Home / Romansa / CALON MERTUAKU / Alam Mimpi

Share

Alam Mimpi

Author: Rosa Rasyidin
last update Last Updated: 2023-07-04 18:45:16

Aku tak peduli dengan supir taksi yang meregang nyawa karena dicekik kuntilanak, hantu, genderuwo atau sejenisnya. Aku terus saja berjalan hingga berjumpa dengan ojek motor online. Kupikir kalau di tempat terbuka mereka tak akan berani mengganggu.

“Bang, bisa antar nggak ke kosan, nggak usah pakai order aplikasi dulu, saya bayar lebih.” Aku menunjukkan pecahan uang 100k padanya.

Tanpa banyak basa basi bang ojek langsung setuju. Sebelum benar-benar sampai di kosan aku memintanya singgah ke minimarket sebentar. Aku perlu minuman dingin dan buah-buahan segar untuk mendinginkan kepalaku. Aku borong belanja bahkan sebagian aku berikan pada bang ojek, lumayan untuk menyenangkan hatinya.

Sampai di kos aku merasa tenang walau kesepian. Akhir-akhir ini ada saja kejadian yang membuat leherku nyaris keram. Entah kenapa sejak ditinggal Om Andi ke kampung halamannya semua ini terjadi. Padahal aku nggak pernah jahat sama dia.

“Kenapa, ya?” tanyaku pada bayangan diri di depan cermin.

“Kamu pela
Locked Chapter
Continue Reading on GoodNovel
Scan code to download App

Related chapters

  • CALON MERTUAKU    Terlalu Indah

    “Nora, kamu cari apa?” Aku terkejut ketika Om Andi sudah ada di dalam kamar. Lekas aku masukkan buku nikah kami atau punya dia. Karena di sini identitasku adalah Nora Syafitri. “Kamu cari apa?” tanyanya lagi. “Nggak ada.” Aku turun dari kursi dan hampir jatuh, untung ditangkap sama Om Andi. “Ada yang kamu ragukan?” Sepertinya Om Andi tahu kegelisahanku. “Ada, Om. Apa boleh Indah bicara, takut nanti Om marah.” “Ya, boleh, kenapa tidak. Kamu, kan, istri, Om.” Ucapan dia membuatku merasa semakin aneh. Nora Syafitri dan Indah Nora Diana itu berbeda jauh. “Apa Om punya dua istri? Yang pertama Nora Syafitri dan yang kedua itu Indah?” tanyaku daripada penasaran. “Bukannya kamu sudah lama tahu,” ucapnya. Oh, Tuhan, jadi aku di sini istri kedua untuk mengurus anak-anaknya? “Terus mana istri pertama, Om?” “Sudah meninggal, tak lama setelah Anton lahir. Kamu sudah tahu kenapa bertanya lagi?” Jawaban Om Andi membuatku kian bingung. Aku ingin bangun dari mimpi ini tapi aku nggak tahu gim

    Last Updated : 2023-07-04
  • CALON MERTUAKU    Enam Batu Nisan

    Pagi harinya aku mencuci seluruh tubuh. Udara di tahun delapan puluhan ini terasa sangat dingin luar biasa. Belum bercampur dengan kemunafikan dan dosa. Eh, aku juga seorang pendosa besar, sih. Aku masih jadi yang pertama kali bangun. Kulihat Om Andi masih malas beranjak dari pembaringan. Pun Angga dan Anton yang katanya anakku tak juga bangun dari tidurnya. Apa mereka tidak sholat Shubuh. Karena yang aku kenal dulu Bang Angga orang yang rajin ibadah. Aku sendiri? Nggak usah ditanyain gimana hancurnya jadi orang. “Om, Om Andi, nggak bangun?” Aku mengguncang tubuh lelaki yang sudah jadi suami seperti keinginanku. “Jam berapa?” tanyanya, tapi mata tetap terpejam. “Jam setengah enam pagi,” jawabku. “Kalau di sini penyebutannya jam lima setengah, jangan lupa itu, Nora, supaya kamu gampang berbaur.” Om Andi bangkit dan meraih handuk. Tebakku langsung menuju kamar mandi. Aku rapikan sprei dan baju kami yang berserakan di lantai. Malam tadi kami terlalu menggebu seperti kuda liar yang

