, menjaganya, matanya yang berwarna coklat terlihat sangat lembut."Kamu nggak pernah berkorban untukmu, tapi kamu memberiku kehidupan." Kent tidak menyembunyikan hal ini, ada hal yang harus dihadapi. "Tunggu ingatanmu pulih kamu juga akan tahu."Kent telah beberapa kali menolongnya, Thasia percaya pria ini tidak akan mencelakainya.Meski Kent bukan orang biasa.Sekarang orang yang menemaninya adalah Kent.Thasia tanpa sadar bertanya, "Kamu punya teman?""Nggak punya."Thasia bertanya lagi, "Kamu nggak ada teman?"Kent malah berkata, "Aku nggak perlu teman.""Orang tuamu di mana?""Aku nggak tahu siapa orang tuaku.""Kalau begitu kamu pasti kesepian, nggak ada keluarga da
Bagi Lisa, dia hanya punya pilihan ini.--Thasia tidak tahu bagaimana dirinya melewati malam ini, waktu terasa sangat lama.Dia terus terjaga di sofa sepanjang malam.Setelah dia merasa lebih sadar, matahari sudah mulai terbit.Rasanya lelah.Sangat lelah.Thasia menyeret tubuhnya yang lelah ke kamar mandi, dia mencuci muka, saat melihat wajahnya di kaca dia merasa terkejut.Dia kira dirinya melihat hantu.Matanya memerah, wajahnya sangat pucat, tidak ada rona darah sama sekali, dia terlihat seperti wanita sakit parah.Thasia mengelus wajahnya, dia tidak percaya dirinya menjadi seperti ini.Setelah hatinya dilukai apakah dirinya semenyedihkan ini?Tanpa Jeremy, apakah dirinya tidak bisa hidup lagi?Jawabannya tidak.Bukannya dia sempat berpikir putus hubungan dengan pria itu dan ingin bercerai?Bedanya kali ini pria itu yang meminta pisah.Thasia masih bisa hidup, dia bahkan bisa hidup dengan jauh lebih baik.Thasia sudah memutuskan, sudah cukup dia merasa sedih semalaman, hari-hari s
Lisa sudah membayangkan.Pernikahannya dan Jeremy akan semeriah apa.Dia akan menjadi pengantin paling bahagia di dunia ini.Pada saat ini, Lisa mendengar suara langkah kaki, dia kira pembantu di rumahnya, jadi dia berkata, "Kamu nggak perlu melayaniku, kamu istirahat saja."Namun, suara langkahnya tidak berhenti.Lisa mengerutkan keningnya, dia merasa sedikit kesal, jadi dia melepas maskernya sambil berkata, "Sudah aku bilang ...."Begitu dia menoleh dan melihat dengan lebih jelas siapa yang datang, dia merasa terkejut, dia membuang maskernya dan berkata dengan hormat, "Ayah ....""Lisa." Pria itu menatap Lisa, lalu berkata sambil tersenyum, "Lama nggak bertemu, ternyata kamu sudah besar."Lisa segera berdiri, dia memeluk pria itu. "Ayah, akhirnya kamu dibebaskan, aku sangat rindu padamu!"Pria yang berusia sekitar 50 tahun itu lebih tinggi sedikit dari Lisa, meski sudah tua tubuhnya cukup tegap, dia mengelus kepala Lisa dengan lembut. "Maaf membuatmu sendirian."Lisa berkata, "Nggak