Edrio melirik ke arah Gaura sejenak, lalu kembali menatap ke depan. "Selama ini, banyak yang berspekulasi tentang hubungan antara aku dan Gaura," lanjutnya. "Hari ini, aku akan mengungkapkan kebenarannya." Gaura semakin bingung. Ia tidak tahu apa yang akan dikatakan Edrio, tetapi dari cara pria itu berbicara, ia bisa merasakan sesuatu yang besar akan terjadi. Edrio menatap langsung ke arah kamera, memastikan bahwa setiap kata yang keluar dari mulutnya akan terdengar jelas oleh seluruh dunia. "Aku dan Gaura tidak hanya memiliki hubungan bisnis," katanya, suaranya terdengar semakin tegas. "Kami memiliki hubungan yang jauh lebih dalam dari itu. Kami telah memiliki seorang anak bersama." DEG! Gaura merasa jantungnya berhenti sesaat. Apa yang baru saja dia katakan?! Refleks, kepalanya menoleh cepat menatap pria itu yang hanya menampilkan wajah tegas. Ruangan pun langsung meledak dalam kehebohan. Wartawan berteriak-teriak, suara kamera yang memotret semakin riuh, dan bebera
Setelah konferensi pers yang mengguncang dunia, Gaura akhirnya tiba di rumahnya dengan kepala penuh dengan berbagai macam pikiran. Ia masih tidak percaya bahwa Edrio telah mengungkapkan semuanya di depan publikâtentang Galen, tentang mereka, danâĶ tentang pernikahan.Ia menghempaskan tubuhnya di sofa, mencoba mengatur napas dan pikirannya yang masih berantakan. Namun, ketenangan itu tidak berlangsung lama karena ibunya, Elia, muncul dari dapur dengan ekspresi serius.âGauraâĶâ suara lembut Elia memanggilnya.Gaura mengangkat wajahnya, menatap sang ibu yang kini berjalan mendekat dan duduk di sampingnya.âKau baik-baik saja?â tanya Elia dengan nada penuh kekhawatiran.Gaura menghela napas panjang. "AkuâĶ tidak tahu, Bu."Elia mengamati wajah putrinya yang terlihat lelah dan penuh kebingungan. âAku melihat konferensi pers tadi di televisi. ItuâĶ kejutan besar, Nak.âGaura memijat pelipisnya. âAku juga tidak menyangka Edrio akan melakukan hal itu, Bu. Dia mengatakannya begitu saja, di depan
Sementara mereka berjalan menuju gerbang sekolah, beberapa orang tua murid yang mengenal Gaura menatapnya dengan berbagai ekspresi. Ada yang simpati, ada yang penasaran, bahkan ada yang berbisik-bisik. âDia itu, kan, pemilik studio yang kemarin sempat kena skandalâĶâ âTapi katanya sudah terbukti tidak bersalah.â âIya, dan ternyata Ayah dari Galen ituâĶ CEO besar yang terkenal itu.â Gaura menundukkan kepalanya, menahan napas. Ia sudah terbiasa menghadapi berbagai omongan orang, tapi kali ini berbeda. Kali ini, semuanya berhubungan dengan dirinya dan Edrio. âBunda?â suara Galen menariknya kembali ke realitas. Gaura tersenyum dan mengusap kepala putranya. âTidak apa-apa, Sayang. Sana masuk, ya. Belajar yang rajin.â Galen mengangguk. âBaik, Bunda!â Anak itu berlari masuk ke dalam sekolah, bergabung dengan teman-temannya. Gaura masih berdiri di tempatnya, memperhatikan putranya dengan tatapan lembut.Beberapa jam kemudian, akhirnya Galen keluar dari gerbang sekolah dengan wajah ceria
