Home / Romansa / CALON MERTUAKU / Selendang Merah

Share

Selendang Merah

Author: Rosa Rasyidin
last update Last Updated: 2023-07-19 17:41:05

Aku membuka mata perlahan. Aku tak lagi ada di rumah Om Andi. Aku menelisik sekeliling ruangan, aroma obat yang menguar, serta tangan yang diinfus.

“Aku di rumah sakit? Kok, bisa?” gumamku sendirian. Mana tidak ada perawat yang jaga. Siapa pula yang membawaku ke sini.

Aku masih ingat kejadian terakhir sebelum aku sadar. Perempuan dengan selendang merah yang berada dibawah kendali Om Andi. Mereka berdua terlalu asyik sampai tak menghiraukanku.

Aku menyerah kalau sudah ada perempuan lain. Diusahakan sekuat apa pun, yang lama akan kalah dengan yang baru. Bukankah begitu hukum alamnya?

Pintu kamarku terbuka, Kimmi muncul sambil menelepon. Dia membelalakkan mata melihatku sadar.

“Entar aku telpon lagi, ya,” ucap Kimmi dengan lawan bicara di ponselnya. “Sadar juga akhirnya,” ucapnya sambil duduk di depanku. Kimmi memanggil perawat dengan menekan tombol di dekat kepalaku.

“Kok, aku bisa ada di sini?” tanyaku penasaran.

“Nggak datang ke kantor, seharian sampai sore nggak ada kabar. Dar
Locked Chapter
Continue Reading on GoodNovel
Scan code to download App

Related chapters

  • CALON MERTUAKU    Teman Kencan

    Sepupu lelaki Kimmi bernama Awan. Dia cukup tampan dan bersih. Masih muda nggak jauh sih, dari umurku. Akhirnya lawan yang seimbang. Entah sampai sejauh mana. Aku nggak tahu, kalau asyik aku jalani. “Hai,” sapanya ketika membukakan pintu mobil untukku. “Hai juga,” jawabku ramah sambil tersenyum. Aroma parfummya Awan wangi, tapi jauh lebih maskulin milik Om Andi. Ah, baru sebentar aku nakal, tapi sudah merindukannya. Mungkin karena sudah bolak-balik merasakan kesyahduan bersama. “Kamu cantik banget,” ucap Awan. “Makasih, kamu juga ganteng banget.” “Lipstik merah kamu, bagus. Biasanya aku nggak suka lihat perempuan pakai lipstik merah, tapi kalau kamu yang pakai jadi kelihatan cantik. Merk apa? Biar aku yang belikan.” Wow, di hari pertama kencan dia sudah berusaha gentleman. Apakah ini akibat dari selendang merah yang aku lilit jadi syal. Aku memang sedang ingin berpenampilan berani. Bahkan aku memakai rok di atas lutut. Terlihat Awan melirik rokku setiap saat. Rok atau yang lai

    Last Updated : 2023-07-22
  • CALON MERTUAKU    Dia itu Aku?

    Awan memelukku begitu erat. Aku kini sudah berada di atas pangkuannya. Kejadian ini dulu tak pernah aku rasakan dengan Om Andi sebelumnya. Jadi tak salah kalau aku meminta dari Awan.Tak hanya sampai di sana saja. Awan menciumku begitu memburu hingga ia tak sanggup lepas dariku. Perlahan-lahan kuku tanganku jadi memanjang. Aku nggak salah lihat, kan? Aku memintanya berhenti dan melihat diri sendiri. Ini seperti bukan aku. “Kenapa, Indah? Kamu ragu?” tanyanya.“Nggak, cuman merasa kayaknya aneh, ya, baru pertama kali kita ketemu tapi udah sejauh ini.”“Mau sama mau apa salahnya.” Awan merebahkan kepala di sandaran mobil. Mungkin karena hasratnya tak tersalurkan.“Ya, nggak salah, tapi apa nggak terlalu cepet.” Justru aku yang terlalu mendekatkan diri padanya. “Kita sama-sama belum ada yang punya, jadi aku rasa nggak ada halangan. Boleh, nggak?” Dia meminta izin padaku. Kurang jantan sebagai lelaki nggak seperti Om Andi. Jelas aku memperbolehkannya. Kami pun melanjutkan adegan yang

