“Aku harus cari tahu kapan Cinta lahir, jika benar apa yang aku pikirkan, jadi selama ini Berlian .... Sial!” Jonatan membanting setir ke pinggir jalan. Pikirannya kacau memikirkan hal yang tidak masuk akal. Awalnya ia mengira Cinta adalah anak selingkuhan sang kakak. Namun, kini ia malah berpikir keras tentang kemungkinan Cinta adalah anaknya. Arnold sejak tadi menghubunginya karena ia pulang tak mengabari sang kakak. Jonathan membiarkan panggilan masuk itu terus saja berdering. Kali ini Berlian berhasil membuat Jonathan berpikir keras. Apalagi saat melihat wanita itu marah seolah-olah ia merasa bersalah karena membuatnya tersinggung.“Ada apa, Kak?” Akhirnya Jonatan mengangkat ponselnya.“Kamu pulang enggak bilang, Papa menghubungi katanya ingin bicara.” Suara Arnold dari ujung ponsel. “Ada urusan penting, jadi enggak bilang. Maaf,” ujar Jonatan.Jonathan langsung mematikan ponselnya dan gegas kembali mengendarai mobilnya. Baru pertama kali ia merasa heran saat melihat Berlian,
“Iya, aku tidak harus mengatakan jika Cinta adalah anak Jonathan. Aku takut mereka merebutnya dan memisahkan dariku.” Sebuah Ketakutan yang Berlian rasakan adalah sebuah kewajaran. Jonathan akan menikah dengan wanita lain, kemungkinan jika mereka tahu tentang Cinta, pasti akan mengambilnya darinya.“Aku yang mengandungnya sembilan bulan, kenapa harus mereka yang mengambilnya.” Berlian kembali masuk ke ruangan. Ia menatap wajah sang anak, lalu berpikir seperti apa wajah Mischa yang Arnold bilang mirip dengan anaknya. Jika memang, pantas saja karena merek adalah saudara sepupu. “Bu Raya tidak pulang?” tanya Berlian.“Ibu di sini saja. Di rumah juga sepi, takut besok pulang enggak ada yang ngurusin,” ungkap Bu Raya.Wanita dengan gamis biru itu duduk di samping ranjang Cinta sembari menatap wajah anak itu. Ia merasa iba kenapa anak sekecil itu tidak memiliki ayah.“Lian, ibu maaf ibu mau tanya ke mana sebenarnya ayahnya Cinta?” tanya Bu Raya.Pertanyaan itu begitu sulit untuk
“Ee, maaf. Iya saya salah karena terburu-buru karena ada meeting.” Wanita itu merasa terpojok dan takut lalu mengakui jika dia salah. Berlian merasa aneh dengan sikap Jonathan yang terus baik padanya. Mulai dari ingin mengantarnya pulang dan saat membelanya. “Bantu Berlian merapikan itu!” titahnya.Jonatan langsung melangkah di ikuti beberapa asistennya yang sejak tadi mengikutinya dari belakang. Perlahan pria itu memperhatikan Berlian walau terlihat gengsi dan tak mau banyak bicara. “Heh, awas kamu! Aku tidak ada waktu membantu kamu merapikan ini,” ujar wanita itu. Berlian pun menarik napas, lalu menggeleng melihat sikap angkuh beberapa karyawan di perusahaan itu. Rasanya melihat karyawan kecil seperti menginjak-injak dan tak peduli. Seperti karyawan yang menabraknya tadi, sudah di marahi malah masih saja angkuh. “Berlian, kamu bawa kopi saya?” tanya Mbak Amel. “Iya, Mbak. Tapi tumpah kesenggol, nanti saya buatkan lagi.”“Ya ampun, jatuh ya. Ya sudah saya tunggu deh di