    Last Updated : 2023-07-07
  • CALON MERTUAKU    Sosok dari Lubang Kubur

    Aku ditinggal sendirian di tanah tempat enam batu nisan tertancap. Apa Om Andi punya rencana untuk membunuhku? Tapi dia tidak meninggalkanku. Hanya suaranya yang terdengar tapi orangnya tidak ada. Sejujurnya aku nggak tahu mana yang kuburan Tante Nora mana yang bukan. Soalnya nisannya dari kayu dan tulisannya sudah kabur. Perlahan aku coba berdiri, karena nggak mungkin berlama-lama di sini. Tapi tiba-tiba saja salah satu kuburan terbelah. Aku kaku dan terjatuh. Mendadak seluruh tubuh terasa dingin. Aroma anyir darah tercium dari dalam lubang kuburan. “Om Andi, Om, di mana?” panggilku. Tapi jangannya orangnya, suara saja tidak ada. “Om Andi, jangan tinggalin Indah.”Ada tangan dengan kuku panjang yang terus keluar dan perlahan-lahan kaki juga naik dari lubang kubur. Hasratku ingin pipis di celana sangat besar, tapi aku tahan karena malu. “Om Andi, jangan bercanda sama Indah. Indah mau pulang.” Aku menangis. Hari masih pagi, tapi sudah ada hantu yang keluar. Mana langit mendung sert

    Last Updated : 2023-07-09
  • CALON MERTUAKU    Seserahan

    “Sudah puas?” tanya Om Andi. Aku bingung mendengar kata-katanya. “Apanya, Om?” Justru aku bertanya balik. “Ada di makam Nora Syafitri lama-lama. Dari tadi kamu hanya memandang batu nisannya saja. Sudahlah Nora, semua sudah berlalu.” Om Andi memegang bahuku. Sesaat aku seperti tersihir. Mana dua sosok yang ada di sebelah Om Andi tadi? Rasanya sejak aroma bukhor makin masuk dalam hidungku, semua bayangan jadi gelap dan bercampur aduk. “Sudah, Om, kita pulang aja sekarang, serem,” ucapku ketika langit semakin gelap. “Bodoh kau, Indah, padahal kau punya kesempatan untuk lari.” Bisikan itu datang lagi. Aku menoleh ke belakang. Sosok itu ada di depan pohon jambu, menunjukku dengan tangannya. Kemudian Om Andi menarik tanganku. “Jangan kamu hiraukan penampakan di sini. Desa ini memang teramat sangat sepi. Lebih banyak jumlah hantu daripada manusianya.” “Kenapa bisa gitu, Om?” “Mati ditumbalkan. Sekarang sedang gencar-gencarnya pembangunan jembatan dan fasilitas di luar pulau. Jadi ad

    Last Updated : 2023-07-12
  • CALON MERTUAKU    Selendang Merah

    Aku membuka mata perlahan. Aku tak lagi ada di rumah Om Andi. Aku menelisik sekeliling ruangan, aroma obat yang menguar, serta tangan yang diinfus. “Aku di rumah sakit? Kok, bisa?” gumamku sendirian. Mana tidak ada perawat yang jaga. Siapa pula yang membawaku ke sini. Aku masih ingat kejadian terakhir sebelum aku sadar. Perempuan dengan selendang merah yang berada dibawah kendali Om Andi. Mereka berdua terlalu asyik sampai tak menghiraukanku. Aku menyerah kalau sudah ada perempuan lain. Diusahakan sekuat apa pun, yang lama akan kalah dengan yang baru. Bukankah begitu hukum alamnya? Pintu kamarku terbuka, Kimmi muncul sambil menelepon. Dia membelalakkan mata melihatku sadar. “Entar aku telpon lagi, ya,” ucap Kimmi dengan lawan bicara di ponselnya. “Sadar juga akhirnya,” ucapnya sambil duduk di depanku. Kimmi memanggil perawat dengan menekan tombol di dekat kepalaku. “Kok, aku bisa ada di sini?” tanyaku penasaran. “Nggak datang ke kantor, seharian sampai sore nggak ada kabar. Dar

