"Astaga! Apa yang kalian antar?" Evelyn begitu syok saat dua orang datang mengantarkan makan di atas troli makanan yang tingginya, mengalahkan gunung Semeru. Dua orang itu dengan hati-hati mendorong troli tersebut di pinggir ranjang Evelyn. Evelyn melotot sambil menelan ludahnya dengan paksa. Siapa yang akan menghabiskan makanan sebanyak ini? "Nyonya, kami diminta oleh Tuan Ethan untuk mengantarkan pesanan ini." ucap seorang yang membawakan makanan. "What? Aku bukan kuda nil! Bagaimana bisa aku menghabiskan ini?" celetuk Evelyn kepada dua orang itu. Dua orang itu saling berpandangan sambil mengindikkan kedua bahu mereka. "Kami hanya disuruh, Nyonya. Jika tidak ada hal lain yang kami lakukan, kami permisi!" ucap mereka sambil memutar tubuh. "Hei, tunggu!"Teriakan Evelyn tak ditanggapi. Dua orang itu berlalu begitu saja dan hilang dibalik pintu. Evelyn menatap makanan itu membuat dirinya mual dan juga sedih. Jika tidak dihabiskan, bukannya mubazir?"Haaa! Ethan setan! Aku bukan s
"Kau ini benar-benar tidak berguna, Elsa. Hanya menjebak wanita kampung seperti Evelyn saja kau tidak bisa!" Cibir Alice kepada Elsa. Wanita itu, kini tengah tengah menikmati cemilannya di taman belakang gazebo. Saat Elsa datang menemuinya. Wajah Elsa memperlihatkan ketidaksukaannya. Saat Alice menyalahkan dirinya. Padahal, semua yang diperintahkan oleh wanita yang duduk di gazebo itu, sudah Elsa lakukan. Bukan uang yang Elsa dapatkan, malah mendapatkan cibiran. "Jika Ethan tidak datang, Sandro tentu sudah berhasil. Kenapa kau tidak melakukannya sendiri? Kenapa harus aku dan sekarang, kau menyalahkanku karena Evelyn gagal di nodai oleh Sandro!" Alice, menghentikan aktivitas makanannya. Ia meraih serbet lalu menggosok bibirnya dari remahan makanan, pandangan Alice berubah tajam saat ia menatap Elsa yang berdiri di hadapannya. "Kalau kalian pintar, tentu kalian akan berhasil. Sebab kalian bodoh, makanya semuanya gagal. Aku tidak mau tahu, segera buat Ethan membenci wanita itu. Walau
"Tuan, tunggu!" Delisa mencekal pergelangan tangan Ethan saat Ethan sedang mengontrol emosinya yang mungkin saja akan meledak. Melihat tangan gadis itu mencekal pergelangan tangannya, Ethan melirik sinis ke arah tangan gadis itu. "Jangan menyentuhku, karena aku alergi dengan barang yang kotor!" cibir Ethan kepada Delisa. Delisa terkejut bukan main mendengar ucapan Ethan. Dengan cepat, ia melepaskan tangannya dari pergelangan itu. "Maaf, jika aku lancang menyentuh, Tuan—" "Aku sudah banyak bertemu dengan wanita sepertimu. Jadi, enyahlah dari hadapanku atau aku meminta orang menyeretmu?" potong Ethan dengan suara menekan. Gadis itu tertegun. Lehernya seperti tercekik saat menyaksikan sendiri bagaimana sikap Tuan angkuh di hadapannya. Tapi, Delisa mencoba untuk bersikap netral dan tak ambil pusing dengan ucapan Ethan. "Anu, Tuan, aku hanya ingin menawarkan. Ada tempat yang dapat menghilangkan stres. Aku bisa mengantarkan tuan ke tempat itu. Jika tuan mau," ucao Delisa seramah mungk
