“Nancy?! Kau baik-baik saja?” Roman sigap menangkap botol wine yang dipegang Nancy, sebelum wanita itu menjatuhkannya. “Tarik nafas perlahan. Sudah kuduga, kau pasti sedang sakit.”
“Kenapa kau yang ada di sini? Mana Gabriel?” Hayden menatap Nancy dengan tegas.
Nancy berdiri sambil mengatur nafasnya. Dadanya naik turun dan rahangnya menegang. Roman perlahan mengusap punggung Nancy dengan curahan perhatian yang terlihat berlebihan bagi Hayden. Pria itu berdecak dan mengulang pertanyaannya dengan lebih lantang.
“Ada hal darurat di dapur. Jadi uncle menitipkan botol wine ini kepadaku untuk menuangkannya bagi anda, tu – tuan Hayden.” Nancy menundukkan kepalanya dalam-dalam.
“Tuang lagi yang benar!” perintah Hayden. Wajahnya terlihat jengkel.
Nancy mengambil botol wine di tangan Roman dan menuangkannya lagi dengan lebih hati-hati ke gelas bossnya. Ruang makan seketika menjadi hening, hanya
Semalam, mereka bertiga tiba di sebuah penginapan tua yang hanya memiliki dua puluh kamar untuk disewakan. Seorang pria raksasa berdada kekar dengan berewok hitam lebat yang menyatu dengan rambutnya, menyambut mereka di meja pemesanan.Richie memilih dua buah kamar di lantai atas untuk tempat beristirahat mereka. Patty memanfaatkan bak berendam Jacuzzi – yang di luar dugaan ada di penginapan itu. Dia keramas dengan kuat dan menggosok kulit kepalanya. Ia juga membasuh wajahnya berkali-kali untuk menghilangkan darah yang mengering – darah dari goresan peluru Jack. Kemudian tertidur dalam pelukan Richie.Jack menempati kamar sebelah yang berada di pojokan lantai dua. Dari kamarnya Jack dapat melihat lahan kosong di bagian depan dan samping penginapan itu secara bersamaan. Dia terjaga semalam-malaman, sampai pagi menjelang barulah dia tidur nyenyak seperti anak kucing.“Good, Patty! Teruskan … agak lebih ke bawah … oohh …&rdquo
“Cepat habiskan.” Patty mendongakkan kepalanya dari roti lapis yang disediakan penginapan, kepada Richie yang berdiri sambil bertolak pinggang. “Aku tidak suka rasanya. Lebih enak roti lapis buatan Bernadeth.” “Kau belum makan sejak kemarin.” “Aku makan permen coklat yang ada di tas.” Richie berdecak. Dia akan membuang banyak waktu kalau harus berdebat dengan gadis kecil hanya untuk urusan roti lapis. Dia menahan dirinya untuk tidak memaksa dan berusaha untuk tetap tersenyum. Pria itu akhirnya menggambil potongan roti lapis Patty dan menghabiskannya. “Selesai. Sekarang kita pergi.” Wajah gadis itu berkilat senang. “Ya, kita pergi,” ucapnya. Setelah mereka keluar dari kamar, Richie memastikan sebanyak dua kali – pintu kamar mereka sudah terkunci. Lalu dia menggandeng tangan Patty dan berjalan melewati kamar Jack, turun ke tangga. Richie sempat menoleh ke sisi kiri, melihat Jeep mereka masih terparkir di tanah kosong sebelah peng
