Lisa tersenyum lagi sambil berkata, "Sebenarnya hal ini juga sudah bukan rahasia lagi, Jeremy sendiri sudah ngaku telah menikah, hanya saja dia nggak ingin memberi tahu orang-orang siapa istrinya.""Kamu tahu?"Lisa berkata, "Tentu saja tahu, tapi Jeremy menyuruhku merahasiakannya. Lagi pula, mereka juga menikah secara rahasia, bahkan sudah lama, jadi dia nggak akan memberi tahu semua orang siapa wanita itu.""Sudahlah, aku masih ada urusan, aku nggak bisa ngobrol terlalu lama denganmu. Kalau nanti aku ada waktu, aku akan mengajak Nona Sisilia minum teh bersama," kata Lisa, lalu dia segera naik ke mobilnya.Sisilia berdiri di sana cukup lama sambil berpikir.Sebelum naik ke mobil, Lisa sempat melirik Sisilia sebentar, lalu bibirnya membentuk senyuman sinis."Nona Lisa, kenapa tadi kamu nggak kasih tahu dia saja kalau kamu ini pujaan hatinya Pak Jeremy, sehingga mereka merasa tertekan dan memilih untuk menyerah!" kata Siti dengan bingung.Kalau dulu Lisa pasti tidak akan berbicara seper
Jeremy merasa sedikit bersemangat, selama bertahun-tahun ini, dia tidak pernah berusaha menyiapkan hadiah untuk menyenangkan seorang wanita, dia sangat ingin melihat reaksi Thasia.Pada akhirnya setelah berjalan keluar dia melihat di meja Thasia sudah tidak ada orang.Jeremy berjalan mendekat, komputernya sudah dimatikan, pria itu pun melirik ke arah Rina sambil bertanya dengan dingin, "Mana Thasia?"Rina sedang membereskan berkas, dia menjawab, "Kak Thasia 10 menit yang lalu sudah pergi duluan, dia bilang ada janji makan dengan temannya."Wajah Jeremy seketika terlihat tidak senang!Janji makan dengan teman?Cowok atau cewek?Bukankah tadi dia sudah bilang malam ini mereka akan makan bersama?Thasia menolaknya?Jeremy merasa sangat marah, sorot matanya menjadi dingin.Rina juga melihat ekspresi Jeremy menjadi tidak senang, dia merasa takut, entah kenapa pria ini tiba-tiba merasa tidak senang.Rina berkata lagi, "Pak Jeremy, tadi saat Kak Thasia meneleponnya temannya aku sempat dengar,
"Kenapa?"Sabrina melihat tangan Thasia ditarik kembali, tidak bermain dengannya lagi, wajahnya bahkan memucat, jadi dia tanpa sadar segera bertanya demikian.Saat membenarkan posisi duduknya, Sabrina melihat Jeremy berdiri di sana.Dia juga panik. Kenapa Jeremy bisa tiba-tiba muncul di sini?Tidak ada orang yang merasa lebih panik lagi daripada Thasia saat ini.Awalnya dia ingin mengobrol dengan Sabrina, baru saja sebentar Jeremy sudah muncul di sini.Thasia tanpa sadar ingin merapikan dirinya dan berpura-pura biasa saja.Jeremy terlihat tidak senang, wajahnya memasang ekspresi dingin, tatapan juga terasa tajam.Kelihatannya mereka bercanda dengan senang, Thasia bahkan lupa padanya, hal ini membuat Jeremy merasa lebih kesal lagi. Dia berjalan mendekat, tatapannya jatuh pada mereka, dia bisa merasakan kedua wanita itu menjadi canggung, lalu dia bertanya, "Ada apa? Kenapa kalian kelihatannya senang sekali?"Tatapannya jatuh pada atas meja, ada teh, makan kecil dan kotak paket yang sehar
