"Siang!" Seru para anggota yang hadir dalam meeting. Evelyn, menatap satu per satu wajah orang-orang yang berada di meja panjang itu dengan tatapan penuh penekanan. "Aku tidak ingin membuang waktuku. Mungkin dari kalian sudah mengetahui siapa aku. Ya, aku wanita yang berasal dari sebuah perkampungan yang bekerja sebagai pemerah sapi," ucap Evelyn. Hening, tidak ada yang mencela ucapan Evelyn saat mendengar suara wanita itu terdengar begitu menekan. "Dengar, aku wanita yang begitu teliti dalam melihat situasi. Aku tidak peduli dengan pandangan kalian terhadapku seperti apa. Jadi, sebagai atasan kalian, aku tentu harus tegas dalam mendisiplinkan bawahanku! Ku harap, tidak ada yang bermain-main dalam melakukan pekerjaan," ucap Evelyn. Ruangan itu menjadi lebih tegang dari sebelumnya. Awalnya mereka mengira jika Evelyn adalah wanita yang culun dan tentu memiliki tampang Idiot. Namun dugaan mereka salah. Evelyn terlihat lebih mirip seperti Setan betina yang memiliki aura ketegasan. E
Ethan kini duduk di kursi yang dingin, mata tajamnya menatap pria yang terikat di hadapannya. Pria di hadapan Ethan adalah Anak buah Antonio. Antonio, adalah pria yang pernah berhubungan dengan Alice. Dia adalah kunci di pengadilan nanti. Sudah sangat lama Ethan mencari keberadaan pria tersebut. Namun pria ini bukan sembarang pria."Katakan padaku, dimana Antonio?" tanya Ethan dengan suara rendah namun tegas.Pria itu menatapnya dengan mata yang penuh ketakutan. "Aku tidak bisa memberitahumu. Mereka akan membunuhku jika aku melakukannya."Ethan tersenyum sinis. "Oh, jangan khawatir. Jika kamu tidak memberitahuku, aku akan memastikan mereka tidak akan pernah menemukanmu."Pria itu tergagap-gagap, mencoba menemukan kata-kata yang tepat. "Antonio sudah pergi! Dia adalah bagian dari organisasi Underground Black Scorpion. Antonio hanya ingin menghancurkan hidupmu, Ethan. Dia ingin melihatmu hancur!"Ethan merenung sejenak, memikirkan langkah selanjutnya. "Hancur? Alasannya? berikan semua
"Bella! Apa yang terjadi?" Evelyn diserang kepanikan yang luar biasa, saat melihat sekretarisnya itu kini, sudah terbaring tak sadarkan diri bersama dengan beberapa petugas keamanan yang berjaga di depan pintu ruangan Evelyn. Evelyn menatap Alice yang berjalan di samping tubuhnya. "Apa yang kau lakukan kepada mereka?" Evelyn menyentak. Dengan memainkan kukunya acuh, Alice menjawab, "untuk apa kau memikirkan orang lain? Pikirkan dulu dirimu yang sebentar lagi akan ku lempar ke jurang!" "Heh, siapa yang ingin kau lempar, Alice?" Ethan dan Hubert berjalan dengan tegap bersama pihak petugas kepolisian yang mendampingi mereka. Alice yang menyadari kehadiran Ethan, segera berlari dan memeluk tubuh pria yang begitu dia rindukan. "Hubby, akhirnya! Kau datang bersama Polisi. Aku sungguh merindukanmu!" seru manja Alice. Evelyn tersenyum sinis melihat pemandangan itu. Pemandangan delapan tahun lalu. Benar-benar menyayat hati Evelyn. Ethan mendorong tubuh Alice. "Menjauhlah! Jangan lancan
Alberto begitu murka saat mendengar bahwa Ethan memenjarakan anaknya, Alice. Dengan kekuasaannya dan kemarahan yang membara, dia bergerak cepat untuk membebaskan Alice dan menuntut Ethan karena berani melawannya. Alberto tidak akan membiarkan siapapun menyakiti keluarganya tanpa konsekuensi.Dengan langkah mantap, Alberto memasuki kantor polisi tempat Alice ditahan. Ekspresi marah terpancar dari wajahnya, menunjukkan tekad yang kuat untuk melindungi anaknya. Dia tidak akan mengizinkan keadilan dirampas oleh kekuasaan orang lain.Alberto dengan suara tegas bertanya. "Di mana Alice? Aku ingin melihatnya sekarang juga!""Siapa Anda, Pak?" tanya pria berseragam."Apa kau buta? Aku Alberto, ayahnya Alice! Segera bawa dia ke sini atau Anda akan menghadapi konsekuensi yang serius!" ucap Alberto dengan suara meninggi."Ba-baik, Pak Alberto. Aku akan segera memanggilnya." jawab petugas itu sedikit gugup.Tak lama kemudian, Alice muncul di hadapan Alberto, Alice terlihat lemah dan takut. Alberto
