“Mas aku minta maaf ya.”
“Maaf untuk apa de?”
Terdengar samar suara Nurul di ujung telepon, suaranya lebih berat dan terisak. Sejak dua hari yang lalu saat Alif menemui orang tuanya, tiap percakapan selalu ada kata maaf yang terlontar dari Nurul.
“De, udah berapa kali kamu bilang gitu. Udah dong, ya. Masa tiap hari nangis terus. Biarin dulu bapak sendiri, biarin bapak untuk punya waktu menimbang kondisi saat ini.”
“Tapi mas, kenapa sih aku yang jadi korbannya? Kenapa aku yang harus ngikutin kemauan bapak terus-terusan?”
“Husst, istigfar de.”
Tangis Nurul semakin pecah. Alif tak pernah tenang jika kondisi Nurul demikian, ia mengganti mode panggilan suara menjadi video call.
“Udah dong ya, kita udah sepakat kan kemarin. Apa pun yang terjadi, kita bakal cari jalan keluarnya bareng-bareng.”
“Maaaass, padahal aku udah nurutin kemauan bapak. Dari d
“Ngikut kamu aja mas aku mah, kamu udah makan mas?”Entah memang sudah disetting saat Nurul bertanya atau memang sudah tidak bisa diajak bicara baik-baik, bunyi keroncongan perut Alif kali ini terdengar berulang kali.“Ya ampuuun mas, kamu laper banget ya?”Alif hanya diam sambil terus mengendarai motornya, laparnya mungkin masih bisa ditahan tapi rasa malunya membuat ia salah tingkah.“Kamu jangan-jangan pulang kerja langsung kesini ya mas?”Nurul terus mencecar.“Kalau nggak langsung berangkat nanti sampai sininya malam banget de.”“Kamu mah maaaassss.”Nurul mendekap erat Alif dari belakang, wajahnya ia benamkan di pundak Alif. Alif berbelok kanan di ring road Mandala ke arah Maja. Kondisi jalan yang berlubang membuatnya sangat berhati-hati, saat di lampu merah ia kembali bertanya pada Nurul. “Ke Cafe D’Lebak kamu mau de?”&ldq
Dua minggu setelah pertemuan di Cafe D’Lebak, sudah tidak ada lagi tangis dari Nurul tiap komunikasi dengan Alif. Alif telah berkali-kali meyakinkan bahwa mereka pasti bisa melewati tiap hal yang dihadapi, termasuk jika itu adalah kesulitan yang amat berat.****“Biar mas yang menenangkan badainya ya, kamu cukup percaya sama mas dan kita hadapi semuanya bersama.”****“Mas minggu depan aku mau ke luar kota, mau ke Surabaya.”“Ada acara apa de?”“Mba Sindi mau nikah, jadi aku sama teman-teman aku mau barengan ke sana.”“Kamu nggak apa-apa perginya?”“Aku udah baikan mas, kan kamu yang minta aku untuk selalu kuat. Aku juga capek nangis terus. Ya itung-itung sekalian ngerefresh pikiran aku mas.”“Hati-hati.”“Iya mas, kamu nggak mau ikutan?”“Nggak dulu deh, ini kan acara spesial sahabat kamu. Jadi kamu
Alif diam sesaat, ia mengatur napasnya. Alif baru tiba dari perjalanan selama empat jam dan langsung menjemput Nurul lalu kemudian mereka bicara serius di alun-alun Rangkasbitung.“Yaudah, kalau kamu udah baikan kabari mas ya.”“Aku nggak tahu sampai kapan mas, kamu nggak usah nunggu aku. Kamu juga kan masih banyak mimpi-mimpi yang ingin kamu capai, aku takut malah ngerusak mimpi kamu.”“Kamu yakin de?”“Aku nggak yakin sih mas, aku juga butuh waktu untuk ngebalikin suasana hati aku karena trauma masa lalu mas.”Ingin sekali rasanya Alif bertanya lagi, trauma dengan masa lalu yang mana yang dimaksud Nurul. Selama ini ia belum pernah bercerita mengenai traumanya. Ingin sekali Alif meyakinkan bahwa ia akan berusaha semaksimal mungkin membantu Nurul merasa baik dari traumanya. Namun, ia urungkan.“Yaudah, kamu baik-baik ya de. Jangan maksain diri kalau memang sekiranya nggak bisa kamu hadapa