    Last Updated : 2023-07-24
  • CALON MERTUAKU    Kaki Tangan

    “Maksudnya apa, Om?” tanyaku ingin memperjelas semuanya. “Masih tidak paham juga? Kamu bodoh betulan atau pura-pura bodoh.” “Jadi kenapa Indah pakai selendang sama baju merah, kenapa?” jeritku lagi tepat di wajah Om Andi. “Kita sama-sama mencari kesenangan. Om mencari uang dan kamu mencari kepuasan. Jadi impas, ya.” Om Andi memegang tanganku. Jemari dengan kuku panjang dan kutek berwarna merah darah membuatku terpaku. Kenapa aku bisa berubah seperti ini? Maksudnya apa? Kenapa nggak ada yang bisa menjelaskan? Semua tanya itu hanya terpendam di dalam hati saja. Pandangan mataku teralihkan pada bagian atap rumah. Di tiang-tiang yang melintang ada Tante Nora duduk di atas sana, bersama dengan wanita yang pernah bangkit dari kubur dan ada di dalam mimpiku. “Sekarang ini Indah mimpi atau nyata.” Aku melepaskan tangan Om Andi dari tubuhku. Aku sedang tidak ingin bersenang-senang. Rasanya aku ingin segera pulang ke dunia nyata. “Mimpi dan nyata itu beda tipis. Toh sentuhan Om tetap ka

    Last Updated : 2023-07-27
  • CALON MERTUAKU    Mencekik Perasaan

    Aku dan Awan semakin akrab dan tak ada yang perlu kami sembunyikan. Perlakuanku pada lelaki perlente dengan penampilan rapi itu membuatnya seperti menyandarkan semuanya padaku. Hari ini dia memberikanku salah satu ATM miliknya. Bukan tak mungkin nyawanya akan dia pertarukan untukku. “Kamu bilang skin caremu habis. Ya udah beli aja terserah mau yang mahal sekalian atau mau perawatan di salon nggak apa-apa. Yang penting kamu tambah cantik,” ucapnya ketika kami janji temu makan siang. “Aduh, aku nggak enak banget makainya. Lagian besok aku gajian.” Aku kembalikan lagi ATM itu tapi awan menyodorkan kembali padaku. “Nggak apa-apa. Ucapan terima kasih dari aku karena kamu mau jadi teman curhat,” katanya sambil mengaduk kopi. “Teman?” tanyaku lagi. Aku harus selalu berusaha agar membuat dia merasa diinginkan. “Iya, anggap aja begitu, Indah. Mau jadi yang lebih aku nggak bisa kasih kamu apa-apa selain uang.” “Ya, udah makasih, ya. Nanti selesai pakai aku balikin. Pinnya berapa, kamu lup

    Last Updated : 2023-08-05
  • CALON MERTUAKU    Ke Rumah Mama

    “Sa-sakit.” Aku memegang tangan si selendang marah. Dia tersenyum, lebih tepatnya menyeringai. Dia suka sekali melihatku menderita. “Kau pikir kau mampu melawanku. Bodoh!” Dia melepaskan cekikan dan melemparku ke atas ranjang. Sialan, rasa sakitnya jangan ditanya lagi. Aku diam sejenak, selanjutnya … aku menangis terisak tak tentu arah. Capek rasanya hidup seperti ini. Aku ingin kembali menjadi Indah yang dulu, yang masih hidup bersama dengan lelaki yang aku cintai. “Jangan coba-coba lari, kau, ya, ke ujung dunia pun aku kejar sampai dapat.” Si selendang merah menginjak bahuku. Tubuhku seperti tertekan dan ingin amblas ke dalam bumi. Lalu dia menghilang ketika pintu kamarku diketuk. Siapa yang datang malam-malam begini? Aku membuka pintu dan ternyata tukang pizza langganan. Hmm, aroma darahnya sangat wangi. Dilihat dari wajahnya dia anak baik-baik seperti Bang Angga dulu. Boleh ini jadi target berikutnya. “Makasih, ambil aja kembaliannya.” Aku memberikan uang padanya. “Tapi ini