    Last Updated : 2023-07-19
  • CALON MERTUAKU    Teman Kencan

    Sepupu lelaki Kimmi bernama Awan. Dia cukup tampan dan bersih. Masih muda nggak jauh sih, dari umurku. Akhirnya lawan yang seimbang. Entah sampai sejauh mana. Aku nggak tahu, kalau asyik aku jalani. “Hai,” sapanya ketika membukakan pintu mobil untukku. “Hai juga,” jawabku ramah sambil tersenyum. Aroma parfummya Awan wangi, tapi jauh lebih maskulin milik Om Andi. Ah, baru sebentar aku nakal, tapi sudah merindukannya. Mungkin karena sudah bolak-balik merasakan kesyahduan bersama. “Kamu cantik banget,” ucap Awan. “Makasih, kamu juga ganteng banget.” “Lipstik merah kamu, bagus. Biasanya aku nggak suka lihat perempuan pakai lipstik merah, tapi kalau kamu yang pakai jadi kelihatan cantik. Merk apa? Biar aku yang belikan.” Wow, di hari pertama kencan dia sudah berusaha gentleman. Apakah ini akibat dari selendang merah yang aku lilit jadi syal. Aku memang sedang ingin berpenampilan berani. Bahkan aku memakai rok di atas lutut. Terlihat Awan melirik rokku setiap saat. Rok atau yang lai

    Last Updated : 2023-07-22
  • CALON MERTUAKU    Dia itu Aku?

    Awan memelukku begitu erat. Aku kini sudah berada di atas pangkuannya. Kejadian ini dulu tak pernah aku rasakan dengan Om Andi sebelumnya. Jadi tak salah kalau aku meminta dari Awan.Tak hanya sampai di sana saja. Awan menciumku begitu memburu hingga ia tak sanggup lepas dariku. Perlahan-lahan kuku tanganku jadi memanjang. Aku nggak salah lihat, kan? Aku memintanya berhenti dan melihat diri sendiri. Ini seperti bukan aku. “Kenapa, Indah? Kamu ragu?” tanyanya.“Nggak, cuman merasa kayaknya aneh, ya, baru pertama kali kita ketemu tapi udah sejauh ini.”“Mau sama mau apa salahnya.” Awan merebahkan kepala di sandaran mobil. Mungkin karena hasratnya tak tersalurkan.“Ya, nggak salah, tapi apa nggak terlalu cepet.” Justru aku yang terlalu mendekatkan diri padanya. “Kita sama-sama belum ada yang punya, jadi aku rasa nggak ada halangan. Boleh, nggak?” Dia meminta izin padaku. Kurang jantan sebagai lelaki nggak seperti Om Andi. Jelas aku memperbolehkannya. Kami pun melanjutkan adegan yang

    Last Updated : 2023-07-24
  • CALON MERTUAKU    Kaki Tangan

    “Maksudnya apa, Om?” tanyaku ingin memperjelas semuanya. “Masih tidak paham juga? Kamu bodoh betulan atau pura-pura bodoh.” “Jadi kenapa Indah pakai selendang sama baju merah, kenapa?” jeritku lagi tepat di wajah Om Andi. “Kita sama-sama mencari kesenangan. Om mencari uang dan kamu mencari kepuasan. Jadi impas, ya.” Om Andi memegang tanganku. Jemari dengan kuku panjang dan kutek berwarna merah darah membuatku terpaku. Kenapa aku bisa berubah seperti ini? Maksudnya apa? Kenapa nggak ada yang bisa menjelaskan? Semua tanya itu hanya terpendam di dalam hati saja. Pandangan mataku teralihkan pada bagian atap rumah. Di tiang-tiang yang melintang ada Tante Nora duduk di atas sana, bersama dengan wanita yang pernah bangkit dari kubur dan ada di dalam mimpiku. “Sekarang ini Indah mimpi atau nyata.” Aku melepaskan tangan Om Andi dari tubuhku. Aku sedang tidak ingin bersenang-senang. Rasanya aku ingin segera pulang ke dunia nyata. “Mimpi dan nyata itu beda tipis. Toh sentuhan Om tetap ka

