Aydan sudah menghabiskan bubur yang dibuat oleh Azzura. Awalnya Aydan agak sangsi untuk mencicip bubur di hadapannya itu, sepertinya dia sedikit tidak yakin kalau bubur buatan Azzura benar-benar aman untuk dikonsumsi."Ehm, ini beneran kamu yang bikin, Ra?" Aydan menatap mangkuk buburnya yang sudah kosong di atas meja. Ternyata bubur itu rasanya cukup enak.Azzura mengernyit, "maksudnya apa ya, Pak? Apa Pak Aydan pikir saya nggak bisa masak, ya? Jangan salah ya, Pak, masak itu salah satu passion saya, lho." Azzura mencebik.Aydan terbatuk-batuk, "yaa, itu ... saya minta maaf deh ... saya kira kamu itu bukan tipe cewek yang suka berurusan dengan dapur.""Memangnya tipe saya, tipe cewek yang bagaimana, Pak?"Aydan terkekeh, "sejauh saya perhatikan, kamu ini tipe yang suka-suka dan semau gue. Cuek banget dengan urusan penampilan. Jadi ... wajar kan, kalau saya mengira kamu nggak mungkin punya hobi masak.""Dih, nggak nyambung." Azzura mencebik sambil menatap wajah Aydan yang masih terlih
Telepon seluler milik Aydan terus menerus berdering. Azzura, yang sedang tertidur dengan cemas berinisiatif untuk mengambil telepon itu.Dering telepon itu mau tak mau membangunkan Azzura. Dia terbangun Setelah beberapa saat. Sepertinya Aydan juga sudah tertidur. Diliriknya jam yang melingkar di tangannya. Hampir pukul setengah tiga pagi.Telepon seluler milik Aydan kembali berbunyi.Apa itu bunyi alarm pengingat waktu, ya? Azzura terlihat ragu. Bunyi dering dari telepon seluler Aydan terus terdengar. Azzura takut jika suara itu mengganggu tidur bossnya dan membuat nya terbangun dari tidur.Ragu-ragu Azzura berjalan menuju ke arah telepon seluler yang sedang diisi daya di atas meja di sebelah ranjang Aydan.Azzura mengulurkan tangannya nya hendak mencoba untuk mematikan bunyi alarm. Ternyata dugaannya keliru. Itu bukan bunyi alarm pengingat, tapi panggilan video masuk dari Mama Aydan! Azzura terlihat panik. Dan yang lebih gawatnya lagi, Azzura tidak sengaja menekan tombol jawab!"Hall
Pengkhianatan yang dilakukan Danish meninggalkan luka mendalam di hati Azzura. Ada ruang kosong, yang entah sampai kapan bisa sembuh tanpa harus meninggalkan bekas yang perih.Apa boleh buat. Semua yang sudah terjadi tidak bisa diulang kembali. Azzura sadar, meski hatinya terluka begitu parah, ia harus terus melanjutkan hidup meski dengan luka dalam hati nya. Hidup tetap berjalan, meski Danish telah menyakiti dan mengkhianati dirinya. Masih segar dalam ingatan Azzura, pertemuan pertama dirinya dengan Danish di gedung dekat pojok asrama mahasiswa. Dulu, mungkin Azzura sangat berterima kasih kepada Dena yang telah membuatnya bingung, karena salah memberi nomer asramanya. Karena justru tanpa kebingungan dengan salah nomer itu, mungkin Danish dan Azzura tidak akan pernah bertemu dan berkenalan. Hari sudah hampir menjelang sore saat Azzura benar-benar kebingungan tersasar dan salah alamat. Lalu, nasiblah yang menentukan hanya ada mereka berdua di ujung jalan itu, hingga mau tak mau, Az
