Jeremy sempat mendengar sebutan ini saat masih menjadi tentara.Hanya saja dia gagal menemukan jejak orang itu."Kamu nggak pernah bertemu dengannya?" tanya JeremyKent menggeleng. "Dia sangat misterius, juga nggak akan bertemu dengan sembarangan orang, dia cukup hebat membuat racun. Hanya itu yang aku tahu tentangnya."Kalau sampai menyangkut kelompok buronan itu, maka masalahnya cukup serius.Sepertinya Thasia ada hubungannya dengan masalah waktu itu.Kalau dicocokkan saat Thasia SMA dan sempat menghilang selama liburan sekolah, waktu itu juga bertepatan dengan para buronan itu tertangkap.Banyak yang ditangkap, juga banyak yang mati, sekarang ada satu yang sudah mau dibebaskan.Sedangkan yang disebut sebagai penyihir itu, masih berkeliaran di luar sana.Hanya saja Jeremy langsung melirik Kent. "Kamu nggak takut setelah memberitahuku semua ini, kelompokmu akan memberi pelajaran padamu?"Kent malah tertawa. "Sudah kubilang, tujuanku hidup demi Thasia, apalagi aku ini seorang dukun oba
Suasana hati Thasia saat ini sedang tenang, dia bisa melihat Jeremy sangat mengkhawatirkannya, dia pun tidak bisa bersikap kasar pada pria ini.Dia balas memeluk pinggang Jeremy. "Kalau begitu kita jangan bertengkar lagi, kalau ada masalah kita bicarakan baik-baik, bagaimana?""Hmm," jawab Jeremy.Thasia merasa ada yang tidak beres. "Kenapa hanya menjawab seperti itu? Kamu merasa nggak senang?""Nggak." Jeremy mengelus wajah Thasia. "Kamu saja bilang kita jangan bertengkar lagi, mana mungkin aku nggak senang."Thasia menatapnya dengan lekat, lalu berkata, "Kalau kamu sudah nggak percaya lagi padaku, lalu ingin berpisah denganku, bukankah semua kata-kataku ini sia-sia?""Mana mungkin." Jeremy menenangkan hatinya Thasia. "Nggak akan berpisah.""Nggak jadi bercerai?"Mereka selalu bertengkar karena hal ini.Thasia selalu memikirkan cara untuk bercerai dengannya.Namun, sekarang Jeremy sudah berkorban banyak untuknya, Thasia sudah bisa berpikir dengan lebih terbuka.Hubungan mereka masih b
"Aku bisa mengajarimu," kata Jeremy.Thasia merasa senang. "Oke, kalau begitu aku nggak perlu mencari pelatih lagi, biar kamu saja yang menjadi pelatihku.""Kita bicarakan nanti." Jeremy berkata, "Akhir-akhir kamu pasti bosan selalu berada di rumah sakit, aku akan membawamu keluar."Thasia menggandeng tangannya, dia berkata dengan manja. "Kalau begitu aku mau es yang manis-manis, mau manisan haw.""Kenapa mau yang manis-manis semua?""Ibu hamil pasti seleranya berubah."Jarang sekali mereka bisa jalan-jalan bersama, apalagi saat ini Thasia merasa sangat senang dan bahagia.Hal ini belum pernah dia rasakan sebelumnya.Andai saja kebahagiaan ini bisa bertahan selamanya.Novan yang menyetir, mereka duduk di kursi belakang.Saat duduk di mobil Thasia merasa lelah, tidak lama kemudian dia pun bersandar pada Jeremy.Melihat ini Jeremy memindahkan kepala Thasia ke pahanya, agar dia bisa tidur dengan lebih nyaman.Kalau dulu, Thasia pasti akan terbangun.Kali ini, Thasia tidur dengan sangat ny