Jeremy menoleh pada Thasia. "Hanya beberapa novel saja kenapa harus disembunyikan? Memangnya aku nggak boleh lihat?""Ini novel romantis, tentu saja harus dibaca diam-diam di kamar, para wanita juga butuh privasi saat membaca novel seperti ini. Pak Jeremy, kamu berlebihan sekali!" jelas Sabrina.Untungnya Thasia selalu waspada saat bertindak.Sebelum membeli buku, dia memang sempat membeli beberapa novel, dia tidak meletakkan buku pertumbuhan anak di tumpukan itu.Dia meletakkannya di dalam tas.Thasia tidak ingin Jeremy sampai tahu, jadi dia selalu membuat persiapan, bahkan dia sempat memikirkan kemungkinan seperti ini.Thasia tidak ingin berbicara panjang lebar dengan Jeremy, sekarang pria itu sangat curiga padanya. Di luar dari masalah dirinya hamil, melihat sifat pria ini yang pemaksa saja sudah membuat Thasia merasa sangat kesal sehingga rasanya ingin pergi saja.Thasia segera mengambil tasnya, dia ingin berjalan melewati Jeremy.Jeremy melempar bukunya ke atas meja, lalu berkata
Kebetulan dia bertemu Thasia, Tony pun berhenti. "Nyonya Thasia, Pak Jeremy sudah mengajak kamu makan ...."Melihat mata Thasia berkaca-kaca, Tony merasa sepertinya mereka baru saja bertengkar, dia berkata pada Thasia lagi, "Nyonya Thasia, nggak peduli pada yang terjadi pada kalian, Pak Jeremy juga tahu dia salah. Lihatlah, Pak Jeremy sampai membeli bunga untukmu."Tony ingin memperbaiki hubungan mereka.Tony juga sudah bekerja untuk Jeremy cukup lama, bosnya itu tidak pernah membelikan bunga untuk siapa pun.Jeremy tidak pernah melakukan tindakan romantis yang biasa dilakukan sepasang kekasih.Bukannya dia tidak mengerti, tapi karena tidak ada wanita yang bisa membuat Jeremy ingin bertindak seperti itu.Jeremy bisa menyiapkan semua ini dengan sepenuh hati untuk Thasia, berarti pria itu memang peduli pada Thasia.Thasia melirik bunga yang ada di tangan Tony, lalu berkata dengan datar. "Bukankah sudah kubilang panggil aku Bu Thasia saja? Kenapa masih panggil aku nyonya? Nanti kami juga
"Jeremy, kenapa kamu kelihatannya sedang kesal?" tanya Eric yang duduk di seberangnya.Saat ini mereka berada di klub malam.Mereka sedang duduk di sofa, suara musik cukup kencang, lagunya sangat heboh. Di panggung ada beberapa wanita seksi sedang menari, juga ada banyak orang yang melewatkan malam di sini.Suasana sangat berisik.Jika Jeremy sampai datang, pasti suasana hatinya sedang buruk, karena biasanya dia tidak tertarik pada dunia malam seperti ini.Sedangkan Eric sudah terbiasa hidup seperti ini."Nggak apa-apa." Jeremy tidak ingin menceritakan dirinya bertengkar dengan Thasia, hanya saja wajahnya terlihat tidak senang.Eric meminum anggur merahnya, tangan satunya lagi memeluk seorang wanita cantik, lalu dia berkata sambil tersenyum jahil, "Ditolak lagi?""Nggak mungkin." Ricky berkata, "Kak Jeremy mana pernah ditolak."Eric berkata lagi, "Ricky, jangan meremehkan wanita itu. Waktu itu Jeremy melihatnya berbicara dengan beberapa pria saja sudah merasa sangat cemburu. Aku meliha
Thasia menatap bekas lipstik itu, ekspresinya sedikit berubah.Dia berpikir Jeremy pergi menemui klien, mungkin ada beberapa wanita cantik, jadi dia bisa mengerti.Hanya saja baru kali ini Thasia melihat ada bekas lipstik di kemejanya.Thasia tanpa sadar mengepal kemeja itu, seketika baju itu menjadi kusut.Saat pintu kamar mandi terbuka, Thasia baru tersadar.Jeremy berjalan keluar, melihat Thasia hanya berdiri diam di sana, dia bertanya, "Untuk apa kamu berdiri di sana?"Jeremy tidak menyadari keanehan pada sikap Thasia, dia melihat jam lalu berkata, "Jam segini biasanya kamu sudah tidur, hari ini nggak bisa tidur?"Akhir-akhir ini Thasia selalu tidur duluan.Dulu kalau Jeremy sudah pulang Thasia baru bisa tidur dengan tenang.Sekarang jika Jeremy pulang kemalaman Thasia sudah tidur lelap, tidak menunggunya lagi.Meski Jeremy memberi Thasia kebebasan untuk tidur kapan saja.Karena dulunya tidak begitu, Jeremy pun jadi merasa sedikit kecewa.Thasia tidak banyak bertanya, tidak peduli