Uraaaaa, kenapa kamu manyun gitu, beb?" Donita mencubit gemas pipi Azzura. Rekan satu tim-nya itu baru saja masuk ke dalam ruangan.Wangi parfum ciri khas Donita semerbak menyerbu indera penciuman. "Hei ... Hallo," Donita kembali mencubit gemas pipi Azzura.Dulu, Azzura pernah bekerja sebagai salah satu team pemasaran konter parfum. Jadi bisa dimaklum, jika dia bisa sedikit menilai karakter seseorang dari wangi parfum yang dipakainya. Sejak memakai parfum salah satu produksi 'GA' itu, Donita tidak pernah mau berganti merk lain.Menurut Azzura, parfum itu cocok dengan karakter Donita, wanita dengan pemikiran yang luas dan senang menjalin pertemanan dengan siapa pun.Azzura yang sedang asyik menjelajah dunia maya, hanya bisa pasrah saat pipinya ditarik gemas berulang kali oleh Donita. Bibirnya makin mengerucut maju. "Donita! Sakit tahu, ih!" tangannya mengusap kedua pipinya. Donita tertawa melihat Azzura yang makin manyun, "elo sih, tumben banget, gue dateng kok nggak disambut. Bias
"Tumben kamu jam segini udah beres dandan cantik, Ra? Rajin bener, sih!" Mama menatap Azzura yang sedang duduk manis sambil menikmati sepotong roti isi daging buatan sang Mama. Azzura beruntung, mamanya pagi ini ada pesanan roti isi yang lumayan banyak, membuat nya bisa dengan bebas menikmati pesanan roti isi daging yang tersisa lumayan banyak.Azzura yang terlihat sudah rapi hanya cengar-cengir. Sudah beberapa hari ini dia sengaja menginap di rumah orangtuanya. Lebih tepatnya, sejak papa mendadak kumat asam lambungnya, sehari setelah makan malam dengan Om Riko."Kalo ditanya orangtua itu dijawab, Ra! Malah diem aja, cuma cengar-cengir." Azzura masih tak menjawab, malah kali ini tangannya terulur, hendak meraih lagi roti yang tersaji menggoda di atas piring di hadapannya. Mama otomatis langsung melotot dan buru-buru menepis pelan tangan Azzura, "heh, jatahnya cuma dua! Itu punya Papa." "Ih, curang! Mama pilih kasih, masak iya Papa dapatnya tiga?" Azzura mengerucutkan bibirnya. Sam
Sambil setengah menahan rasa malu bercampur dengan kesal, Azzura melambaikan tangannya ke arah luar jendela mobil milik Aydan, berpamitan pada sang Mama. Meski kesal dengan mamanya yang bertingkah konyol, Azzura mencoba tetap tersenyum manis ke arah mamanya. "Bye Maaah ..." "Sudah siap berangkat ke lokasi, buk?" Aydan terkekeh geli melihat tingkah Azzura yang mendadak jadi serba salah. Azzura tak menjawab pertanyaan bos nya itu. Dia memilih diam dan memandang lurus ke arah jalan. Tangannya sibuk meremas-remas ujung blazernya. Mengalihkan rasa malunya."Mama kamu lucu ya, saya yakin sifat humorisnya itu yang menurun ke kamu." Aydan mulai melajukan mobilnya ke arah jalan utama. Azzura masih diam, masih memilih tidak banyak bicara. Membiarkan bos nya yang bicara sendiri. Aydan melirik sekilas ke arah Azzura, gadis itu terlihat jelas merasa canggung. Buru-buru Aydan mengalihkan pembicaraan."Ehm ... Oh iya, Ra, kalo data tentang lokasinya udah kamu bawa kan?" Aydan menoleh sesaat k
Beres menyelesaikan semua urusan terkait masalah survey lokasi, Aydan akhirnya mengajak Azzura untuk bersiap-siap pulang, kembali ke Jakarta. "Ra, sekitar lima belas menitan lagi kita pulang ya, kamu siap-siap aja duluan, takutnya ada barang-barang kantor yang ketinggalan," titah Aydan pada Azzura. "Hmm, bukannya, Bapak yang sering ketinggalan barang? Saya sih nggak bawa apa-apa. Malah Bapak tadi yang turun sambil bawa banyak barang-barang, udah sana Bapak beresin urusan sama klien, biar saya yang ngecek ulang, takutnya malah barang punya Bapak yang ketinggalan." Azzura memang benar. Aydan memang terkadang ceroboh dan pelupa. Ia sering sekali meninggalkan barang miliknya tanpa sengaja. Dan hal itu yang sering membuat Azzura jadi korbannya. Seiring waktu Azzura jadi hafal sifat bosnya itu, hingga ia sudah siap jika diminta mengambil barang milik Aydan yang tertinggal. "Ya udah sana, kalo gitu tolong kamu aja deh yang cek ulang, ya. Saya mau ngobrol sebentar sebelum pamitan sama ya