Setelah pria yang berada di depan mendengar ini, dia tertawa mengejek. "Mencintai pasanganmu akan membuatmu kaya? Kata siapa? Aku nggak percaya mitos seperti itu! Kalau begitu memangnya kamu sudah kaya? Hahaha.""Setelah bersama cukup lama, aku sudah bersyukur kalau dia nggak memakai uang dengan boros, mana mungkin masih bisa berharap menjadi kaya." Orang di belakang berkata, "Kalau bisa hemat, maka sebaiknya hemat. Kalau bukan karena dia sedang hamil, aku nggak akan mau membelikannya!"Kedua orang ini bisa dibilang sepemikiran."Ya sudah kalau nggak percaya." Nada Jeremy menjadi lebih dingin.Dia tidak setuju dengan pemikiran mereka.Memangnya salah kalau istri sendiri menggunakan uang mereka?Waktu itu saat berpacaran kenapa mereka tidak membahas tentang hal ini dulu?Bagaimana bisa mereka pada akhirnya menikah?Mereka berdua melihat Jeremy kelihatannya tidak senang, sepertinya tidak setuju dengan pemikiran mereka. Kedua pria itu juga tidak percaya Jeremy itu orang kaya!"Kamu harus
Sebelum tangannya mengenai Jeremy, Novan yang berada di samping sudah memelintir tangan mereka, orang itu langsung berteriak kesakitan."Sakit, sakit ...."Novan adalah tentara yang terlatih, jika ada orang yang menyerang orang-orangnya, dia akan segera menyadari dan mengatasi hal itu.Jadi mereka tidak akan memiliki kesempatan untuk menyerang."Ketua, apakah kamu baik-baik saja?" tanya Novan."Hmm."Mereka melihat Novan memakai baju tentara, kelihatannya pria itu cukup hebat, apalagi dia sangat menghormati Jeremy.Mereka baru menyadari Jeremy berbeda dengan mereka.Seketika mereka juga sadar telah membuat masalah dengan orang yang tidak patut ditantang.Setelah mengetahui semua itu, mereka pun mengubah sikapnya. "Maaf, Bos. Kami yang salah, kami seharusnya nggak berbicara dengan sombong!""Kamu benar, kalau mencintai istri akan menjadi kaya!""Bos, mohon maafkan kami, kami yang tadi salah nggak mengenalmu dengan baik!"Jeremy belum berkata apa-apa, tapi mereka sudah mulai takut.Kalau
"Hei ...." Thasia ingin memanggilnya.Kemudian seekor merpati putih yang gemuk terbang ke arah mereka.Thasia takut burung itu mematuknya, jadi dia berjalan mundur.Namun, Thasia sepertinya melihat sesuatu, di mulut merpati itu sepertinya ada benda berbentuk bulat.Sebelum dia sadar kembali, merpati itu sudah meletakkan benda tadi ke tangan Jeremy.Thasia tertegun menatap Jeremy.Dia menyadari di tangan Jeremy sepertinya ada cincin berlian.Cincin berlian itu terlihat silau di bawah sinar matahari.Thasia tanda sadar menyipitkan matanya, lalu melihat Jeremy memakaikan cincin berlian itu ke jari manisnya.Prok! Prok!Seketika ada suara tepuk tangan.Thasia segera menoleh, dia melihat orang-orang di jalan bertepuk tangan, menatapnya dengan senang dan iri.Thasia merasa resah saat dilihat oleh begitu banyak orang, dia berkata dengan panik, "Ini ... apa yang terjadi?""Romantis sekali, ternyata ada orang yang melamar, ada banyak mawar, juga ada helikopter. Sungguh bagus!""Seperti cerita p
"Mau!" jawab orang di seberang telepon tanpa ragu.Orang itu sangat menginginkan Thasia bisa bertahan hidup.Meski harus mengorbankan nyawanya sendiri."Kalau mau, kenapa kamu berbuat seperti itu? Kamu melamarnya, juga memberinya banyak barang, aku ini siapanya dirimu?" Nada bicara Lisa terdengar sangat marah, dia sudah kehilangan akal sehatnya.Dia tidak bisa menerima semua ini.Kenapa semua yang seharusnya menjadi miliknya malah menjadi milik Thasia?Orang yang seharusnya menikah dengan Jeremy adalah dirinya.Orang yang seharusnya dilamar pria itu adalah dirinya.Jeremy menatap Thasia, yang tersenyum dengan sangat bahagia, dia paling ingin melihat hal ini.Jeremy sangat ingin Thasia tersenyum.Saat ini Thasia benar-benar tersenyum tulus padanya.Dulu setiap kali Jeremy melihat Thasia, wanita itu selalu memasang ekspresi dingin, sepertinya sangat tidak tertarik pada pernikahan mereka.Padahal Jeremy sangat ingin melihat bahwa Thasia bahagia atas pernikahan mereka.Kali ini terwujud.J