Desember kali ini pun curah hujan begitu tinggi, angin kencang dan petir bersahutan. Kadang angin seperti sengaja mencari perhaian kepada petir dengan menerbangkan bagan di laut, kadang juga menumbangkan tiang listrik. Begitu pun petir, seolah tak mau kalah maka disambutnya tiap panggilan angin dengan gelagar yang menyisakan cahaya dan kilatan retak di langit, bahkan beberapa kali sempat ingin bertegur sapa dengan tanah.Alif menguatkan pegangannya, tak henti mulutnya komat kamit merepal doa dan zikir di dalam hatinya. Ombak di pinggir pantai Citereup setelah Tanjung Lesung tak menyapanya kali ini. Padahal Alif selalu memuji keindahan laut di selatan Banten.Laju motor yang dikendarai Alif bergeming, meski jarak pandang tidak lebih dari lima meter ia tetap melaju stabil dikecepatan 40km/jam. Rute berkelok dan beberapa lubang kecil di jalan Menes membuat Alif begitu waspada. Tapi, karena jalan begitu sepi maka jiwa salam satu aspalnya tetap membuatnya melaju.***
“Habisin dong mas.” Nurul mengambil satu sendok terkahir yang berisi potongan besar labu dan menyuapkannya ke Alif. “Naah kan habis.”Setelah kolak pemberian Nadia habis, Alif memegang gelas berisi teh dengan kedua tangnnya dengan maksud agar badannya hangat, alasan lainnya ia sengaja menunggu momen agar suasana hati Nurul membaik dan mau angkat bicara. Ia mengerti, keceriaan Nurul yang ia tunjukan saat makan kolak hanya keceriaan sesaat.“Mas, aku mau izin pamit.” Nurul mengulurkan tangan kanannya.“Kamu baik-baik aja kan de?”Alif tidak menyambut tangan Nurul, ia masih ingin Nurul menjelaskan semua hal yang ia tidak ketahui.“Maaaasss, sini tangan kamu. Aku izin mau pamit.”“Mas nggak ngizinin de, ada apa sebenarnya?”“Maasssss, tolong dong. Aku mau izin.” Tangisnya pecah, kepalanya kembali tertunduk, ia menutupinya dengan kedua tangannya.&ld
Langit di Sumur Ujung Kulon Banten masih berwarna abu-abu, menyembunyikan hujan yang sebenarnya siap terjun bebas dari pagi. Ombak di sepanjang pantai Sumur hingga Tanjung Lesung tak bersahabat.Alif berjalan kaki dari indekosnya yang terletak di dekat Masjid At Taubah Sumur ke pasar, ia berjalan hingga bertemu simpang tiga Sumur dan berbelok kanan ke arah Tanjung Lesung, letak Pasar Sumur sekitar 600m. Pagi itu nampak beberapa rombongan wisatawan sudah datang, kendaraan ber plat B mendominasi meskti ada beberapa diantaranya berplat F. Di saat akhir pekan wilayah Sumur Ujung Kulon kerap dikunjugi wisatawan dari Jabodetabek, ada yang ingin menikmati pesona pasir putih dan birunya Pantai Daplangu atau ada juga yang menyeberang ke Pulau Umang, Pulau Oar, atau pulau lainnya di kawasan Taman Nasional Ujung Kulon.Alif hendak membeli cumi bayi asin yang menjadi lauk favoritnya. Cumi dari Sumur ini terkenal memiliki rasa yang gurih dengan asin yang sedang. Jika di musim
“Mas, kalau aku banyak kekurangan disana sini, kamu sabar ya bimbing akunya. Aku nggak pandai dalam hal agama, aku nggak bisa masak, aku orangnya nggak punya rencana.”Alif menyandarkan bahunya di tembok kamar, memejamkan matanya dan mengingat perkataan Nurul yang pernah disampaikan kepadanya. Ia kemudian membuka binder yang berisi berbagai rencana hidupnya. Ia tatapi semua lembar demi lembar. Alif menarik napas panjang lalu menghembuskannya perlahan, ia rasakan betul tiap oksigen yang masuk ke dalam tubuhnya. Alif meminum teh pahitnya perlahan.Alif menuliskan kendala-kendala yang ia hadapi dari rencana yang telah ia buat dan memikirkan beberapa cara untuk menyelesaikannya lengkap dengan alternatifnya.Saat ini, ia tengah dihadapkan pada keraguan pak Handoko yang belum juga memberikan izin kepadanya untuk memberikan restu menikahi Nurul. Lalu, Alif menuliskan rencana-rencana yanng dapat ia komunikasikan kembali kepada pak Handoko hingga membuatnya y
