Beranda / Romansa / CALON MERTUAKU / Sebelum Pulang

Share

Sebelum Pulang

Penulis: Rosa Rasyidin
last update Terakhir Diperbarui: 2023-06-01 08:42:48

“Jadi, bagaimana? Ikut atau tidak?” tanya Om Andi ketika aku baru sampai.

Dia menyodorkan barang-barang kesukaan perempuan padaku. Kami tidak bertemu di kamar. Tepatnya di restaurant di dalam hotel. Dalam sebuah ruangan khusus pula, katanya Om Andi ingin bebas merokok.

Jujur aku belum memikirkan jawabaannya. Perhatianku tertuju pada tas dan sepatu yang sesuai dengan seleraku. Dari mana beliau tahu? Bertanya saja tidak pernah.

“Nora, Om tanya sama kamu.” Dia mengembuskan asap rokoknya ke udara.

“Indah, belum bisa ambil keputusan, Om.” Aku meminum soft drink yang baru dipesan.

Eh sebentar, ini bukan minuman ringan, ada sedikit kandungan alkohol di dalamnya. Ya, udahlah minum aja daripada sungkan nolak.

“Cobalah mulai berpikir. Tiga hari lagi, waktu tidak akan terasa lama berjalan.”

“Emang nggak bisa kalau Om nggak usah pergi?”

“Kalau kamu mau ikut, Om, tinggalkan semua yang ada di kota dan hiduplah di kampung berdua saja dengan Om, dengan anak-anak kita maksudnya sekalian.”

“Ma
Bab Terkunci
Lanjutkan Membaca di GoodNovel
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • CALON MERTUAKU    Pergi

    Aku nggak kembali ke kosan, selama tiga hari tersisa waktu bersama Om Andi. Beneran dia serius mau pulang. Selama waktu yang tersisa, aku sama dia jalan-jalan, makan, ke tempat hiburan sepulang jam kerja. “Memang berapa gaji kamu di sana, Om bisa ganti,” katanya. “Bukan masalah gaji aja, Om, tapi ada hal lain.” “Ya, terserah kamu, kalau memang tidak mau ikut Om tidak bisa memaksa.” Om Andi memasukkan baju-bajunya ke koper. “Mungkin kita memang selamanya hanya jadi calon mertua dan menantu.” Dia menutup kopernya setelah semua baju masuk. “Kecuali Om kasih kepastian, kalau Om akan nikahin Indah sebelum ke kampung, udah itu aja. Indah butuh uang, tapi lebih butuh kepastian sebenernya.” Aku menjawab. Ini buat jaga-jaga andaikata aku ikut ke kampung, eh, tiba-tiba dia menikahi perempuan lain. Ya, walau aku yang udah ditiduri sama dia, tapi kalau ada istri sah, tetap saja aku yang salah. “Fungsi menikah menurut kamu apa?” tanyanya sambil duduk di sebelah koper. “Untuk ibadah.” Jawaba

    Terakhir Diperbarui : 2023-06-04
  • CALON MERTUAKU    Menghitung Hari

    Detik demi detik waktu berlalu membawaku dari pagi sampai akhirnya menuju jam makan siang. Aku sibuk sekali, maksudku, aku menyibukkan diri. Baru satu hari aku ditinggal Om Andi, tapi aku mulai kepikiran. Aku cek handphone, balasan pesan dariku nggak ada. Susahnya menjalin hubungan sama orang tua, nggak ada WA nggak ada messengger, apalagi facebook dan twitter. Ditelpon juga nggak nyambung. “Indah, makan yuk, katanya ditraktir, tuh, sama Pak Hengki. Dari tadi dia lihatin kamu terus, loh.” Kimmi mulai mencolekku yang terus memikirkan Om Andi. Ck, ganggu aja. “Dia, kan, udah punya istri, sih, ngapain cari aku, emang aku pelakor?” Aku menutup sheet kerja di excel dan mulai mengemas handphone serta dompet. Soal makan siang aku masih bisa beli sendiri, kok. “Ya, sama sesekakek itu emangnya apa?” Kimmi mengikutiku. Aku memutuskan nggak mau bergabung dengan rombongan Pak Hengki, biarin deh mau dibilang sombong. “Om Andi kan duda, hati istri mana yang aku sakiti. Aduh capek aku klarifik

