"Maaf, aku emosi." Jonatan mengusap wajah kasar. "Walau tidak emosi pun akan sama bukan, mengatakan hal yang menyakitkan." Sorot mata Berlian menyimpan sebuah kebencian. Jonatan menyesal karena dirinya suka keceplosan bicara dan membuat hati berlian sakit. Ia hanya ingin cinta mendapatkan pendidikan yang lebih baik. Jika hidup bersama berlian belum tentu cinta akan mendapatkan hal yang seharusnya didapatkan. "Aku tidak bermaksud seperti itu, besok aku akan kembali. Sekali lagi maaf," ujar Jonathan.Tidak ada pembahasan siapa anak siapa. Berlian pun sepakat tak mau membuka mulutnya. Ia melihat punggung pria itu menghilang di balik pintu mobil. Rasa di hati begitu bercampur, antara senang pria itu sudah tahu kebenarannya. Juga perasaan sedih karena Jonathan sekali lagi menyinggung hatinya.Nenek Lastri sudah berdiri di ambang pintu, melihat sosok itu Berlian pun berhambur memeluknya."Nenek paham bagaimana hati kamu sekarang.""Salah aku bertahan seperti ini Nek, dia mau mengambil C
"Maaf, jika pertandingan aku membuat kamu tidak suka," ujar Alva.Bukan tidak suka, hanya saja Berlian malas mengulang cerita yang ingin ia kubur. Lagi pula, apa untungnya menceritakan masa lalu yang menyebalkan itu pikirnya. "Bukan tidak suka, intinya hubungan dengan orang yang jauh di atas kita itu menyeramkan bagiku. Bukan hanya menghadapinya satu dua orang, tapi bisa jadi cibiran sekitar." Akhirnya Berlian menjawab. "Aku tidak seperi itu, makanya aku kenalkan dengan kedua orang tuaku saja, bagaimana?" tanya Alva.Alva sangat ingin menjadikan Berlian teman hidupnya. Sejak dulu, sampai sekarang rasa terpendamnya itu masih ada. Ia baru memiliki keberanian saat ini, waktu pun yang membuatnya benar-benar berani. "Untuk saat ini aku tidak bisa, Va. Ada hal yang belum aku selesaikan dengan ayah kandung Cinta," ujarnya.Lagi Alva tersentak mendengar kalimat dari Berlian. Belum merasa aman karena ia melihat mobil Jonathan tadi, kini ia malah harus bersabar saat Berlian harus membereskan
"Sudah jangan bertengkar. Kalian harusnya akur, bukan sepeti ini." Bu Santi merelai mereka."Aku sudah bilang sedang tidak baik hari ini. Jangan pancing aku dengan apa yang tidak aku sukai, selama ini aku menghormati Papa. Tolong hargai privasi aku." Jonathan menatap sang ayah yang sejak tadi mencoba berdiri tenang. Dada kiri Pak Ferdinand sepertinya sudah terasa nyeri, tapi ia tak mau terlihat lemah di hadapan sang anak. Setelah Jonathan pergi, barulah ia terduduk lesu di bantu oleh Bu Santi. "Papa ngeyel sih. Sebentar mama ambilkan air hangat," ujar Bu Santi.Bu Santi pun gegas mengambil air hangat, lalu dengan cepat memberikan air hangat itu pada sang suami. Sikap keras kepala membuat susah diri sendiri.Jonathan begitu keras Sama halnya dengan sifat Pak Ferdinand yang menurun pada anaknya itu. Namun, Pak Ferdinand bersikeras bicara dan hasilnya ia malah kecewa hingga dadanya begitu sesak."Lebih baik lupakan perjanjian itu. Alea wanita cantik, banyak yang mau menikah dengannya. T
"Bukan saya tidak tahu balas Budi, tapi mohon maaf untuk saat ini saya tidak bisa bicara masalah pribadi," papar Berlian. Bu Shafira mengerti, ia tak bisa memaksa seseorang untuk bicara. Walau dirinya sangat menyukai Berlian dan ingin sekali menjadikannya menantu. Usianya mungkin sama dengan anak kandung yang entah di mana keberadaannya."Maafkan saya, Berliana. Mungkin saya terlalu antusias," ujar Bu Shafira. "Tidak apa-apa, Bu. Saya paham dan mengerti." Berlian masih duduk di kursi ruangan Shafira, ia melirik ke sekelilingnya ruangan itu. Suasana adem juga sangat nyaman pastinya berada di tempat itu berlama-lama pikirnya."Boleh saya kembali ke ruangan, Bu?" tanya Berlian. "Oh, silakan."Berlian bangkit dan pamit pada Bu Shafira. Ia melangkah meninggalkan ruangan itu. Sementara,, Bu Shafira terus memperhatikan Berlian sampai menghilang di balik pintu."Kenapa dengan anak itu, ya? Rasanya ingin selalu dekat dengan dia. Andai saja Anita anakku ada di sini, mungkin usianya akan sama