Jika harus membuat keputusan penting, dia akan menghubungi para petinggi lainnya.Kali ini mereka semua tidak ada, jadi mau tidak mau Thasia yang pergi. "Baiklah, kita saja yang pergi, kamu juga ikut.""Baik," jawab Maurin.Thasia membawa beberapa orang untuk ikut.Maurin masih termasuk pegawai baru, dia harus banyak belajar tentang pekerjaan di perusahaan, dalam perjalanan Thasia memberi tahu Maurin untuk serius dan teliti.Jangan sampai terjadi kesalahan.Setelah beberapa saat, Thasia sudah sampai di dermaga.Kapalnya sudah melabuh, orang-orang PT Sintrom sedang membuka barangnya.Begitu Thasia turun, ada orang berkata, "Kenapa bukan Pak Jeremy yang datang tapi malah kamu. Thasia, memangnya kamu bisa mewakili Pak Jeremy?"Saat menoleh Thasia melihat Sisilia sedang melipat tangannya dan berjalan mendekat, Thasia menjawab sambil tersenyum, "Hari ini Pak Jeremy sedang sibuk. Lagi pula, aku juga pernah beberapa kali mewakili Pak Jeremy bertemu Nona Sisilia, aku rasa kamu juga bisa menger
"Oke."Tatapan Kent mengikuti sosok Thasia yang berlalu.Thasia mengendarai sepedanya keluar, dia menuju ke pusat kota.Jaraknya tidak terlalu jauh.Jeremy telah memberinya sebuah vila dengan harga yang sangat mahal.Saat ini jalanan cukup ramai, dia sedang menunggu di lampu merah.Setelah lampu berwarna hijau, dia mendorong sepedanya, tiba-tiba ada orang berkata, "Biar aku bantu."Thasia menoleh ke belakang, dia melihat seorang pria muda sedang mendorong belakang sepedanya.Sepertinya pria itu menyadari Thasia sedang hamil, jadi kesulitan mengendarai sepeda.Hari ini Thasia berpakaian dengan santai. Rambutnya dikepang, memakai sebuah topi dan gaun yang lebar, perutnya sedikit menonjol.Selain ibu hamil yang akan berpakaian seperti ini, yang lainnya tidak mungkin.Thasia merasa dirinya tidak selemah itu, tapi dia juga tidak ingin menolak kebaikannya, jadi dia berkata, "Terima kasih."Dia segera sampai ke seberang, orang itu berjalan ke arah yang berlawanan dengannya.Thasia lanjut meng
Sabrina kira dirinya sedang bermimpi, dia merasa kesal, padahal sebelumnya dia melihat mereka saling mencintai, kenapa sekarang malah bercerai. "Apa yang terjadi? Jeremy itu, dasar pria berengsek, dia cepat sekali berubahnya. Nggak bisa, pokoknya aku harus memberinya pelajaran!"Thasia sudah menerima kenyataan ini. "Nggak perlu, ada baiknya kami bercerai, sekarang aku sudah punya rumah dan uang, aku sudah menjadi janda kaya, meski aku nggak bekerja seumur hidup, aku nggak akan mati kelaparan, kamu seharusnya mengucapkan selama padaku.""Keenakan wanita murahan itu!" Sabrina memosisikan dirinya seperti Thasia, mana mungkin dia terima."Biarkan saja." Thasia berkata, "Kamu nggak perlu mengurusi masalah ini, semua sudah berlalu.""Aku mengerti, hanya saja aku khawatir kamu akan merasa sedih, aku ingin bertanya apakah perlu aku temani, tapi kamu nggak menjawab panggilanku, aku juga nggak tahu kamu ada di mana. Membuatku khawatir saja." Sabrina benar-benar khawatir padanya, tapi juga tahu s