    Terakhir Diperbarui : 2023-06-14
  • CALON MERTUAKU    Pelecehan

    Panggilan kami terputus begitu saja. Paling juga karena sinyal yang jelek. Om Andi sudah selamat sampai di rumah sejak kemarin dan dia beritahu aku baru hari ini. Luar biasa. Ya, beginilah menjalin hubungan dengan orang tua, banyak makan hatinya. Di dalam kamar kosan aku terus merenung tentang peringatan dari Tante Nora, udah dua kali. Yang pertama saat di rumah suaminya, lalu terjadilah malam nista yang sudah sering kami ulangi. Kalau sampai dua kali artinya Om Andi beneran bukan orang baik? Terus aku ini emangnya baik? Halah, jelas sekali aku murahan kata beliau. Malam ini aku tak bisa tidur, selain memikirkan dia yang kata Kimmi sudah memelet aku. Diri ini juga mengerjakan presentase buat besok di kantor Pak Hengki. Untung aku perginya sama satu tim, kalau sendirian malas banget. Malam semakin larut ketika aku merapikan pekerjaan. Saat aku menoleh ke kiri, rasa-rasanya aku melihat Silvi. Nggak, please, dia udah mati, tolong jangan menghantuiku lagi. Tapi akhirnya hilang juga. A

    Terakhir Diperbarui : 2023-06-15
  • CALON MERTUAKU    Gantung Diri

    Aku ingin pergi, tapi Pak Hengki menggenggam dua tangan dan menahanku di dinding. Sialan. Tapi tepat waktu pula aku muntah di bajunya. Keluar semua isi perutku. “Nggap apa-apa, ini sensasi namanya.” Dia ingin membersihkan bibirku, tapi aku menolak. Aku ingin menjerit tapi nggak bisa. Aku nggak mau disentuh sama si Hengki gila. Aku nggak cinta sama dia. Aku nggak tahu kenapa pintu yang dikunci dari dalam, kok, bisa-bisanya terbuka. Kimmi ada di depan pintu. Pak Hengki menjauh. Aku lihat dia merapikan baju dan celananya yang tadi hampir dia turunkan. “Ditungguin dari tadi, Indah. Lama amat ke toiletnya, ternyata nongkrong di sini, cepetan, kita masih ada kerjaan,” ucap Kimmi. Aku lekas meraih tangannya. “Pusing banget kepalaku, antar aku ke kantor, ya, aku mau istirahat di sana. Gila. Pak Hengki bener-bener kelewatan.” Aku merebahkan kepala di bahu Kimmi. Dia memang lebih tinggi daripada aku dan selalu bisa diandalkan. Kami kembali pakai bus kota soalnya tumben taksi lama banget. Ak

    Terakhir Diperbarui : 2023-06-20
  • CALON MERTUAKU    Alam Mimpi

    Aku tak peduli dengan supir taksi yang meregang nyawa karena dicekik kuntilanak, hantu, genderuwo atau sejenisnya. Aku terus saja berjalan hingga berjumpa dengan ojek motor online. Kupikir kalau di tempat terbuka mereka tak akan berani mengganggu. “Bang, bisa antar nggak ke kosan, nggak usah pakai order aplikasi dulu, saya bayar lebih.” Aku menunjukkan pecahan uang 100k padanya. Tanpa banyak basa basi bang ojek langsung setuju. Sebelum benar-benar sampai di kosan aku memintanya singgah ke minimarket sebentar. Aku perlu minuman dingin dan buah-buahan segar untuk mendinginkan kepalaku. Aku borong belanja bahkan sebagian aku berikan pada bang ojek, lumayan untuk menyenangkan hatinya. Sampai di kos aku merasa tenang walau kesepian. Akhir-akhir ini ada saja kejadian yang membuat leherku nyaris keram. Entah kenapa sejak ditinggal Om Andi ke kampung halamannya semua ini terjadi. Padahal aku nggak pernah jahat sama dia. “Kenapa, ya?” tanyaku pada bayangan diri di depan cermin. “Kamu pela