Setelah membawa belanjaan masuk ke dalam rumah, Gaura menghela napas panjang. Ia memandangi Galen yang masih tertidur di pelukannya, kemudian perlahan membaringkannya di sofa dengan hati-hati agar tidak membangunkannya. Di sisi lain, Edrio sibuk merapikan belanjaan mereka ke meja. Meskipun ia seorang CEO yang terbiasa menyuruh orang lain, pria itu tidak segan untuk turun tangan sendiri. Gaura memperhatikannya dengan tatapan yang sulit diartikan. Ketika akhirnya mereka duduk di ruang tamu, keheningan menyelimuti mereka untuk beberapa saat. Gaura menggigit bibirnya, berusaha mencari kata-kata yang tepat untuk membuka pembicaraan. âAku masih belum terbiasa dengan ini,â katanya akhirnya, suaranya sedikit pelan. Edrio menatapnya. âMaksudmu?â âKau yang tiba-tiba ada di sini, menghabiskan waktu bersama kamiâĶ Mengajak Galen berbelanja dan makan siangâĶ Rasanya tidak nyata,â Gaura mengakui. Edrio menyandarkan punggungnya ke sofa, menatap Gaura tanpa terburu-buru. âKau masih berpikir
Hari-hari berikutnya, Edrio membuktikan kata-katanya dengan tindakan nyata. Meskipun kesibukannya sebagai CEO menuntut banyak waktu, pria itu selalu menyempatkan diri untuk hadir dalam kehidupan Galen dan Gaura. Pagi hari, sebelum berangkat ke kantor, ia akan mampir ke rumah Gaura untuk memastikan Galen siap berangkat ke sekolah. Jika Gaura terlalu sibuk dengan urusannya sendiri, Edrio akan mengantar Galen secara langsung. Seperti pagi ini, Gaura sedang sibuk mengurus dokumen untuk kembali membuka studionya. âBunda, aku berangkat!â seru Galen dengan penuh semangat, tas kecilnya sudah tergantung di punggung. Gaura berbalik dan hendak menghampirinya, tapi sebelum ia bisa bergerak, seseorang telah lebih dulu membungkuk di hadapan Galen. âSudah siap?â Galen mengangkat wajahnya dan tersenyum lebar. âAyah!â Gaura memandang Edrio yang sudah siap dengan kemeja putih dan jas hitamnya. âKau mau mengantarnya?â Edrio mengangguk. âYa. Aku ada rapat nanti pagi, tapi aku masih punya
âAku akan melakukannya,â ucap Edrio tegas. **** Kini, Gaura sedang duduk di ruang tamu, menyesap teh hangat sembari memeriksa beberapa berkas yang berkaitan dengan studionya. Setelah kejadian kemarin, ia masih perlu waktu untuk memulihkan reputasi bisnisnya, dan itu bukan hal yang mudah. Ponselnya tiba-tiba bergetar di atas meja. Ia melihat nama yang tertera di layarâEdrio. Gaura menghela napas sebelum mengangkatnya. âAda apa?â tanyanya langsung. Di seberang telepon, suara Edrio terdengar tenang seperti biasa. âApa kau ada waktu untuk bicara?â Gaura melirik jam di dinding. âAku sedang istirahat sebentar. Jadi, cepatlah bicara.â Hening sejenak sebelum Edrio berkata, âAku akan datang ke rumah bersama kedua orang tuaku.â Gaura tertegun. âApa?â âAku ingin melamarmu, Gaura,â lanjut Edrio, suaranya tegas dan tak terbantahkan. âDan aku ingin melakukannya secara resmi, di hadapan orang tuaku dan Ibumu.â Jantung Gaura seakan berhenti berdetak sesaat. Lamaran? Ia bangkit d
"Aku berharap..." Gaura hampir menyelesaikan kalimatnya ketika tiba-tiba terdengar suara keras dari dapur. Brak! Semua orang tersentak. Ayara langsung menaruh tangannya di dada, terkejut. âAstaga, suara apa itu?â Elia segera berdiri. âMungkin kucing liar. Aku akan lihat.âNamun sebelum ia bisa melangkah, seorang pria berbaju hitam muncul dari arah dapur, wajahnya penuh keringat. Ia adalah salah satu pelayan yang bekerja untuk keluarga Edrio. "Maafkan saya, Tuan, Nyonya... saya... saya hanya tidak sengaja menjatuhkan nampan," katanya gugup. Gaura menatap tajam ke arah dapur. âApa yang kau lakukan di sana?â Pria itu terlihat semakin gelisah, matanya melirik ke kanan dan ke kiri, seperti sedang mencari jalan keluar. Edrio yang peka terhadap gerak-gerik orang langsung berdiri. âSiapa yang menyuruhmu kemari?â Pria itu menelan ludah. "Aku hanya... hanya ingin memastikan keadaan rumah ini aman..." "Jangan berbohong," suara Edrio kini terdengar jauh lebih dingin. âAku tida
