"Kau ini benar-benar tidak berguna, Elsa. Hanya menjebak wanita kampung seperti Evelyn saja kau tidak bisa!" Cibir Alice kepada Elsa. Wanita itu, kini tengah tengah menikmati cemilannya di taman belakang gazebo. Saat Elsa datang menemuinya. Wajah Elsa memperlihatkan ketidaksukaannya. Saat Alice menyalahkan dirinya. Padahal, semua yang diperintahkan oleh wanita yang duduk di gazebo itu, sudah Elsa lakukan. Bukan uang yang Elsa dapatkan, malah mendapatkan cibiran. "Jika Ethan tidak datang, Sandro tentu sudah berhasil. Kenapa kau tidak melakukannya sendiri? Kenapa harus aku dan sekarang, kau menyalahkanku karena Evelyn gagal di nodai oleh Sandro!" Alice, menghentikan aktivitas makanannya. Ia meraih serbet lalu menggosok bibirnya dari remahan makanan, pandangan Alice berubah tajam saat ia menatap Elsa yang berdiri di hadapannya. "Kalau kalian pintar, tentu kalian akan berhasil. Sebab kalian bodoh, makanya semuanya gagal. Aku tidak mau tahu, segera buat Ethan membenci wanita itu. Walau
"Tuan, tunggu!" Delisa mencekal pergelangan tangan Ethan saat Ethan sedang mengontrol emosinya yang mungkin saja akan meledak. Melihat tangan gadis itu mencekal pergelangan tangannya, Ethan melirik sinis ke arah tangan gadis itu. "Jangan menyentuhku, karena aku alergi dengan barang yang kotor!" cibir Ethan kepada Delisa. Delisa terkejut bukan main mendengar ucapan Ethan. Dengan cepat, ia melepaskan tangannya dari pergelangan itu. "Maaf, jika aku lancang menyentuh, Tuan—" "Aku sudah banyak bertemu dengan wanita sepertimu. Jadi, enyahlah dari hadapanku atau aku meminta orang menyeretmu?" potong Ethan dengan suara menekan. Gadis itu tertegun. Lehernya seperti tercekik saat menyaksikan sendiri bagaimana sikap Tuan angkuh di hadapannya. Tapi, Delisa mencoba untuk bersikap netral dan tak ambil pusing dengan ucapan Ethan. "Anu, Tuan, aku hanya ingin menawarkan. Ada tempat yang dapat menghilangkan stres. Aku bisa mengantarkan tuan ke tempat itu. Jika tuan mau," ucao Delisa seramah mungk
"Delisa, kau masih disini? Aku pikir, kau sudah pergi bersama Rully?" Evelyn bertanya saat dirinya bertemu dengan Delisa di Koridor Rumah Sakit, saat Evelyn ingin mencari keberadaan Ethan sambil menenteng kantong infusnya sendiri.Delisa yang masih berdiri mematung pun menoleh, "Tante, apa yang kau lakukan disini?" gadis itu bertanya balik. "Aku hanya ingin jalan-jalan. Karena sumpek di dalam." jawab Evelyn. Delisa mengangkat satu alisnya. Ia menatap tubuh Evelyn yang berdiri di hadapannya itu dengan selidik. Lebih tepatnya, mengamati wanita itu dengan pandangan sinis. Delisa dengan satu tangan meraih dagu Evelyn disertai rautnya yang begitu sinis saat menatap wajah Evelyn. Evelyn, merasakan keanehan dengan apa yang dilakukan oleh gadis tersebut."Tante, bisa-bisanya, Tante menggoda dua tuan muda sekaligus. Ternyata, Tante hebat juga, ya. Padahal, wajah anda biasa saja." Delisa mencibir. Evelyn menepis tangan Delisa yang berada di dagunya dengan pandangan tidak suka. "Jaga sopan s
"Dari mana kamu?" Alice menoleh kemana suara itu berasal. Di ruangan keluarga, telah duduk Alberto dengan memberikan tatapan selidik kepada Putrinya itu. "Habis berbicara dengan Elsa," Jawab Alice.Alberto berdiri dari duduknya dia menghampiri Alice. Ditepuk pundak anaknya itu. "Alice, berhentilah mengemis kepada Ethan. Dia sudah membuangmu—""Daddy, apa kau tega melihat Anakmu diperlakukan seperti ini? Aku dan Ethan belum bercerai. Aku, tinggal menunggu benih ini." Alice mengusap perutnya sambil tersenyum. "Maka semua akan kita miliki," ucap Alice penuh semangat. "Berhentilah bermimpi, Alice. Kau tahu, Belinda dan James tidak kembali ke kediaman mereka. Kau tahu, itu artinya apa? Sebagai orang tua, Daddy tentu takut kau masuk dalam jebakan. Ethan, bukan orang sembarangan, Alice!" Seperti tidak mendapatkan dukungan, Alice menekuk wajahnya. Kecewa dengan Ayahnya yang tidak yakin dengan semua yang direncanakan oleh Alice membuat wanita itu menjadi emosi. "Daddy, kau mengatakan Ethan
