Lisa segera berhenti, dia pun berbalik sambil tersenyum. "Ada apa Tante Karen?"Karen melihatnya. "Kamu juga ke sini untuk membeli baju, jaket itu untuk dirimu sendiri, 'kan?"Wajah Lisa seketika membeku. "Untuk orang lain."Karen tidak langsung membuka kedoknya, dia melingkarkan tangan di dadanya, lalu berkata dengan dingin, "Lisa, kamu ini publik figur, kamu harus tahu apa yang patut kamu lakukan dan apa yang nggak patut kamu lakukan. Terkadang ada hal yang kita diamkan saja karena berpikir keluarga kita adalah teman baik, tapi bukan berarti kami setuju kamu bertindak seperti itu. Jangan sampai setelah ketahuan kamu baru menyesal. Aku bukan Yasmin yang bisa dikelabui olehmu."Seketika Lisa terlihat kesal, mendengar ini matanya pun memerah, tangannya terkepal dengan erat, suaranya juga terdengar bergetar. "Aku mengerti Tante Karen."Karen tidak melihatnya lagi, dia hanya mendengus.Lisa merasa terhina, langkah kakinya pun menjadi tidak stabil, untung ada asistennya yang membawanya per
Hanya saja pria itu tidak menyukainya saja.Menurut Karen, hubungannya dengan Jeremy sangat baik.Dia ingin bertanya pada pria itu, apakah selama ini pria itu bahagia bersamanya?Namun, Karen tidak berpikir begitu, dia berkata dengan tersenyum, "Aku hanya mengatainya sedikit kamu sudah membelanya. Thasia, aku tahu kamu sangat sayang pada Jeremy, dia sungguh beruntung. Di kehidupan selanjutnya dia nggak akan bisa menemukan istri sepertimu lagi. Mungkin saat kecil dia hidup dengan susah, jadi setelah sudah dewasa, dia diberi keberuntungan ini."Thasia bertanya, "Saat kecil dia hidup dengan susah?"Dia lahir di keluarga yang begitu kaya, seharusnya kehidupannya lebih enak daripada anak pada umumnya.Ekspresi Karen seketika berubah, tapi hanya beberapa detik, setelahnya dia pun tertawa lagi, "Jangan ungkit masalah ini lagi, Jeremy juga seharusnya nggak mau membahas ini. Aku hanya berharap aku bisa segera memiliki cucu."Karen bahkan berpikir setelah pensiun dia ingin di rumah saja menjaga
Mendengar ini Jeremy merasa terkejut, alisnya berkerut, lalu dia berkata, "Bibi ada di mana, aku akan segera ke sana!""Jeremy, ada apa?" tanya Lisa saat melihatnya begitu panik."Terjadi sesuatu pada Thasia!"Jeremy pun tidak sempat meliriknya lagi, dia segera berlari keluar.Lisa melihat pria itu begitu panik dan mengkhawatirkan Thasia, dia merasa bingung apa yang telah terjadi.Jelas-jelas tadi Thasia masih baik-baik saja.Bagaimana bisa begitu kebetulan.Dia melihat hadiahnya yang ditinggalkan dan tidak jadi dibawa, seketika dia merasa hatinya sakit.Asistennya yang berada di samping pun berkata, "Beberapa jam yang lalu Thasia masih baik-baik saja, bagaimana bisa terjadi sesuatu padanya? Mungkinkah dia tahu Pak Jeremy di sini, dia pun bertindak licik, berusaha mengganggu waktu kalian berdua?"Wajah Lisa pun seketika memutih, tapi dia masih berkata, "Seharusnya nggak, Thasia seharusnya nggak perlu berbuat seperti itu, mungkin saja benar-benar terjadi sesuatu padanya, aku sedang berp