    Terakhir Diperbarui : 2023-07-04
  • CALON MERTUAKU    Terlalu Indah

    “Nora, kamu cari apa?” Aku terkejut ketika Om Andi sudah ada di dalam kamar. Lekas aku masukkan buku nikah kami atau punya dia. Karena di sini identitasku adalah Nora Syafitri. “Kamu cari apa?” tanyanya lagi. “Nggak ada.” Aku turun dari kursi dan hampir jatuh, untung ditangkap sama Om Andi. “Ada yang kamu ragukan?” Sepertinya Om Andi tahu kegelisahanku. “Ada, Om. Apa boleh Indah bicara, takut nanti Om marah.” “Ya, boleh, kenapa tidak. Kamu, kan, istri, Om.” Ucapan dia membuatku merasa semakin aneh. Nora Syafitri dan Indah Nora Diana itu berbeda jauh. “Apa Om punya dua istri? Yang pertama Nora Syafitri dan yang kedua itu Indah?” tanyaku daripada penasaran. “Bukannya kamu sudah lama tahu,” ucapnya. Oh, Tuhan, jadi aku di sini istri kedua untuk mengurus anak-anaknya? “Terus mana istri pertama, Om?” “Sudah meninggal, tak lama setelah Anton lahir. Kamu sudah tahu kenapa bertanya lagi?” Jawaban Om Andi membuatku kian bingung. Aku ingin bangun dari mimpi ini tapi aku nggak tahu gim

    Terakhir Diperbarui : 2023-07-04
  • CALON MERTUAKU    Enam Batu Nisan

    Pagi harinya aku mencuci seluruh tubuh. Udara di tahun delapan puluhan ini terasa sangat dingin luar biasa. Belum bercampur dengan kemunafikan dan dosa. Eh, aku juga seorang pendosa besar, sih. Aku masih jadi yang pertama kali bangun. Kulihat Om Andi masih malas beranjak dari pembaringan. Pun Angga dan Anton yang katanya anakku tak juga bangun dari tidurnya. Apa mereka tidak sholat Shubuh. Karena yang aku kenal dulu Bang Angga orang yang rajin ibadah. Aku sendiri? Nggak usah ditanyain gimana hancurnya jadi orang. “Om, Om Andi, nggak bangun?” Aku mengguncang tubuh lelaki yang sudah jadi suami seperti keinginanku. “Jam berapa?” tanyanya, tapi mata tetap terpejam. “Jam setengah enam pagi,” jawabku. “Kalau di sini penyebutannya jam lima setengah, jangan lupa itu, Nora, supaya kamu gampang berbaur.” Om Andi bangkit dan meraih handuk. Tebakku langsung menuju kamar mandi. Aku rapikan sprei dan baju kami yang berserakan di lantai. Malam tadi kami terlalu menggebu seperti kuda liar yang

    Terakhir Diperbarui : 2023-07-07
  • CALON MERTUAKU    Sosok dari Lubang Kubur

    Aku ditinggal sendirian di tanah tempat enam batu nisan tertancap. Apa Om Andi punya rencana untuk membunuhku? Tapi dia tidak meninggalkanku. Hanya suaranya yang terdengar tapi orangnya tidak ada. Sejujurnya aku nggak tahu mana yang kuburan Tante Nora mana yang bukan. Soalnya nisannya dari kayu dan tulisannya sudah kabur. Perlahan aku coba berdiri, karena nggak mungkin berlama-lama di sini. Tapi tiba-tiba saja salah satu kuburan terbelah. Aku kaku dan terjatuh. Mendadak seluruh tubuh terasa dingin. Aroma anyir darah tercium dari dalam lubang kuburan. “Om Andi, Om, di mana?” panggilku. Tapi jangannya orangnya, suara saja tidak ada. “Om Andi, jangan tinggalin Indah.”Ada tangan dengan kuku panjang yang terus keluar dan perlahan-lahan kaki juga naik dari lubang kubur. Hasratku ingin pipis di celana sangat besar, tapi aku tahan karena malu. “Om Andi, jangan bercanda sama Indah. Indah mau pulang.” Aku menangis. Hari masih pagi, tapi sudah ada hantu yang keluar. Mana langit mendung sert