    Last Updated : 2023-07-27

Latest chapter

  • CALON MERTUAKU    Akhir yang Keji

    Akhirnya aku bisa bebas dari penggunaan obat anti depresan. Dua tahun ketergantungan malah membuatku semakin mendalami perasaan bersalah. Tapi, sengaja aku tinggalkan satu butir untuk jaga-jaga. Andaikata dia datang lagi dalam ingatanku yang terlalu jauh. Seiring berjalannya waktu penampakan Om Andi mulai jarang muncul. Mungkin karena keinginanku yang begitu kokoh untuk melupakannya. Adrian pula kini sudah besar, sudah mulai masuk sekolah dasar. Sesekali dia bertemu dengan omnya kalau Anton ada perjalanan ke kotaku. “Nggak ada rencana menikah gitu, Kak?” Widuri duduk di rumah makan milikku. Aku tersenyum melihatnya. “Untuk apa juga? Adrian sudah bahagia dengan menganggap kakek dan neneknya sebagai kedua orang tuanya.” Aku menyediakan teh hangat untuk Widuri yang menunggu kedatangan Anton. Anak Om Andi itu membawa Adrian juga dua anaknya pergi membeli camilan. “Sampai kapan, Kak? Gimanapun Kakak itu mamanya Adrian, loh. Nggak boleh kenyataan ditutupi terlalu lama.” “Mungkin dia ag

  • CALON MERTUAKU    Empat Tahun Kemudian

    Aku di sini. Masih di rumah orang tuaku. Aku tidak pergi ke mana-mana, karena tak punya rumah lain untuk kembali. Tepatnya setelah ke luar dari rumah sakit jiwa. Iya, dua tahun lamanya aku mendekam di sana. Bagaimana tidak? Ternyata perbuatan dosa yang aku lakukan selama bertahun-tahun membuahkan hasil yang sangat menyakitkan. Dua tahun di rumah sakit jiwa, aku sering melihat penampakan Bang Angga terkadang juga Om Andi. Iya, aku ingat semua kejadian. Hanya saja aku tidak bisa mengendalikan diri ketika harus menjerit, menangis atau tertawa. Aku tahu Om Andi sudah mati. Aku lihat mayatnya di dalam kantong jenazah. Tapi hati kecilku menolak, karena anak di dalam kandunganku butuh ayahnya.“Adrian, sini, Nak, Kakak bawa mobil-mobilan.” Adrian, nama anakku buah hasil hubungan terlarang bersamanya. Umurnya sudah empat tahun. Dia tumbuh menjadi anak lelaki yang ganteng, mirip seperti ayahnya yang tidak pernah menikahiku. Warga di sini tahunya kalau Adrian anak bungsu mamaku. Ya, sebuah

  • CALON MERTUAKU    Perpisahan

    Kami bertiga menatap Kak Indah dengan rasa iba. Padahal baru beberapa hari dia ditinggal oleh Ayah. Sudah persis, tepatnya aku tebak Kak Indah memang jadi gila.“Om, nanti kita punya anak, Om, harus baik-baik sama anak sendiri.” Begitu kata Kak Indah.“Macem manelah. Akibat bermain hati ditambah berzinah. Rosak sudah akal dan pikiran,” ucap Bang Dani. Dia pun pamit pulang.“Akan kau bawa juga Kak Indah pulang, dengan keadaan dia macam orang tak ade akal?” tanya Bang Rizal yang membawa berkas surat tanah ayahku. “Iyalah, Bang, gimanapun saya udah janji sama kedua orang tuanya. Oh, iya, Bang, hutang rumah sakit tidak usah dibayar lagi. Juga uang hasil jual tanah Ayah nanti ambillah secukupnya untuk memperbaiki kehidupan Abang. Anggap saja balas budi dari saya karena Abang telah membebaskan kami dari cengkeraman ilmu hitam.” Hal itu tadi lupa aku katakan padanya. “Terima kasih, Anton, dah dianggap lunas hutang rumah sakit saya sudah senang. Masalah uang tanah nanti saya serahkan semue