"Tuan, aku punya kabar baik. Kita telah menemukan tempat persembunyian musuh yang membawa Nyonya Evelyn."David datang dengan napas terengah-engah, wajahnya penuh dengan kekhawatiran. Dia segera melaporkan kepada Ethan bahwa mereka telah menemukan tempat persembunyian musuh yang membawa Evelyn."Di mana tempat itu?" Ethan bertanya panik."Tempat itu terletak di tengah hutan lebat, di sebuah bangunan. Kita harus segera melakukan tindakan, Tuan."Ethan terlihat serius dalam gelisah. Dia tahu bahwa ini adalah kesempatan untuk menyelamatkan Evelyn. Apapun yang terjadi, Ethan harus segera bergerak."Aku tidak bisa membiarkan Evelyn berada dalam bahaya lebih lama lagi." gumam Ethan dengan rasa gelisah yang kini meraja. "Segera Siapkan alat tempurku. Kita akan menuju ke sana!" titah Ethan. "Baik, Tuan. Aku juga akan memberitahu tim lain dan memastikan semuanya siap. Kita harus bergerak cepat.""Benar, karena setiap detik sangat berharga. Kalian, harus berhati-hati dan memastikan kembali den
"Mati, mati! Kau keparat!" Evelyn terengah-engah saat dirinya berhasil menumbangkan Antonio dengan guci. Setelahnya, Evelyn meraih sebuah lampu hias di atas nakas dengan rasa geram, Evelyn menghantam lampu itu berulang kali membabi buta di kepala Antonio hingga pria itu tidak sadarkan diri."Aaaargh! Kenapa aku selalu terjebak dalam situasi seperti ini! Aku hanya ingin tenang! Bisakah aku damai walau hanya sebentar?" Evelyn menjerit frustasi.Tubuh Evelyn lunglai terduduk di atas lantai dengan tangis. Beruntung, bawahan Antonio kini telah pergi saat mereka selesai memasang kamera. Ruangan yang hanya cahaya remang-remang dari bulan yang masuk melalui celah-celah jendela yang pincang. Membuat Evelyn beringsut duduk di pojok ruangan, ketakutan yang melingkupinya membuat tangisnya pecah dalam keheningan malam.Di luar, suara tembakan menggelegar, mengguncang dinding-dinding bangunan. Membuat Evelyn merasa hatinya semakin berdebar, dia tahu bahaya yang ada di luar sana semakin dekat deng
"Nenek, tadi Rai dihukum oleh Guru." Raizel duduk dengan gelisah, sambil menunggu kedatangan orang tuanya, Raizel menemani Diana dan Rosalie di dapur. Entah sejak kapan dua nenek itu akur. Tapi Rosalie tidak melakukan apa-apa. Dia hanya duduk melihat Diana yang terlihat sedang memilih-milih sayuran dengan beberapa pelayan yang lain. "Heh, kenapa Rai dihukum?" tanya Rosalie dengan wajah yang sudah terlihat marah. Marah kepada gurunya Raizel.Diana yang sedang sibuk pun melayangkan pertanyaan. "Rai nakal, ya, di Sekolah?" "Bukan, Nek, Eyang! Bukan karena Rai, tapi temannya Rai," ucap Raizel dengan memainkan sumpit sambil menopang dagunya diatas meja. "Kenapa dengan temanmu sampai kamu bisa dihukum? Biar Eyang temui teman dan guru kamu!" kesel Rosalie. "Haaah…!" Raizel membuang nafas panjang. "Jadi begini, Nek, Eyang! Teman Rai itu, kalau sudah jam 12 siang, dia pasti selalu ketiduran!" jelasnya. Rosalie dan Diana menyimak dengan penuh keseriusan. "Terus?" kata mereka hampir bersama
“Maaf, jika aku mengganggu waktu kalian yang sedang berciuman.”Evelyn dengan cepat dan gugup mendorong dada Ethan, ketika Hubert sudah berada di ambang pintu. Hubert, menyandarkan sisi tubuhnya pada bingkai pintu sambil menatap ke arah Ethan dan Evelyn yang tampak salah tingkah.“Hmm… aku permisi,” ucap Evelyn kikuk. Dia melangkah menundukkan kepalanya dalam. Ethan menatap ke arah Hubert dengan pandangan serius. “Urus pria ini dan segera hubungi pengacara. Alberto sudah menyerukan peperangan kepada kita! Dan persiapkan semua saksi!” Titah Ethan kepada Hubert dengan suara yang tegas.Pria yang masih berdiri di ambang pintu itu pun menghormat. “Siap, laksanakan!” jawabnya. Ethan menyusul Evelyn yang sudah berjalan lebih dulu sambil memegangi bahunya yang terasa nyeri. Di luar kamar itu, Ethan menatap punggung Evelyn yang melangkah sambil kaki wanita itu sesekali menendang angin. “Evelyn…!”Wanita itu memutar kepalanya menatap Ethan dengan wajah malu-malu lalu tertunduk. Ethan berl