Karen menghalangi di depan pintu, dia menatap Jeremy dengan lekat.Mendengar suara Karen langkah kaki Jeremy pun berhenti, matanya sedikit menegang, lalu dia berkata, "Bibi.""Kamu masih menganggapku bibimu." Karen merasa kesal, dia pun berkata, "Kamu membiarkan Thasia sendirian, kamu pasti ingin menemui selingkuhanmu yang bernama Lisa itu, bukan?!"Alis Jeremy berkerut, dia pun menyangkalnya, "Jangan dengarkan gosip, kita bahas masalah ini nanti."Saat mendengar ini Thasia hanya bisa tersenyum dengan pahit.Tidak peduli sampai kapan pun, pria itu akan selalu melindungi Lisa.Karen masih tidak percaya. "Memangnya aku nggak kenal sifatmu, selain wanita itu siapa lagi yang bisa membuatmu meninggalkan Thasia, ingin pergi cepat-cepat, pasti karenanya, bukan? Dia kenapa, langit jatuh atau dia sudah sekarat, kalau nggak ada kamu memang dia nggak bisa sendirian. Hari ini kamu nggak boleh pergi, di sini temani Thasia."Karen tidak mau mengalah.Sedangkan Jeremy juga sangat menghormati bibinya
Dirinya alergi pada alkohol. Badannya gatal, tapi Jeremy selalu menahan dirinya kalau ingin menggaruk, sehingga kulitnya tidak lecet.Begitulah, meski di antara mereka tidak ada cinta, meski dia menjalani hidup dengan menyedihkan di rumah Keluarga Okson, setidaknya terkadang pria itu bisa merasa kasihan padanya.Dia menari tangannya kembali, mulutnya terasa pahit, tapi dia tetap berkata, "Nanti juga sembuh, setelah minum obat nggak mungkin sembuh total, kamu nggak perlu khawatir, bukankah kamu masih ada kerjaan? Aku akan membukakan pintu untukmu, kamu nggak perlu memikirkan perkataan bibi, meski kamu pergi, aku tetap nggak akan mengatakan apa-apa padanya."Dia hendak membuka pintu, tapi menyadari bahwa pintunya dikunci dari luar, dari dalam tidak bisa dibuka."Malam ini kita tidur di sini saja, besok pagi mereka juga akan bukan pintu, nanti kita baru kembali ke rumah." Jeremy tahu Karen akan melakukan hal itu, maka malam ini jangan harap mereka bisa keluar.Thasia hanya bisa mengiakann
Seiring waktu berlalu, pria itu menjadi lebih dewasa, menjadi lebih dingin.Jeremy menyadari wanita itu menatapnya terus, dia pun tersenyum. "Kamu sedang memikirkan apa sambil menatapku seperti itu?"Thasia menyangga dagunya, setelah ketahuan oleh Jeremy, seketika dia mengalihkan tatapannya dengan canggung. "Nggak ada apa-apa.""Jelas-jelas kamu tadi diam-diam memperhatikanku."Thasia membalasnya, "Aku nggak memperhatikanmu, untuk apa aku diam-diam memperhatikanmu.""Okelah, tapi aku diam-diam memperhatikanmu," jawab Jeremy, dia memang tanpa sadar memperhatikan setiap gerak-gerik Thasia.Hal ini membuat Thasia tidak tahu harus berkata apa, dia hanya merasa jantungnya berdetak dengan kencang.Jeremy selesai memotong-motong steiknya, lalu dia menyerahkannya pada Thasia. "Sudah dipotong, makanlah."Saat Thasia menerima perlakuannya, hatinya merasa tersentuh.Selama Jeremy mau mendekatinya, maka seluruh dunianya terasa indah.Thasia mengeluarkan pisau dan garpu, lalu berkata, "Tahukah kamu
Bagi Thasia hal itu tidak terlupakan.Namun, bagi Jeremy hal itu tidak ada apa-apanya.Seketika Thasia merasa sedih. Bagi Jeremy hal apa yang patut diingat."Kenapa diam saja?" kata Jeremy dengan kesal, melihatnya hanya diam dia pun mengangkat dagunya. "Apakah perkataanku tepat mengenai hatimu?"Thasia melihat pria itu yang menatapnya dengan dingin, lalu bertanya, "Jeremy, dalam hatimu, apakah kamu memiliki pengalaman yang sangat berarti kamu?"Jeremy menatapnya, seketika dia merasa ragu, di dalam pikirannya terdapat gambaran seorang gadis, tapi dia segera menggelengkan kepalanya. Tangannya yang memegang dagu Thasia menjadi semakin kencang. "Kamu masih belum menjawabku, apakah kamu begitu menyukainya?"Thasia menjawab, "Aku memang sangat menyukainya."Kalimat itu membuat Jeremy semakin marah."Tapi ... uh ...."Sebelum Thasia selesai berbicara, Jeremy sudah menciumnya.Thasia tidak menyangka pria itu akan menciumnya, matanya terbuka lebar. Dia melihat Jeremy meluapkan emosinya dengan m
