"Hah, mengundurkan diri?" Nunung begitu kaget karena Berlian bukan di pecat, tapi malah di minat mengundurkan diri. Netranya membulat sempurna mendengar penuturan Berlian."Gila, dia enggak mecat kamu, tapi meminta kamu mengundurkan diri. Kenapa bisa begitu, harusnya dengan mudah dia bilang kalau kamu saya pecat," ucap Nunung. Berlian hanya mengangkat bahu lalu bangkit dan mengambil air minum. Melihat mimik wajah Nunung yang begitu syok, ia terkesan tidak peduli. Bahkan, ia malah berpikir mungkin akan terjadi berita skandal antara dirinya dengan Pak Jo jika Nunung tahu mereka memiliki hubungan masa lalu dan ada Cinta di antara keduanya yang tak di ketahui mereka."Lian, kamu beruntung sih." Nunung kembali bicara."Di suruh mengundurkan diri malah beruntung. Kamu ini aneh Nung," ujar Berlian sembari meneguk air putih.Nunung masih saja kagum melihat temannya itu. Namun, Berlian tidak memperdulikan Nunung yang mungkin siap menyebar gosip. "Aku mau cari minum segar, waktu istirahat ti
"Apa kau tidak sedang bercanda atau berbohong padaku?" Arnold memajukan tubuhnya mendekat pada adiknya. Arnold seperti tidak percaya dengan apa yang di katakan oleh Jonathan. Mantan kekasih yang mana pikirnya. "Mantan kekasih, saat kapan?" tanya Arnold lagi."Sebelum aku pergi sekolah ke luar negri. Lima tahun lalu," kenang Jonathan.Arnold mengingat-ingat, benar sang adik pernah sekolah ke luar negeri. Lima tahun lalu, tapi ia tak tahu jika Jonathan memiliki kekasih. Ia pun sibuk dengan kehidupan dirinya sendiri. Walau sesekali tahu kabar adiknya saat ibu atau ayahnya mengabari. Jonathan mengerjapkan mata berulang kali. Ia pun menyesal karena tidak menyelesaikan masalahnya dulu. Setelah kejadian malam itu, ia tidak pernah bertanya apa pun pada Berlian. Bahkan ia tak menyangka jika memang Berlian hamil."Lalu, kalian CLBK?" tanya Arnold. "Tunggu, kalau begitu Cinta itu ... kamu sempat menuduhku memiliki anak dari wanita lain. Wajah Cinta dan Mischa sama. Apa Cinta anak kamu?"Arnol
"Cari tahu tentang wanita itu. Lalu laporkan padaku secepat!" titah Ferdinand. Ferdinand pun kembali melangkah menuju pintu luar. Hari ini cukup sudah ia datang meeting di gedung yang di pimpin oleh Jonathan. Sang anak pun tidak tahu jika dirinya sedang ada meeting di tempat itu.Saat di mobil, Ferdinand kembali memikirkan Berlian. Wanita itu muncul di hadapanmu setelah sekian lama. Tarikan napasnya begitu berat, ia pun berpikir apa Berlian sudah bertemu dengan Jonathan atau bahkan dia adalah alasan sang anak membatalkan pernikahan dengan Alea. "Lima tahun cukup lama. Untuk apa dia datang kembali, apa sengaja mencari tahu? Sial, dasar gadis miskin," ujarnya.Ferdinand menyenderkan tubuh di kursi mobil sembari mengingat apa yang terjadi lima tahun lalu. Sosok kecil dengan baju seragam putih abu-abu mendatangi rumahnya. Sejak tadi sudah di usir, tapi perempuan itu tetap kekeh berdiri di sana. Ferdinand menghampirinya dan bertanya untuk apa berada di rumahnya."Dia mencari Tuan Jonat
Senyum mahal yang tidak pernah terlihat dari bibir Jonathan kini terlihat begitu murah di depan Berlian."Aku hanya ingin kamu tersenyum di depan aku, bukan orang lain," ujar Jonathan."Pa Jo semakin hari semakin aneh, mau aku tersenyum sama siapapun bukan urusan Anda."Berlian mencoba bicara karena ia merasa sangat terganggu dengan apa yang dikatakan pria itu. Namun Jonathan hanya terkekeh, pria itu malah tersenyum menatap Berlian."Aku memang bukan siapa-siapa kamu, tapi aku kemungkinan adalah Ayah dari anak kamu."Jantung Berlian berdetak begitu kencang mendengar pernyataan dari Jonathan. Bagaimana bisa kalimat itu terlontar dari mulutnya padahal ia sudah mengatakan jika Cinta bukan anaknya.Setelah berbicara hal itu Jonathan pun langsung pergi begitu saja. Sementara, Berlian mematung di tempatnya. Tubuhnya keringat dingin, apa yang ada di pikiran yang kini pasti mengganggu aktivitasnya."Kenapa dia bisa bicara seperti itu, apa aku harus menghindari dan pergi saja?" ujarnya. Berli