    Last Updated : 2023-08-05
  • CALON MERTUAKU    Tragedi Lagi

    Jika tak salah perhitungan, tiga jam lagi aku akan sampai di rumah Mama. Rumah terbaik tempatku berlindung dari segala kejahatan. Masjid? Itu bukan rumahku, itu tempat ibadah. Aku tak bisa tidur. Jujur saja setiap sebentar mataku melihat spion, takut tiba-tiba sosok dengan selendang merah duduk di sampingku dan mai cilukba denganku. Apakah aku bisa menghindar begitu saja? Tak tahu, setidaknya aku mencoba dulu. “Mbak, kenapa melamun aja dari tadi?” Setelah sekian lama akhirnya supir buka suara juga. “Takut, Bang.” “Takut karena sendirian aja di dalam mobil?” Liriknya dari spion. “Iya.” Aku bersumpah demi apa pun bukan aku yang menjawab pertanyaan barusan. Melainkan sebuah suara yang amat dingin dan pelan. Aku menoleh ke kiri dan kanan, tidak ada siapa-siapa. Lalu di mana dia? “Please, tolong jangan ikutin aku. Aku cuman mau tenang,” gumamku perlahan sembari meletakkan kepala di antara dua lutut. “Mbak, tenang aja. Saya nggak pernah berbuah jahat. Saya cari uang untuk anak istri

    Last Updated : 2023-08-07
  • CALON MERTUAKU    Tumbal Pertama

    “Hai, Kim, tadi malam main kabur aja.” Aku sudah sampai di kantor dengan tubuh yang lesu. “Parno aku, takut banget tadi malam berasa lihat hantu,” jawabnya sambil pakai lipstick. Kami duduk di meja masing-masing sambil menunggu yang lain datang. Aku melanjutkan pekerjaan yang tertunda kemarin sambil perutku terus saja keroncongan. Tak lama setelah itu datang dua porsi sarapan pagi. Aku tanya siapa yang memesan dan rasanya nggak mungkin kalau Awan. Dia tahu aku lagi malas makan. Pengantar bilang nggak tahu. Masuk pesan ke ponselku dari Om Andi. Tumben pagi-pagi dapat sinyal. Aku balas sambil makan nasi kuning. Satu porsi lagi ingin aku berikan sama Kimmi tapi katanya dia udah sarapan. [Om lagi ada di Malaysia. Kamu ada titip?] tanyanya. Tak kurasakan sosok Om Andi yang gaptek seperti ketika datang ke kota ini. Atau aku saja yang sok tahu tentangnya. [Nggk ada, Om, hati-hati di sana. Jangan lupa makan dan minum. Udah, ya, Indah balik kerja lagi.] [Iya, terima kasih, kalau lelah k

    Last Updated : 2023-08-07
  • CALON MERTUAKU    Emas Putih

    Di sinilah aku sekarang. Datang dengan pakaian panjang bahkan menggunakan selendang hitam bersama Kimmi. Kami menghadiri pemakaman Awan yang tewas karena kecelakaan mobil tunggal. Aku bagaimana? Baik-baik saja karena secara mendadak pindah di kursi belakang. Aku hanya lecet sedikit di bagian kepala. Terlihat kedua orang tua Awan menangis ketika liang kubur mulai ditutupi tanah. “Mana masih muda,” ujar Kimmi yang tak tahan panas. Kami menggunakan payung dan kaca mata demi menghalau sinar matahari yang menyengat. “Sama seperti Bang Angga. Mati nggak kenal usia,” sahutku mengingat dia yang sudah tiada juga. Kami menunggu sampai prosesi pemakaman selesai. Terlihat bunga ditaburi di atas gundukan tanah setelah batu nisan dipasangkan. Awan meninggal memasuki usianya di angka tiga puluh tahun lebih.Kami berangsur pulang. Aku dan Kimmi jalan kaki bersama dan menunggu grab datang menjemput. Tak ada rasa sedihku sama sekali. Justru aku seperti ketagihan ingin mencari tumbal lagi. “Dipikir