  • CALON MERTUAKU    Berakhir

    Aku tidak tahu apa jadinya kalau Bang Rizal dan Bang Dani tidak datang menolongku. Tubuhku sudah terlilit akar pohon getah. Sejak mereka datang langsung saja tanpa basa basi membabat akar tanaman yang melilitku. Selanjutnya mereka menyiramkan pohon rambutan dengan air doa yang diberikan oleh seorang guru. Aroma busuk dan anyir darah seketika menguar. Tawa seorang wanita tua jadi semakin memekakkan telinga. Bang Dani langsung bergerak cepat memotong dahan pohon rambutan dengan parang panjang yang dia bawa. Bang Rizal datang menolong mematahkan apa yang bisa dipatahkan. Aku sendiri masih terduduk lemas akibat hantaman di kepala tadi. Ada kepala yang terbang ke arah mereka berdua. Dengan tertatih aku bergerak. Aku ambil batang kayu rambutan yang telah patah bercabang dan terpaksa menusuk kepala itu dengan kayu. Ya, mengerikan sekali, kepala tersangkut di kayu dan tak bisa lagi terbang. Aku membantu Bang Rizal dan Dani menumbangkan pohon rambutan itu. Batangnya yang sudah berusia sang

  • CALON MERTUAKU    Cinta Buta

    Bang Rizal membawaku berlari, sesekali dia menengok ke belakang. Tak lama sesduah itu Dani menyusul. Di tangannya aku lihat ada pisau panjang dan tajam. Persis seperti yang sering dibawa Om Andi kalau sedang ke kebun, katanya. “Ayo, lekas kite cari di mane pohon rambutan tu.” Dani berlari lebih kencang dari pada kami. Aku menoleh lagi dan melihat ke arah rumah Om Andi. Dia terkurung di sana. Di lantai dua ragam makhluk jadi-jadian dan menyeramkan seolah-olah berkumpul dan ingin lepas dari sana. Kami bertiga akhirnya masuk ke dalam hutan yang kata Dani adalah milik atuknya dulu.“Ini jejak ape?” Bang Rizal melihat ke arah jalan masuk di dalam hutan karet. Untung mereka berdua membawa senter. Aku perhatikan ada jejak darah agak kering dan ada yang segar di tanah. Juga seperti ada benda yang diseret. Dari daun-daunan kering yang menyingkir membentuk jalan setapak.“Ape Anton agaknye yang di dalam sane?” Bang Rizal menatap wajah Bang Dani.Setelah itu keduanya langsung berjalan mengik

  • CALON MERTUAKU    Runtuh

    Aku hanya bisa berharap satu hal, yaitu Anton baik-baik saja. Bukan tidak mungkin Om Andi membunuhnya. Aku … anggap saja sangat memahami calon mertuaku walau baru beberapa bulan kenal. Lalu masalah anak dalam kandunganku? Aku akan jujur pada Mama dan Papa, lalu menerima apa pun hukuman dari mereka. Huuuft, angin dingin di malam hari begitu kencang berhembus. Pemilik kedai menawarkan padaku untuk masuk, tapi aku sangat takut ke dalam rumah orang asing lagi. Cukuplah pengalaman dengan Om Andi aku jadikan pelajaran. “Nah, minum teh hangat ni kalau memang tak nak masuk ke rumah.” Ibu pemilik kedai memberikan segelas teh besar padaku. Aku yang memang lapar dan haus lekas saja meminumnya. Rasanya tenggorokanku lega. “Ibu, ada jual makanan nggak. Kalau ada saya mau pesan?” tanyaku padanya.“Mi rebus, mi goreng, nak yang mane?” “Mi rebus,” jawabku. Aslinya aku kurang suka makan-makanan serba instan, tapi apa daya aku tidak punya pilihan lain. Mi rebus datang dengan telur rebus matang dan

