"Ma, boleh kan Om Jo jadi papa aku?" Cinta kembali bertanya pada sang ibu yang terlihat syok mendengar pertanyaannya.Bahkan lidah Berlian kelu untuk berbicara, mulutnya seperti sulit untuk terbuka lebar dan menjawab apa yang ditanyakan oleh putrinya.Sementara Jonathan menunggu jawaban dari Berlian. Hanya sekedar ingin tahu apa yang akan dikatakan oleh wanita itu setelah memberikan penjelasan jika cinta bukan anaknya."Pasti boleh dong kata Mama, lagi pula kamu suka kok kalau Cinta jadi anak Om. Iya kan mama Berlian?" "Hah?" Kali ini Berlian memang tidak bisa berbicara apapun. Seperti terjebak oleh pusaran pertanyaan Cinta."Ehm, itu nanti kita bicarakan lagi. Sepertinya Pak Jo harus pulang karena tidak enak dengan tetangga sekitar kalau melihat aku yang tidak memiliki suami di kunjungi oleh pria dalam waktu lama. Apalagi tidak ada Bu Raya," ujar Berlian. Hanya alasan itu yang mampu membuat pria itu keluar dari rumahnya. Ia merasa tidak nyaman saat Jonathan terus-terusan bertemu de
"Wanita miskin?" Jonathan tersenyum sinis. Sementara, Pak Ferdinand langsung menutup mulutnya. Melihat ayah dan anak itu bertengkar, Bu Santi mencoba untuk mendinginkan suasana. Namun, wanita itu tidak bisa melakukan apa pun karena suaminya meminta untuk diam saja."Apa wanita miskin yang Papa maksud itu adalah Berlian?" tanya Jonathan lagi. Untuk pertanyaan kedua kalinya Pak Ferdinand tidak menjawabnya. Ia menyesal kenapa harus terlontar dari mulutnya tentang wanita miskin itu. Sebelumnya semua baik-baik saja saat dirinya tak membahas hal itu."Oh, aku paham. Ada yang Papa rahasiakan dari aku selama ini? Jawab Pa!" teriak Jonathan."Jo, cukup. Jangan pernah kamu berteriak di depan orang tua kamu," ujar Bu Santi."Bagaimana bisa aku lembut pada orang tua yang senang membuat anaknya menderita. Demi keinginannya, dia bahkan tidak peduli aku bahagia atau tidak.""Jaga bicara kamu, Jo," ucap Ferdinand.Tangan Ferdinand tertahan sang istri saat mulai terbawa emosi dan ingin memukul Jonat
“Anda tidak perlu cemas, saya akan pergi. Tidak usah membuang uang untuk saya dan anak saya, permisi Pak Ferdinand,” ujar Berlian. Ia pun membalikkan badan dan langsung ke luar dari ruangan itu. Ada hal yang ia tak sangka jika akan bertemu lagi dengan ayahnya Jonathan. Sudah lima tahun, kenapa masih saja mengingat semuanya pikir Berlian. Berlian bertemu dengan Arnold saat akan turun, pria itu menyapa lalu tidak curiga dengan apa yang terjadi karena ia pikir Berlian hanya membersihkan lantai itu atau keperluan lain. Berlian pun kembali ke pantry, ia duduk sembari memikirkan semuanya. Lebih baik ia menjauh dari Jonathan jika tidak mau di sulitkan dengan semuanya. Surat pengunduran dirinya masih ada di tas, ia sudah menyimpannya beberapa waktu lalu tinggal memberi tanggal saja. Keputusan itu sudah bulat, pergi menjauh dari Jonathan karena dirinya tak pantas bersanding dengan pria itu walau dirinya sudah memberikannya seorang anak. “Lian, tadi kamu di panggil ke ruangan Pak Ferdinand?