Saat ini, Lisa sedang mengelabui Jeremy, di saat yang sama juga sedang mengelabui dirinya sendiri.Lisa ingin hidupnya bersih.Dia dengan sepenuh hati berkorban untuk Jeremy, tidak pernah perhitungan, inilah cara dirinya bisa hidup dengan bersih.Namun, sejak Lisa memberi racun pada Thasia, semua tindakan kotornya sudah ketahuan oleh Jeremy.Wajah tampan Jeremy menjadi serius, hal ini tidak hanya mengancam Thasia, dia masih belum tahu identitas Lisa yang sebenarnya, sorot matanya menjadi dingin. "Hampir kehilangan nyawa karenaku? Dulu aku nggak curiga pada tujuanmu, tapi sekarang ternyata kamu menolongku juga demi dirimu sendiri, kamu ingin membersihkan dirimu dan berpura-pura kalau kamu bukanlah bagian dari mereka."Setelah mendengar ini, mata Lisa menegang, dia terdiam cukup lama.Jeremy sudah tahu.Lisa terlihat sangat panik, dia tidak tahu harus menjelaskan dari mana.Lisa tidak mau mengakui hal ini.Siapa yang mau dijadikan satu kubu dengan sekelompok buronan itu?Dirinya juga tid
"Oke."Tatapan Kent mengikuti sosok Thasia yang berlalu.Thasia mengendarai sepedanya keluar, dia menuju ke pusat kota.Jaraknya tidak terlalu jauh.Jeremy telah memberinya sebuah vila dengan harga yang sangat mahal.Saat ini jalanan cukup ramai, dia sedang menunggu di lampu merah.Setelah lampu berwarna hijau, dia mendorong sepedanya, tiba-tiba ada orang berkata, "Biar aku bantu."Thasia menoleh ke belakang, dia melihat seorang pria muda sedang mendorong belakang sepedanya.Sepertinya pria itu menyadari Thasia sedang hamil, jadi kesulitan mengendarai sepeda.Hari ini Thasia berpakaian dengan santai. Rambutnya dikepang, memakai sebuah topi dan gaun yang lebar, perutnya sedikit menonjol.Selain ibu hamil yang akan berpakaian seperti ini, yang lainnya tidak mungkin.Thasia merasa dirinya tidak selemah itu, tapi dia juga tidak ingin menolak kebaikannya, jadi dia berkata, "Terima kasih."Dia segera sampai ke seberang, orang itu berjalan ke arah yang berlawanan dengannya.Thasia lanjut meng
Sabrina kira dirinya sedang bermimpi, dia merasa kesal, padahal sebelumnya dia melihat mereka saling mencintai, kenapa sekarang malah bercerai. "Apa yang terjadi? Jeremy itu, dasar pria berengsek, dia cepat sekali berubahnya. Nggak bisa, pokoknya aku harus memberinya pelajaran!"Thasia sudah menerima kenyataan ini. "Nggak perlu, ada baiknya kami bercerai, sekarang aku sudah punya rumah dan uang, aku sudah menjadi janda kaya, meski aku nggak bekerja seumur hidup, aku nggak akan mati kelaparan, kamu seharusnya mengucapkan selama padaku.""Keenakan wanita murahan itu!" Sabrina memosisikan dirinya seperti Thasia, mana mungkin dia terima."Biarkan saja." Thasia berkata, "Kamu nggak perlu mengurusi masalah ini, semua sudah berlalu.""Aku mengerti, hanya saja aku khawatir kamu akan merasa sedih, aku ingin bertanya apakah perlu aku temani, tapi kamu nggak menjawab panggilanku, aku juga nggak tahu kamu ada di mana. Membuatku khawatir saja." Sabrina benar-benar khawatir padanya, tapi juga tahu s