  • CALON MERTUAKU    Mengerikan

    Sambil menunggu kedatangan Bang Rizal serta Dani aku menanyakan beberapa hal pada Kak Indah. Salah satunya nasib anak dalam kandungannya yang tak lain tak bukan tetap adik kandungku. Di usia hampir kepala tiga dapat adik bayi itu adalah hal yang lucu bagiku. Apalagi jalannya sedemikian rupa. “Ya, dilahirin, dibesarin, biar nggak seperti kedua orang tuanya,” jawab Kak Indah sambil mengelus perutnya. “Oh. Terus, ada rencana menikah lagi?” tanyaku penasaran. Model perempuan seperti Kak Indah, agak susah ditebak jalan hidupnya. Bukan lurus-lurus seperti Widuri yang kegiatannya pulang, kerja, pulang, kerja saja. “Nggak, deh, udahan aja. Kalau hanya demi nafsu nggak mau. Pokoknya udah end semua urusan tentang laki-laki. Ketemu sama ayah kamu adalah pelajaran sangat berharga bagi Kakak.”Ya, itu kata dia. Padahal aku yakin juga Bang Angga dan Ayah ketemu Kak Indah juga mendapat pelajaran yang sangat berharga. Lama sekali dua abang ini kembali. Akhirnya aku memutuskan jalan duluan ke rum

  • CALON MERTUAKU    Induk Racun

    Aku duduk di kursi yang ada di dekat kamar ayah. Sembari menunggu dua sejoli ini keluar. Tak lama selang beberapa menit saja Indah terisak dengan air mata yang berlinang, disusul Ayah.Kak Indah melaluiku begitu saja. Dia seperti kecewa denganku. Ya, aku juga bingung harus bersikap apa. Yang satu ayahku, yang satu lagi tidak ada kaitan apa-apa denganku. “Anton, dari mana?” tanya ayahku dengan hanya menggunakan handuk saja. Beliau sudah tidak ada malu lagi berbuat dosa di depan anaknya.“Dari rumah sakit. Menemani Bang Rizal sama Dani. Istrinya tiba-tiba muntah darah,” jawabku.“Oh. Bilang dengan mereka, jangan terlalu usil sama urusan orang lain. Jangan usik ketenangan orang di sini.” Ayah pergi ke dapur dan menenggak segelas air putih. “Apa Ayah penyebab istri keduanya sakit?” Aku jadi berpikir bahwa tuduhan Dani adalah benar. “Kalau iya kenapa, kalau tidak kenapa? Jangan mereka pikir mereka kuat. Ayah jauh lebih kuat,” ujar Ayah dengan bangganya. “Ayah!” Aku sudah tidak tahan la

  • CALON MERTUAKU    Tirakat

    Dua orang istri dari Bang Rizal dan Bang Dani telah dibawa ke ruang UGD. Kami bertiga menunggu di luar. Aku menepati janji mengurus administrasi saudara jauhku, sebab aku tahu uangnya di kantong mungkin tidak banyak. “Dah, tak ape. Untuk Rizal biar saye saje yang bayarkan.” Bang Dani mencegahku menangani pembiayaan. “Nggak apa-apa, saya sudah janji.” Aku harus menjaga ucapanku. “Saye takutnye uang itu ade sangkut pautnya dengan Pak Cik Andi. Bang Rizal nanti bisa jadi korban. Saye butuh Bang Rizal untuk melanjutkan pembangunan pesantren.” Ucapan Bang Dani melukai harga diriku. Tanpa sadar aku membanting pena di depan perawat yang sedang menanti tanda tangan kami. Aku menatap matanya, pun dengan dia. Kami sama-sama berkeras. Uang ini adalah murni uang hasil kerjaku. “Sudah, sudah. Begini, Bang Dani, saye dah sepakat untuk pinjam uang Anton, tak payahlah Abang bayarkan.” Bang Rizal melerai kami. Sesaat setelahnya kami sama-sama menarik napas.Kami menunggu hingga kedua istri dikel

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status