    Last Updated : 2023-08-08

Latest chapter

  • CALON MERTUAKU    Akhir yang Keji

    Akhirnya aku bisa bebas dari penggunaan obat anti depresan. Dua tahun ketergantungan malah membuatku semakin mendalami perasaan bersalah. Tapi, sengaja aku tinggalkan satu butir untuk jaga-jaga. Andaikata dia datang lagi dalam ingatanku yang terlalu jauh. Seiring berjalannya waktu penampakan Om Andi mulai jarang muncul. Mungkin karena keinginanku yang begitu kokoh untuk melupakannya. Adrian pula kini sudah besar, sudah mulai masuk sekolah dasar. Sesekali dia bertemu dengan omnya kalau Anton ada perjalanan ke kotaku. “Nggak ada rencana menikah gitu, Kak?” Widuri duduk di rumah makan milikku. Aku tersenyum melihatnya. “Untuk apa juga? Adrian sudah bahagia dengan menganggap kakek dan neneknya sebagai kedua orang tuanya.” Aku menyediakan teh hangat untuk Widuri yang menunggu kedatangan Anton. Anak Om Andi itu membawa Adrian juga dua anaknya pergi membeli camilan. “Sampai kapan, Kak? Gimanapun Kakak itu mamanya Adrian, loh. Nggak boleh kenyataan ditutupi terlalu lama.” “Mungkin dia ag

  • CALON MERTUAKU    Empat Tahun Kemudian

    Aku di sini. Masih di rumah orang tuaku. Aku tidak pergi ke mana-mana, karena tak punya rumah lain untuk kembali. Tepatnya setelah ke luar dari rumah sakit jiwa. Iya, dua tahun lamanya aku mendekam di sana. Bagaimana tidak? Ternyata perbuatan dosa yang aku lakukan selama bertahun-tahun membuahkan hasil yang sangat menyakitkan. Dua tahun di rumah sakit jiwa, aku sering melihat penampakan Bang Angga terkadang juga Om Andi. Iya, aku ingat semua kejadian. Hanya saja aku tidak bisa mengendalikan diri ketika harus menjerit, menangis atau tertawa. Aku tahu Om Andi sudah mati. Aku lihat mayatnya di dalam kantong jenazah. Tapi hati kecilku menolak, karena anak di dalam kandunganku butuh ayahnya.“Adrian, sini, Nak, Kakak bawa mobil-mobilan.” Adrian, nama anakku buah hasil hubungan terlarang bersamanya. Umurnya sudah empat tahun. Dia tumbuh menjadi anak lelaki yang ganteng, mirip seperti ayahnya yang tidak pernah menikahiku. Warga di sini tahunya kalau Adrian anak bungsu mamaku. Ya, sebuah

  • CALON MERTUAKU    Perpisahan

    Kami bertiga menatap Kak Indah dengan rasa iba. Padahal baru beberapa hari dia ditinggal oleh Ayah. Sudah persis, tepatnya aku tebak Kak Indah memang jadi gila.“Om, nanti kita punya anak, Om, harus baik-baik sama anak sendiri.” Begitu kata Kak Indah.“Macem manelah. Akibat bermain hati ditambah berzinah. Rosak sudah akal dan pikiran,” ucap Bang Dani. Dia pun pamit pulang.“Akan kau bawa juga Kak Indah pulang, dengan keadaan dia macam orang tak ade akal?” tanya Bang Rizal yang membawa berkas surat tanah ayahku. “Iyalah, Bang, gimanapun saya udah janji sama kedua orang tuanya. Oh, iya, Bang, hutang rumah sakit tidak usah dibayar lagi. Juga uang hasil jual tanah Ayah nanti ambillah secukupnya untuk memperbaiki kehidupan Abang. Anggap saja balas budi dari saya karena Abang telah membebaskan kami dari cengkeraman ilmu hitam.” Hal itu tadi lupa aku katakan padanya. “Terima kasih, Anton, dah dianggap lunas hutang rumah sakit saya sudah senang. Masalah uang tanah nanti saya serahkan semue