    Terakhir Diperbarui : 2023-07-09

Bab terbaru

  • CALON MERTUAKU    Akhir yang Keji

    Akhirnya aku bisa bebas dari penggunaan obat anti depresan. Dua tahun ketergantungan malah membuatku semakin mendalami perasaan bersalah. Tapi, sengaja aku tinggalkan satu butir untuk jaga-jaga. Andaikata dia datang lagi dalam ingatanku yang terlalu jauh. Seiring berjalannya waktu penampakan Om Andi mulai jarang muncul. Mungkin karena keinginanku yang begitu kokoh untuk melupakannya. Adrian pula kini sudah besar, sudah mulai masuk sekolah dasar. Sesekali dia bertemu dengan omnya kalau Anton ada perjalanan ke kotaku. “Nggak ada rencana menikah gitu, Kak?” Widuri duduk di rumah makan milikku. Aku tersenyum melihatnya. “Untuk apa juga? Adrian sudah bahagia dengan menganggap kakek dan neneknya sebagai kedua orang tuanya.” Aku menyediakan teh hangat untuk Widuri yang menunggu kedatangan Anton. Anak Om Andi itu membawa Adrian juga dua anaknya pergi membeli camilan. “Sampai kapan, Kak? Gimanapun Kakak itu mamanya Adrian, loh. Nggak boleh kenyataan ditutupi terlalu lama.” “Mungkin dia ag

  • CALON MERTUAKU    Empat Tahun Kemudian

    Aku di sini. Masih di rumah orang tuaku. Aku tidak pergi ke mana-mana, karena tak punya rumah lain untuk kembali. Tepatnya setelah ke luar dari rumah sakit jiwa. Iya, dua tahun lamanya aku mendekam di sana. Bagaimana tidak? Ternyata perbuatan dosa yang aku lakukan selama bertahun-tahun membuahkan hasil yang sangat menyakitkan. Dua tahun di rumah sakit jiwa, aku sering melihat penampakan Bang Angga terkadang juga Om Andi. Iya, aku ingat semua kejadian. Hanya saja aku tidak bisa mengendalikan diri ketika harus menjerit, menangis atau tertawa. Aku tahu Om Andi sudah mati. Aku lihat mayatnya di dalam kantong jenazah. Tapi hati kecilku menolak, karena anak di dalam kandunganku butuh ayahnya.“Adrian, sini, Nak, Kakak bawa mobil-mobilan.” Adrian, nama anakku buah hasil hubungan terlarang bersamanya. Umurnya sudah empat tahun. Dia tumbuh menjadi anak lelaki yang ganteng, mirip seperti ayahnya yang tidak pernah menikahiku. Warga di sini tahunya kalau Adrian anak bungsu mamaku. Ya, sebuah

  • CALON MERTUAKU    Perpisahan

    Kami bertiga menatap Kak Indah dengan rasa iba. Padahal baru beberapa hari dia ditinggal oleh Ayah. Sudah persis, tepatnya aku tebak Kak Indah memang jadi gila.“Om, nanti kita punya anak, Om, harus baik-baik sama anak sendiri.” Begitu kata Kak Indah.“Macem manelah. Akibat bermain hati ditambah berzinah. Rosak sudah akal dan pikiran,” ucap Bang Dani. Dia pun pamit pulang.“Akan kau bawa juga Kak Indah pulang, dengan keadaan dia macam orang tak ade akal?” tanya Bang Rizal yang membawa berkas surat tanah ayahku. “Iyalah, Bang, gimanapun saya udah janji sama kedua orang tuanya. Oh, iya, Bang, hutang rumah sakit tidak usah dibayar lagi. Juga uang hasil jual tanah Ayah nanti ambillah secukupnya untuk memperbaiki kehidupan Abang. Anggap saja balas budi dari saya karena Abang telah membebaskan kami dari cengkeraman ilmu hitam.” Hal itu tadi lupa aku katakan padanya. “Terima kasih, Anton, dah dianggap lunas hutang rumah sakit saya sudah senang. Masalah uang tanah nanti saya serahkan semue

