"Aku tidak peduli dengan skandal apa pun," ujar Jonathan."Kamu kenapa sih, sekali saja mendengarkan aku. Ini bukan hal mudah, apa Berlian memiliki akta kelahiran Cinta?" Pertanyaan Rara membuat Jonatan kembali berpikir jika Cinta sudah pasti tidak memiliki akta kelahiran karena dia lahir di luar nikah. Namun, jika Berlian sempat menikah mungkin akta kelahiran itu akan ada. Jonathan pun mundur dan menemui Nenek Lastri. "Nek, maaf sebelumnya. Apa Cinta memiliki akta kelahiran?" tanya Jonatan langsung."Akta kelahiran?" "Iya, Nek. Punya enggak?" "Nenek kurang tahu. Sebab baru bertemu Berlian lagi. Lebih baik Pak Jo tanya langsung saja," ujar sang nenek."Baik, Nek. Sepertinya kita tidak jadi mendaftar hari ini karena aku harus memastikan dulu apa Cinta memiliki Akta kelahiran atau tidak." Jonathan merasa tidak enak dengan Nenek Lastri, tapi wanita itu memahaminya. Jonatan kembali menemui Cinta dan menjelaskan akan kembali mendaftar setelah berkasnya sudah selesai. "Ka, aku pulang
"Kenapa sih, Pak. Kadang baik, ngeselin, kadang juga kaya orang yang memilki kepribadian ganda tahu enggak?" Jonathan kembali tertawa, lalu ia pun meminta Berlian masuk mobil untuk lebih leluasa mereka berbicara. Ia takut ada paparazi yang memotretnya dan membuat berita tak layak di publik."Aku ke sini hanya mau menjemput kamu, tadi kan aku mau mendaftar sekolah untuk Cinta. Tapi, aku lupa tanya sama kamu tentang akta lahir Cinta. Apa ada?" Jonathan langsung pada poin yang sebenarnya."Akta lahir Cinta?" "Iya akta lahir Cinta, masa akta lahir kamu," ujar Jonathan santai.Berlian terdiam sesaat, bagaimana bisa ia memiliki akta lahir kalau dirinya saja belum menikah. Cinta pun bisa bersekolah karena di tempat lama ia sudah meminta keringanan tentang Akta lahir. "Oh, iya. Akta itu hilang dulu," ujar Berlian berdusta. "Hilang?" tanya Jonathan dengan mengangkat satu alisnya.Berlian mencoba mengalihkan pembicaraan, tapi tetap saja Jonathan membahas akta lahir itu. "Pak Jo, kita pulan
"Mau." Senyum polos terpancar di bibir anak semata wayang Jonathan. Perbincangan itu berhasil membuat Berlian tambah geram. Saat ini Jonathan sedang memanfaatkan Cinta untuk membujuknya menikah. Nenek Lastri pun tersenyum melihat ayah dan anak itu berbincang. Apalagi dia senang saat Jonathan ingin menikah dengan cucunya."Pak, pulang saja. Jangan ngaco deh, nanti Cinta menganggap omongan Pak Jo benar. Lagi pula, aduh saya tidak senang ingin membahas pernikahan." Berlian menarik tangan Jonatan untuk ke luar kontrakannya.Namun, Cinta menahannya. "Ma, jangan kasar. Om Jo ke sini kan buat aku, bukan buat Mama." Sontak Berlian terkesiap mendengar pintarnya sang putri bicara. "Nah, iya. Om Jo ke sini kan buat ketemu Cinta." Jonathan kembali merasa senang membuat wajah Berlian masam sejak tadi."Tapi Cinta, sama ibu RT tidak boleh ada tamu laki-laki lama datang ke rumah," ujar Berlian menjelaskan."Kamu bisa bilang kalau aku ini tunangan atau calon suami. Enggak masalah kan nanti jadinya