"Pak Jo tidak tahu kalau aku akan pergi, lagi pula dia bukan siapa-siapa saya Bu. Untuk apa meminta izin," ungkap Berlian. Rasa hati menahan sesak, untuk kedua kalinya di perlakukan tidak baik oleh ayah Jonathan, Berlian memilih untuk pergi menjauh. Ia tidak mau membuat masalah besar yang akan menghancurkan hidupnya untuk kedua kalinya.Bu Raya mengangguk saja, setelah selesai berkemas Berlian pun mengantar Bu Raya ke ambang pintu. Sengaja ia menjauh dari Cinta untuk bicara beberapa hal. Ia tidak ingin sang anak mendengarkan apa yang dia bicarakan dengan Bu Raya. "Saya tidak nyaman dengan kedatangan Jonatan ke kontrakan ini. Pasalnya beberapa tetangga sudah bertanya. Lagi pula Pak Jo sudah memiliki calon istri. Walau dia senang melihat Cinta.""Ibu paham, tapi apa harus pergi menjauh?" tanya Bu Raya lagi. Sudah ketiga kali ia bertanya, walau tidak di jawab pun wanita itu terus bertanya."Ibu hanya berpikir awalnya kalian cocok, tapi ternyata Pak Jo sudah memiliki calon istri. Kalau
"Apa yang Mama pikirkan?" tanya Ferdinand.Bu Santi menatap sang suami, sudah jelas yang ia pikirkan adalah menemui Berlian dan memastikan apa benar Cinta anak dari Jonathan. Bagaimana bisa menyembunyikannya sampai detik ini. Derap langkah terdengar di luar ruangan, keduanya terdiam sesaat sampai ada yang mengetuk pintu."Ini aku Arnold, kalian di dalam?" tanya Arnold.Pak Ferdinand menarik napas lega karena ia pikir itu adalah Jonathan. Ia pun meminta sang anak untuk masuk. "Tumben belum tidur?" tanya Arnold. "Kamu yang tumben ada di rumah Papa. Ada apa?" tanya Pak Ferdinand."Ada yang mau aku mintai tanda tangan. Sekalian mau bilang, kemarin aku terpaksa memakai yang kantor, topi aku sudah kembalikan," ujar Arnold."Untuk apa?" tanya Pak Ferdinand. Arnold anak pertamanya yang selalu bicara jika ia menggunakan uang perusahaan."Aku tidak sengaja menabrak anak kecil, lalu tidak bawa dompet, aku meminta Pak Lim untuk datang dan membawa sejumlah uang." Kedua orang tuanya kaget mende
"Kenapa bisa dia mengundurkan diri, kamu tidak info ke saya?" Jonathan meradang saat tahu Berlian mengundurkan diri. Bu Ara sampai terkesiap melihat reaksi sang atasan yang di luar dugaan. Padahal Berlian hanya seorang office girl biasa yang sama sekali tidak ada kontribusi yang pasti di perusahaan. "Saya pikir, tidak perlu info karena Berlian hanya office girl. Bukan sekertaris atau asisten pribadi Pak Jo." Jonathan memijit pelipisnya, ia bahkan sampai tak mengontrol emosinya karena Berlian hingga membuat Bu Ara bingung. "Oke kalau begitu, silahkan kamu kembali ke ruangan." "Baik, Pak."Bu Ara pun ke luar dari ruangan Pak Jonathan, sembari berpikir ada apa dengan sang bos yang bisa semarah itu. Ia pun gegas kembali ke ruangan.Sementara, di ruangannya Jonathan terus menghubungi ponsel Berlian yang ternyata tidak aktif. Jonathan pun hampir saja membanting ponsel miliknya. "Berlian, kamu benar-benar membuat aku frustasi. Kenapa kamu pergi begitu saja?" Sebuah ketukan pintu membu
"Aku tidak membutuhkan apa pun, aku butuh kamu pergi dari sini. Apa kurang jelas permintaan aku?" tanya Jonathan.Alea kesal, sudah datang malah kembali mendapat pengusiran. Ia merasa tidak suka di perlakukan seperti itu. Tentang siapa wanita yang sedang di sukai oleh Alea, dirinya akan mencari tahu hal itu. "Aku tidak paham kenapa kita tidak bisa berteman walau kamu tak setujui dengan pernikahan kita. Toh, berteman denganku tidak ada salahnya," ujar Alea. "Memang tidak salah, berteman boleh saja. Hanya saja aku takut kamu berharap lebih dan mengatakan aku memberi kamu harapan palsu. Bukanya seperti itu yang selalu kamu katakan?"Alea terdiam, ia tak bisa berkata apa pun. Semuanya memang sudah jelas jika Jonathan menolaknya. "Oke, aku akan kembali. Mungkin mood kamu sedang tidak baik."Alea mengambil tas dan ke luar dari ruangannya. Sekilas ia mendengar beberapa karyawan sedang bergosip saat ia melewati lorong gedung. "Kamu yakin Pak Jo marah besar saat si office girl itu mengundu
"Tapi aku yang mengandung, melahirkan dan membesarkan Cinta. Bukan mereka yang akan mengambilnya." Berlian begitu emosi saat berbicara hal itu.Nenek Lastri mengerti sekali bagaimana rasanya menjadi wanita tegar yang menghidupi anaknya. Namun, ia tidak bisa begitu saja menghilangkan jejak tentang ayah kandung Cinta karena kemungkinan Jonathan sama sekali tidak tahu tentang putrinya."Saat kamu datang dan bertemu dengan ayahnya, apa kamu mengatakan tentang kehamilanmu pada pria itu?" tanya Nenek Lastri.Sayangnya Berlian menggeleng, ia hanya mengingat jika dirinya datang untuk meminta pertanggungjawaban dan Pak Ferdinand malah memberikan cek kosong untuk Berlian meninggalkan Jonathan dan pergi jauh."Tapi harusnya ia paham, tangung jawab itu yang aku maksud dengan kehamilan." Berlian kekeh jika ia tak salah saat bicara."Ya harusnya, tapi apa dia paham? Dia laki-laki, tidak sepeka seperti perasaan wanita. Kamu harus paham itu." Nenek Lastri mencoba untuk bicara yang seharusnya Berlian