Suara yang mengganggu itu membuat suasana menjadi dingin.Jeremy bangun dari tubuh Thasia, menatapnya dengan tatapan penuh nafsu.Pria yang disukai wanita ini adalah Leo.Maka dia seharusnya tidak merebut hal yang paling berharga bagi wanita ini.Jeremy berusaha menenangkan dirinya, lalu mengambil ponselnya. Melihat nama di atasnya, dia pun mematikan suara ponselnya dan memasukkannya ke dalam saku.Jeremy sudah kembali lebih waras, dia pun berkata dengan suara rendah, "Aku mandi dulu."Setelah itu dia berjalan ke kamar mandi, seketika terdengar suara air menetes.Thasia masih terdiam di tempatnya, tentu saja dia merasa kecewa.Keadaan sudah seperti itu, Jeremy masih bisa menahan diri, pria itu begitu menjaga tubuhnya demi Lisa.Meski Jeremy tidak mengatakannya, Thasia tahu orang yang terus meneleponnya pasti Lisa, karena dia sempat melihat tulisan di layarnya tadi.Setelah terkena obat dia masih bisa mengembalikan akal sehatnya, terbukti bahwa pria itu sangat menyukai Lisa.Thasia pun
"Oke."Tatapan Kent mengikuti sosok Thasia yang berlalu.Thasia mengendarai sepedanya keluar, dia menuju ke pusat kota.Jaraknya tidak terlalu jauh.Jeremy telah memberinya sebuah vila dengan harga yang sangat mahal.Saat ini jalanan cukup ramai, dia sedang menunggu di lampu merah.Setelah lampu berwarna hijau, dia mendorong sepedanya, tiba-tiba ada orang berkata, "Biar aku bantu."Thasia menoleh ke belakang, dia melihat seorang pria muda sedang mendorong belakang sepedanya.Sepertinya pria itu menyadari Thasia sedang hamil, jadi kesulitan mengendarai sepeda.Hari ini Thasia berpakaian dengan santai. Rambutnya dikepang, memakai sebuah topi dan gaun yang lebar, perutnya sedikit menonjol.Selain ibu hamil yang akan berpakaian seperti ini, yang lainnya tidak mungkin.Thasia merasa dirinya tidak selemah itu, tapi dia juga tidak ingin menolak kebaikannya, jadi dia berkata, "Terima kasih."Dia segera sampai ke seberang, orang itu berjalan ke arah yang berlawanan dengannya.Thasia lanjut meng
Sabrina kira dirinya sedang bermimpi, dia merasa kesal, padahal sebelumnya dia melihat mereka saling mencintai, kenapa sekarang malah bercerai. "Apa yang terjadi? Jeremy itu, dasar pria berengsek, dia cepat sekali berubahnya. Nggak bisa, pokoknya aku harus memberinya pelajaran!"Thasia sudah menerima kenyataan ini. "Nggak perlu, ada baiknya kami bercerai, sekarang aku sudah punya rumah dan uang, aku sudah menjadi janda kaya, meski aku nggak bekerja seumur hidup, aku nggak akan mati kelaparan, kamu seharusnya mengucapkan selama padaku.""Keenakan wanita murahan itu!" Sabrina memosisikan dirinya seperti Thasia, mana mungkin dia terima."Biarkan saja." Thasia berkata, "Kamu nggak perlu mengurusi masalah ini, semua sudah berlalu.""Aku mengerti, hanya saja aku khawatir kamu akan merasa sedih, aku ingin bertanya apakah perlu aku temani, tapi kamu nggak menjawab panggilanku, aku juga nggak tahu kamu ada di mana. Membuatku khawatir saja." Sabrina benar-benar khawatir padanya, tapi juga tahu s