  • CALON MERTUAKU    Berakhir

    Aku tidak tahu apa jadinya kalau Bang Rizal dan Bang Dani tidak datang menolongku. Tubuhku sudah terlilit akar pohon getah. Sejak mereka datang langsung saja tanpa basa basi membabat akar tanaman yang melilitku. Selanjutnya mereka menyiramkan pohon rambutan dengan air doa yang diberikan oleh seorang guru. Aroma busuk dan anyir darah seketika menguar. Tawa seorang wanita tua jadi semakin memekakkan telinga. Bang Dani langsung bergerak cepat memotong dahan pohon rambutan dengan parang panjang yang dia bawa. Bang Rizal datang menolong mematahkan apa yang bisa dipatahkan. Aku sendiri masih terduduk lemas akibat hantaman di kepala tadi. Ada kepala yang terbang ke arah mereka berdua. Dengan tertatih aku bergerak. Aku ambil batang kayu rambutan yang telah patah bercabang dan terpaksa menusuk kepala itu dengan kayu. Ya, mengerikan sekali, kepala tersangkut di kayu dan tak bisa lagi terbang. Aku membantu Bang Rizal dan Dani menumbangkan pohon rambutan itu. Batangnya yang sudah berusia sang

  • CALON MERTUAKU    Cinta Buta

    Bang Rizal membawaku berlari, sesekali dia menengok ke belakang. Tak lama sesduah itu Dani menyusul. Di tangannya aku lihat ada pisau panjang dan tajam. Persis seperti yang sering dibawa Om Andi kalau sedang ke kebun, katanya. “Ayo, lekas kite cari di mane pohon rambutan tu.” Dani berlari lebih kencang dari pada kami. Aku menoleh lagi dan melihat ke arah rumah Om Andi. Dia terkurung di sana. Di lantai dua ragam makhluk jadi-jadian dan menyeramkan seolah-olah berkumpul dan ingin lepas dari sana. Kami bertiga akhirnya masuk ke dalam hutan yang kata Dani adalah milik atuknya dulu.“Ini jejak ape?” Bang Rizal melihat ke arah jalan masuk di dalam hutan karet. Untung mereka berdua membawa senter. Aku perhatikan ada jejak darah agak kering dan ada yang segar di tanah. Juga seperti ada benda yang diseret. Dari daun-daunan kering yang menyingkir membentuk jalan setapak.“Ape Anton agaknye yang di dalam sane?” Bang Rizal menatap wajah Bang Dani.Setelah itu keduanya langsung berjalan mengik

  • CALON MERTUAKU    Runtuh

    Aku hanya bisa berharap satu hal, yaitu Anton baik-baik saja. Bukan tidak mungkin Om Andi membunuhnya. Aku … anggap saja sangat memahami calon mertuaku walau baru beberapa bulan kenal. Lalu masalah anak dalam kandunganku? Aku akan jujur pada Mama dan Papa, lalu menerima apa pun hukuman dari mereka. Huuuft, angin dingin di malam hari begitu kencang berhembus. Pemilik kedai menawarkan padaku untuk masuk, tapi aku sangat takut ke dalam rumah orang asing lagi. Cukuplah pengalaman dengan Om Andi aku jadikan pelajaran. “Nah, minum teh hangat ni kalau memang tak nak masuk ke rumah.” Ibu pemilik kedai memberikan segelas teh besar padaku. Aku yang memang lapar dan haus lekas saja meminumnya. Rasanya tenggorokanku lega. “Ibu, ada jual makanan nggak. Kalau ada saya mau pesan?” tanyaku padanya.“Mi rebus, mi goreng, nak yang mane?” “Mi rebus,” jawabku. Aslinya aku kurang suka makan-makanan serba instan, tapi apa daya aku tidak punya pilihan lain. Mi rebus datang dengan telur rebus matang dan