Walaupun mereka sekarang berada ratusan meter jauhnya dari penginapan, Richie tidak mengendurkan kewaspadaannya. Matanya dengan tajam menangkap gerakan mengoper segepok uang dari pria berpakaian hitam ke penjaga penginapan brewok itu. Kemudian pria-pria itupun saling berbisik dan mengangguk dengan wajah serius. Namun, entah apa yang dibisikkan pria berpakaian hitam itu, si pria brewok nampak terkejut dan memundurkan kakinya. Padahal sebelumnya dia terlihat senang dengan banyaknya uang yang didapatkan. Tetapi seperti ada sesuatu yang membuatnya berubah. Kemudian pria itu pun bergegas masuk ke dalam penginapan dan merapatkan pintu masuk. Segera setelahnya, Richie menarik tangan Patty, menyuruh gadis itu berdiri. Mereka pun berjalan sedikit lebih jauh, melewati kios penjual aksesoris wanita dan berbelok ke kedai yang menjadi tujuan pertama mereka. “Ada yang bisa aku bantu?” Seorang wanita berpakaian ketat dan terbuka di bagian dada menyambut mereka d
Rintik hujan yang turun perlahan menambah kegelapan di langit yang telah kehilangan cahayanya. Sebuah Jeep Gladiator berisi tiga orang pria bertampang sangar serta seorang pengemudi, bergerak melewati gerbang Coast Mansion. Roman duduk di sebelah kursi kemudi, menunjukkan arah jalan ke tempat tujuan mereka.Baron Hayden sendiri yang melepas kepergian mereka berempat. Setelah sebelumnya, pria itu berjalan ke tepi danau dan berhenti di sebuah bangunan kecil berwarna putih. Dia meletakkan setangkai bunga mawar di tepi pintu bangunan itu.Nancy menyaksikan prosesi ‘meminta restu’ itu dari kejauhan. Dalam hati dia bergumam, “aku pernah berjanji akan menjaga Patricia Carol, putri anda – seumur hidupku. Sekarang aku akan membuktikan janjiku, sekalipun aku harus mempertaruhkan nyawaku.”Kemudian Nancy bergegas masuk kembali ke dalam mansion dan meninggalkan Hayden yang masih memandangi bangunan itu.Perjalanan Jeep berkilo-kilometer
Tubuh Patty ditarik ke sebuah ruang sempit di bawah tangga. Sebuah tangan membekap mulutnya dan membanting pintu di belakang mereka dengan terburu-buru. Patty mencoba melepaskan diri, akan tapi gerakannya terhenti saat sesuatu yang tajam dan berbahaya menusuk punggungnya. Pengunjung penginapan berteriak histeris dan berhamburan keluar dari tempat itu. Beberapa berjalan melewati bawah tangga dan menyelinap melalui pintu belakang. Suara tembakan bersahutan. Dalam sekejap suasana menjadi tidak karuan. Patty menjerit-jerit tertahan berusaha menyerukan nama Richie. Pria itu harus menemukan dirinya di dalam sana dan menyelamatkannya. Dia tidak mau berpisah dengan Richie, apapun alasannya. Bahkan sekalipun pria itu hanya menganggapnya sebagai alat untuk penyaluran nafsunya. “Sssstt!! Berhenti melawan – aku tidak akan menyakitimu.” Patty membulatkan matanya. Mungkinkah ada seorang pria yang bersuara selembut itu? Mustahil! Tiga orang yang mendatangi penginapa
Patty berlari kecil menyongsong Richie. Meninggalkan Nancy yang sangat terpukul dengan kalimat terakhir yang diucapkan Patty. Gadis kecil yang dulu dia gendong-gendong dan dia jejalkan susu supaya lekas tidur, sekarang sudah menjadi gadis remaja yang jatuh cinta, namun kepada pria yang salah.Lantai dasar penginapan itu berantakan. Pecahan gelas berserakan dan cairan alkohol menyebar di sepanjang lantai, merembes ke tubuh dua orang pria berbadan besar yang meregang nyawa. Perhitungan Ramon terhadap senjata api yang dimiliki Richie dan Jack meleset.Kedua pria itu memiliki amunisi yang lebih dari cukup untuk melawan dua orang tukang pukul yang hanya mengandalkan kekuatan otot serta satu orang penembak yang tidak terlalu mahir. Utusan-utusan Hayden dapat dikalahkan dengan mudah oleh duo sekawan itu.Hanya saja, Ramon yang kehilangan jejak pengemudinya, melarikan diri ke arah pemukiman penduduk. Richie yang tidak mau berurusan dengan warga sipil, menahan Jack untuk
