Mental Meicy kurang kuat, dia tidak bisa menahan semua amarah orang dan tetap berakting menjadi pemeran utama itu.Meicy bahkan sudah membayangkan.Begitu dramanya rilis, akan ada banyak orang yang memarahinya."Kak Lisa, kalau nggak kamu saja yang terima." Sekarang Meicy merasa sangat tidak percaya diri. "Kalau kamu yang menerima peran itu, pasti nggak akan ada yang berkomentar!"Lisa malah merasa marah. "Kamu membandingkanku dengan Angel?"Meicy merasa lebih takut lagi. "Bukan begitu, aku tahu Kak Lisa lebih hebat, baru menjadi artis saja sudah mendapat pemeran utama wanita, kamu jauh lebih hebat daripada Angel."Lisa senang mendengarnya, dia berusaha menahan amarahnya, lalu bertanya, "Kenapa kamu bisa tahu ada reporter yang membantunya? Kamu melihat mereka bersama?""Berita ini ditulis oleh seseorang dari Stasiun TV Bintang Kejora." Meicy hanya menebaknya. "Maka pasti ada hubungannya dengan reporter itu."Lisa juga berpikir seperti itu, hanya saja dia tidak menyangka Thasia akan men
Thasia merasa Angel sungguh kasihan.Dari kecil sudah tidak merasakan kasih sayang orang tua, juga kekurangan rasa aman, dia harus bertahan menghadapi semua itu.Thasia menggandeng lengan Angel. "Semua sudah berlalu, ke depannya hari-harimu akan menjadi lebih baik, suatu hari nanti kamu pasti akan menjadi artis layar lebar."Angel tertawa. "Kamu terlalu berharap padaku.""Dari kecil kamu sudah bisa hidup susah, memangnya ada hal yang nggak bisa kamu hadapi?"Angel merasa semakin menyukai Thasia, mungkin karena wanita ini memberinya dukungan besar, padahal Angel sudah terbiasa menahan diri, tapi sekarang Thasia telah membangkitkan ambisinya untuk menang.Dirinya sudah tidak boleh kembali ke masa lalu lagi.Angel ingin keluar dari kemiskinan dan kelaparan.Pada saat ini, Lisa sudah tiba di rumah sakit.Dia melihat Angel bersama dengan Thasia.Dia melihat Thasia masih bisa jalan dengan baik-baik saja, tidak ada tanda-tanda melemah sama sekali.Lisa merasa bingung.Namun, dari sudut matany
Lisa segera melihat ke sekeliling, lalu melihat Angel yang seakan-akan menjadi korban, seketika dia merasa panik. "Kalian jangan foto lagi, dia hanya berpura-pura, aku nggak menyentuhnya, dia yang menabrakku, aku hanya berusaha melindungi diri!"Thasia segera membantu Angel berdiri, lalu berkata, "Kamu sudah mendapatkan apa yang kamu mau, kenapa kamu masih mengganggunya? Apakah dia harus keluar dari dunia hiburan baru kamu merasa puas?""Apa yang kamu bicarakan?" Lisa melihat Thasia juga mulai berbicara sembarangan.Di sana ada banyak orang, penjelasan Lisa di sana tidaklah berguna.Namun, dia terlalu meremehkan mereka.Tidak disangka mereka bisa berubah menjadi begitu hina, beraninya mereka menjebak dirinya."Kalian tunggu saja nanti!"Lisa tidak berada di sana terlalu lama, dia takut semakin banyak orang yang mengelilingi mereka.Setelah dia pergi, Thasia membantu Angel berjalan masuk ke dalam. Kalau mau berakting harus sampai tuntas. Angel menyentuh tangan Thasia, lalu melihat ada y