“Siapa yang membuang kamu, aku tidak pernah membuang kamu Lian. Tapi malah kamu yang berkhianat, menikah dengan orang lain dan memiliki anak. Siapa di sini yang terbuang?” Netra keduanya bersorobak, tangan Jonathan kembali mencengkeram tangan Berlian dan tidak ingin dia pergi. Deru napas begitu terasa karena jarak keduanya begitu dekat. “Kamu yang buang aku! Kamu berikan surat yang mengatakan untuk melupakan kamu dan meminta aku pergi menjauh karena kamu akan menemui wanita lain di luar negeri.” Berlian meneteskan air mata, ia tak tahan dengan semua yang ia rasa selama ini. Apalagi Jonathan mengatakan dirinya berkhianat tanpa tahu sebenarnya Cinta adalah anaknya. Lebih sakit lagi ketika dirinya harus di paksa pergi saat tahu dirinya sedang berbadan dua. “Aku tidak pernah mengirim surat apa pun sama kamu,” ujar Jonathan. “Cukup dengan semua permainan ini. Biarkan aku pergi sebelum ada yang melihat kita berdua.” Jonathan pun tersadar jika dirinya berada di lingkungan kantor. Tangan
"Mana bisa seperti itu, Cinta anakku Pak Jo." Berlian mencoba menggeser Jonathan dari kursi roda Cinta. "Ma, jangan begitu sama Om Jo. Dia kan baik, hanya mau mengantarkan kita. Cinta enggak keberatan kok," ujar Cinta lalu memandang Jonathan.Berlian menarik napas panjang, ia bingung kenapa sang anak bisa membela Jonathan. Harusnya ia menjauhkannya dari pria itu, tapi kenapa bisa dia bertemu dengan ayahnya kembali.Berlian menarik Jonatan menjauh dari Cinta, ada hal yang ingin Ia bicarakan tidak di depan sang anak."Bukannya Anda marah saat tahu saya memiliki anak, kenapa anda malah datang dan menemui Cinta?" tanya Berlian dengan berbisik."Aku sudah bilang kalau Kak Arnold meminta aku mengantar kalian. Apa salah?""Pak Arnold mengatakan bukan Pak Jo yang mengantar saya dan Cinta. Tapi sopir pribadi dia."Berlian mencoba menegaskan, lalu ia kembali berpikir apa yang sedang di rencanannya oleh pria itu. Sejak pertama bertemu saja sudah begitu menyebalkan dan bersikap dingin dan angkuh
"Jahat kamu." Berlian memukul dada bidang Jonatan. Ia merasa pria itu kejam jika membatalkan pernikahan yang sudah di impikan calonnya. Dirinya pun pernah merasakan hal itu, mendengarnya saja sudah merasa sakit.Jonatan tersenyum sinis saat tangan kecil Berlian menyentuh dada bidangnya. Entah ia merasa ada yang aneh, sesuatu yang sudah lama tidak terasa kini membuat jantungnya begitu cepat berdetak.Namun, demi menjaga kewibawaannya, Jonatan hanya mengeluarkan senyum palsu dengan sikap dinginnya."Itu urusanku, mau jahat atau tidak. Lagi pula, jangan sok tahu dengan apa yang ada di hidupku karena kamu hanya orang lama yang baru saja muncul kembali," ujar Jonathan."Aku tidak peduli, tapi sebagai wanita aku bisa merasakan juga apa yang akan di rasakan Mbak Alea jika mendengar kamu bicara seperti itu."Jonatan membenarkan jasnya, lalu tanpa bicara apa pun ia malah meninggalkan Berlian dan masuk ke mobil. Tidak lama pria itu pun langsung meninggalkan rumah Berlian."Apa semua orang kaya
"Apa mungkin Cinta benar anakku?" Jonatan mengacak-acak rambutnya. Jonatan malah berharap Cinta adalah anaknya. Namun, ia pun memikirkan bagaimana jika benar, tapi pasti akan ada pertentangan dari kedua orang tuanya. Pria itu seperti tidak sabar, berpikir jika akan melakukan tes DNA tanpa sepengetahuan Berlian. Hanya saja, semua tidak akan mudah. Namun, ia kembali berpikir jika lebih baik bicara dengan Berlian lagi dan memastikan apa benar Cinta itu adalah anaknya atau memang Berlian menikah dengan pria lain."Jo buka pintu," ujar Ferdinand dari luar.Jonathan menarik nafas, ia beranjak dari ranjang dan menghampiri pintu. Lalu membuka pintu dan terlihat sang Ayah sudah berada di hadapannya.Tanpa disuruh masuk Ferdinand pun langsung melangkah ke dalam. Ia baru saja pulang dan langsung bicara dengan Jonathan."Ada apa Papa datang ke sini?""Kamu masih bisa bertanya ada apa, sementara kamu sudah membuat kepala Papa pusing dengan mengatakan akan membatalkan pernikahan kamu dengan Alea