"Ma, boleh kan Om Jo jadi papa aku?" Cinta kembali bertanya pada sang ibu yang terlihat syok mendengar pertanyaannya.Bahkan lidah Berlian kelu untuk berbicara, mulutnya seperti sulit untuk terbuka lebar dan menjawab apa yang ditanyakan oleh putrinya.Sementara Jonathan menunggu jawaban dari Berlian. Hanya sekedar ingin tahu apa yang akan dikatakan oleh wanita itu setelah memberikan penjelasan jika cinta bukan anaknya."Pasti boleh dong kata Mama, lagi pula kamu suka kok kalau Cinta jadi anak Om. Iya kan mama Berlian?" "Hah?" Kali ini Berlian memang tidak bisa berbicara apapun. Seperti terjebak oleh pusaran pertanyaan Cinta."Ehm, itu nanti kita bicarakan lagi. Sepertinya Pak Jo harus pulang karena tidak enak dengan tetangga sekitar kalau melihat aku yang tidak memiliki suami di kunjungi oleh pria dalam waktu lama. Apalagi tidak ada Bu Raya," ujar Berlian. Hanya alasan itu yang mampu membuat pria itu keluar dari rumahnya. Ia merasa tidak nyaman saat Jonathan terus-terusan bertemu de
"Wanita miskin?" Jonathan tersenyum sinis. Sementara, Pak Ferdinand langsung menutup mulutnya. Melihat ayah dan anak itu bertengkar, Bu Santi mencoba untuk mendinginkan suasana. Namun, wanita itu tidak bisa melakukan apa pun karena suaminya meminta untuk diam saja."Apa wanita miskin yang Papa maksud itu adalah Berlian?" tanya Jonathan lagi. Untuk pertanyaan kedua kalinya Pak Ferdinand tidak menjawabnya. Ia menyesal kenapa harus terlontar dari mulutnya tentang wanita miskin itu. Sebelumnya semua baik-baik saja saat dirinya tak membahas hal itu."Oh, aku paham. Ada yang Papa rahasiakan dari aku selama ini? Jawab Pa!" teriak Jonathan."Jo, cukup. Jangan pernah kamu berteriak di depan orang tua kamu," ujar Bu Santi."Bagaimana bisa aku lembut pada orang tua yang senang membuat anaknya menderita. Demi keinginannya, dia bahkan tidak peduli aku bahagia atau tidak.""Jaga bicara kamu, Jo," ucap Ferdinand.Tangan Ferdinand tertahan sang istri saat mulai terbawa emosi dan ingin memukul Jonat
“Anda tidak perlu cemas, saya akan pergi. Tidak usah membuang uang untuk saya dan anak saya, permisi Pak Ferdinand,” ujar Berlian. Ia pun membalikkan badan dan langsung ke luar dari ruangan itu. Ada hal yang ia tak sangka jika akan bertemu lagi dengan ayahnya Jonathan. Sudah lima tahun, kenapa masih saja mengingat semuanya pikir Berlian. Berlian bertemu dengan Arnold saat akan turun, pria itu menyapa lalu tidak curiga dengan apa yang terjadi karena ia pikir Berlian hanya membersihkan lantai itu atau keperluan lain. Berlian pun kembali ke pantry, ia duduk sembari memikirkan semuanya. Lebih baik ia menjauh dari Jonathan jika tidak mau di sulitkan dengan semuanya. Surat pengunduran dirinya masih ada di tas, ia sudah menyimpannya beberapa waktu lalu tinggal memberi tanggal saja. Keputusan itu sudah bulat, pergi menjauh dari Jonathan karena dirinya tak pantas bersanding dengan pria itu walau dirinya sudah memberikannya seorang anak. “Lian, tadi kamu di panggil ke ruangan Pak Ferdinand?
"Pak Jo tidak tahu kalau aku akan pergi, lagi pula dia bukan siapa-siapa saya Bu. Untuk apa meminta izin," ungkap Berlian. Rasa hati menahan sesak, untuk kedua kalinya di perlakukan tidak baik oleh ayah Jonathan, Berlian memilih untuk pergi menjauh. Ia tidak mau membuat masalah besar yang akan menghancurkan hidupnya untuk kedua kalinya.Bu Raya mengangguk saja, setelah selesai berkemas Berlian pun mengantar Bu Raya ke ambang pintu. Sengaja ia menjauh dari Cinta untuk bicara beberapa hal. Ia tidak ingin sang anak mendengarkan apa yang dia bicarakan dengan Bu Raya. "Saya tidak nyaman dengan kedatangan Jonatan ke kontrakan ini. Pasalnya beberapa tetangga sudah bertanya. Lagi pula Pak Jo sudah memiliki calon istri. Walau dia senang melihat Cinta.""Ibu paham, tapi apa harus pergi menjauh?" tanya Bu Raya lagi. Sudah ketiga kali ia bertanya, walau tidak di jawab pun wanita itu terus bertanya."Ibu hanya berpikir awalnya kalian cocok, tapi ternyata Pak Jo sudah memiliki calon istri. Kalau