"Ra ... kamu ini, kenapa sih, hobi banget bikin saya penasaran! Ayo cepat cerita! Atau saya batalin ... nggak jadi kasih kamu bonus lembur tambahan dan uang saku dinas luar untuk ikut survey lapangan hari ini!" Aydan mengancam Azzura.Seketika bibir Azzura berlipat, sebagai tanda protes."Lah, kok jadi main mengancam sih, Pak? Nggak adil banget deh, pake bawa-bawa uang bonus punya saya pula. Jangan mentang-mentang Bapak bos saya, terus semena-mena begini ya, Pak." Azzura mencebik pelan, "curang itu namanya Pak ..."Aydan seketika tertawa melihat wajah Azzura yang auto manyun berlipat-lipat. "Hmm, kamu justru yang curang Ra, mau iseng sama saya, tapi kalau diisengin balik nggak mau."Azzura buru-buru memasang tampang tak berdosa. "Iya deh iya, saya yang salah, udah berani iseng sama bos!" Azzura kembali mencebik sebal."Hmm, kalo gitu, coba kamu cepat ceritain tentang gosip tentang saya yang beredar di kantor." Aydan kembali fokus pada kemudi yang digenggamnya."Jadi begini Pak, menuru
Telepon seluler milik Aydan terus menerus berdering. Azzura, yang sedang tertidur dengan cemas berinisiatif untuk mengambil telepon itu.Dering telepon itu mau tak mau membangunkan Azzura. Dia terbangun Setelah beberapa saat. Sepertinya Aydan juga sudah tertidur. Diliriknya jam yang melingkar di tangannya. Hampir pukul setengah tiga pagi.Telepon seluler milik Aydan kembali berbunyi.Apa itu bunyi alarm pengingat waktu, ya? Azzura terlihat ragu. Bunyi dering dari telepon seluler Aydan terus terdengar. Azzura takut jika suara itu mengganggu tidur bossnya dan membuat nya terbangun dari tidur.Ragu-ragu Azzura berjalan menuju ke arah telepon seluler yang sedang diisi daya di atas meja di sebelah ranjang Aydan.Azzura mengulurkan tangannya nya hendak mencoba untuk mematikan bunyi alarm. Ternyata dugaannya keliru. Itu bukan bunyi alarm pengingat, tapi panggilan video masuk dari Mama Aydan! Azzura terlihat panik. Dan yang lebih gawatnya lagi, Azzura tidak sengaja menekan tombol jawab!"Hall
Aydan sudah menghabiskan bubur yang dibuat oleh Azzura. Awalnya Aydan agak sangsi untuk mencicip bubur di hadapannya itu, sepertinya dia sedikit tidak yakin kalau bubur buatan Azzura benar-benar aman untuk dikonsumsi."Ehm, ini beneran kamu yang bikin, Ra?" Aydan menatap mangkuk buburnya yang sudah kosong di atas meja. Ternyata bubur itu rasanya cukup enak.Azzura mengernyit, "maksudnya apa ya, Pak? Apa Pak Aydan pikir saya nggak bisa masak, ya? Jangan salah ya, Pak, masak itu salah satu passion saya, lho." Azzura mencebik.Aydan terbatuk-batuk, "yaa, itu ... saya minta maaf deh ... saya kira kamu itu bukan tipe cewek yang suka berurusan dengan dapur.""Memangnya tipe saya, tipe cewek yang bagaimana, Pak?"Aydan terkekeh, "sejauh saya perhatikan, kamu ini tipe yang suka-suka dan semau gue. Cuek banget dengan urusan penampilan. Jadi ... wajar kan, kalau saya mengira kamu nggak mungkin punya hobi masak.""Dih, nggak nyambung." Azzura mencebik sambil menatap wajah Aydan yang masih terlih