"Delisa, kau masih disini? Aku pikir, kau sudah pergi bersama Rully?" Evelyn bertanya saat dirinya bertemu dengan Delisa di Koridor Rumah Sakit, saat Evelyn ingin mencari keberadaan Ethan sambil menenteng kantong infusnya sendiri.Delisa yang masih berdiri mematung pun menoleh, "Tante, apa yang kau lakukan disini?" gadis itu bertanya balik. "Aku hanya ingin jalan-jalan. Karena sumpek di dalam." jawab Evelyn. Delisa mengangkat satu alisnya. Ia menatap tubuh Evelyn yang berdiri di hadapannya itu dengan selidik. Lebih tepatnya, mengamati wanita itu dengan pandangan sinis. Delisa dengan satu tangan meraih dagu Evelyn disertai rautnya yang begitu sinis saat menatap wajah Evelyn. Evelyn, merasakan keanehan dengan apa yang dilakukan oleh gadis tersebut."Tante, bisa-bisanya, Tante menggoda dua tuan muda sekaligus. Ternyata, Tante hebat juga, ya. Padahal, wajah anda biasa saja." Delisa mencibir. Evelyn menepis tangan Delisa yang berada di dagunya dengan pandangan tidak suka. "Jaga sopan s
"Dari mana kamu?" Alice menoleh kemana suara itu berasal. Di ruangan keluarga, telah duduk Alberto dengan memberikan tatapan selidik kepada Putrinya itu. "Habis berbicara dengan Elsa," Jawab Alice.Alberto berdiri dari duduknya dia menghampiri Alice. Ditepuk pundak anaknya itu. "Alice, berhentilah mengemis kepada Ethan. Dia sudah membuangmu—""Daddy, apa kau tega melihat Anakmu diperlakukan seperti ini? Aku dan Ethan belum bercerai. Aku, tinggal menunggu benih ini." Alice mengusap perutnya sambil tersenyum. "Maka semua akan kita miliki," ucap Alice penuh semangat. "Berhentilah bermimpi, Alice. Kau tahu, Belinda dan James tidak kembali ke kediaman mereka. Kau tahu, itu artinya apa? Sebagai orang tua, Daddy tentu takut kau masuk dalam jebakan. Ethan, bukan orang sembarangan, Alice!" Seperti tidak mendapatkan dukungan, Alice menekuk wajahnya. Kecewa dengan Ayahnya yang tidak yakin dengan semua yang direncanakan oleh Alice membuat wanita itu menjadi emosi. "Daddy, kau mengatakan Ethan
"Kemana Paman ini? Kenapa nomornya tidak aktif?" Delisa menggerutu kesal saat dirinya tengah menunggu kedatangan Rully di depan Rumah Sakit. Sudah berulang kali gadis pemilik body gitar Spanyol itu mencoba menghubungi Rully. Namun, nomor yang ia tuju selalu berada di luar jangkauan. "Apa-apaan ini? Apakah pria banjingan itu sengaja membuatku menunggu?" Delisa menatap jam di layar ponselnya. "Sudah satu jam aku menunggu di sini," monolognya kesal. "Sudahlah, aku kembali saja menggunakan taksi!" gadis itu akhirnya menyerah. Ia pun melangkah ke arah jalan raya menunggu taksi yang akan membawanya pulang di atas trotoar. ****Rully, pria itu bergegas menyiapkan segala keperluannya yang akan dibawa ke Luar Negeri. Sudah keputusan pria berparas latin tersebut memilih meninggalkan negaranya. Karena harus mengurusi bisnis ayahnya. "Hei, Boy!" Rully menoleh saat sapaan lembut itu berasal dari ambang pintu kamarnya. Rully sangat tahu saat ini, tentu Ibunya sangat sedih karena dirinya harus
Di lorong koridor rumah sakit yang sepi, Evelyn terus berlari dengan jarum infus yang masih menancap di pergelangan tangannya. Dan setiap kali Evelyn mengayunkan tangannya, jarum itu bergoyang-goyang, membuatnya terlihat seperti seorang superhero yang sedang berlari dengan senjata rahasia di tangannya. Sementara Evelyn berlari dengan panik, Ethan yang berada di belakang tubuh Evelyn, berusaha mengimbangi langkah wanita itu dengan tergesa-gesa. Wajah Ethan penuh kekhawatiran, sementara tangannya takut-takut memegang botol infus yang masih terhubung dengan jarum di pergelangan tangan Evelyn."Evelyn, hati-hati! Jangan terlalu cepat, nanti jarumnya bisa lepas!""Aku tidak bisa berhenti, Ethan! Aku harus bertemu dengan Raizel. Dia tentu membutuhkanku!""Tapi, jarum infus masih ada ditanganmu. Apa kau tidak merasa sakit?""Sakit? Tidak ada waktu untuk merasakan sakit! Aku merasa seperti seorang pahlawan dalam film aksi!""Kamu memang selalu punya imajinasi yang luar biasa, Evelyn. Tapi t