Matanya menatap ke arah Kent lagi, pria itu menatapnya dengan tatapan seperti biasa.Bagi Kent hal itu sudah biasa.Thasia akhirnya mengerti, pria ini tumbuh besar di lingkungan yang kejam dan selalu bersembunyi.Seperti katanya, Kent memang hidup di dunia yang gelap, tanpa adanya cahaya.Meski begitu Thasia tetap merasa terkejut, dia tidak mengerti padahal sama-sama manusia, kenapa mereka bisa hidup dengan cara yang sangat berbeda."Kenapa kamu memberikan darahmu padaku?" Thasia ingin menolak. "Aku nanti juga akan siuman kalau pingsan, kamu nggak perlu melukai dirimu, nggak baik bagi tubuhmu, aku nggak mau kamu bertindak seperti ini."Kent tersenyum santai, mungkin hal ini hal paling santai yang pernah dia lakukan. "Nggak masalah, hanya mengeluarkan sedikit darah saja, nggak akan mengancam nyawa.""Nggak boleh bilang begitu, lain kali nggak boleh lagi!" Thasia menentangnya dengan tegas. "Saat kamu bersamaku maka kamu juga harus dihargai, bukan barang untuk dikorbankan, kamu juga nggak
Kent ingin menghindari, jelas dia tidak ingin Thasia menyentuhnya.Saat ini Thasia merasa lebih curiga, dia bertanya, "Kenapa kamu berdarah?"Padahal Kent sudah terluka cukup lama, meski luka di tubuhnya masih belum sembuh total, tidak seharusnya masih meneteskan darah.Kecuali lukanya bertambah lagi.Kent menarik lengan bajunya, tapi beberapa tetes darah itu tidak bisa ditutupi dengan mudah.Pria itu tersenyum, lalu mencari alasan. "Tadi saat memasak nggak sengaja terluka, bukan masalah besar."Alasan itu tidak bisa mengelabui Thasia."Kamu sudah terbiasa melakukan pembedahan, mana mungkin bisa terluka saat memasak. Kamu nggak akan bisa membohongiku!" Thasia mengerutkan keningnya, dia sama sekali tidak percaya pada penjelasannya ini. "Luka ini sepertinya bukan muncul saat kamu memasak tadi, kenapa kamu bisa terluka?"Kent terdiam.Pria itu tidak mau bilang, Thasia tetap punya mata untuk melihat, dia menarik tangan Kent, ternyata di pergelangan tangannya ada luka yang diperban dengan k
"Ini pertama kalinya aku masak."Thasia mengangkat alisnya. "Nggak masalah, aku ingin mencicipi masakanmu, mungkin saja kamu berbakat."Setengah jam kemudian Kent baru berjalan keluar dari dapur.Tidak ada aroma gosong, berarti Kent tidak membuat dapurnya terbakar.Namun, ketika Kent meletakkan masakannya di atas meja, Thasia merasa sangat terkejut.Thasia menatap Kent dengan tatapan ketakutan.Kent pikir Thasia tidak tahu masakan apa ini, jadi dia menjelaskan dengan tenang, "Ini hati ayam, ini ampela ayam ... kedua hal itu termasuk organ dalamnya, ini badan ayam, ini bagian pahanya, ada banyak daging tapi nggak eneg ...."Setelah mendengar penjelasan Kent, dia seakan-akan mendengarkan penjelasan bagian tubuh.Bisa dibayangkan saat Kent memasak, dia membedah ayam itu, begitu melihatnya selera makan Thasia pun menghilang.Sebaliknya malah membuatnya ingin muntah.Melihat Thasia masih belum mulai makan, Kent bertanya, "Kenapa? Kelihatannya nggak enak? Padahal aku sudah berusaha membuatny
Tatapan Kent menjadi rumit, kalau Thasia tahu apa yang telah dirinya lakukan, wanita ini pasti tidak akan berkata seperti itu.Kent saja tidak berani menyentuh tangan Thasia, apalagi melakukan hal jahat padanya.Kent tidak menolak lagi, dia membiarkan Thasia menyentuh tangannya.Mereka berdua terdiam cukup lama, warna darah di gelang mutiara yang dipakai Thasia menjadi lebih pekat, hal ini terlihat oleh wanita itu, dia pun bertanya, "Apakah mutiara di gelang ini bisa berubah warna?"Tatapan Kent menjadi lebih gelap. "Benarkah?"Thasia memosisikan gelang itu di bawah sinar matahari, memang benar warna merahnya jadi lebih pekat. "Aku kira karena ini gelang lama, jadi warnanya bisa lebih gelap, tapi sekarang warna merahnya jadi lebih pekat. Gelang ini biasanya kamu yang pakai, 'kan? Kamu nggak sadar?"Kent tanpa sadar mengelus pergelangan tangannya, tertawa sambil berkata, "Mungkin ini barang palsu, aku nggak tahu, aku nggak pernah tes."Thasia menatap Kent. "Kalau palsu mungkinkah kamu m