Brak! Galen yang sedang bermain di lantai langsung tersentak dan berlari ke arah Gaura. Semua orang menoleh ke arah jendela, Edrio pun langsung berdiri, wajahnya berubah serius. âAda apa itu?â Ayara bertanya panik. Elia juga terlihat cemas, tangannya refleks menggenggam lengan Gaura. Edrio berjalan ke arah pintu dengan langkah waspada, sementara Edwin mengikutinya dari belakang. âJangan buka pintunya dulu,â perintah Edwin, nada suaranya penuh kewaspadaan. Gaura bangkit berdiri, hatinya mulai dipenuhi rasa tak nyaman. Ia segera membawa Galen lebih dekat padanya, melindungi anak itu di belakang tubuhnya. Edrio melirik ke arah luar dari celah jendela, matanya menyipit tajam. âAda mobil hitam asing yang terparkir di depan pagarâĶâ gumamnya rendah. Edwin mengernyit. âMobil siapa?â Belum sempat ada yang menjawab, tiba-tiba terdengar suara derap langkah tergesa-gesa di luar rumah. Lalu, seseorang mulai mengetuk pintuâbukan ketukan biasa, tapi lebih seperti gedoran keras. Dug! Dug!
Brak! Galen yang sedang bermain di lantai langsung tersentak dan berlari ke arah Gaura. Semua orang menoleh ke arah jendela, Edrio pun langsung berdiri, wajahnya berubah serius. âAda apa itu?â Ayara bertanya panik. Elia juga terlihat cemas, tangannya refleks menggenggam lengan Gaura. Edrio berjalan ke arah pintu dengan langkah waspada, sementara Edwin mengikutinya dari belakang. âJangan buka pintunya dulu,â perintah Edwin, nada suaranya penuh kewaspadaan. Gaura bangkit berdiri, hatinya mulai dipenuhi rasa tak nyaman. Ia segera membawa Galen lebih dekat padanya, melindungi anak itu di belakang tubuhnya. Edrio melirik ke arah luar dari celah jendela, matanya menyipit tajam. âAda mobil hitam asing yang terparkir di depan pagarâĶâ gumamnya rendah. Edwin mengernyit. âMobil siapa?â Belum sempat ada yang menjawab, tiba-tiba terdengar suara derap langkah tergesa-gesa di luar rumah. Lalu, seseorang mulai mengetuk pintuâbukan ketukan biasa, tapi lebih seperti gedoran keras. Dug! Dug!
"Aku berharap..." Gaura hampir menyelesaikan kalimatnya ketika tiba-tiba terdengar suara keras dari dapur. Brak! Semua orang tersentak. Ayara langsung menaruh tangannya di dada, terkejut. âAstaga, suara apa itu?â Elia segera berdiri. âMungkin kucing liar. Aku akan lihat.âNamun sebelum ia bisa melangkah, seorang pria berbaju hitam muncul dari arah dapur, wajahnya penuh keringat. Ia adalah salah satu pelayan yang bekerja untuk keluarga Edrio. "Maafkan saya, Tuan, Nyonya... saya... saya hanya tidak sengaja menjatuhkan nampan," katanya gugup. Gaura menatap tajam ke arah dapur. âApa yang kau lakukan di sana?â Pria itu terlihat semakin gelisah, matanya melirik ke kanan dan ke kiri, seperti sedang mencari jalan keluar. Edrio yang peka terhadap gerak-gerik orang langsung berdiri. âSiapa yang menyuruhmu kemari?â Pria itu menelan ludah. "Aku hanya... hanya ingin memastikan keadaan rumah ini aman..." "Jangan berbohong," suara Edrio kini terdengar jauh lebih dingin. âAku tida