"Dimana menantu sampahku dan juga cicitku?" Tanya Rosalie saat dirinya yang baru keluar dari ruangan ICU. Kebetulan, ia bertemu dengan seorang perawatan yang lewat. "Nyonya besar, Tuan Raizel sudah dipindahkan ke ruang inap," jawab perawatan itu dengan penuh rasa hormat kepada wanita sepuh itu. Tanpa ucapan, "terima kasih." Rosalie berlalu menelusuri lorong koridor di rumah sakit itu dengan melangkah tergopoh-gopoh. Seorang asisten, mengikuti wanita itu dari belakang. Hingga Rosalie pun tiba di ruang inap. Krek!Rosalie membuka pintu ruangan itu. Di dalam ruangan, terlihat cleaning service sedang membersihkan ruangan tersebut. "Penghuninya dimana?" tanya Rosalie. Cleaning service itu menoleh. "Nyonya besar." dia membungkuk. "Tuan dan Nyonya Evelyn belum lama keluar dari sini," jawab Cleaning service itu sopan. Rosalie mengendus. Bisa-bisanya mereka semua melupakannya. Sebenarnya, yang lansia siapa? Mereka atau dirinya. Rosalie tidak jadi masuk ke dalam ruangan itu. "Cucu menant
Beberapa minggu kemudian, keluarga ini mulai mempersiapkan perayaan ulang tahun Raizel yang ke-7 di panti asuhan yang sebelumnya dijanjikan oleh Evelyn. Tak ingin mengecewakan Raizel, Evelyn dan Ethan, Rosalie, Diana serta Kakek James saling bahu-membahu menyiapkan berbagai perlengkapan dan makanan untuk pesta tersebut."Sayang, apa kamu yakin makanan ini cukup untuk semua anak-anak di panti asuhan?" tanya Evelyn khawatir pada suaminya.Ethan tersenyum, meyakinkan istrinya. "Tenang saja, sayang. Aku sudah berbicara dengan pengelola panti asuhan, mereka menyediakan makanan tambahan jika dibutuhkan. Jadi, semua anak pasti akan kenyang."Di hari H, keluarga ini tiba di panti asuhan dengan membawa berbagai perlengkapan pesta dan makanan. Mereka disambut hangat oleh pengelola panti asuhan dan anak-anak yang tinggal di sana."Selamat datang, Tuan Ethan, Nyonya Evelyn, dan keluarga!" sambut salah satu pengelola. "Terima kasih banyak atas kebaikan hati kalian merayakan ulang tahun Raizel bers
Kehamilan Evelyn menjadi berita yang membawa berkah bagi keluarga ini. Raizel begitu bahagia ketika mengetahui akan memiliki adik. Diana dan Rosalie pun tak dapat menyembunyikan kebahagiaan mereka dengan hadirnya calon anggota keluarga baru."Seharusnya kita merayakannya!" seru Rosalie ketika semua anggota keluarga berkumpul di ruang tamu."Aku setuju!" sahut Diana, "Terlalu lama kita tidak merayakan sesuatu yang istimewa. Mari kita mengadakan pesta kecil untuk merayakan kebahagiaan ini."Semua anggota keluarga pun bersemangat untuk mempersiapkan pesta tersebut. Mereka semua bekerja sama, menghias rumah dengan balon berwarna-warni dan bunga-bunga indah. Diana dan Rosalie mengatur menu makanan untuk pesta tersebut, sementara Evelyn dan Ethan mengundang beberapa sahabat dekat mereka untuk merayakan momen bahagia ini bersama-sama."Huek!" disaat pesta sedang berlangsung, Ethan mengalami mual yang hebat. Evelyn yang melihat hal itu pun segera meletakkan makanannya dan mengusap punggung s