"Aku tidak peduli dengan skandal apa pun," ujar Jonathan."Kamu kenapa sih, sekali saja mendengarkan aku. Ini bukan hal mudah, apa Berlian memiliki akta kelahiran Cinta?" Pertanyaan Rara membuat Jonatan kembali berpikir jika Cinta sudah pasti tidak memiliki akta kelahiran karena dia lahir di luar nikah. Namun, jika Berlian sempat menikah mungkin akta kelahiran itu akan ada. Jonathan pun mundur dan menemui Nenek Lastri. "Nek, maaf sebelumnya. Apa Cinta memiliki akta kelahiran?" tanya Jonatan langsung."Akta kelahiran?" "Iya, Nek. Punya enggak?" "Nenek kurang tahu. Sebab baru bertemu Berlian lagi. Lebih baik Pak Jo tanya langsung saja," ujar sang nenek."Baik, Nek. Sepertinya kita tidak jadi mendaftar hari ini karena aku harus memastikan dulu apa Cinta memiliki Akta kelahiran atau tidak." Jonathan merasa tidak enak dengan Nenek Lastri, tapi wanita itu memahaminya. Jonatan kembali menemui Cinta dan menjelaskan akan kembali mendaftar setelah berkasnya sudah selesai. "Ka, aku pulang
"Kenapa sih, Pak. Kadang baik, ngeselin, kadang juga kaya orang yang memilki kepribadian ganda tahu enggak?" Jonathan kembali tertawa, lalu ia pun meminta Berlian masuk mobil untuk lebih leluasa mereka berbicara. Ia takut ada paparazi yang memotretnya dan membuat berita tak layak di publik."Aku ke sini hanya mau menjemput kamu, tadi kan aku mau mendaftar sekolah untuk Cinta. Tapi, aku lupa tanya sama kamu tentang akta lahir Cinta. Apa ada?" Jonathan langsung pada poin yang sebenarnya."Akta lahir Cinta?" "Iya akta lahir Cinta, masa akta lahir kamu," ujar Jonathan santai.Berlian terdiam sesaat, bagaimana bisa ia memiliki akta lahir kalau dirinya saja belum menikah. Cinta pun bisa bersekolah karena di tempat lama ia sudah meminta keringanan tentang Akta lahir. "Oh, iya. Akta itu hilang dulu," ujar Berlian berdusta. "Hilang?" tanya Jonathan dengan mengangkat satu alisnya.Berlian mencoba mengalihkan pembicaraan, tapi tetap saja Jonathan membahas akta lahir itu. "Pak Jo, kita pulan
"Mau." Senyum polos terpancar di bibir anak semata wayang Jonathan. Perbincangan itu berhasil membuat Berlian tambah geram. Saat ini Jonathan sedang memanfaatkan Cinta untuk membujuknya menikah. Nenek Lastri pun tersenyum melihat ayah dan anak itu berbincang. Apalagi dia senang saat Jonathan ingin menikah dengan cucunya."Pak, pulang saja. Jangan ngaco deh, nanti Cinta menganggap omongan Pak Jo benar. Lagi pula, aduh saya tidak senang ingin membahas pernikahan." Berlian menarik tangan Jonatan untuk ke luar kontrakannya.Namun, Cinta menahannya. "Ma, jangan kasar. Om Jo ke sini kan buat aku, bukan buat Mama." Sontak Berlian terkesiap mendengar pintarnya sang putri bicara. "Nah, iya. Om Jo ke sini kan buat ketemu Cinta." Jonathan kembali merasa senang membuat wajah Berlian masam sejak tadi."Tapi Cinta, sama ibu RT tidak boleh ada tamu laki-laki lama datang ke rumah," ujar Berlian menjelaskan."Kamu bisa bilang kalau aku ini tunangan atau calon suami. Enggak masalah kan nanti jadinya
"Ma, ayo jawab," tuntut Cinta.Putri kecilnya yang terbangun saat itu kini berada di hadapannya meminta jawaban pasti. Kerinduannya pada sosok ayah tidak akan bisa terbendung saat itu. Melihat beberapa teman sekolah dulu bercerita tentang ayah mereka, membuat Cinta iri dan ingin memiliki sosok pria seperri yang di ceritakan temannya."Cinta Sayang, sudah malam. Kamu tidur ya, nanti sakit." Berlian mencoba mengalihkan pembicaraan, hanya saja sang anak tetap kekeh menunggu jawabannya.Berlian merasa sifat keras kepalanya Cinta sangat menurun dari Jonathan. Pria itu sejak tadi pun kekeh memintanya untuk menikah hanya dengan alasan akta lahir. Harusnya hal mudah tidak menjadi sulit apalagi ia memiliki banyak uang dan bisa membayar untuk membuat akta lahir Cinta tanpa harus menikah dengannya."Ma, janji dulu." "Sayang, mama enggak bisa menjanjikan apa pun. Lagi pula kamu belum mengerti apa itu pernikahan. Lebih baik, kamu tidur dulu." Berlian mengajak Cinta ke kamar. Putri kecilnya masam