Matanya menatap ke arah Kent lagi, pria itu menatapnya dengan tatapan seperti biasa.Bagi Kent hal itu sudah biasa.Thasia akhirnya mengerti, pria ini tumbuh besar di lingkungan yang kejam dan selalu bersembunyi.Seperti katanya, Kent memang hidup di dunia yang gelap, tanpa adanya cahaya.Meski begitu Thasia tetap merasa terkejut, dia tidak mengerti padahal sama-sama manusia, kenapa mereka bisa hidup dengan cara yang sangat berbeda."Kenapa kamu memberikan darahmu padaku?" Thasia ingin menolak. "Aku nanti juga akan siuman kalau pingsan, kamu nggak perlu melukai dirimu, nggak baik bagi tubuhmu, aku nggak mau kamu bertindak seperti ini."Kent tersenyum santai, mungkin hal ini hal paling santai yang pernah dia lakukan. "Nggak masalah, hanya mengeluarkan sedikit darah saja, nggak akan mengancam nyawa.""Nggak boleh bilang begitu, lain kali nggak boleh lagi!" Thasia menentangnya dengan tegas. "Saat kamu bersamaku maka kamu juga harus dihargai, bukan barang untuk dikorbankan, kamu juga nggak
Kent ingin menghindari, jelas dia tidak ingin Thasia menyentuhnya.Saat ini Thasia merasa lebih curiga, dia bertanya, "Kenapa kamu berdarah?"Padahal Kent sudah terluka cukup lama, meski luka di tubuhnya masih belum sembuh total, tidak seharusnya masih meneteskan darah.Kecuali lukanya bertambah lagi.Kent menarik lengan bajunya, tapi beberapa tetes darah itu tidak bisa ditutupi dengan mudah.Pria itu tersenyum, lalu mencari alasan. "Tadi saat memasak nggak sengaja terluka, bukan masalah besar."Alasan itu tidak bisa mengelabui Thasia."Kamu sudah terbiasa melakukan pembedahan, mana mungkin bisa terluka saat memasak. Kamu nggak akan bisa membohongiku!" Thasia mengerutkan keningnya, dia sama sekali tidak percaya pada penjelasannya ini. "Luka ini sepertinya bukan muncul saat kamu memasak tadi, kenapa kamu bisa terluka?"Kent terdiam.Pria itu tidak mau bilang, Thasia tetap punya mata untuk melihat, dia menarik tangan Kent, ternyata di pergelangan tangannya ada luka yang diperban dengan k
"Ini pertama kalinya aku masak."Thasia mengangkat alisnya. "Nggak masalah, aku ingin mencicipi masakanmu, mungkin saja kamu berbakat."Setengah jam kemudian Kent baru berjalan keluar dari dapur.Tidak ada aroma gosong, berarti Kent tidak membuat dapurnya terbakar.Namun, ketika Kent meletakkan masakannya di atas meja, Thasia merasa sangat terkejut.Thasia menatap Kent dengan tatapan ketakutan.Kent pikir Thasia tidak tahu masakan apa ini, jadi dia menjelaskan dengan tenang, "Ini hati ayam, ini ampela ayam ... kedua hal itu termasuk organ dalamnya, ini badan ayam, ini bagian pahanya, ada banyak daging tapi nggak eneg ...."Setelah mendengar penjelasan Kent, dia seakan-akan mendengarkan penjelasan bagian tubuh.Bisa dibayangkan saat Kent memasak, dia membedah ayam itu, begitu melihatnya selera makan Thasia pun menghilang.Sebaliknya malah membuatnya ingin muntah.Melihat Thasia masih belum mulai makan, Kent bertanya, "Kenapa? Kelihatannya nggak enak? Padahal aku sudah berusaha membuatny
Tatapan Kent menjadi rumit, kalau Thasia tahu apa yang telah dirinya lakukan, wanita ini pasti tidak akan berkata seperti itu.Kent saja tidak berani menyentuh tangan Thasia, apalagi melakukan hal jahat padanya.Kent tidak menolak lagi, dia membiarkan Thasia menyentuh tangannya.Mereka berdua terdiam cukup lama, warna darah di gelang mutiara yang dipakai Thasia menjadi lebih pekat, hal ini terlihat oleh wanita itu, dia pun bertanya, "Apakah mutiara di gelang ini bisa berubah warna?"Tatapan Kent menjadi lebih gelap. "Benarkah?"Thasia memosisikan gelang itu di bawah sinar matahari, memang benar warna merahnya jadi lebih pekat. "Aku kira karena ini gelang lama, jadi warnanya bisa lebih gelap, tapi sekarang warna merahnya jadi lebih pekat. Gelang ini biasanya kamu yang pakai, 'kan? Kamu nggak sadar?"Kent tanpa sadar mengelus pergelangan tangannya, tertawa sambil berkata, "Mungkin ini barang palsu, aku nggak tahu, aku nggak pernah tes."Thasia menatap Kent. "Kalau palsu mungkinkah kamu m