“Dia kenapa?” Jack mengintip Richie dari kaca spion.Tubuh Patty menggigil di atas paha Richie. Pria itu melepaskan jaketnya dan menyelimuti tubuh gadisnya. Celana jins Patty sobek-sobek di bagian lutut, paha dan bagian lainnya. Pakaiannya juga kotor. Richie mengatupkan mulutnya. Gadis itu hanya akan hidup dalam kesengsaraan kalau bersamanya.“Dia demam,” jawab Richie sembari mengangkat kepalanya.“Mungkin dia syok.”“Sudah pasti.” Richie menyandarkan lengannya pada jendela jeep dan menopang dagunya. “Jack, apa kau sudah mengenali jalan-jalan yang kita lalui ini? Kita di mana?”“Veromont. Kita sudah melewati negara bagian Amerika – timur laut.”“Kalau begitu, mari kita mengambil satu resiko untuk menyelamatkan gadis ini.”“Yeah? Katakan, tampan!”“Dokter Martin. Bawa kita ke sana.”“Hmm? Little girl yan
“Buka! Buka! Siapa pun tolong buka!” Suara menggedor bertalu-talu dari balik pintu di Coast Mansion. Waktu saat itu sudah menunjukkan hampir tengah malam dan seorang pemuda di dalam sana terbangun dengan gelagapan. Dia meraba-raba sekelilingnya dan gerakan acaknya dengan sukses menjatuhkan benda-benda dari atas meja dan rak. “Sawi? Brokoli? Wortel?” Pemuda itu mengumpat. “Gudang penyimpanan makanan. Siapa yang membawa aku ke sini? Akh!” Dia merasakan pusing di kepalanya. Sejenak dia mengingat-ingat apa yang terjadi dengan dirinya sembari meraba-raba pegangan pintu, berusaha mendorongnya. Pintu terkunci dari luar dan tubuh pemuda itu terlalu kurus untuk mendobrak pintu kayu mahoni yang tebal. “Damn! Pasti ulah wanita itu. Dia mencampurkan sesuatu dalam teh yang dia berikan kepadaku! Damn! Damn! Damn!” Pemuda itu menggedor pintu sepanjang malam sampai Gabriel – kepala pelayan yang selalu bangun paling awal menyalakan lampu dapur dan melihat jeja
Jack menoleh ke arah gudang peternakan sebelum berjalan mengikuti Richie. Dia melihat James baru saja keluar sambil membawa dua buah ember berisi air. Tadi Jack memang menyuruh pemuda itu untuk memberi minum sapi-sapi yang baru datang. Jack menyeka peluhnya. Semoga saja James tidak membuat kekacauan lagi. Kalau tidak bisa-bisa kandang ternak itu tidak akan bisa bertahan lebih dari satu bulan. Kemudian Jack mengimbangi langkah Richie menuju sebuah rumah kosong yang tak berpagar. “Duduklah. Di manapun kau bisa duduk …” ucap Richie seraya menaruh bokongnya ke atas sebuah potongan batang pohon tua. “Ceritakan, ada berapa kasus yang dulu pernah kau tangani terkait dengan Sadico?” Jack menyusun dedaunan kering di lantai teras lalu duduk di atasnya. “Seingatku kami hanya dua kali menangani mereka. Pertama, atas kasus keribuatan yang dibuat oleh seorang anggota Sadico di rumah bordil. Kedua – dan yang paling parah adalah saat mereka melakukan penembakan terhadap sepasang bangsawan Amerika.