Jeremy segera menggendongnya dan mencari dokter.Thasia dibawa masuk ke ruang IGD, dokter segera memeriksa tubuhnya.Jeremy berdiri di depan pintu, hatinya merasa gelisah, tatapan matanya terus menatap sosok Thasia.Hatinya berdetak kencang, Jeremy tidak bisa merasa santai sedikit pun, bahkan telapak tangannya berkeringat.Jeremy bisa merasakan keanehan pada tubuh Thasia.Setelah 10 menit kemudian, dokter berjalan keluar dari dalam, dia berkata pada Jeremy, "Nggak ada masalah pada tubuhnya, semuanya sehat. cukup membingungkan kenapa dia bisa tiba-tiba pingsan. Tapi di tubuhnya terdapat beberapa memar, memar itu terlihat aneh. Oh iya, di bagian belakang lehernya juga ada bekas suntikan."Perkataan dokter membuat wajah Jeremy menjadi sangat serius.Penyakit yang tidak bisa ditemukan baru berbahaya.Jeremy berjalan masuk ke dalam bangsal, dia melihat wajah Thasia yang kurus.Thasia akhir-akhir ini terlihat kurusan.Hamil itu sangat melelahkan, apalagi sekarang dia ada penyakit.Hal ini me
Hanya orang itu yang memiliki kesempatan.Jeremy melihat Thasia yang semakin hari semakin kurus, mereka tidak bisa menunggu lagi."Tolong jaga dia, aku ingin ke suatu tempat." Jeremy bersiap-siap pergi ke apartemen Thasia.Pria itu pasti ada di sana.Ricky tidak tahu Jeremy akan pergi ke mana, dia hanya bisa menjawab, "Oke."Pasti saat Thasia diculik, tubuhnya telah disuntik sesuatu.Bisa dengan begitu cepat tahu Thasia terkena racun, bahkan bisa mengatasinya, maka orang itu pasti bukan orang biasa.Untuk saat ini Jeremy tidak akan melepaskan sedikit pun kesempatan untuk menyelamatkan Thasia.Jeremy pergi ke apartemen Thasia, dia melihat ke sebelah rumahnya. Pintu itu tertutup rapat, dia segera mengetuknya.Tidak sampai semenit pintu itu terbuka.Kent selalu berada di rumah, dia seakan-akan tahu Jeremy akan datang mencarinya, dia tidak terlihat terkejut, hanya berkata dengan santai, "Masuklah."Jeremy menyadari wajahnya sangat pucat, badannya juga lemah. "Kamu yang memberikan gelang mu
Jeremy sempat mendengar sebutan ini saat masih menjadi tentara.Hanya saja dia gagal menemukan jejak orang itu."Kamu nggak pernah bertemu dengannya?" tanya JeremyKent menggeleng. "Dia sangat misterius, juga nggak akan bertemu dengan sembarangan orang, dia cukup hebat membuat racun. Hanya itu yang aku tahu tentangnya."Kalau sampai menyangkut kelompok buronan itu, maka masalahnya cukup serius.Sepertinya Thasia ada hubungannya dengan masalah waktu itu.Kalau dicocokkan saat Thasia SMA dan sempat menghilang selama liburan sekolah, waktu itu juga bertepatan dengan para buronan itu tertangkap.Banyak yang ditangkap, juga banyak yang mati, sekarang ada satu yang sudah mau dibebaskan.Sedangkan yang disebut sebagai penyihir itu, masih berkeliaran di luar sana.Hanya saja Jeremy langsung melirik Kent. "Kamu nggak takut setelah memberitahuku semua ini, kelompokmu akan memberi pelajaran padamu?"Kent malah tertawa. "Sudah kubilang, tujuanku hidup demi Thasia, apalagi aku ini seorang dukun oba
Suasana hati Thasia saat ini sedang tenang, dia bisa melihat Jeremy sangat mengkhawatirkannya, dia pun tidak bisa bersikap kasar pada pria ini.Dia balas memeluk pinggang Jeremy. "Kalau begitu kita jangan bertengkar lagi, kalau ada masalah kita bicarakan baik-baik, bagaimana?""Hmm," jawab Jeremy.Thasia merasa ada yang tidak beres. "Kenapa hanya menjawab seperti itu? Kamu merasa nggak senang?""Nggak." Jeremy mengelus wajah Thasia. "Kamu saja bilang kita jangan bertengkar lagi, mana mungkin aku nggak senang."Thasia menatapnya dengan lekat, lalu berkata, "Kalau kamu sudah nggak percaya lagi padaku, lalu ingin berpisah denganku, bukankah semua kata-kataku ini sia-sia?""Mana mungkin." Jeremy menenangkan hatinya Thasia. "Nggak akan berpisah.""Nggak jadi bercerai?"Mereka selalu bertengkar karena hal ini.Thasia selalu memikirkan cara untuk bercerai dengannya.Namun, sekarang Jeremy sudah berkorban banyak untuknya, Thasia sudah bisa berpikir dengan lebih terbuka.Hubungan mereka masih b