"Kamu dengar tidak, kenapa semakin hari kamu sering bengong?" Nunung menyenggol Berlian.Sontak Berlian tersadar, bukan sering bengong hanya saja ia kaget saat di minta ke ruangan Pak Jo saat ini. Yang ia tahu sedang ada Alea di sana. Memikirkannya saja pusing apalagi berhadapan langsung pikirnya."Saya enggak mau tahu kalau kamu buat kesalahan lagi di depan pak Jo dan Bu Alea calonnya. Saya enggak mau ada komplain dari dia," ujar Bu Hera. Terlihat sangat judes karena berulang kali dia mendapat teguran dan komplain jika berlian kerap kali membuat kesalahan."Saya heran, berulangkali membuat kesalahan kenapa kamu selalu selamat. Heran," ujarnya.Setelah Bu Hera keluar dari ruangan, Nunung kembali menghampirinya. Sama halnya dengan Bu Hera teman satu kerjanya Berlian juga mengatakan kalau dirinya heran dengan berlian yang sering lolos dari hukuman setelah membuat kesalahan."Kamu kaya kucing, punya nyawa tujuh. Berulang kali salah tetap saja masih berada di kantor ini."Berlian tak men
6Hari ini adalah hari ulang tahun Al Bara, ya hari ulang tahunnya adalah hari di mana anak kandung Jonathan lahir. Tak mungkin Jonathan akan membedakan hari ulang tahun tersebut karena bagaimanapun juga anak lelaki itu adalah pengganti anak kandungnya. Pengganti kebahagiaan keluarganya, dan ia juga benar-benar menyayangi Al Bara seperti putranya sendiri.Apalagi juga dirinya benar-benar sangat menyayangi anak tersebut, kecerdasannya, serta kepiawaiannya membuat ia benar-benar merasakan kasih sayangnya. Entahlah mungkin itulah yang menjadi alasan mengapa dirinya saat itu lebih memilih albara untuk menjadi anaknya, padahal di panti asuhan sangat sekali bayi-bayi lain. Namun, ia tetap saja memilih Al Bara untuk menjadi putranyaMereka semua sibuk menata ruangan. Dengan semringah dan gembira. Terlihat Berlian juga, Cinta dan Al yang sedang ikut mendekorasi. Memang wanita itu sengaja ingin mendekorasi ruangan itu bersama-sama dengan keluarga, tanpa menggunakan jasa. Berlian hanya ingin me
Jonathan duduk sembari memangku Al Bara. Anak laki-laki itu tadi berceloteh dan didengarkan sang ayah. Lucu, mulut kecil itu selalu mengatakan akan menjadi seperti papa Jo ketika besar. Apa yang selama ini dirinya niatkan jika lahirnya albara itu untuk membuat bahagia dirinya dan juga keluarganya, tetapi di saat ia tersenyum tiba-tiba senyuman itu lenyap seketika. Dimana dirinya kembali lagi mengingat detik-detik saat putranya hilang. Saat itu kebahagiaannya sudah tidak sempurna lagi. Walaupun ia tertawa karena kamu tetapi kebahagiaan itu bisa lenyap tiba-tiba.Jonathan memejamkan matanya, mengapa rasanya benar-benar begitu sangat sakit. Rasanya jauh lebih sakit saat dirinya dan juga berlian berpisah waktu itu. Pernyataan benar-benar merasa jika ia gagal menjadi seorang ayah karena dirinya tidak bisa menemukan dimana keberadaan putranya itu. Namun, Jonathan pun sudah melakukan berbagai macam cara untuk bisa menemukan di mana putranya berada, tapi semuanya hanya berakhir dengan sia-sia