Bisa dibilang hidupnya cukup beruntung.Lahir di keluarga yang harmonis, banyak orang yang baik padanya.Hanya dalam percintaan saja dia tidak beruntung.Mungkin hidupnya terlalu datar, agar hidupnya lebih berkreasi, dia harus mengalami perasaan kecewa ini.Perkataannya membuat Kent tertawa.Dia duduk di samping Thasia, menjaganya, matanya yang berwarna coklat terlihat sangat lembut."Kamu nggak pernah berkorban untukmu, tapi kamu memberiku kehidupan." Kent tidak menyembunyikan hal ini, ada hal yang harus dihadapi. "Tunggu ingatanmu pulih kamu juga akan tahu."Kent telah beberapa kali menolongnya, Thasia percaya pria ini tidak akan mencelakainya.Meski Kent bukan orang biasa.Sekarang orang yang menemaninya adalah Kent.Thasia tanpa sadar bertanya, "Kamu punya teman?""Nggak punya."Thasia bertanya lagi, "Kamu nggak ada teman?"Kent malah berkata, "Aku nggak perlu teman.""Orang tuamu di mana?""Aku nggak tahu siapa orang tuaku.""Kalau begitu kamu pasti kesepian, nggak ada keluarga da
Bagi Lisa, dia hanya punya pilihan ini.--Thasia tidak tahu bagaimana dirinya melewati malam ini, waktu terasa sangat lama.Dia terus terjaga di sofa sepanjang malam.Setelah dia merasa lebih sadar, matahari sudah mulai terbit.Rasanya lelah.Sangat lelah.Thasia menyeret tubuhnya yang lelah ke kamar mandi, dia mencuci muka, saat melihat wajahnya di kaca dia merasa terkejut.Dia kira dirinya melihat hantu.Matanya memerah, wajahnya sangat pucat, tidak ada rona darah sama sekali, dia terlihat seperti wanita sakit parah.Thasia mengelus wajahnya, dia tidak percaya dirinya menjadi seperti ini.Setelah hatinya dilukai apakah dirinya semenyedihkan ini?Tanpa Jeremy, apakah dirinya tidak bisa hidup lagi?Jawabannya tidak.Bukannya dia sempat berpikir putus hubungan dengan pria itu dan ingin bercerai?Bedanya kali ini pria itu yang meminta pisah.Thasia masih bisa hidup, dia bahkan bisa hidup dengan jauh lebih baik.Thasia sudah memutuskan, sudah cukup dia merasa sedih semalaman, hari-hari s
Lisa sudah membayangkan.Pernikahannya dan Jeremy akan semeriah apa.Dia akan menjadi pengantin paling bahagia di dunia ini.Pada saat ini, Lisa mendengar suara langkah kaki, dia kira pembantu di rumahnya, jadi dia berkata, "Kamu nggak perlu melayaniku, kamu istirahat saja."Namun, suara langkahnya tidak berhenti.Lisa mengerutkan keningnya, dia merasa sedikit kesal, jadi dia melepas maskernya sambil berkata, "Sudah aku bilang ...."Begitu dia menoleh dan melihat dengan lebih jelas siapa yang datang, dia merasa terkejut, dia membuang maskernya dan berkata dengan hormat, "Ayah ....""Lisa." Pria itu menatap Lisa, lalu berkata sambil tersenyum, "Lama nggak bertemu, ternyata kamu sudah besar."Lisa segera berdiri, dia memeluk pria itu. "Ayah, akhirnya kamu dibebaskan, aku sangat rindu padamu!"Pria yang berusia sekitar 50 tahun itu lebih tinggi sedikit dari Lisa, meski sudah tua tubuhnya cukup tegap, dia mengelus kepala Lisa dengan lembut. "Maaf membuatmu sendirian."Lisa berkata, "Nggak