Alif dan Nurul menyantap menu yang telah mereka pesan, pembicaraan yang tadi telah dimulai harus dijeda. Gerimis mulai menampakan dirinya melalui suara yang beradu di atap, wangi petrikor kesukaan Alif tercium.Alunan musik terdengar ramah di telinga dari suara pemain band yang disediakan oleh pemilik cafe untuk menghibur pengunjung. Pengunjung yang datang pun fokus dengan urusan masing-masing, tak nampak mata-mata usil yang memandangi urusan orang lain. Entah memang tiap orang yang datang membawa dunianya sendiri atau kecenderungan untuk tidak mengurusi hidup orang lain yang lebih nampak.“De, suasana hati kamu lagi baik nggak?”“Udah baik kok mas, masa aku mau nangis terus.”“Tapi kok hari ini dari awal ketemu mukanya lebih banyak cemberut de?”“Nggak tahu kenapa kalau ketemu kamu aku bawaannya jadi nggak enak mas.”“Kamu nggak suka mas disini de?”“Bukan mas, bukan g
Di sepanjang jalan Alif terus-terusan kepikiran, duduknya tak tenang, tangannya berkali-kali melihat gawai. Baru saja Alif merasakan indahnya kebersamaan yang sedang ia bangun dengan Fatimah, tanpa ada angin dan badai tiba-tiba Nurul malah kembali membuka komunikasi dengannya. Alif tentu tidak asing dengan profil WA yang tadi mengirim pesan kepadanya, itu jelas Nurul. Meskipun nomernya sudah ia hapus, tapi tetap mudah ia kenali.Alif tidak membalas pesan yang ia dapat, ia berusaha untuk tetap menjaga rumah tangganya dengan Fatimah. Setelah semua yang ia alami saat dahulu bersama Nurul, rasanya sudah cukup ia merasakan pahitnya dikhianati. Alif hanya bisa mendoakan agar Nurul selalu baik-baik saja, bukan semata karena ia ingin membalas sakit hati yang pernah ia alami, tetapi ia pun sadar jika menyimpan rasa kesal dan sesal yang berkepanjangan hanya akan menjadi penyakit di hatinya.****“Kamu mau kemana lagi?”“Kamu kenapa sih nanya terus? Udah kayak anak kecil aja.”“Eh, aku ini istr
Hari Alif kembali ke Sumur Pandeglang, atas masukan dan dukungan Fatimah, ia akhirnya tidak jadi resign dan masih bekerja seperti biasa. Untungnya Alif masih bisa berangkat bersama dengan Mustafa dan Zulham. Teman-temannya itu lewat Tol Serang-Panimbang, jadi Alif bisa menunggu mereka di pintu keluar tol, di Rangkasbitung. Tol Serang-Panimbang memang belum sepenuhnya selesai, jalan yang sudah selesai baru sampai Rangkasbitung.Alif mendapat kabar jika proyek yang dipegang oleh timnya sudah mendapat izin dari pemerintah setempat dan dinas pariwisata, sehingga objek wisata air Wahangan yang ditugaskan padanya bisa mulai dibuka untuk umum.“Kapan nih makan-makannya, Lif? Ucap Mustafa.“Lah, loe belum makan, Bang?”“Bukannya belum makaaaaan, panjul. Proyek loe kan lancar tuh.”“Hehehe, hayuk. Nyobain ikan nila di Bendungan Cikoncang gimana?”“Dimana tuh?”“Daerah munjul, nanti ambilnya dari arah pasar Panimbang belok kiri.”“Makin jauh dong kita.”“Yah, itu sih penawaran, Kalau mau ya hay