"Kemana Paman ini? Kenapa nomornya tidak aktif?" Delisa menggerutu kesal saat dirinya tengah menunggu kedatangan Rully di depan Rumah Sakit. Sudah berulang kali gadis pemilik body gitar Spanyol itu mencoba menghubungi Rully. Namun, nomor yang ia tuju selalu berada di luar jangkauan. "Apa-apaan ini? Apakah pria banjingan itu sengaja membuatku menunggu?" Delisa menatap jam di layar ponselnya. "Sudah satu jam aku menunggu di sini," monolognya kesal. "Sudahlah, aku kembali saja menggunakan taksi!" gadis itu akhirnya menyerah. Ia pun melangkah ke arah jalan raya menunggu taksi yang akan membawanya pulang di atas trotoar. ****Rully, pria itu bergegas menyiapkan segala keperluannya yang akan dibawa ke Luar Negeri. Sudah keputusan pria berparas latin tersebut memilih meninggalkan negaranya. Karena harus mengurusi bisnis ayahnya. "Hei, Boy!" Rully menoleh saat sapaan lembut itu berasal dari ambang pintu kamarnya. Rully sangat tahu saat ini, tentu Ibunya sangat sedih karena dirinya harus
Di lorong koridor rumah sakit yang sepi, Evelyn terus berlari dengan jarum infus yang masih menancap di pergelangan tangannya. Dan setiap kali Evelyn mengayunkan tangannya, jarum itu bergoyang-goyang, membuatnya terlihat seperti seorang superhero yang sedang berlari dengan senjata rahasia di tangannya. Sementara Evelyn berlari dengan panik, Ethan yang berada di belakang tubuh Evelyn, berusaha mengimbangi langkah wanita itu dengan tergesa-gesa. Wajah Ethan penuh kekhawatiran, sementara tangannya takut-takut memegang botol infus yang masih terhubung dengan jarum di pergelangan tangan Evelyn."Evelyn, hati-hati! Jangan terlalu cepat, nanti jarumnya bisa lepas!""Aku tidak bisa berhenti, Ethan! Aku harus bertemu dengan Raizel. Dia tentu membutuhkanku!""Tapi, jarum infus masih ada ditanganmu. Apa kau tidak merasa sakit?""Sakit? Tidak ada waktu untuk merasakan sakit! Aku merasa seperti seorang pahlawan dalam film aksi!""Kamu memang selalu punya imajinasi yang luar biasa, Evelyn. Tapi t
"Dimana menantu sampahku dan juga cicitku?" Tanya Rosalie saat dirinya yang baru keluar dari ruangan ICU. Kebetulan, ia bertemu dengan seorang perawatan yang lewat. "Nyonya besar, Tuan Raizel sudah dipindahkan ke ruang inap," jawab perawatan itu dengan penuh rasa hormat kepada wanita sepuh itu. Tanpa ucapan, "terima kasih." Rosalie berlalu menelusuri lorong koridor di rumah sakit itu dengan melangkah tergopoh-gopoh. Seorang asisten, mengikuti wanita itu dari belakang. Hingga Rosalie pun tiba di ruang inap. Krek!Rosalie membuka pintu ruangan itu. Di dalam ruangan, terlihat cleaning service sedang membersihkan ruangan tersebut. "Penghuninya dimana?" tanya Rosalie. Cleaning service itu menoleh. "Nyonya besar." dia membungkuk. "Tuan dan Nyonya Evelyn belum lama keluar dari sini," jawab Cleaning service itu sopan. Rosalie mengendus. Bisa-bisanya mereka semua melupakannya. Sebenarnya, yang lansia siapa? Mereka atau dirinya. Rosalie tidak jadi masuk ke dalam ruangan itu. "Cucu menant
"Kejutan apa ini, Ethan?" Hubert terduduk di atas lantai sambil memegangi kepalanya yang berdarah. Kejadian itu, membuat Belinda dan James terlihat syok menyaksikan situasi tersebut. "Jangan manja, segera bangun! Atau ku patahkan lehermu karena kau telah melanggar perintah atasan mu sendiri." Sentak Ethan.Hubert mengulurkan tangannya ke arah Ethan disertai wajah memelas, “Tolong bantuannya.” Pinta Hubert.Ethan, menarik tangan Hubert, tubuh Hubert pun beranjak dari lantai lalu berdiri di samping Ethan. Ethan, membuang pandangannya ke arah Belinda dan James.“Ethan tolong, jangan sakiti Anakku. Anakku tidak tahu menahu masalah jebakan yang kita lakukan kepada Evelyn. Ini semua karena ideku dan Anak perempuan.” Belinda mengiba dengan tersedu-sedu. Ethan kini lebih fokus melihat hasil karya yang Hubert lakukan. “Hubert, kau pikir ini zaman perbudakan? Kau telah membuat saksiku terluka. Jika kedepannya ku temukan kau melakukan ini lagi, akan ku kirimkan peti matimu kepada keluargamu