Bisa dibilang hidupnya cukup beruntung.Lahir di keluarga yang harmonis, banyak orang yang baik padanya.Hanya dalam percintaan saja dia tidak beruntung.Mungkin hidupnya terlalu datar, agar hidupnya lebih berkreasi, dia harus mengalami perasaan kecewa ini.Perkataannya membuat Kent tertawa.Dia duduk di samping Thasia, menjaganya, matanya yang berwarna coklat terlihat sangat lembut."Kamu nggak pernah berkorban untukmu, tapi kamu memberiku kehidupan." Kent tidak menyembunyikan hal ini, ada hal yang harus dihadapi. "Tunggu ingatanmu pulih kamu juga akan tahu."Kent telah beberapa kali menolongnya, Thasia percaya pria ini tidak akan mencelakainya.Meski Kent bukan orang biasa.Sekarang orang yang menemaninya adalah Kent.Thasia tanpa sadar bertanya, "Kamu punya teman?""Nggak punya."Thasia bertanya lagi, "Kamu nggak ada teman?"Kent malah berkata, "Aku nggak perlu teman.""Orang tuamu di mana?""Aku nggak tahu siapa orang tuaku.""Kalau begitu kamu pasti kesepian, nggak ada keluarga da
Bagi Lisa, dia hanya punya pilihan ini.--Thasia tidak tahu bagaimana dirinya melewati malam ini, waktu terasa sangat lama.Dia terus terjaga di sofa sepanjang malam.Setelah dia merasa lebih sadar, matahari sudah mulai terbit.Rasanya lelah.Sangat lelah.Thasia menyeret tubuhnya yang lelah ke kamar mandi, dia mencuci muka, saat melihat wajahnya di kaca dia merasa terkejut.Dia kira dirinya melihat hantu.Matanya memerah, wajahnya sangat pucat, tidak ada rona darah sama sekali, dia terlihat seperti wanita sakit parah.Thasia mengelus wajahnya, dia tidak percaya dirinya menjadi seperti ini.Setelah hatinya dilukai apakah dirinya semenyedihkan ini?Tanpa Jeremy, apakah dirinya tidak bisa hidup lagi?Jawabannya tidak.Bukannya dia sempat berpikir putus hubungan dengan pria itu dan ingin bercerai?Bedanya kali ini pria itu yang meminta pisah.Thasia masih bisa hidup, dia bahkan bisa hidup dengan jauh lebih baik.Thasia sudah memutuskan, sudah cukup dia merasa sedih semalaman, hari-hari s
Lisa sudah membayangkan.Pernikahannya dan Jeremy akan semeriah apa.Dia akan menjadi pengantin paling bahagia di dunia ini.Pada saat ini, Lisa mendengar suara langkah kaki, dia kira pembantu di rumahnya, jadi dia berkata, "Kamu nggak perlu melayaniku, kamu istirahat saja."Namun, suara langkahnya tidak berhenti.Lisa mengerutkan keningnya, dia merasa sedikit kesal, jadi dia melepas maskernya sambil berkata, "Sudah aku bilang ...."Begitu dia menoleh dan melihat dengan lebih jelas siapa yang datang, dia merasa terkejut, dia membuang maskernya dan berkata dengan hormat, "Ayah ....""Lisa." Pria itu menatap Lisa, lalu berkata sambil tersenyum, "Lama nggak bertemu, ternyata kamu sudah besar."Lisa segera berdiri, dia memeluk pria itu. "Ayah, akhirnya kamu dibebaskan, aku sangat rindu padamu!"Pria yang berusia sekitar 50 tahun itu lebih tinggi sedikit dari Lisa, meski sudah tua tubuhnya cukup tegap, dia mengelus kepala Lisa dengan lembut. "Maaf membuatmu sendirian."Lisa berkata, "Nggak