"Bulannya, indah, ya," ucap Evelyn saat dia dan Ethan kini duduk di atas balkon sambil menatap langit malam. "Iya, seperti kamu. Yang selalu bersinar dalam kegelapan hidup seseorang," sahut Ethan yang saat ini dirinya sedang memeluk tubuh Evelyn dengan erat dari belakang sambil memandang langit yang sama. Sudah satu bulan berlalu saat mereka melakukan perjalanan bulan madu. Dan saat ini, kebahagiaan yang mereka rasakan semakin tajam. Mereka saling melengkapi, bagaikan potongan-potongan puzzle yang sempurna."Evelyn, masih ingat masa-masa sulit yang kau hadapi?" tanya Ethan sambil tersenyum."Tentu saja, aku masih ingat bagaimana kamu menceraikanku. Aku menangis di tengah jalan saat hujan lebat. Dan, kau tidak tahu betapa sulitnya saat aku mengetahui jika aku hamil. Merangkak dan tertatih," jawab Evelyn dengan nada yang sedih. Ethan kemudian melepaskan pelukannya, berdiri tepat di depan Evelyn. "Maaf karena sikapku dulu pada separah itu. Tapi, ada sesuatu yang ingin kutanyakan," uca
"Yey! Mama sama Papa pulang, pasti Rai dibawakan oleh-oleh Adik!" seru Rai sore ini, dia tampak bersemangat. Diana datang membawakan segelas coklat panas dan beberapa cemilan ke arah gazebo di taman depan. Sambil memperhatikan Raizel bermain-main ditemani oleh Manda. "Sayang! Ayo, sini, Nenek bawakan coklat panas!" Diana berteriak. Anak itu segera menoleh, dia pun menjawab, "ya ... Nek!" Raizel berlari dengan senyum yang merekah menuju ke arah Diana, di belakangnya disusul oleh Manda. "Nenek, sebentar lagi, Mama sama Papa akan pulang, kan?" tanya bocah itu antusia. Melihat keringat dari dahi cucunya itu menumpuk, Diana segera menggosoknya dengan telapak tamgan sambil menjawab, "iya, memangnya, Rai menunggu apa?" tanya Diana. "Kata Tuan kecil, dia sedang menunggu kedatangan tuan muda dan nyonya muda. Karena akan membawa Adik!" Manda mencoba menimpali. Diana terkekeh. Bisa-bisanya Raizel berpikir kalau buat adik sama seperti kita membuat adonan kue yang langsung jadi. "Rai Sayang
Ethan melepaskan kimononya, dengan tubuh polos itu, dia melangkah ke arah pemandian air panas yang terlihat mengepul, dia segera merendamkan tubuhnya. Dan perasaan nyaman pun mengalir di tubuhnya saat air panas tersebut mengenai permukaan kulitnya. "Oh … nyaman sekali." Ethan bergumam sambil memejamkan matanya, meresapi setiap sentuhan hangat dari air.Evelyn, dengan malu-malu melangkah ke arah pemandian air panas itu dengan kimono yang masih menempel di tubuhnya.Evelyn pun melucuti kimono yang dia. Dan tubuh polos itu pun terlihat bercahaya tertimpa sinar rembulan. Evelyn pun berkata, "Ethan, aku sudah siap." Ethan yang mendengar suara Evelyn pun membuka matanya. dia dapat melihat Istrinya itu berdiri di sisi kolam pemandian Air panas dengan penuh tatap keanggunan.Ethan tersenyum lalu berkata, "Evelyn, jangan sungkan-sungkan. Kolam air panas ini akan merilekskan otot-otot kita yang tegang setelah berkelana seharian, ayo! Kemari." ajak Ethan.Evelyn tersenyum tipis, kemudian melan
Kyoto-Jepang;"Whoa, Sayang, lihat! Ini begitu cantik!" seru Evelyn sambil berlari dengan kimono di bawah pohon sakura yang sedang mekar. Ethan dan Evelyn memilih Jepang untuk bulan madu mereka. Karena Evelyn suka dengan keindahan bunga sakura. Apalagi waktu senja dari klenteng puncak Kyoto menatap ke arah gunung Fuji. Itu sebuah pemandangan yang sangat menakjubkan. "Hati-hati, nanti kau tersandung, Evelyn!" Seru Ethan. Ethan memperhatikan tingkah Evelyn itu dengan riang. Perasaannya begitu bahagia saat melihat istrinya itu begitu bersemangat. Ethan segera menyusul Evelyn. Saat berjalan beriringan, Ethan menggenggam tangan Evelyn dan berjalan di bawah pohon-pohon sakura. "Setelah ini, kita mau kemana?' tanya Ethan sambil melangkah. Evelyn merenung beberapa detik. Dia memikirkan sesuatu. "Aku ingin pergi ke kuil, Kinkaku-ji, Kiyomizu-dera, dan Fushimi Inari-taisha!" seru Evelyn dengan semangat. Ethan mengusap kepala Evelyn. "Kamu maruk sekali, ya, Sayang! Masa mau dikunjungi semu