"Ma, ayo jawab," tuntut Cinta.Putri kecilnya yang terbangun saat itu kini berada di hadapannya meminta jawaban pasti. Kerinduannya pada sosok ayah tidak akan bisa terbendung saat itu. Melihat beberapa teman sekolah dulu bercerita tentang ayah mereka, membuat Cinta iri dan ingin memiliki sosok pria seperri yang di ceritakan temannya."Cinta Sayang, sudah malam. Kamu tidur ya, nanti sakit." Berlian mencoba mengalihkan pembicaraan, hanya saja sang anak tetap kekeh menunggu jawabannya.Berlian merasa sifat keras kepalanya Cinta sangat menurun dari Jonathan. Pria itu sejak tadi pun kekeh memintanya untuk menikah hanya dengan alasan akta lahir. Harusnya hal mudah tidak menjadi sulit apalagi ia memiliki banyak uang dan bisa membayar untuk membuat akta lahir Cinta tanpa harus menikah dengannya."Ma, janji dulu." "Sayang, mama enggak bisa menjanjikan apa pun. Lagi pula kamu belum mengerti apa itu pernikahan. Lebih baik, kamu tidur dulu." Berlian mengajak Cinta ke kamar. Putri kecilnya masam
Arnold ke luar dari kamar Jika, tapi sang adik sama sekali tak menampakkan batang hidungnya. Pak Ibnu, ayah Alea pun merasa gelisah. Pria tua itu menghampiri Alea yang berada tidak jauh berdiri darinya."Lea, apa kamu tidak bisa memaksa Jonatan untuk menikahi kami atau pakai cara lain?" bisik sang ayah."Aku sudah melakukan berbagai hal, hanya saja semua gagal." Alea menarik napas panjang lalu membuang kasar.Pak Ibnu pun sudah mencoba menekan Ferdinand, hanya saja sahabat lamanya itu pun tidak bisa memaksa sang anak. Apalagi, dengan watak Jonathan yang keras, semua tidak bisa begitu saja memaksa dirinya."Setidaknya, kalau kamu menikah dengan Jonathan, tidak bekerja sebagai artis pun kamu bisa hidup dengan kekayaan mereka yang tidak akan habis," ujar ayah Alea."Aku sudah perhitungkan itu, Pa. Tidak usah cemas dengan hal itu," ujar Alea. Keduanya tersenyum membayangkan jika mereka tidak akan hidup susah jika menikah dengan keluarga Jonathan. Sama halnya dengan Ibunya Alea yang siap
"Nenek dan Papa kamu sering tak terduga. Apalagi Nenek, yang mood saja harus baik jika ingin menyampaikan sesuatu," ujar Bu Shafira mengingatkan.Alva menjadi cemas jika hal itu terjadi. Sang ayah pernah bicara siapa pun jodoh Alva, dirinya akan setuju saja. Namun, juga harus memenuhi beberapa syarat. "Aku tidak tahu harus seperti apa, Ma. Aku saja merasa kalah jika memang benar Berlian ada hubungan dengan CEO muda itu. Jonathan, pemilik Perusahaan megah di kota Jakarta." "Kemarin saat Mama berbincang dengan Berlian, dia bilang tidak sedang dekat dengan siapa pun. Hanya saja dia sedang tak mau memikirkan pernikahan." "Serius dia bicara hal itu?" Alva bertanya pada sang ibu."Kayanya memang sedang trauma, apalagi pernah mendapat perlakuan tidak baik." Bu Shafira jika menceritakan tentang Berlian, ia merasa iba. Hatinya seperti begitu tersiksa Karena mengingat jika anaknya seusia dengan Berlian.Alva menarik napas dalam, kenapa harus ia merasakan cinta seperti ini. Sejak dulu hingga
"Alva, sejak kapan di sini? Eh, maksud aku kenapa ada kamu pagi-pagi di restoran?" Berlian tergagap saat melihat sosok Alva yang sudah berdiri di hadapannya. Entah sudah berapa lama pun Alva tak menjawabnya. Hawa panas menjalar ke seluruh tubuh, ingin rasanya marah pada Berlian. Namun, dirinya tak memiliki hak untuk itu. "Va, aku masuk dulu," ujar Berlian."Aku baru saja datang bersama Mama. Hari ini aku dan beliau akan bertemu dengan investor untuk restoran ini. Aku sudah menjawab pertanyaan kamu, apa kamu tidak mau menjawab pertanyaan aku?" Berlian menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Ia berharap Alva sudah melupakan pertanyaan itu, tapi malah tidak. Berlian pun bingung harus menceritakan dari mana bahkan apa harus jujur atau tidak."Kalau kamu tidak mau menjawab tidak masalah. Mungkin ini jawaban dari pertanyaan aku waktu itu," papar Alva."Pertanyaan apa?" "Aku mengerti kamu tidak akan menjawab pertanyaan aku karena kamu sudah memiliki Pak Jo di hati kamu. Iya, kan?" Alva men