Setelah berhasil mendapatkan izin untuk menggunakan dapur. Azzura segera bergegas untuk membuat makanan untuk bosnya yang sedang sakit.Azzura berjalan ke dapur milik Aydan. Setelah memeriksa isi kulkas dan memastikan bahan untuk membuat bubur tersedia. Azzura lalu Membuat Bubur yang Lembut. Supaya bosnya itu bisa makan dengan mudah.Untung saja, Azzura sudah sering membantu (baca, terpaksa membantu) mamanya masak, jadi dia tidak perlu khawatir, kalau hanya sekadar untuk memasak bubur saja.Aydan duduk bersandar di atas kasur dengan ponsel di tangan. Sepertinya sedang menunggu panggilan dari seseorang."Hari ini semestinya jadwal saya meeting di Bandung, Ra. Dan, mestinya ... malam ini harusnya saya berada di sana untuk menghadiri konferensi bisnis penting, ""Namanya juga sakit, masa iya mau memaksakan diri." Ucap Azzura sambil meletakkan mangkuk bubur di atas meja kecil yang ada di sebelah ranjang. "Pak Aydan pasti belum makan! Tadi siang saya sudah ingatkan bapak untuk makan sandw
Azzura terdiam sesaat begitu panggilan telepon dari Aydan terputus. Dia sibuk berdebat dengan pikirannya sendiri. Antara menuruti rasa penasaran dirinya sendiri atau menolak permintaan tolong Aydan, yang nampaknya terdengar benar-benar seperti sedang kesakitan.Malam-malam begini, menyuruh datang ke apartemen saja sudah membuat dirinya ketar ketir. Apalagi ditambah disuruh langsung ke kamar mandi! Azzura menghentakkan kakinya. Setelah sekitar lima menit, berdebat dan berargumen seorang diri. Ia akhirnya memutuskan nekat, memberanikan diri untuk mencari Aydan, yang nampaknya ada di dalam kamar mandi.Dengan langkah kaki yang setengah takut-takut, Azzura mulai mencari sosok Aydan.What the! Azzura baru sadar, jika ruang di dalam unit penthouse milik Aydan ini ada banyak! Yang mana menyebabkan pintu di dalamnya juga ada banyak!Pintu pertama yang dia buka ternyata bukan pintu kamar mandi, tapi sebuah ruang tidur berukuran sedang. Tampak rapi, sepertinya belum terpakai. Azzura yakin, itu
"Kenapa Ra?" Donita mengernyit menatap Azzura yang terlihat gusar."Gue disuruh ke tempat Pak Aydan sekarang, Ta.""Mau ngapain dia?""Ya ... Mana gue tahu?" Azzura mengendikkan bahunya. Dia sendiri memang benar benar tidak tahu, kenapa juga Aydan mesti menyuruh dia datang ke apartemen, lebih tepatnya, penthouse-nya malam malam begini. "Paling juga mau bahas soal mamanya yang nelpon dia terus-terusan."Donita cuma bisa setuju dengan pendapat Azzura. "Ya udah, kita cabut aja sekarang. Urusan rahasia-rahasia an yang barusan elo cerita. Janji, nggak bakal bocor kemana mana!" Donita kembali menyakinkan Azzura."Thank ya Ta, udah mau nemenin gue dan dengerin semua cerita soal Pak Aydan.""Hmm, itu gunanya elo punya sahabat Ra."Kedua sahabat itu berpisah di tempat parkir. Mobil mereka berdua diparkir bersebelahan. Setelah keduanya naik ke dalam mobil. Mereka saling membunyikan klakson untuk berpamitan. Donita melaju ke arah yang berlawanan dengan mobil yang dikendarai oleh Azzura.Azzura m
"Ini rahasia ya Ta, Lo jangan sampai ngebocorin ke siapapun!""Iya, iya Ra. Kan tadi udah janji ke elo, gue nggak akan jadi mulut ember. Tenang aja deh, Ra." Donita mengangkat dua jari tangannya, kembali berjanji. Dia memastikan bahwa semua yang sudah diceritakan oleh Azzura tidak akan bocor."Jadi ... kurang lebih seperti itu masalah besar yang sekarang ini sedang gue adepin Ta." Azzura menghela napasnya sesaat."Ck, sumpah Ra. Gue nggak nyangka bakal jadi kayak begini. Seandainya aja, waktu itu bukan elo yang nganter cincin lamaran Pak Aydan yang ketinggalan. Pasti sekarang nggak bakalan kayak begini nasib Lo."Donita ikut ikutan menghela napasnya. "kalo menurut gue nih ... kayaknya sih nggak ada masalah kalau pura-pura, kan cuma sementara, tapi justru masalah utamanya itu, kasihan nyokap sama bokap Lo, Ra ..."Benar yang dibilang Donita, justru saat ini malah masalah utamanya adalah bagaimana cara untuk menjelaskan bahwa semua ini hanya sebuah sandiwara.Rasanya pikiran Azzura sepe