Kabar baik dari Alva di sambut semringah oleh Berlian juga Jonathan. Berlian, tanpa beban dan tidak tahu jika anaknya bukanlah anaknya bisa tersenyum tanpa memikirkan apa pun. Dirinya merasa bahagia karena sekarang saudaranya itu sudah memiliki anak, pasti lengkap sudah kebahagiaan di keluarga mereka itu.Namun, berbeda dengan Jonathan yang walau tersenyum tapi hatinya tetap getir. Setiap memandang bayi itu, ia teringat sang anak. Bahkan, nama yang sudah dia persiapkan pun tak diberikan pada bayi laki-laki itu. Dirinya benar-benar berharap jika ada suatu keajaiban yang membawa putranya bisa kembali lagi, ia tidak mau kehilangan darah dagingnya. Pasti dirinya akan menyesal seumur hidup dan ia akan hidup dalam penyesalan setiap harinya. Sekarang pun ia terus saja berusaha untuk bisa menemukan di mana keberadaan sang anak tanda siang malam dirinya terus saja memikirkan tentang putranya itu.Lagi, Jonathan kembali berbicara pada bayi mungil itu. "Andai kau tahu, aku sesungguhnya belum bi
Mereka semua berkumpul di ruang tamu, Arnold datang bersama Mischa dan Rara yang sudah hamil besar. Putrinya itu sangat merindukan anak Jonathan, sejak tadi siang terus saja merengek sampai-sampai membuat Rara tidak mampu untuk membujuknya lagi dan akhirnya mereka semua datang ke kediaman Jonathan.Arnold langsung saja duduk di sebelah adiknya, dan sang istri langsung saja menghampiri Berlian yang tengah menggendong bayinya itu."Lian, duh jadi deg degan nunggu lahiran," tukas Rara.Rara tidak bisa menyembunyikan rasa khawatirnya, ia juga walaupun ini bukan pengalaman pertamanya melahirkan. Namun, ia merasa begitu sangat takut, karena memang setiap lahiran itu berbeda-beda kontraksinya. Dahulu saja ia benar-benar merasa begitu sangat sakit bahkan Arnold pun menolaknya beberapa kali untuk kembali lagi memiliki momongan."Iya Mbak, kamu sehat-sehat ya." Berlian terus saja memberikan motivasi serta nasehat-nasehat kepada Rara untuk tetap menjaga kesehatannya. Berlian juga merasa jika pen
"Bagaimana, dia pintar kah hari ini?" tanya Jonathan saat pulang dari kantor. Pria itu berusaha bersikap tenang seolah-olah bayi laki-laki itu adalah bayinya. Demi kebahagiaan Berlian, dia tak mau istrinya stres dengan keadaan yang sebenarnya.Walaupun dirinya benar-benar begitu sangat tertekan, ia sangat merindukan anaknya dan juga dirinya belum mengetahui bagaimana nasib dari putranya itu. Apakah putranya semua kebutuhannya terpenuhi, apakah putranya sudah minum susu, apakah putranya bisa tidur dengan nyenyak? "Dia pintar, laki-laki hebat seperti kamu."Berlian benar-benar menjadi Ibu yang terbaik untuk kedua anaknya itu. Ia juga sangat menyayangi putranya tersebut, apalagi anaknya benar-benar tidak menyusahkan, tidak seperti bayi lainnya pada umumnya Rio benar-benar begitu sangat penurut dan jarang sekali menangis. Bahkan malam pun anaknya itu pun menangis hanya meminta susu saja. Berlian benar-benar merasa begitu sangat bahagia karena mendapatkan anak-anak yang sangat pintar sep
Masalah rumah sakit di urus oleh Arnold. Sementara, Jonathan fokus dengan bayi yang sudah berada di tangannya dan hari ini akan pulang bersamanya dan Berlian. Entah, dia jatuh hati dengan bayi tampan yang dia adopsi dari sebuah panti asuhan. Sedikit ada kemiripan, bayi laki-laki itu berkulit putih bersih, bibir tipis juga rambut tebal.Atas bantuan kakaknya, dia bisa menemukan bayi itu dirinya tidak mau membuat keadaan sang istri terpuruk dengan apa yang terjadi kepada bayi mereka biarkan dirinyalah yang bertanggung jawab mencari bayi itu dan ia juga tidak akan pernah melepaskan pihak rumah sakit bagaimana bisa mereka semua berkamuflase menyalahkan rencana alam tentang keteledorannya itu benar-benar tidak bisa memaafkan bagaimanapun juga iya seorang ayah dirinya benar-benar kehilangan bayinya."Satrio Perkasa." Jonathan telah memberi nama bayi yang ia adopsi dari sebuah panti asuhan tentu saja hanya dirinya dan juga sang kakak yang mengetahui hal tersebut ia tidak mau jika banyak ora