Namun, kali ini saat hal yang sama terjadi, ia hanya diam seolah tidak pernah terjadi apa-apa. Ada kegetiran dalam hatinya, kini ia tidak lagi merasakan manisnya kata-kata indah dan penuh harap dari suaminya.Udara di kamarnya tak kunjung sejuk, keberadaan AC 2pk ditambah kipas angin seakan percuma. Guratan kecewa nampak jelas di wajahnya, tapi tetap ia coba sembunyikan saat bertemu orang lain.Saat di awal pernikahan, betapa ia merasa diperlakukan bak seorang ratu. Ia yang merupakan anak bungsu dari keluarganya, memang sangat nyaman saat dihadirkan kasih sayang. Belakangan, ia jarang mendapatkannya.Di tengah kepenatan dari sikap suaminya dan untuk menghilangkan rasa suntuknya, ia sengaja membuka gawainya, dengan maksud pikirannya bisa teralihkan. Jemarinya digerakan naik turun, lalu berhenti di salah satu status media sosial seseorang yang ia kenal di instagram.Semula ia hanya melihat kata-kata yang tertera di bawah foto itu, akhirnya ia klik juga dan masuklah ke akun si pemilik fo
/Assalamualaikum, selamata ya Mas. Aku turut berbahagia atas pernikahanmu. Maaf baru ngucapin selamat, aku baru liat foto profil kamu, hehehe.Btw minat maaf lagi baru tiga bulan berselang ngucapinnya.----Manisnya masa-masa awal pernikahan Alif hanya berlangsung tiga bulan, sebelum pesan dari Nurul terdampar di WAnya. Semula, ia tidak menggubrisnya. Tapi, saat pesan yang sama ia dapatkan tiga kali dalam waktu satu hari. Dengan berat hati, Alif membalasnya.----//Walaikumsalam. Terima kasih, ya.----Alif telah sepakat dengan Fatimah, mereka memulai perjalanan keluarga kecilnya tetap tinggal di lingkungan pesantren. Bukan tanpa alasan, Fatimah memang sudah meminta izin kepada Alif untuk bisa tetap dekat dengan Abahnya, yang saat ini sendirian. Sementara Alif, ia sedang mencari cara untuk mutasi ke Lebak atau memutuskan untuk resign dari pegawai negeri.Alasannya untuk mutasi, jelas karena ingin dekat dengan Fatimah dan bisa meluangkan waktu dengannya. Sebagai keluarga yang baru seum
Proyek revitasilasi kawasan wisata yang beberapa bulan lalu disurvei oleh Alif, ternyata harus memenuhi dua dokumen lagi untuk bisa dibuka untuk masyarakat umum. Kawasan wisata yang ia tangani adalah wisata air yang memiliki potensi besar jika bisa dikelola dengan baik, yaitu berupa sungai yang di sisinya berdiri tebing tinggi mirip Grand Canyon. Masyarakat sekitar menyebutnya dengan istilah “wahangan”. Semula lokasi tersebut luput dari perhatian penduduk sekitar karena memang tempat-tempat sejenis wahangan dianggap sungai biasa yang airnya biasa dimanfaatkan untuk keperluan sehari-hari. Namun, dengan ketelitian dari tim yang dibawahi oleh Alif, masyarakat sekitar akhirnya menemui titik temu untuk sepakat dikelola sebagai objek wisata agar bisa menggerakan roda ekonomi warga.Hanya tinggal menunggu dokumen yang kelengkapan ternyata bisa ditangani oleh rekan kerjanya, Akif memutuskan kembali ke indekost. Besok ada hal besar yang tengah menantinya.Alif menda