"Ya, Sayang, itu adalah Mama kamu. Mama yang menjadi malaikat untukmu. Malaikat yang nyata yang merawatmu disaat Papa tidak berada di sisimu," ungkap Ethan peru haru. Ethan menahan tangis harunya. Saat melihat Evelyn begitu anggun. Lorong waktu kenangan dimana dia menghina Evelyn dan mengusir Evelyn layaknya seorang anjing jalanan membuat penyesalan kini merajai. Dia tidak tahu, sekuat apa Evelyn didera kesedihan saat dia mengusir Evelyn. 'Kau wanita hebat, kau layak untuk mendapatkan semuanya, Evelyn. Kali ini, aku tidak akan pernah menyia-nyiakan wanita sepertimu. Aku akan menebus semua kesalahanku di masa lalu dan membuka masa depan yang indah bersama dirimu dan Anak kita.' Batin Ethan. Sementara di tempat Evelyn, James menyambut putrinya itu dengan wajah sendu. Mengingat bagaimana dirinya memperlakukan anak angkatnya itu. Akan tetapi, Evelyn mampu berdiri tegak layaknya batu karang yang terus terhantam ombak. "Apakah kau sudah siap?" tanya James sebelum menuntut putrinya itu k
Seperti bunga yang mekar di kebun yang subur, Evelyn memancarkan keindahan yang menakjubkan dengan gaun pengantin mewahnya. Saat memandang wajahnya di cermin, ia takjub akan kecantikannya yang mempesona. Namun, di balik kilau cahaya itu, gelombang gugup bercampur dengan degupan jantung yang memekakkan telinga. Ya, ini adalah hari di mana dua jiwa akan bersatu dalam ikatan pernikahan: Evelyn dan Ethan. Asisten Evelyn yang setia, Manda, bertepuk tangan menahan kagum, sementara Diana, menahan tangis bahagia yang menggenang di dalam hatinya.Evelyn menghela nafas, dia memutar tubuhnya dan menatap ke arah Diana. "Bu, rasanya seperti ribuan kupu-kupu berseliweran di perutku, benar-benar gugup! Bagaimana kalau aku tersandung saat berjalan nanti?" ungkap Evelyn. Diana menyeka air mata, sambil tersenyum. "Evelyn, sayangku, kupu-kupu itu adalah rasa cintamu yang menjelma menjadi kegembiraan. Aku tahu kamu adalah wanita yang kuat dan semua akan berjalan dengan lancar. Percayalah, saat kamu me
"Wow, Rully! Danau ini sangat indah! Aku tidak pernah melihat pemandangan seperti ini sebelumnya!"Senja mulai menjelang di Danau Aloeran, dan langit kini tampak berubah menjadi merah jingga yang damai. Rully dan Amelia kini berdiri menatap ke arah danau yang keindahannya tersembunyi oleh rimbunnya pepohonan dan belukar. Saat mereka tiba, mereka disambut oleh angin serta gemericik air dan burung-burung berkicau bersahut-sahutan, menciptakan suasana yang begitu sempurna.Rully tersenyum dan berkata, "Amelia, ini yang ingin aku tunjukan padamu. Danau ini benar-benar tersembunyi, sangat jarang orang yang tahu tempat ini. Ini adalah tempat dimana aku menghilangkan stres dan mengagumi keindahan Sang Pencipta."Amelia menoleh, menatap pria yang berdiri di sampingnya dengan pandangan lurus ke depan. "Apakah kau sering membawa Evelyn kemari?" tanya Amelia, di hatinya terbesit sedikit rasa cemburu. Rully tersenyum kemudian menundukkan kepalanya. Mengingat betapa indah kenangan dirinya bersama