  • CALON MERTUAKU    Berakhir

    Aku tidak tahu apa jadinya kalau Bang Rizal dan Bang Dani tidak datang menolongku. Tubuhku sudah terlilit akar pohon getah. Sejak mereka datang langsung saja tanpa basa basi membabat akar tanaman yang melilitku. Selanjutnya mereka menyiramkan pohon rambutan dengan air doa yang diberikan oleh seorang guru. Aroma busuk dan anyir darah seketika menguar. Tawa seorang wanita tua jadi semakin memekakkan telinga. Bang Dani langsung bergerak cepat memotong dahan pohon rambutan dengan parang panjang yang dia bawa. Bang Rizal datang menolong mematahkan apa yang bisa dipatahkan. Aku sendiri masih terduduk lemas akibat hantaman di kepala tadi. Ada kepala yang terbang ke arah mereka berdua. Dengan tertatih aku bergerak. Aku ambil batang kayu rambutan yang telah patah bercabang dan terpaksa menusuk kepala itu dengan kayu. Ya, mengerikan sekali, kepala tersangkut di kayu dan tak bisa lagi terbang. Aku membantu Bang Rizal dan Dani menumbangkan pohon rambutan itu. Batangnya yang sudah berusia sang

  • CALON MERTUAKU    Cinta Buta

    Bang Rizal membawaku berlari, sesekali dia menengok ke belakang. Tak lama sesduah itu Dani menyusul. Di tangannya aku lihat ada pisau panjang dan tajam. Persis seperti yang sering dibawa Om Andi kalau sedang ke kebun, katanya. “Ayo, lekas kite cari di mane pohon rambutan tu.” Dani berlari lebih kencang dari pada kami. Aku menoleh lagi dan melihat ke arah rumah Om Andi. Dia terkurung di sana. Di lantai dua ragam makhluk jadi-jadian dan menyeramkan seolah-olah berkumpul dan ingin lepas dari sana. Kami bertiga akhirnya masuk ke dalam hutan yang kata Dani adalah milik atuknya dulu.“Ini jejak ape?” Bang Rizal melihat ke arah jalan masuk di dalam hutan karet. Untung mereka berdua membawa senter. Aku perhatikan ada jejak darah agak kering dan ada yang segar di tanah. Juga seperti ada benda yang diseret. Dari daun-daunan kering yang menyingkir membentuk jalan setapak.“Ape Anton agaknye yang di dalam sane?” Bang Rizal menatap wajah Bang Dani.Setelah itu keduanya langsung berjalan mengik

  • CALON MERTUAKU    Runtuh

    Aku hanya bisa berharap satu hal, yaitu Anton baik-baik saja. Bukan tidak mungkin Om Andi membunuhnya. Aku … anggap saja sangat memahami calon mertuaku walau baru beberapa bulan kenal. Lalu masalah anak dalam kandunganku? Aku akan jujur pada Mama dan Papa, lalu menerima apa pun hukuman dari mereka. Huuuft, angin dingin di malam hari begitu kencang berhembus. Pemilik kedai menawarkan padaku untuk masuk, tapi aku sangat takut ke dalam rumah orang asing lagi. Cukuplah pengalaman dengan Om Andi aku jadikan pelajaran. “Nah, minum teh hangat ni kalau memang tak nak masuk ke rumah.” Ibu pemilik kedai memberikan segelas teh besar padaku. Aku yang memang lapar dan haus lekas saja meminumnya. Rasanya tenggorokanku lega. “Ibu, ada jual makanan nggak. Kalau ada saya mau pesan?” tanyaku padanya.“Mi rebus, mi goreng, nak yang mane?” “Mi rebus,” jawabku. Aslinya aku kurang suka makan-makanan serba instan, tapi apa daya aku tidak punya pilihan lain. Mi rebus datang dengan telur rebus matang dan