"Pokoknya gue nggak mau tahu. Elo mesti cerita semuanya sama gue! Awas ya, jangan ada dusta diantara kita berdua!" Donita mengancam Azzura."Posesif amat sih, Ta." Azzura tertawa geli melihat kelakuan Donita. "Iya deh iya, kan gue udah bilang, asalkan elo sanggup dengan persyaratan yang gue bilang. Nggak usah khawatir, gue pasti cerita kok ke elo ... semuanya.""Bener lho, ya! Awas aja kalo sampe bohong!""Ya elah, Ta. Kalo bohong ... ntar hidung gue mancung deh kayak Pinokio!"Donita menatap Azzura sambil memutar bola matanya dan mencebik, "Yee, idung Lo tuh ya, emang udah mancung Ra. Emangnya mau nambah semancung apa coba? Nggak usah ngadi ngadi deh Ra.""Yaa, biar makin mancung gitu. Gimana sih Lo." Azzura tertawa geli."Terserah deh, yang penting cerita semuanya."Setelah makanan dan minuman pesanan mereka berdua diantar ke meja, Azzura buru-buru menyesap latte miliknya. Persiapan sebelum memulai bicara."Jadi gini, Ta ... elo pasti nya masih inget waktu Pak Aydan pulang ke kampun
Astaga! Bola mata Azzura auto setengah melotot saat melihat ke arah layar telepon seluler miliknya yang baru saja ia keluarkan dari dalam tas. Setengah tidak yakin, ia kembali memastikan bahwa ia sedang tidak salah lihat nama kontak yang sedang menelponnya.Sebaris nama yang sedang berusaha dihindari oleh nya muncul berpendar pendar di layar telepon. Boss bawel, Aydan."Siapa Ra?"Belum sempat dijawab oleh Azzura, Donita sudah keburu ikut melongok ke arah layar telepon seluler Azzura. "Ngapain tuh si boss, jam segini nelpon kamu?" tanya Donita, sepertinya sedikit heran dan lebih banyak penasaran. "Mana pake video call segala!" Donita meringis.Azzura ikutan meringis Sambil mengendikkan bahunya, otak nya langsung berusaha untuk mencari alasan agar Donita tidak curiga."Eh, Yaa ... nggak tahu juga gue." Jantung Azzura berdetak kencang, takut jika sampai Donita tahu yang sebenarnya. Yang Azzura yakin, sekarang ini pun sebenarnya Donita sudah mulai mencium sesuatu yang janggal."Ya angkat
Udara sore terasa begitu dingin menembus kulit putih Azzura yang bagai susu. Angin berhembus pelan menerpa wajahnya. Langit tampak murung dari biasanya, seperti bisa ikut merasakan apa yang sedang dirasakan oleh Azzura. Burung burung kecil beriringan menari nari di atas awan. Sementara di kejauhan, sebentar lagi mentari sedang bersiap menenggelamkan diri. Menyemburkan semburat warna jingga yang cantik, sayang sedikit tertutup oleh barisan awan yang tampaknya ingin ikut serta tampil cantik di sore itu.Azzura menghentikan langkahnya, lalu meletakkan tubuhnya di atas kursi yang berjajar rapi di pinggir taman. "Mimpi apa aku ini ... terlibat masalah besar begini dengan Pak Aydan." Azzura menengadah menatap langit yang perlahan mulai berubah gelap. Telepon seluler miliknya berdering, membuat Azzura buru-buru menjawab panggilan masuk."Hallo?""Ra! Elo di mana?" suara milik Donita langsung menyambut kalimat Azzura."Taman dekat kantor. Kenapa?""Astaga! Elo gimana sih Ra. Kan tadi kita u