âAku akan melakukannya,â ucap Edrio tegas. **** Kini, Gaura sedang duduk di ruang tamu, menyesap teh hangat sembari memeriksa beberapa berkas yang berkaitan dengan studionya. Setelah kejadian kemarin, ia masih perlu waktu untuk memulihkan reputasi bisnisnya, dan itu bukan hal yang mudah. Ponselnya tiba-tiba bergetar di atas meja. Ia melihat nama yang tertera di layarâEdrio. Gaura menghela napas sebelum mengangkatnya. âAda apa?â tanyanya langsung. Di seberang telepon, suara Edrio terdengar tenang seperti biasa. âApa kau ada waktu untuk bicara?â Gaura melirik jam di dinding. âAku sedang istirahat sebentar. Jadi, cepatlah bicara.â Hening sejenak sebelum Edrio berkata, âAku akan datang ke rumah bersama kedua orang tuaku.â Gaura tertegun. âApa?â âAku ingin melamarmu, Gaura,â lanjut Edrio, suaranya tegas dan tak terbantahkan. âDan aku ingin melakukannya secara resmi, di hadapan orang tuaku dan Ibumu.â Jantung Gaura seakan berhenti berdetak sesaat. Lamaran? Ia bangkit d
Hari-hari berikutnya, Edrio membuktikan kata-katanya dengan tindakan nyata. Meskipun kesibukannya sebagai CEO menuntut banyak waktu, pria itu selalu menyempatkan diri untuk hadir dalam kehidupan Galen dan Gaura. Pagi hari, sebelum berangkat ke kantor, ia akan mampir ke rumah Gaura untuk memastikan Galen siap berangkat ke sekolah. Jika Gaura terlalu sibuk dengan urusannya sendiri, Edrio akan mengantar Galen secara langsung. Seperti pagi ini, Gaura sedang sibuk mengurus dokumen untuk kembali membuka studionya. âBunda, aku berangkat!â seru Galen dengan penuh semangat, tas kecilnya sudah tergantung di punggung. Gaura berbalik dan hendak menghampirinya, tapi sebelum ia bisa bergerak, seseorang telah lebih dulu membungkuk di hadapan Galen. âSudah siap?â Galen mengangkat wajahnya dan tersenyum lebar. âAyah!â Gaura memandang Edrio yang sudah siap dengan kemeja putih dan jas hitamnya. âKau mau mengantarnya?â Edrio mengangguk. âYa. Aku ada rapat nanti pagi, tapi aku masih punya
Setelah membawa belanjaan masuk ke dalam rumah, Gaura menghela napas panjang. Ia memandangi Galen yang masih tertidur di pelukannya, kemudian perlahan membaringkannya di sofa dengan hati-hati agar tidak membangunkannya. Di sisi lain, Edrio sibuk merapikan belanjaan mereka ke meja. Meskipun ia seorang CEO yang terbiasa menyuruh orang lain, pria itu tidak segan untuk turun tangan sendiri. Gaura memperhatikannya dengan tatapan yang sulit diartikan. Ketika akhirnya mereka duduk di ruang tamu, keheningan menyelimuti mereka untuk beberapa saat. Gaura menggigit bibirnya, berusaha mencari kata-kata yang tepat untuk membuka pembicaraan. âAku masih belum terbiasa dengan ini,â katanya akhirnya, suaranya sedikit pelan. Edrio menatapnya. âMaksudmu?â âKau yang tiba-tiba ada di sini, menghabiskan waktu bersama kamiâĶ Mengajak Galen berbelanja dan makan siangâĶ Rasanya tidak nyata,â Gaura mengakui. Edrio menyandarkan punggungnya ke sofa, menatap Gaura tanpa terburu-buru. âKau masih berpikir
Sementara mereka berjalan menuju gerbang sekolah, beberapa orang tua murid yang mengenal Gaura menatapnya dengan berbagai ekspresi. Ada yang simpati, ada yang penasaran, bahkan ada yang berbisik-bisik. âDia itu, kan, pemilik studio yang kemarin sempat kena skandalâĶâ âTapi katanya sudah terbukti tidak bersalah.â âIya, dan ternyata Ayah dari Galen ituâĶ CEO besar yang terkenal itu.â Gaura menundukkan kepalanya, menahan napas. Ia sudah terbiasa menghadapi berbagai omongan orang, tapi kali ini berbeda. Kali ini, semuanya berhubungan dengan dirinya dan Edrio. âBunda?â suara Galen menariknya kembali ke realitas. Gaura tersenyum dan mengusap kepala putranya. âTidak apa-apa, Sayang. Sana masuk, ya. Belajar yang rajin.â Galen mengangguk. âBaik, Bunda!â Anak itu berlari masuk ke dalam sekolah, bergabung dengan teman-temannya. Gaura masih berdiri di tempatnya, memperhatikan putranya dengan tatapan lembut.Beberapa jam kemudian, akhirnya Galen keluar dari gerbang sekolah dengan wajah ceria