"Aku bisa mengajarimu," kata Jeremy.Thasia merasa senang. "Oke, kalau begitu aku nggak perlu mencari pelatih lagi, biar kamu saja yang menjadi pelatihku.""Kita bicarakan nanti." Jeremy berkata, "Akhir-akhir kamu pasti bosan selalu berada di rumah sakit, aku akan membawamu keluar."Thasia menggandeng tangannya, dia berkata dengan manja. "Kalau begitu aku mau es yang manis-manis, mau manisan haw.""Kenapa mau yang manis-manis semua?""Ibu hamil pasti seleranya berubah."Jarang sekali mereka bisa jalan-jalan bersama, apalagi saat ini Thasia merasa sangat senang dan bahagia.Hal ini belum pernah dia rasakan sebelumnya.Andai saja kebahagiaan ini bisa bertahan selamanya.Novan yang menyetir, mereka duduk di kursi belakang.Saat duduk di mobil Thasia merasa lelah, tidak lama kemudian dia pun bersandar pada Jeremy.Melihat ini Jeremy memindahkan kepala Thasia ke pahanya, agar dia bisa tidur dengan lebih nyaman.Kalau dulu, Thasia pasti akan terbangun.Kali ini, Thasia tidur dengan sangat ny
"Oke."Tatapan Kent mengikuti sosok Thasia yang berlalu.Thasia mengendarai sepedanya keluar, dia menuju ke pusat kota.Jaraknya tidak terlalu jauh.Jeremy telah memberinya sebuah vila dengan harga yang sangat mahal.Saat ini jalanan cukup ramai, dia sedang menunggu di lampu merah.Setelah lampu berwarna hijau, dia mendorong sepedanya, tiba-tiba ada orang berkata, "Biar aku bantu."Thasia menoleh ke belakang, dia melihat seorang pria muda sedang mendorong belakang sepedanya.Sepertinya pria itu menyadari Thasia sedang hamil, jadi kesulitan mengendarai sepeda.Hari ini Thasia berpakaian dengan santai. Rambutnya dikepang, memakai sebuah topi dan gaun yang lebar, perutnya sedikit menonjol.Selain ibu hamil yang akan berpakaian seperti ini, yang lainnya tidak mungkin.Thasia merasa dirinya tidak selemah itu, tapi dia juga tidak ingin menolak kebaikannya, jadi dia berkata, "Terima kasih."Dia segera sampai ke seberang, orang itu berjalan ke arah yang berlawanan dengannya.Thasia lanjut meng
Sabrina kira dirinya sedang bermimpi, dia merasa kesal, padahal sebelumnya dia melihat mereka saling mencintai, kenapa sekarang malah bercerai. "Apa yang terjadi? Jeremy itu, dasar pria berengsek, dia cepat sekali berubahnya. Nggak bisa, pokoknya aku harus memberinya pelajaran!"Thasia sudah menerima kenyataan ini. "Nggak perlu, ada baiknya kami bercerai, sekarang aku sudah punya rumah dan uang, aku sudah menjadi janda kaya, meski aku nggak bekerja seumur hidup, aku nggak akan mati kelaparan, kamu seharusnya mengucapkan selama padaku.""Keenakan wanita murahan itu!" Sabrina memosisikan dirinya seperti Thasia, mana mungkin dia terima."Biarkan saja." Thasia berkata, "Kamu nggak perlu mengurusi masalah ini, semua sudah berlalu.""Aku mengerti, hanya saja aku khawatir kamu akan merasa sedih, aku ingin bertanya apakah perlu aku temani, tapi kamu nggak menjawab panggilanku, aku juga nggak tahu kamu ada di mana. Membuatku khawatir saja." Sabrina benar-benar khawatir padanya, tapi juga tahu s
