"Ethan, aku kehilang tasku. Bisakah kau menemukan tasku yang hilang itu? Entah tasku itu terselip atau…—""Tas jelek seperti itu masih kau pikirkan? Pikirkan dan lihatlah lebam dan tubuhmu," potong Ethan dengan cepat. Evelyn menekuk wajahnya. Di dalam tas itu, ada foto kedua orang tua kandungnya. Tentu itu sangat berharga. Bukan seberapa bagus tas tersebut."Aku mempunyai foto penting di dalam tas itu—" Tiba-tiba, ponsel Ethan berdering. Ethan dengan cepat meraih ponsel tersebut lalu menggeser tombol hijau dengan cepat. Untuk Kesekian kalinya, ucapan Evelyn harus terpotong. [Halo tuan, para bawahan Sandro sudah dikirim ke kantor polisi. Sedangkan Sandro berhasil dibawa kabur. Untuk Tuan James dan Nyonya Belinda juga sudah diamankan.] Lapor bawahan Ethan dari arah sambungan telepon.[Bagaimana dengan Elsa?] tanya Ethan.[Nyonya Elsa, belum diketahui keberadaanya. Sedangkan Nyonya Diana sudah kami bawa ke kediaman Tuan.][Kerja yang bagus. Tolong pantau dan cari keberadaan Elsa. Untu
[Apakah kau yakin membawa belinda dan James ke ruang rahasia, Ethan?] tanya Hubert.[Kau masih bertanya? Manusia-manusia itu sudah menyakiti Evelyn. Laksanakan atau akan aku putuskan kerjasama di antara kita!]Hubert mendengus kesal. Selalu saja pria diseberang telepon itu berlaku semena-mena. Dia mengatakan, jika orang lain kejam dan tidak punya hati. Lantas pria ini, jelmaan siapa?[Baik. Aku akan mengutus orang untuk membawa dua orang itu—]Tut! Tut! Tut!Hubert tersentak saat Ethan memutuskan panggilan teleponnya secara sepihak. [Hei Ethan, aku belum selesai bicara. Dasar si bedebah ini!] gerutu Hubert.Hubert meletakkan handphonenya di atas meja. Seketika senyumnya mengambang di bibir pria berparas blasteran itu. Para bawahan yang berdiri di depan Hubert melihat senyum aneh tuan mereka pun menyeritkan alis mereka.“Hahahahaha!” Para bawahan sontak terbelalak. Tidak ada hujan dan badai, mengapa Hubert tertawa begitu kencang. Hubert menyandarkan punggungnya di sandaran kursi kerja
"Rasanya keras dan... Kokoh," Evelyn meraba-raba permukaan dada dan perut yang kini sedang dipeluk. Evelyn, membuka matanya pelan saat wanita itu merasakan ada kehangatan yang tak terduga di sekelilingnya dan menyadari bahwa dia berada dalam pelukan Ethan. "Astaga!" Evelyn terkejut dan sontak beringsut mundur saat mendapati pria patung es itu tidur dalam satu ranjang di tempat tidur pasien bersama dengan dirinya. Beruntung, pria itu tidak terbangun.Dengan hati-hati, Evelyn mengamati setiap pahatan sempurna yang tidur di sampingnya itu. Pria berhidung mangir dengan kedua rahang yang tegas. Bibir merekah alami bah isian buah delima ditambah tidak ada jenggot di wajah itu membuat dada Evelyn seperti diketuk berulang kali. "Tampan," gumamnya pelan dengan rasa terpesona saat menatap pria itu. "Sudah puas mengagumiku?" Evelyn tersentak ketika pria yang terpejam matanya itu mengeluarkan suara serak khas seseorang yang baru bangun tidur. "Kamu, sudah bangun?" tanya Evelyn kikuk."Seharu
"Astaga! Apa yang kalian antar?" Evelyn begitu syok saat dua orang datang mengantarkan makan di atas troli makanan yang tingginya, mengalahkan gunung Semeru. Dua orang itu dengan hati-hati mendorong troli tersebut di pinggir ranjang Evelyn. Evelyn melotot sambil menelan ludahnya dengan paksa. Siapa yang akan menghabiskan makanan sebanyak ini? "Nyonya, kami diminta oleh Tuan Ethan untuk mengantarkan pesanan ini." ucap seorang yang membawakan makanan. "What? Aku bukan kuda nil! Bagaimana bisa aku menghabiskan ini?" celetuk Evelyn kepada dua orang itu. Dua orang itu saling berpandangan sambil mengindikkan kedua bahu mereka. "Kami hanya disuruh, Nyonya. Jika tidak ada hal lain yang kami lakukan, kami permisi!" ucap mereka sambil memutar tubuh. "Hei, tunggu!"Teriakan Evelyn tak ditanggapi. Dua orang itu berlalu begitu saja dan hilang dibalik pintu. Evelyn menatap makanan itu membuat dirinya mual dan juga sedih. Jika tidak dihabiskan, bukannya mubazir?"Haaa! Ethan setan! Aku bukan s