Setelah konferensi pers yang mengguncang dunia, Gaura akhirnya tiba di rumahnya dengan kepala penuh dengan berbagai macam pikiran. Ia masih tidak percaya bahwa Edrio telah mengungkapkan semuanya di depan publikâtentang Galen, tentang mereka, danâĶ tentang pernikahan.Ia menghempaskan tubuhnya di sofa, mencoba mengatur napas dan pikirannya yang masih berantakan. Namun, ketenangan itu tidak berlangsung lama karena ibunya, Elia, muncul dari dapur dengan ekspresi serius.âGauraâĶâ suara lembut Elia memanggilnya.Gaura mengangkat wajahnya, menatap sang ibu yang kini berjalan mendekat dan duduk di sampingnya.âKau baik-baik saja?â tanya Elia dengan nada penuh kekhawatiran.Gaura menghela napas panjang. "AkuâĶ tidak tahu, Bu."Elia mengamati wajah putrinya yang terlihat lelah dan penuh kebingungan. âAku melihat konferensi pers tadi di televisi. ItuâĶ kejutan besar, Nak.âGaura memijat pelipisnya. âAku juga tidak menyangka Edrio akan melakukan hal itu, Bu. Dia mengatakannya begitu saja, di depan
Edrio melirik ke arah Gaura sejenak, lalu kembali menatap ke depan. "Selama ini, banyak yang berspekulasi tentang hubungan antara aku dan Gaura," lanjutnya. "Hari ini, aku akan mengungkapkan kebenarannya." Gaura semakin bingung. Ia tidak tahu apa yang akan dikatakan Edrio, tetapi dari cara pria itu berbicara, ia bisa merasakan sesuatu yang besar akan terjadi. Edrio menatap langsung ke arah kamera, memastikan bahwa setiap kata yang keluar dari mulutnya akan terdengar jelas oleh seluruh dunia. "Aku dan Gaura tidak hanya memiliki hubungan bisnis," katanya, suaranya terdengar semakin tegas. "Kami memiliki hubungan yang jauh lebih dalam dari itu. Kami telah memiliki seorang anak bersama." DEG! Gaura merasa jantungnya berhenti sesaat. Apa yang baru saja dia katakan?! Refleks, kepalanya menoleh cepat menatap pria itu yang hanya menampilkan wajah tegas. Ruangan pun langsung meledak dalam kehebohan. Wartawan berteriak-teriak, suara kamera yang memotret semakin riuh, dan bebera
"Selain pengakuan wanita yang menjadi korban, kami juga telah mengumpulkan bukti forensik bahwa tidak ada kandungan berbahaya dalam kosmetik dari Studio Gaura. Semua tuduhan yang telah beredar di media adalah hasil manipulasi." Sebuah dokumen resmi dari lembaga uji klinis ditampilkan di layar, memperkuat pernyataan Edrio. Gaura menghela napas dalam diam. Ini adalah bukti kuat yang akan membersihkan namanya. Namun, kejutan terbesar belum datang. Edrio menoleh padanya, lalu berkata, "Gaura, sekarang giliranmu." Gaura menegang. Ia telah mempersiapkan pidatonya, tetapi tetap saja, berbicara di hadapan ratusan orang bukanlah hal yang mudah. Namun, ini adalah momen yang ia tunggu-tunggu. Dengan mantap, Gaura melangkah ke depan dan menatap langsung ke arah kamera. "Saya, Gaura, pemilik Studio Gaura, ingin menyampaikan sesuatu kepada semua pelanggan dan pendukung saya. Saya tidak pernah, sekalipun, menjual produk berbahaya. Saya telah bekerja keras untuk membangun bisnis i