Matanya menatap ke arah Kent lagi, pria itu menatapnya dengan tatapan seperti biasa.Bagi Kent hal itu sudah biasa.Thasia akhirnya mengerti, pria ini tumbuh besar di lingkungan yang kejam dan selalu bersembunyi.Seperti katanya, Kent memang hidup di dunia yang gelap, tanpa adanya cahaya.Meski begitu Thasia tetap merasa terkejut, dia tidak mengerti padahal sama-sama manusia, kenapa mereka bisa hidup dengan cara yang sangat berbeda."Kenapa kamu memberikan darahmu padaku?" Thasia ingin menolak. "Aku nanti juga akan siuman kalau pingsan, kamu nggak perlu melukai dirimu, nggak baik bagi tubuhmu, aku nggak mau kamu bertindak seperti ini."Kent tersenyum santai, mungkin hal ini hal paling santai yang pernah dia lakukan. "Nggak masalah, hanya mengeluarkan sedikit darah saja, nggak akan mengancam nyawa.""Nggak boleh bilang begitu, lain kali nggak boleh lagi!" Thasia menentangnya dengan tegas. "Saat kamu bersamaku maka kamu juga harus dihargai, bukan barang untuk dikorbankan, kamu juga nggak
Kent ingin menghindari, jelas dia tidak ingin Thasia menyentuhnya.Saat ini Thasia merasa lebih curiga, dia bertanya, "Kenapa kamu berdarah?"Padahal Kent sudah terluka cukup lama, meski luka di tubuhnya masih belum sembuh total, tidak seharusnya masih meneteskan darah.Kecuali lukanya bertambah lagi.Kent menarik lengan bajunya, tapi beberapa tetes darah itu tidak bisa ditutupi dengan mudah.Pria itu tersenyum, lalu mencari alasan. "Tadi saat memasak nggak sengaja terluka, bukan masalah besar."Alasan itu tidak bisa mengelabui Thasia."Kamu sudah terbiasa melakukan pembedahan, mana mungkin bisa terluka saat memasak. Kamu nggak akan bisa membohongiku!" Thasia mengerutkan keningnya, dia sama sekali tidak percaya pada penjelasannya ini. "Luka ini sepertinya bukan muncul saat kamu memasak tadi, kenapa kamu bisa terluka?"Kent terdiam.Pria itu tidak mau bilang, Thasia tetap punya mata untuk melihat, dia menarik tangan Kent, ternyata di pergelangan tangannya ada luka yang diperban dengan k
"Ini pertama kalinya aku masak."Thasia mengangkat alisnya. "Nggak masalah, aku ingin mencicipi masakanmu, mungkin saja kamu berbakat."Setengah jam kemudian Kent baru berjalan keluar dari dapur.Tidak ada aroma gosong, berarti Kent tidak membuat dapurnya terbakar.Namun, ketika Kent meletakkan masakannya di atas meja, Thasia merasa sangat terkejut.Thasia menatap Kent dengan tatapan ketakutan.Kent pikir Thasia tidak tahu masakan apa ini, jadi dia menjelaskan dengan tenang, "Ini hati ayam, ini ampela ayam ... kedua hal itu termasuk organ dalamnya, ini badan ayam, ini bagian pahanya, ada banyak daging tapi nggak eneg ...."Setelah mendengar penjelasan Kent, dia seakan-akan mendengarkan penjelasan bagian tubuh.Bisa dibayangkan saat Kent memasak, dia membedah ayam itu, begitu melihatnya selera makan Thasia pun menghilang.Sebaliknya malah membuatnya ingin muntah.Melihat Thasia masih belum mulai makan, Kent bertanya, "Kenapa? Kelihatannya nggak enak? Padahal aku sudah berusaha membuatny
Tatapan Kent menjadi rumit, kalau Thasia tahu apa yang telah dirinya lakukan, wanita ini pasti tidak akan berkata seperti itu.Kent saja tidak berani menyentuh tangan Thasia, apalagi melakukan hal jahat padanya.Kent tidak menolak lagi, dia membiarkan Thasia menyentuh tangannya.Mereka berdua terdiam cukup lama, warna darah di gelang mutiara yang dipakai Thasia menjadi lebih pekat, hal ini terlihat oleh wanita itu, dia pun bertanya, "Apakah mutiara di gelang ini bisa berubah warna?"Tatapan Kent menjadi lebih gelap. "Benarkah?"Thasia memosisikan gelang itu di bawah sinar matahari, memang benar warna merahnya jadi lebih pekat. "Aku kira karena ini gelang lama, jadi warnanya bisa lebih gelap, tapi sekarang warna merahnya jadi lebih pekat. Gelang ini biasanya kamu yang pakai, 'kan? Kamu nggak sadar?"Kent tanpa sadar mengelus pergelangan tangannya, tertawa sambil berkata, "Mungkin ini barang palsu, aku nggak tahu, aku nggak pernah tes."Thasia menatap Kent. "Kalau palsu mungkinkah kamu m