"Kau ini benar-benar tidak berguna, Elsa. Hanya menjebak wanita kampung seperti Evelyn saja kau tidak bisa!" Cibir Alice kepada Elsa. Wanita itu, kini tengah tengah menikmati cemilannya di taman belakang gazebo. Saat Elsa datang menemuinya. Wajah Elsa memperlihatkan ketidaksukaannya. Saat Alice menyalahkan dirinya. Padahal, semua yang diperintahkan oleh wanita yang duduk di gazebo itu, sudah Elsa lakukan. Bukan uang yang Elsa dapatkan, malah mendapatkan cibiran. "Jika Ethan tidak datang, Sandro tentu sudah berhasil. Kenapa kau tidak melakukannya sendiri? Kenapa harus aku dan sekarang, kau menyalahkanku karena Evelyn gagal di nodai oleh Sandro!" Alice, menghentikan aktivitas makanannya. Ia meraih serbet lalu menggosok bibirnya dari remahan makanan, pandangan Alice berubah tajam saat ia menatap Elsa yang berdiri di hadapannya. "Kalau kalian pintar, tentu kalian akan berhasil. Sebab kalian bodoh, makanya semuanya gagal. Aku tidak mau tahu, segera buat Ethan membenci wanita itu. Walau
"Tuan, tunggu!" Delisa mencekal pergelangan tangan Ethan saat Ethan sedang mengontrol emosinya yang mungkin saja akan meledak. Melihat tangan gadis itu mencekal pergelangan tangannya, Ethan melirik sinis ke arah tangan gadis itu. "Jangan menyentuhku, karena aku alergi dengan barang yang kotor!" cibir Ethan kepada Delisa. Delisa terkejut bukan main mendengar ucapan Ethan. Dengan cepat, ia melepaskan tangannya dari pergelangan itu. "Maaf, jika aku lancang menyentuh, Tuan—" "Aku sudah banyak bertemu dengan wanita sepertimu. Jadi, enyahlah dari hadapanku atau aku meminta orang menyeretmu?" potong Ethan dengan suara menekan. Gadis itu tertegun. Lehernya seperti tercekik saat menyaksikan sendiri bagaimana sikap Tuan angkuh di hadapannya. Tapi, Delisa mencoba untuk bersikap netral dan tak ambil pusing dengan ucapan Ethan. "Anu, Tuan, aku hanya ingin menawarkan. Ada tempat yang dapat menghilangkan stres. Aku bisa mengantarkan tuan ke tempat itu. Jika tuan mau," ucao Delisa seramah mungk
"Delisa, kau masih disini? Aku pikir, kau sudah pergi bersama Rully?" Evelyn bertanya saat dirinya bertemu dengan Delisa di Koridor Rumah Sakit, saat Evelyn ingin mencari keberadaan Ethan sambil menenteng kantong infusnya sendiri.Delisa yang masih berdiri mematung pun menoleh, "Tante, apa yang kau lakukan disini?" gadis itu bertanya balik. "Aku hanya ingin jalan-jalan. Karena sumpek di dalam." jawab Evelyn. Delisa mengangkat satu alisnya. Ia menatap tubuh Evelyn yang berdiri di hadapannya itu dengan selidik. Lebih tepatnya, mengamati wanita itu dengan pandangan sinis. Delisa dengan satu tangan meraih dagu Evelyn disertai rautnya yang begitu sinis saat menatap wajah Evelyn. Evelyn, merasakan keanehan dengan apa yang dilakukan oleh gadis tersebut."Tante, bisa-bisanya, Tante menggoda dua tuan muda sekaligus. Ternyata, Tante hebat juga, ya. Padahal, wajah anda biasa saja." Delisa mencibir. Evelyn menepis tangan Delisa yang berada di dagunya dengan pandangan tidak suka. "Jaga sopan s
"Dari mana kamu?" Alice menoleh kemana suara itu berasal. Di ruangan keluarga, telah duduk Alberto dengan memberikan tatapan selidik kepada Putrinya itu. "Habis berbicara dengan Elsa," Jawab Alice.Alberto berdiri dari duduknya dia menghampiri Alice. Ditepuk pundak anaknya itu. "Alice, berhentilah mengemis kepada Ethan. Dia sudah membuangmu—""Daddy, apa kau tega melihat Anakmu diperlakukan seperti ini? Aku dan Ethan belum bercerai. Aku, tinggal menunggu benih ini." Alice mengusap perutnya sambil tersenyum. "Maka semua akan kita miliki," ucap Alice penuh semangat. "Berhentilah bermimpi, Alice. Kau tahu, Belinda dan James tidak kembali ke kediaman mereka. Kau tahu, itu artinya apa? Sebagai orang tua, Daddy tentu takut kau masuk dalam jebakan. Ethan, bukan orang sembarangan, Alice!" Seperti tidak mendapatkan dukungan, Alice menekuk wajahnya. Kecewa dengan Ayahnya yang tidak yakin dengan semua yang direncanakan oleh Alice membuat wanita itu menjadi emosi. "Daddy, kau mengatakan Ethan