"Ayah dari anak kamu? Jonathan ayahnya Cinta?" Alva seolah-olah tidak percaya dengan apa yang di katakan Berlian. Bahkan ia berharap Berlian hanya bercanda dan menipu dirinya. Tidak mungkin jika Jonathan ayah dari anak Berlian. Namun, wajah Berlian tidak seperti sedang bercanda."Apa ada yang salah dari ucapanku tadi?" tanya Berlian. Berlian bisa melihat dari raut wajahnya Alva jika pria iti sama sekali tidak percaya. Bahkan semua orang pun mungkin akan sepeti Alva yang tak percaya jika dirinya berhubungan dengan pria bernama Jonathan."Aku sudah menduga, jika aku bercerita pun tak akan ada yang percaya. Tapi, hal yang aku katakan itu memang sebenarnya. Aku bukan mencari pria kaya yang akan menjadi suamiku, tapi pada kenyataannya aku belum bisa lepas dari masa lalu," papar Berlian. "Bukan aku tidak percaya, tapi aku ---""Sama saja, pasti kamu akan bilang tidak mungkin Cinta adalah anak dari Jonathan. Jangankan kamu, aku saja saat tahu pun hampir tak percaya." Alva merasa tidak en
6Hari ini adalah hari ulang tahun Al Bara, ya hari ulang tahunnya adalah hari di mana anak kandung Jonathan lahir. Tak mungkin Jonathan akan membedakan hari ulang tahun tersebut karena bagaimanapun juga anak lelaki itu adalah pengganti anak kandungnya. Pengganti kebahagiaan keluarganya, dan ia juga benar-benar menyayangi Al Bara seperti putranya sendiri.Apalagi juga dirinya benar-benar sangat menyayangi anak tersebut, kecerdasannya, serta kepiawaiannya membuat ia benar-benar merasakan kasih sayangnya. Entahlah mungkin itulah yang menjadi alasan mengapa dirinya saat itu lebih memilih albara untuk menjadi anaknya, padahal di panti asuhan sangat sekali bayi-bayi lain. Namun, ia tetap saja memilih Al Bara untuk menjadi putranyaMereka semua sibuk menata ruangan. Dengan semringah dan gembira. Terlihat Berlian juga, Cinta dan Al yang sedang ikut mendekorasi. Memang wanita itu sengaja ingin mendekorasi ruangan itu bersama-sama dengan keluarga, tanpa menggunakan jasa. Berlian hanya ingin me
Jonathan duduk sembari memangku Al Bara. Anak laki-laki itu tadi berceloteh dan didengarkan sang ayah. Lucu, mulut kecil itu selalu mengatakan akan menjadi seperti papa Jo ketika besar. Apa yang selama ini dirinya niatkan jika lahirnya albara itu untuk membuat bahagia dirinya dan juga keluarganya, tetapi di saat ia tersenyum tiba-tiba senyuman itu lenyap seketika. Dimana dirinya kembali lagi mengingat detik-detik saat putranya hilang. Saat itu kebahagiaannya sudah tidak sempurna lagi. Walaupun ia tertawa karena kamu tetapi kebahagiaan itu bisa lenyap tiba-tiba.Jonathan memejamkan matanya, mengapa rasanya benar-benar begitu sangat sakit. Rasanya jauh lebih sakit saat dirinya dan juga berlian berpisah waktu itu. Pernyataan benar-benar merasa jika ia gagal menjadi seorang ayah karena dirinya tidak bisa menemukan dimana keberadaan putranya itu. Namun, Jonathan pun sudah melakukan berbagai macam cara untuk bisa menemukan di mana putranya berada, tapi semuanya hanya berakhir dengan sia-sia