  • CALON MERTUAKU    Mengerikan

    Sambil menunggu kedatangan Bang Rizal serta Dani aku menanyakan beberapa hal pada Kak Indah. Salah satunya nasib anak dalam kandungannya yang tak lain tak bukan tetap adik kandungku. Di usia hampir kepala tiga dapat adik bayi itu adalah hal yang lucu bagiku. Apalagi jalannya sedemikian rupa. “Ya, dilahirin, dibesarin, biar nggak seperti kedua orang tuanya,” jawab Kak Indah sambil mengelus perutnya. “Oh. Terus, ada rencana menikah lagi?” tanyaku penasaran. Model perempuan seperti Kak Indah, agak susah ditebak jalan hidupnya. Bukan lurus-lurus seperti Widuri yang kegiatannya pulang, kerja, pulang, kerja saja. “Nggak, deh, udahan aja. Kalau hanya demi nafsu nggak mau. Pokoknya udah end semua urusan tentang laki-laki. Ketemu sama ayah kamu adalah pelajaran sangat berharga bagi Kakak.”Ya, itu kata dia. Padahal aku yakin juga Bang Angga dan Ayah ketemu Kak Indah juga mendapat pelajaran yang sangat berharga. Lama sekali dua abang ini kembali. Akhirnya aku memutuskan jalan duluan ke rum

  • CALON MERTUAKU    Induk Racun

    Aku duduk di kursi yang ada di dekat kamar ayah. Sembari menunggu dua sejoli ini keluar. Tak lama selang beberapa menit saja Indah terisak dengan air mata yang berlinang, disusul Ayah.Kak Indah melaluiku begitu saja. Dia seperti kecewa denganku. Ya, aku juga bingung harus bersikap apa. Yang satu ayahku, yang satu lagi tidak ada kaitan apa-apa denganku. “Anton, dari mana?” tanya ayahku dengan hanya menggunakan handuk saja. Beliau sudah tidak ada malu lagi berbuat dosa di depan anaknya.“Dari rumah sakit. Menemani Bang Rizal sama Dani. Istrinya tiba-tiba muntah darah,” jawabku.“Oh. Bilang dengan mereka, jangan terlalu usil sama urusan orang lain. Jangan usik ketenangan orang di sini.” Ayah pergi ke dapur dan menenggak segelas air putih. “Apa Ayah penyebab istri keduanya sakit?” Aku jadi berpikir bahwa tuduhan Dani adalah benar. “Kalau iya kenapa, kalau tidak kenapa? Jangan mereka pikir mereka kuat. Ayah jauh lebih kuat,” ujar Ayah dengan bangganya. “Ayah!” Aku sudah tidak tahan la

  • CALON MERTUAKU    Tirakat

    Dua orang istri dari Bang Rizal dan Bang Dani telah dibawa ke ruang UGD. Kami bertiga menunggu di luar. Aku menepati janji mengurus administrasi saudara jauhku, sebab aku tahu uangnya di kantong mungkin tidak banyak. “Dah, tak ape. Untuk Rizal biar saye saje yang bayarkan.” Bang Dani mencegahku menangani pembiayaan. “Nggak apa-apa, saya sudah janji.” Aku harus menjaga ucapanku. “Saye takutnye uang itu ade sangkut pautnya dengan Pak Cik Andi. Bang Rizal nanti bisa jadi korban. Saye butuh Bang Rizal untuk melanjutkan pembangunan pesantren.” Ucapan Bang Dani melukai harga diriku. Tanpa sadar aku membanting pena di depan perawat yang sedang menanti tanda tangan kami. Aku menatap matanya, pun dengan dia. Kami sama-sama berkeras. Uang ini adalah murni uang hasil kerjaku. “Sudah, sudah. Begini, Bang Dani, saye dah sepakat untuk pinjam uang Anton, tak payahlah Abang bayarkan.” Bang Rizal melerai kami. Sesaat setelahnya kami sama-sama menarik napas.Kami menunggu hingga kedua istri dikel

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status