  • CALON MERTUAKU    Mengerikan

    Sambil menunggu kedatangan Bang Rizal serta Dani aku menanyakan beberapa hal pada Kak Indah. Salah satunya nasib anak dalam kandungannya yang tak lain tak bukan tetap adik kandungku. Di usia hampir kepala tiga dapat adik bayi itu adalah hal yang lucu bagiku. Apalagi jalannya sedemikian rupa. “Ya, dilahirin, dibesarin, biar nggak seperti kedua orang tuanya,” jawab Kak Indah sambil mengelus perutnya. “Oh. Terus, ada rencana menikah lagi?” tanyaku penasaran. Model perempuan seperti Kak Indah, agak susah ditebak jalan hidupnya. Bukan lurus-lurus seperti Widuri yang kegiatannya pulang, kerja, pulang, kerja saja. “Nggak, deh, udahan aja. Kalau hanya demi nafsu nggak mau. Pokoknya udah end semua urusan tentang laki-laki. Ketemu sama ayah kamu adalah pelajaran sangat berharga bagi Kakak.”Ya, itu kata dia. Padahal aku yakin juga Bang Angga dan Ayah ketemu Kak Indah juga mendapat pelajaran yang sangat berharga. Lama sekali dua abang ini kembali. Akhirnya aku memutuskan jalan duluan ke rum

  • CALON MERTUAKU    Induk Racun

    Aku duduk di kursi yang ada di dekat kamar ayah. Sembari menunggu dua sejoli ini keluar. Tak lama selang beberapa menit saja Indah terisak dengan air mata yang berlinang, disusul Ayah.Kak Indah melaluiku begitu saja. Dia seperti kecewa denganku. Ya, aku juga bingung harus bersikap apa. Yang satu ayahku, yang satu lagi tidak ada kaitan apa-apa denganku. “Anton, dari mana?” tanya ayahku dengan hanya menggunakan handuk saja. Beliau sudah tidak ada malu lagi berbuat dosa di depan anaknya.“Dari rumah sakit. Menemani Bang Rizal sama Dani. Istrinya tiba-tiba muntah darah,” jawabku.“Oh. Bilang dengan mereka, jangan terlalu usil sama urusan orang lain. Jangan usik ketenangan orang di sini.” Ayah pergi ke dapur dan menenggak segelas air putih. “Apa Ayah penyebab istri keduanya sakit?” Aku jadi berpikir bahwa tuduhan Dani adalah benar. “Kalau iya kenapa, kalau tidak kenapa? Jangan mereka pikir mereka kuat. Ayah jauh lebih kuat,” ujar Ayah dengan bangganya. “Ayah!” Aku sudah tidak tahan la

  • CALON MERTUAKU    Tirakat

    Dua orang istri dari Bang Rizal dan Bang Dani telah dibawa ke ruang UGD. Kami bertiga menunggu di luar. Aku menepati janji mengurus administrasi saudara jauhku, sebab aku tahu uangnya di kantong mungkin tidak banyak. “Dah, tak ape. Untuk Rizal biar saye saje yang bayarkan.” Bang Dani mencegahku menangani pembiayaan. “Nggak apa-apa, saya sudah janji.” Aku harus menjaga ucapanku. “Saye takutnye uang itu ade sangkut pautnya dengan Pak Cik Andi. Bang Rizal nanti bisa jadi korban. Saye butuh Bang Rizal untuk melanjutkan pembangunan pesantren.” Ucapan Bang Dani melukai harga diriku. Tanpa sadar aku membanting pena di depan perawat yang sedang menanti tanda tangan kami. Aku menatap matanya, pun dengan dia. Kami sama-sama berkeras. Uang ini adalah murni uang hasil kerjaku. “Sudah, sudah. Begini, Bang Dani, saye dah sepakat untuk pinjam uang Anton, tak payahlah Abang bayarkan.” Bang Rizal melerai kami. Sesaat setelahnya kami sama-sama menarik napas.Kami menunggu hingga kedua istri dikel

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status