"Kami akan bertanggung jawab." Pihak rumah sakit benar-benar tidak menyangka, justru Arnold terlihat lebih berambisius dan berapi-api bahkan sejak tadi lelaki itu terus saja mengomel. Ia menyindir pihak ke rumah sakit yang benar-benar begitu sangat teledor bagaimana bisa keponakannya yang baru saja dilahirkan hilang, padahal rumah sakit ini adalah rumah sakit ternama. Rumah sakit besar, tidak mungkin Jonathan memilih rumah sakit asal-asalan untuk perawatan putra dan juga istrinya. Namun, ternyata rumah sakit yang ternama saja bisa begitu teledor. Sekarang dirinya tidak mengetahui bagaimana kondisi dari keponakannya itu, Arnold benar-benar merasa begitu kasihan dengan adiknya tersebut karena terlihat begitu sangat jelas jika Jonathan begitu emosional dan juga sedih."Tanggung jawab? Kalian pikir, keponakan saya hilang itu bisa di ganti?" Arnold marah. Sejak tadi pihak rumah sakit terus saja mengatakan tentang tanggung jawab tanggung jawab, sedangkan mereka saja tidak bisa bertanggung
"Ada apa kamu memanggilku ke sini, Jo?" tanya Arnold. Arnold memang tadi melihat pemberitaan tentang gempa yang baru saja terjadi di kota mereka itu. Ia juga begitu sangat khawatir apalagi saat mengetahui jika adik iparnya baru saja melahirkan dan berada di rumah sakit, iya saja yang berada di rumah merasa begitu sangat panik saat merasakan gempa bumi itu yang berada di rumah sakit.Akan tetapi, saat dirinya menelpon sang adik untuk menanyakan perihal bagaimana keadaannya serta keluarganya di rumah sakit, tetapi adiknya itu justru memintanya untuk segera datang ke rumah sakit dan terdengar suara dari Jonathan sangatlah panik membuat Arnold langsung saja bergegas ke rumah sakit. Dirinya benar-benar merasa begitu sangat khawatir, takut jika terjadi sesuatu."Bayiku hilang." Wajah Arnold berubah memerah, bukan hanya Jo yang emosi. Sebagai kakak dia pun begitu kesal. Lelaki itu langsung saja menuntut adiknya bercerita bagaimana bisa rumah sakit ini adalah rumah sakit besar dan juga tern
Terjadi kegaduhan di ruang bayi, salah satu bayi hilang karena kejadian gempa bumi. Entah suster mana yang membawanya, mereka semua panik lalu menghubungi pihak rumah sakit.Karena jumlah bayi yang diselamatkan serta jumlah bayi yang ada sebelum kejadian itu pun berbeda. "Bagaimana bisa hilang?" tanya salah satu pemimpin rumah sakit. Keadaan benar-benar begitu sangat gaduh, karena salah seorang bayi tiba-tiba menghilang entah suster mana yang membawanya, karena mereka semua tidak ada yang mau mengaku dan mereka memang memegang bayi satu per orang satu."Kami semua panik, membawa bayi satu orang satu. Bayi yang di inkubator itu entah siapa yang membawa, kami semua membawa sekaligus papan namanya. Tapi, bayi yang satu itu ...."Semua suster sangat ketakutan, karena kejadian gempa bumi tadi benar-benar membuat semua orang panik bahkan mereka semua tidak memperhatikan masing-masing bayi yang ada di inkubator. Mereka menyelamatkan bayi yang belum diselamatkan oleh temannya, membawa bayi