Matanya menatap ke arah Kent lagi, pria itu menatapnya dengan tatapan seperti biasa.Bagi Kent hal itu sudah biasa.Thasia akhirnya mengerti, pria ini tumbuh besar di lingkungan yang kejam dan selalu bersembunyi.Seperti katanya, Kent memang hidup di dunia yang gelap, tanpa adanya cahaya.Meski begitu Thasia tetap merasa terkejut, dia tidak mengerti padahal sama-sama manusia, kenapa mereka bisa hidup dengan cara yang sangat berbeda."Kenapa kamu memberikan darahmu padaku?" Thasia ingin menolak. "Aku nanti juga akan siuman kalau pingsan, kamu nggak perlu melukai dirimu, nggak baik bagi tubuhmu, aku nggak mau kamu bertindak seperti ini."Kent tersenyum santai, mungkin hal ini hal paling santai yang pernah dia lakukan. "Nggak masalah, hanya mengeluarkan sedikit darah saja, nggak akan mengancam nyawa.""Nggak boleh bilang begitu, lain kali nggak boleh lagi!" Thasia menentangnya dengan tegas. "Saat kamu bersamaku maka kamu juga harus dihargai, bukan barang untuk dikorbankan, kamu juga nggak
Kent ingin menghindari, jelas dia tidak ingin Thasia menyentuhnya.Saat ini Thasia merasa lebih curiga, dia bertanya, "Kenapa kamu berdarah?"Padahal Kent sudah terluka cukup lama, meski luka di tubuhnya masih belum sembuh total, tidak seharusnya masih meneteskan darah.Kecuali lukanya bertambah lagi.Kent menarik lengan bajunya, tapi beberapa tetes darah itu tidak bisa ditutupi dengan mudah.Pria itu tersenyum, lalu mencari alasan. "Tadi saat memasak nggak sengaja terluka, bukan masalah besar."Alasan itu tidak bisa mengelabui Thasia."Kamu sudah terbiasa melakukan pembedahan, mana mungkin bisa terluka saat memasak. Kamu nggak akan bisa membohongiku!" Thasia mengerutkan keningnya, dia sama sekali tidak percaya pada penjelasannya ini. "Luka ini sepertinya bukan muncul saat kamu memasak tadi, kenapa kamu bisa terluka?"Kent terdiam.Pria itu tidak mau bilang, Thasia tetap punya mata untuk melihat, dia menarik tangan Kent, ternyata di pergelangan tangannya ada luka yang diperban dengan k
"Ini pertama kalinya aku masak."Thasia mengangkat alisnya. "Nggak masalah, aku ingin mencicipi masakanmu, mungkin saja kamu berbakat."Setengah jam kemudian Kent baru berjalan keluar dari dapur.Tidak ada aroma gosong, berarti Kent tidak membuat dapurnya terbakar.Namun, ketika Kent meletakkan masakannya di atas meja, Thasia merasa sangat terkejut.Thasia menatap Kent dengan tatapan ketakutan.Kent pikir Thasia tidak tahu masakan apa ini, jadi dia menjelaskan dengan tenang, "Ini hati ayam, ini ampela ayam ... kedua hal itu termasuk organ dalamnya, ini badan ayam, ini bagian pahanya, ada banyak daging tapi nggak eneg ...."Setelah mendengar penjelasan Kent, dia seakan-akan mendengarkan penjelasan bagian tubuh.Bisa dibayangkan saat Kent memasak, dia membedah ayam itu, begitu melihatnya selera makan Thasia pun menghilang.Sebaliknya malah membuatnya ingin muntah.Melihat Thasia masih belum mulai makan, Kent bertanya, "Kenapa? Kelihatannya nggak enak? Padahal aku sudah berusaha membuatny
Tatapan Kent menjadi rumit, kalau Thasia tahu apa yang telah dirinya lakukan, wanita ini pasti tidak akan berkata seperti itu.Kent saja tidak berani menyentuh tangan Thasia, apalagi melakukan hal jahat padanya.Kent tidak menolak lagi, dia membiarkan Thasia menyentuh tangannya.Mereka berdua terdiam cukup lama, warna darah di gelang mutiara yang dipakai Thasia menjadi lebih pekat, hal ini terlihat oleh wanita itu, dia pun bertanya, "Apakah mutiara di gelang ini bisa berubah warna?"Tatapan Kent menjadi lebih gelap. "Benarkah?"Thasia memosisikan gelang itu di bawah sinar matahari, memang benar warna merahnya jadi lebih pekat. "Aku kira karena ini gelang lama, jadi warnanya bisa lebih gelap, tapi sekarang warna merahnya jadi lebih pekat. Gelang ini biasanya kamu yang pakai, 'kan? Kamu nggak sadar?"Kent tanpa sadar mengelus pergelangan tangannya, tertawa sambil berkata, "Mungkin ini barang palsu, aku nggak tahu, aku nggak pernah tes."Thasia menatap Kent. "Kalau palsu mungkinkah kamu m