Bisa dibilang hidupnya cukup beruntung.Lahir di keluarga yang harmonis, banyak orang yang baik padanya.Hanya dalam percintaan saja dia tidak beruntung.Mungkin hidupnya terlalu datar, agar hidupnya lebih berkreasi, dia harus mengalami perasaan kecewa ini.Perkataannya membuat Kent tertawa.Dia duduk di samping Thasia, menjaganya, matanya yang berwarna coklat terlihat sangat lembut."Kamu nggak pernah berkorban untukmu, tapi kamu memberiku kehidupan." Kent tidak menyembunyikan hal ini, ada hal yang harus dihadapi. "Tunggu ingatanmu pulih kamu juga akan tahu."Kent telah beberapa kali menolongnya, Thasia percaya pria ini tidak akan mencelakainya.Meski Kent bukan orang biasa.Sekarang orang yang menemaninya adalah Kent.Thasia tanpa sadar bertanya, "Kamu punya teman?""Nggak punya."Thasia bertanya lagi, "Kamu nggak ada teman?"Kent malah berkata, "Aku nggak perlu teman.""Orang tuamu di mana?""Aku nggak tahu siapa orang tuaku.""Kalau begitu kamu pasti kesepian, nggak ada keluarga da
Bagi Lisa, dia hanya punya pilihan ini.--Thasia tidak tahu bagaimana dirinya melewati malam ini, waktu terasa sangat lama.Dia terus terjaga di sofa sepanjang malam.Setelah dia merasa lebih sadar, matahari sudah mulai terbit.Rasanya lelah.Sangat lelah.Thasia menyeret tubuhnya yang lelah ke kamar mandi, dia mencuci muka, saat melihat wajahnya di kaca dia merasa terkejut.Dia kira dirinya melihat hantu.Matanya memerah, wajahnya sangat pucat, tidak ada rona darah sama sekali, dia terlihat seperti wanita sakit parah.Thasia mengelus wajahnya, dia tidak percaya dirinya menjadi seperti ini.Setelah hatinya dilukai apakah dirinya semenyedihkan ini?Tanpa Jeremy, apakah dirinya tidak bisa hidup lagi?Jawabannya tidak.Bukannya dia sempat berpikir putus hubungan dengan pria itu dan ingin bercerai?Bedanya kali ini pria itu yang meminta pisah.Thasia masih bisa hidup, dia bahkan bisa hidup dengan jauh lebih baik.Thasia sudah memutuskan, sudah cukup dia merasa sedih semalaman, hari-hari s
Lisa sudah membayangkan.Pernikahannya dan Jeremy akan semeriah apa.Dia akan menjadi pengantin paling bahagia di dunia ini.Pada saat ini, Lisa mendengar suara langkah kaki, dia kira pembantu di rumahnya, jadi dia berkata, "Kamu nggak perlu melayaniku, kamu istirahat saja."Namun, suara langkahnya tidak berhenti.Lisa mengerutkan keningnya, dia merasa sedikit kesal, jadi dia melepas maskernya sambil berkata, "Sudah aku bilang ...."Begitu dia menoleh dan melihat dengan lebih jelas siapa yang datang, dia merasa terkejut, dia membuang maskernya dan berkata dengan hormat, "Ayah ....""Lisa." Pria itu menatap Lisa, lalu berkata sambil tersenyum, "Lama nggak bertemu, ternyata kamu sudah besar."Lisa segera berdiri, dia memeluk pria itu. "Ayah, akhirnya kamu dibebaskan, aku sangat rindu padamu!"Pria yang berusia sekitar 50 tahun itu lebih tinggi sedikit dari Lisa, meski sudah tua tubuhnya cukup tegap, dia mengelus kepala Lisa dengan lembut. "Maaf membuatmu sendirian."Lisa berkata, "Nggak