Kabar baik dari Alva di sambut semringah oleh Berlian juga Jonathan. Berlian, tanpa beban dan tidak tahu jika anaknya bukanlah anaknya bisa tersenyum tanpa memikirkan apa pun. Dirinya merasa bahagia karena sekarang saudaranya itu sudah memiliki anak, pasti lengkap sudah kebahagiaan di keluarga mereka itu.Namun, berbeda dengan Jonathan yang walau tersenyum tapi hatinya tetap getir. Setiap memandang bayi itu, ia teringat sang anak. Bahkan, nama yang sudah dia persiapkan pun tak diberikan pada bayi laki-laki itu. Dirinya benar-benar berharap jika ada suatu keajaiban yang membawa putranya bisa kembali lagi, ia tidak mau kehilangan darah dagingnya. Pasti dirinya akan menyesal seumur hidup dan ia akan hidup dalam penyesalan setiap harinya. Sekarang pun ia terus saja berusaha untuk bisa menemukan di mana keberadaan sang anak tanda siang malam dirinya terus saja memikirkan tentang putranya itu.Lagi, Jonathan kembali berbicara pada bayi mungil itu. "Andai kau tahu, aku sesungguhnya belum bi
Mereka semua berkumpul di ruang tamu, Arnold datang bersama Mischa dan Rara yang sudah hamil besar. Putrinya itu sangat merindukan anak Jonathan, sejak tadi siang terus saja merengek sampai-sampai membuat Rara tidak mampu untuk membujuknya lagi dan akhirnya mereka semua datang ke kediaman Jonathan.Arnold langsung saja duduk di sebelah adiknya, dan sang istri langsung saja menghampiri Berlian yang tengah menggendong bayinya itu."Lian, duh jadi deg degan nunggu lahiran," tukas Rara.Rara tidak bisa menyembunyikan rasa khawatirnya, ia juga walaupun ini bukan pengalaman pertamanya melahirkan. Namun, ia merasa begitu sangat takut, karena memang setiap lahiran itu berbeda-beda kontraksinya. Dahulu saja ia benar-benar merasa begitu sangat sakit bahkan Arnold pun menolaknya beberapa kali untuk kembali lagi memiliki momongan."Iya Mbak, kamu sehat-sehat ya." Berlian terus saja memberikan motivasi serta nasehat-nasehat kepada Rara untuk tetap menjaga kesehatannya. Berlian juga merasa jika pen
"Bagaimana, dia pintar kah hari ini?" tanya Jonathan saat pulang dari kantor. Pria itu berusaha bersikap tenang seolah-olah bayi laki-laki itu adalah bayinya. Demi kebahagiaan Berlian, dia tak mau istrinya stres dengan keadaan yang sebenarnya.Walaupun dirinya benar-benar begitu sangat tertekan, ia sangat merindukan anaknya dan juga dirinya belum mengetahui bagaimana nasib dari putranya itu. Apakah putranya semua kebutuhannya terpenuhi, apakah putranya sudah minum susu, apakah putranya bisa tidur dengan nyenyak? "Dia pintar, laki-laki hebat seperti kamu."Berlian benar-benar menjadi Ibu yang terbaik untuk kedua anaknya itu. Ia juga sangat menyayangi putranya tersebut, apalagi anaknya benar-benar tidak menyusahkan, tidak seperti bayi lainnya pada umumnya Rio benar-benar begitu sangat penurut dan jarang sekali menangis. Bahkan malam pun anaknya itu pun menangis hanya meminta susu saja. Berlian benar-benar merasa begitu sangat bahagia karena mendapatkan anak-anak yang sangat pintar sep
Masalah rumah sakit di urus oleh Arnold. Sementara, Jonathan fokus dengan bayi yang sudah berada di tangannya dan hari ini akan pulang bersamanya dan Berlian. Entah, dia jatuh hati dengan bayi tampan yang dia adopsi dari sebuah panti asuhan. Sedikit ada kemiripan, bayi laki-laki itu berkulit putih bersih, bibir tipis juga rambut tebal.Atas bantuan kakaknya, dia bisa menemukan bayi itu dirinya tidak mau membuat keadaan sang istri terpuruk dengan apa yang terjadi kepada bayi mereka biarkan dirinyalah yang bertanggung jawab mencari bayi itu dan ia juga tidak akan pernah melepaskan pihak rumah sakit bagaimana bisa mereka semua berkamuflase menyalahkan rencana alam tentang keteledorannya itu benar-benar tidak bisa memaafkan bagaimanapun juga iya seorang ayah dirinya benar-benar kehilangan bayinya."Satrio Perkasa." Jonathan telah memberi nama bayi yang ia adopsi dari sebuah panti asuhan tentu saja hanya dirinya dan juga sang kakak yang mengetahui hal tersebut ia tidak mau jika banyak ora