“Kenapa sih mas harus selalu menjadikan alasan segala hal di masa lalu kita untuk sulit melangkah ke depan? Memahami dan belajar ilmu agama itu memang penting, wajib malahan. Tapi kalau kita bukan orang yang diberi kesempatan untuk sama dengan orang-orang yang bisa belajar ilmu agama, kenapa nggak menjadi orang yang mencegah diri dari berbuat yang bisa membuat Allah murka.” Alif masih teringat kata-kata Fatimah saat ia berbincang dengannya beberapa hari yang lalu, saat itu Alif dengan sadar mengakui bahwa ia bukanlah seseorang yang memiliki pengetahuan luas mengenai ilmu agama, ia mengutarakan hal seperti itu karena merasa perlu disampaikan kepada Fatimah, tetapi Fatimah malah memberikan jawaban yang menurut Alif begitu berimbang. Fatimah sepertinya memahami bahwa setiap manusia memiliki perannya masing-masing, tanpa harus mengungkit masa lalu dan mencari-cari alasan mengapa seseorang tidak belajar ilmu agama dengan serius, ia lebih kepada memiliki pemikiran untuk me
Azan subuh belum terdengar, fajar shadiq yang merupakan pertanda datangnya waktu Salat Subuh belum nampak, langit masih pekat. Fajar shadiq menjadi tanda sebagai batas antara akhir waktu malam dengan permulaan waktu pagi. Sayup terdengar suara seseorang yang sedang tadarus dari musala yang terletak di samping bangunan majelis talim.Satu kamar yang berada di rumah utama lingkungan pondok pesantren sudah menyala lampunya. Si pemilik kamar sudah duduk dengan hikmat di atas sajadah, lisannya basah oleh kalimat tasbih.Satu gelas teh hangat berada di meja kamarnya. Saat bangun tidur, rutinitasnya memang memasak air terlebih dahulu, membuat teh manis, satu untuk abahnya yang ia letakan di meja makan dan satu lagi untuknya sendiri. Sejak wafatnya bu nyai, Fatimah sepenuhnya berkhidmat di rumah, menjaga abah yang kesehatannya sedang naik turun.Selepas Salat Subuh, ia melanjutkan aktivitasnya dengan masuk, menyiapkan sarapan untuk abah. Baktinya dengan orang tua, sudah
Hari ini Alif ikut pulang dengan teman-temannya, baik Zulham, Mustafa, Fatma, dan Arini sepakat untuk pulang lewat jalur utama ke alun-alun Pandeglang. Kurang lebih, begitulah rutinitas orang-orang yang bertugas jauh dari rumah. Bagaimanapun kondisinya, jika memungkinkan dan ada kesempatan untuk bertemu keluarga, maka pilihan itulah yang utama. Lika-liku bekerja jauh dari rumah memang masih mereka jalani, ada yang sewaktu-waktu harus pulang lebih awal karena ada keperluan menyangkut keluarga yang amat mendesak, ada pula yang mesti rela tidak pulang hingga beberapa bulan karena banyak pekerjaan atau kondisi kesehatan yang menurun.Walaupun banyak orang-orang yang menyarankan kepada Alif dan teman-temannya untuk menetap di Sumur Ujung Kulon. Namun, tetap saja pada episode ini yang menjadi tokoh utama jelas Alif dan teman-temannya. Terkadang, ketika seseorang memberikan saran, tidak mendalami dan memahami betul kondisi atau pertimbangan mendasar mengapa sampai saat ini Alif dan teman-tem
“Udah nih pakaiannya, pada salin gih.” Pak Nandi memberikan pakaian ganti.“Iya loe bang, sana gih. Mana belum Salat Asar,” Fatma menimpali.“Eh, jam berapa ini ya?”“Udah mau jam lima bang.”Alif menuju kamar mandi yang sekaligus tempat untuk membilas bagi orang-orang yang mandi di pantai. Di Pantai Daplangu disediakan musala panggung yang bersebelahan dengan kamar mandi, tidak jauh dari gerbang pintu masuk.Setelah puas hampir tiga jam Alif bermain air di Pantai Daplangu, mereka sepakat untuk pulang.“Gimana rasanya Lif? Masih penasaran nggak?”“Hahahaha, kalau tahu asyik kayak gini dari kemarin-kemain aja yak nyeburnya.”****Untuk menghilangkan rasa suntuk, Alif sengaja mengupload fotonya saat di pantai.-----/Jalan-jalan terooooos----Satu pesan WA masuk, mengomentari status WA Alif.----//He