Hai readers ... Sekali lagi aku ucapkan terima kasih kepada kalian yang telah mengikuti novel ini sampai sekarang. Untuk 3 orang yang telah memberikan gem tertinggi aku masih tunggu DM-nya di I* @caffeinated_writer88 yaa. Ada gift dari aku sebagai bentuk ucapan terima kasih karena apresiasi yang telah diberikan atas novel Bunuh Aku, Sayang! ini. Sejujurnya aku sedang mempersiapkan season 2 dari kisah Richie, Patty dan Jack. Kalau kalian mau aku melanjutkan novel ini sampai ke season 2 silahkan tinggalkan komentar kalian yaa. Kalau ternyata tidak ada yang berkomentar, aku akan melanjutkan season 2 ini tapi mungkin di lapak yang berbeda. Terima kasih, readers ... Love/DeyaaDeyaa
“Kau! Sudah aku bilang kau harus mengaturnya seperti ini – bukan begini!” Jack terlihat berada di tengah-tengah kandang sapi bersama dengan James. “Rasanya yang belasan tahun menjadi anak desa itu kau! Kenapa sekarang jadi aku yang lebih tahu darimu?”“Itu karena anda pria yang hebat, paman Jack!” ucap James dengan wajah polosnya yang membuat Jack semakin kesal.“Tidak usah memuji berlebihan! Kerjakan saja apa yang aku perintahkan dengan sebaik mungkin. Baru nanti aku akan menilai dirimu seperti apa.” Jack menggelengkan kepalanya dan berlalu dari hadapan James.Sudah sekitar seminggu lamanya, Jack berkutat dengan ratusan hewan ternak yang datang ke Woodstock. Setelah pembicaraan terakhir Richie dengan James sewaktu itu, pemuda yang hanya tinggal sendirian itupun bersedia menjual tanah dan gudang jerami milik kakeknya. Karena Richie berencana untuk membuat peternakan besar di desa tersebut. Pembangunan kandang-kandang ternak di tanah yang berhektar-hektar itu memakan waktu sekitar sat
Tiga bulan berlalu,Richie melakukan pembenahan dan perombakan besar-besaran terhadap Caedis. Mansion milik Alfa Boss, telah direnovasi dan difungsikan sebagai tempat tinggal para anggota Caedis. Selain itu, mansion itu juga difungsikan menjadi pusat pelatihan dan perekrutan anggota baru.Kini, Caedis tidak lagi menjadi kelompok pembunuh yang menghabisi nyawa seseorang dengan bayaran tinggi. Richie telah mengalihkan pekerjaan sebagian besar anggota Caedis khususnya yang telah terlatih untuk menjadi secret bodyguard. Tentu saja dengan bayaran yang tetap di atas rata-rata karena Caedis berani menjamin keamanan penyewanya.“Besok kita akan membereskan rumah ini. Jika ada bagian rumah yang ingin kau ubah, katakan saja kepadaku,” ucap Richie kepada Patty saat mereka bermalam di rumah lama Patty.“Rumah ini menyimpan banyak kenangan untukku. Kenapa rasanya tidak tega yaa kalau harus mengubahnya.” Patty mengelus perutnya yang mulai membuncit.“Aku masih menganggap rumah ini tidak nyaman untu
“Pastor …” Patty berbicara dari balik sekat bilik pengakuan dosa.“Anakku …” suara serak seorang pria menyambut sapaan Patty.Persis pertama kali Richie menguping pengakuan dosa Patty, dia duduk dalam diam di bilik sebelah kanan dan Patty di sebelah kiri. Sementara Pastor Xavier, Pastor yang masih bertahan untuk menjaga gereja itu, duduk di bagian tengah bilik. Mendengarkan dalam diam semua pengakuan Patty.“Takdir telah membawaku pada sebuah petualangan cinta yang berbahaya. Mencoba kabur tapi aku tidak bisa beranjak sedikitpun dari jerat yang terus menggodaku. Aku sadar, pastor … bahwa aku telah melakukan sebuah dosa besar.” Patty menuturkan pengakuannya dengan nada yang diselimuti perasaan bersalah. Membuat Richie yang ikut mendengarkan menjadi sedikit canggung.“Namun sekarang aku telah menjalani hidup kudus bersama pria yang telah menjeratku dengan pesonanya. Aku memiliki kehidupan yang bahagia. Kiranya Tuhan mengampuni dosaku …”Pastor berdehem kemudian berbicara, “semua orang p