Bisa dibilang hidupnya cukup beruntung.Lahir di keluarga yang harmonis, banyak orang yang baik padanya.Hanya dalam percintaan saja dia tidak beruntung.Mungkin hidupnya terlalu datar, agar hidupnya lebih berkreasi, dia harus mengalami perasaan kecewa ini.Perkataannya membuat Kent tertawa.Dia duduk di samping Thasia, menjaganya, matanya yang berwarna coklat terlihat sangat lembut."Kamu nggak pernah berkorban untukmu, tapi kamu memberiku kehidupan." Kent tidak menyembunyikan hal ini, ada hal yang harus dihadapi. "Tunggu ingatanmu pulih kamu juga akan tahu."Kent telah beberapa kali menolongnya, Thasia percaya pria ini tidak akan mencelakainya.Meski Kent bukan orang biasa.Sekarang orang yang menemaninya adalah Kent.Thasia tanpa sadar bertanya, "Kamu punya teman?""Nggak punya."Thasia bertanya lagi, "Kamu nggak ada teman?"Kent malah berkata, "Aku nggak perlu teman.""Orang tuamu di mana?""Aku nggak tahu siapa orang tuaku.""Kalau begitu kamu pasti kesepian, nggak ada keluarga da
Bagi Lisa, dia hanya punya pilihan ini.--Thasia tidak tahu bagaimana dirinya melewati malam ini, waktu terasa sangat lama.Dia terus terjaga di sofa sepanjang malam.Setelah dia merasa lebih sadar, matahari sudah mulai terbit.Rasanya lelah.Sangat lelah.Thasia menyeret tubuhnya yang lelah ke kamar mandi, dia mencuci muka, saat melihat wajahnya di kaca dia merasa terkejut.Dia kira dirinya melihat hantu.Matanya memerah, wajahnya sangat pucat, tidak ada rona darah sama sekali, dia terlihat seperti wanita sakit parah.Thasia mengelus wajahnya, dia tidak percaya dirinya menjadi seperti ini.Setelah hatinya dilukai apakah dirinya semenyedihkan ini?Tanpa Jeremy, apakah dirinya tidak bisa hidup lagi?Jawabannya tidak.Bukannya dia sempat berpikir putus hubungan dengan pria itu dan ingin bercerai?Bedanya kali ini pria itu yang meminta pisah.Thasia masih bisa hidup, dia bahkan bisa hidup dengan jauh lebih baik.Thasia sudah memutuskan, sudah cukup dia merasa sedih semalaman, hari-hari s
Lisa sudah membayangkan.Pernikahannya dan Jeremy akan semeriah apa.Dia akan menjadi pengantin paling bahagia di dunia ini.Pada saat ini, Lisa mendengar suara langkah kaki, dia kira pembantu di rumahnya, jadi dia berkata, "Kamu nggak perlu melayaniku, kamu istirahat saja."Namun, suara langkahnya tidak berhenti.Lisa mengerutkan keningnya, dia merasa sedikit kesal, jadi dia melepas maskernya sambil berkata, "Sudah aku bilang ...."Begitu dia menoleh dan melihat dengan lebih jelas siapa yang datang, dia merasa terkejut, dia membuang maskernya dan berkata dengan hormat, "Ayah ....""Lisa." Pria itu menatap Lisa, lalu berkata sambil tersenyum, "Lama nggak bertemu, ternyata kamu sudah besar."Lisa segera berdiri, dia memeluk pria itu. "Ayah, akhirnya kamu dibebaskan, aku sangat rindu padamu!"Pria yang berusia sekitar 50 tahun itu lebih tinggi sedikit dari Lisa, meski sudah tua tubuhnya cukup tegap, dia mengelus kepala Lisa dengan lembut. "Maaf membuatmu sendirian."Lisa berkata, "Nggak