"Kami akan bertanggung jawab." Pihak rumah sakit benar-benar tidak menyangka, justru Arnold terlihat lebih berambisius dan berapi-api bahkan sejak tadi lelaki itu terus saja mengomel. Ia menyindir pihak ke rumah sakit yang benar-benar begitu sangat teledor bagaimana bisa keponakannya yang baru saja dilahirkan hilang, padahal rumah sakit ini adalah rumah sakit ternama. Rumah sakit besar, tidak mungkin Jonathan memilih rumah sakit asal-asalan untuk perawatan putra dan juga istrinya. Namun, ternyata rumah sakit yang ternama saja bisa begitu teledor. Sekarang dirinya tidak mengetahui bagaimana kondisi dari keponakannya itu, Arnold benar-benar merasa begitu kasihan dengan adiknya tersebut karena terlihat begitu sangat jelas jika Jonathan begitu emosional dan juga sedih."Tanggung jawab? Kalian pikir, keponakan saya hilang itu bisa di ganti?" Arnold marah. Sejak tadi pihak rumah sakit terus saja mengatakan tentang tanggung jawab tanggung jawab, sedangkan mereka saja tidak bisa bertanggung
"Ada apa kamu memanggilku ke sini, Jo?" tanya Arnold. Arnold memang tadi melihat pemberitaan tentang gempa yang baru saja terjadi di kota mereka itu. Ia juga begitu sangat khawatir apalagi saat mengetahui jika adik iparnya baru saja melahirkan dan berada di rumah sakit, iya saja yang berada di rumah merasa begitu sangat panik saat merasakan gempa bumi itu yang berada di rumah sakit.Akan tetapi, saat dirinya menelpon sang adik untuk menanyakan perihal bagaimana keadaannya serta keluarganya di rumah sakit, tetapi adiknya itu justru memintanya untuk segera datang ke rumah sakit dan terdengar suara dari Jonathan sangatlah panik membuat Arnold langsung saja bergegas ke rumah sakit. Dirinya benar-benar merasa begitu sangat khawatir, takut jika terjadi sesuatu."Bayiku hilang." Wajah Arnold berubah memerah, bukan hanya Jo yang emosi. Sebagai kakak dia pun begitu kesal. Lelaki itu langsung saja menuntut adiknya bercerita bagaimana bisa rumah sakit ini adalah rumah sakit besar dan juga tern
Terjadi kegaduhan di ruang bayi, salah satu bayi hilang karena kejadian gempa bumi. Entah suster mana yang membawanya, mereka semua panik lalu menghubungi pihak rumah sakit.Karena jumlah bayi yang diselamatkan serta jumlah bayi yang ada sebelum kejadian itu pun berbeda. "Bagaimana bisa hilang?" tanya salah satu pemimpin rumah sakit. Keadaan benar-benar begitu sangat gaduh, karena salah seorang bayi tiba-tiba menghilang entah suster mana yang membawanya, karena mereka semua tidak ada yang mau mengaku dan mereka memang memegang bayi satu per orang satu."Kami semua panik, membawa bayi satu orang satu. Bayi yang di inkubator itu entah siapa yang membawa, kami semua membawa sekaligus papan namanya. Tapi, bayi yang satu itu ...."Semua suster sangat ketakutan, karena kejadian gempa bumi tadi benar-benar membuat semua orang panik bahkan mereka semua tidak memperhatikan masing-masing bayi yang ada di inkubator. Mereka menyelamatkan bayi yang belum diselamatkan oleh temannya, membawa bayi