Wilson terjungkal untuk kedua kalinya. Kini wajahnya sudah tidak berbentuk lagi. Darah mengucur dari mana-mana dan mengotori pakaiannya yang lusuh. Pria yang menghajar Wilson berdiri tanpa kegentaran sedikitpun. Ibarat semut melawan gajah, mereka dua orang yang sangat tidak seimbang.“Kau pria yang mengacau di pertambangan, bersama kawanmu yang berlagak jagoan itu. Akan aku laporkan apa kau lakukan kepada ketua desa.” Wilson meludahkan darahnya ke tanah.“Silahkan saja! Kebetulan aku baru saja dari rumah beliau. Pie daging buatan istri ketua desa sangat enak. Tampaknya aku akan sering mencari alasan untuk datang ke rumahnya,” ucap pria itu dengan santai.“Sialan! Desa ini sekarang penuh orang-orang berengsek!”“Termasuk kau, tua bangka! Pergi kau dari rumahku atau sahabatku ini akan membuatmu pergi ke neraka! Huuss!! Sana!!” Bernadeth mengibaskan tangannya mengusir Wilson.Pria itu sekuat tenaga mengangkat tubuhnya dari tanah. Mau tidak mau dia harus pergi dari tempat itu, kalau dia m
“Bernadeth …” sontak pria di dalam truk turun kala melihat Bernadeth yang baru saja pulang sehabis mengurus bar. “Bernadeth tunggu!” panggilnya. Wanita yang menggendong tas dan membawa paper bag berisi makanan itupun menengok ke sumber suara. Tampak seorang pria dengan penampilan lusuh, wajah menyedihkan dan rambut awut-awutan, berdiri di depan rumahnya. Penampilan itu membuat Bernadeth mengingat kalau dia pernah punya seorang suami. “Barry Wilson??” Bernadeth terbelalak. “Iya, Bernadeth. Ini aku, sayang … bagaimana keadaan anak-anak? Aku merindukan kalian …” Bernadeth memundurkan langkahnya. Berbulan-bulan pria itu menghilang bak ditelan bumi. Jangankan memberikan uang bagi kebutuhan anak-anak, memberi kabarpun tidak. Padahal ada banyak pekerja tambang lainnya yang masih menyempatkan diri untuk pulang menemui keluarganya. “Rindu? Sekarang baru kau katakan kau rindu dengan mereka? Ke mana saja kau selama ini?” “Maafkan aku, sayang … aku terlalu berambisi dalam pekerjaanku hingga
Rintik hujan mulai turun menyemarakkan keheningan malam yang hanya berisi desahan dua orang yang tengah memadu kasih. Pemilik rumah itu masih menyisakan pertanyaan dia benak Richie ataupun Patty. Sementara Nancy sendiri hanya menduga-duga kalau keluarga rumah tersebut telah menjadi korban kejahatan yang pernah Hayden lakukan.Tetapi apapun kisah dibalik rumah itu, tidak sedikitpun mempengaruhi hasrat yang telah membucah di antara mereka. Richie telah dalam posisi siap di atas tubuh Patty. Sebelum masuk ke pergerakan inti mereka malam itu, Richie lebih dulu memandangi wajah Patty yang berada di bawah kungkungannya.Wajah Patty begitu belia karena usia gadis itu dua kali lebih muda darinya. Sempat berkelebat dalam benaknya, kenapa dia begitu berlama-lama untuk menemukan Patty? Sehingga gadis itu harus merasakan hidup sendirian dalam waktu yang lama.“Andai saja aku menemukanmu lebih cepat, Patty. Kau tidak akan jadi gadis yang kesepian,” bisik Richie.“Cepat atau lama, aku tetap merasa
Desa kecil di selatan Amerika itu tetaplah desa yang asri dan jauh dari hiruk pikuk kota. Kebakaran yang sempat terjadi di pertambangan nyatanya tidak berpengaruh besar terhadap desa tersebut.Karena setelah diselidiki, sebagian besar buruh yang menjadi korban dari kejadian itu bukanlah warga asli Woodstock. Mereka warga pendatang yang hanya tinggal sementara di desa itu untuk bekerja.Karavan itu masih ada di sana, tidak bergerak satu centimeter pun dari tempatnya sejak terakhir kali ditinggalkan Richie. Bar tua itu juga masih beroperasi. Bernadeth kini menjadi satu-satunya wanita yang paling menonjol di bar itu. Kelihatannya pertemuannya dengan Jack waktu itu membuat rasa percaya dirinya meningkat.“Satu burger dan soda!” Bernadeth menyerukan orderan yang telah dia catat. “Hah? Soda? Apa aku tidak salah catat? Siapa yang memesan soda?” serunya lagi seraya melayangkan pandangannya berkeliling bar.Seorang gadis berkaos oblong putih mengangkat tangan dengan senyuman lebar. Patty melam