“Buka! Buka! Siapa pun tolong buka!”
Suara menggedor bertalu-talu dari balik pintu di Coast Mansion. Waktu saat itu sudah menunjukkan hampir tengah malam dan seorang pemuda di dalam sana terbangun dengan gelagapan. Dia meraba-raba sekelilingnya dan gerakan acaknya dengan sukses menjatuhkan benda-benda dari atas meja dan rak.
“Sawi? Brokoli? Wortel?” Pemuda itu mengumpat. “Gudang penyimpanan makanan. Siapa yang membawa aku ke sini? Akh!”
Dia merasakan pusing di kepalanya. Sejenak dia mengingat-ingat apa yang terjadi dengan dirinya sembari meraba-raba pegangan pintu, berusaha mendorongnya. Pintu terkunci dari luar dan tubuh pemuda itu terlalu kurus untuk mendobrak pintu kayu mahoni yang tebal.
“Damn! Pasti ulah wanita itu. Dia mencampurkan sesuatu dalam teh yang dia berikan kepadaku! Damn! Damn! Damn!”
Pemuda itu menggedor pintu sepanjang malam sampai Gabriel – kepala pelayan yang selalu bangun paling awal menyalakan lampu dapur dan melihat jeja
Sudah sekitar satu jam lamanya, ketiga pria itu berkumpul disebuah ruangan lain di rumah dokter paruh baya itu. Tiga cangkir teh yang disajikan Martin belum ada yang menyentuhnya sama sekali. Suasana berubah tegang saat Richie mengeluarkan kepingan stempel lilin berwarna merah darah dari belakang kantung celananya. Jack memelototi Richie. “Kau membodohiku, Richie!” Richie menggeleng. Kemudian dia beralih kepada Dokter Martin yang telah mengamati stempel itu lebih dari dua kali dan membolak-baliknya. Sebagai kolektor barang antik, Martin mencoba menakar tahun stampel itu dibuat. “Stempel ini asli. Kemungkinan dibuat sekitar sepuluh atau lima belas tahun yang lalu. Aku juga menelitinya dari serpihan kertas yang menempel di belakang stempel,” tutur Martin. Richie mengerjapkan matanya. “Alfa Boss nampaknya sengaja memasukkan aku ke kandang Hayden. Dia telah merencanakan pembunuhan terhadapku dengan matang. Dasar keparat!” Jack semakin taja
Jack menarik karambit dari tepi sepatu bot-nya. Senjata tajam selebar telapak tangan itu baru saja hendak dia arahkan ke dada Richie, namun suara teriakan Patty mengacaukan niatannya. Richie memanfaatkan kelengahan Jack untuk menyingkirkan benda berbahaya itu dari tangan Jack.Karambit terlempar sekitar dua meter dari tangan Jack lalu dipungut dengan sigap oleh Martin. Pria itu mengambil kaca pembesarnya dan meneliti setiap detail benda tersebut. Tanpa mempedulikan kedatangan pasiennya yang baru saja siuman, Martin memasukkan senjata tajam itu ke lemari koleksinya.“Hentikan! Kalian berdua jangan buang-buang tenaga!” seru Patty untuk kedua kalinya.“Menyingkir dariku, bodoh!” Jack menendang betis Richie yang masih mengangkangi kakinya.“Apa yang terjadi di sini? Kenapa kau mengacungkan senjata tajam kepada Richie?” Patty menunjukkan raut wajah marah melihat apa yang dilakukan Jack.Sebelum menoleh untuk menjawab
Mereka berciuman dengan heboh dan penuh gairah. Ruangan kamar yang tidak terlalu besar itu kini dipenuhi dengan erangan penuh kenikmatan dua orang yang bersahutan. Richie melepaskan satu ciuman di bawah pusar Patty sambil meremas dada gadis itu. Richie menyesuaikan posisi di antara paha Patty, meluruskan tubuh, kemudian menyatukan tubuh mereka – untuk kesekian kalinya. Sama seperti saat akhirnya dia mengijinkan Patty untuk ikut bersamanya, saat itulah Patty mengijinkan Richie untuk melakukan lebih banyak hal atas tubuhnya. “Kau menyukainya?” tanya Richie lembut dan gentle. “Menyukai apa?” Patty menatap lurus Richie dengan tatapan memohon. “Menyukai caraku …” Richie menggantung kata-katanya. Nafas Patty tersekat. Bagaimana mungkin dia tidak menyukai cara bercinta Richie – kalau itu yang Richie maksudkan. Dan rasanya dia tidak perlu menjawab pertanyaan itu dengan kalimat-kalimat. Dia telah kehabisan kata-kata untuk menyatakan betapa tubuhnya sel
“Pakailah ini, nona. Tapi aku harap kau tidak tersinggung – karena ini hanyalah baju-baju usang yang sudah terlalu lama menganggur di lemariku.” Martin menyodorkan satu stel pakaian di tangannya kepada Patty. Patty menerima pemberian Martin dengan sumringah. “Apapun pemberian anda, aku sangat berterima kasih, tuan. Anda orang baik.” Martin tersenyum simpul. “A – aku akan menyiapkan meja makan untuk kita bertiga.” Setelah Martin berlalu, Patty buru-buru menutup pintu. Lalu dengan gaya penasaran ala anak kecil yang baru mendapatkan hadiah, dia merentangkan pakaian yang diberikan Martin. Puff sleeves berwarna merah muda, celana jins high waist dan sebuah topi beanie rajut berwarna hitam. Melihat barang-barang tersebut, Richie langsung dapat menebak pemiliknya. “Kau benar-benar gadis yang beruntung, Patty. Pemilik pakaian itu seorang wanita yang begitu ramah. Sayangnya beliau tidak berumur panjang.” “Aku tersanjung dengan pemberian yang berharga i
Richie membimbing Patty untuk masuk terlebih dulu ke dalam Jeep. Mengarahkan sang gadis untuk duduk di kursi belakang, sementara dirinya menyetir sendirian di kursi depan. Sebelum mulai menyalakan mesin kendaraan, Richie menanyakan sekali lagi apakah Patty sudah siap dan apakah ada yang tertinggal atau terlupakan? Patty menjawab semua pertanyaan Richie dengan gelengan kepala yang kuat. Seolah dia sangat berusaha meyakinkan Richie bahwa dirinya tidak membutuhkan apapun lagi selain secepatnya menempuh perjalanan bersama pria itu. Richie mengacak puncak kepala Patty sebelum akhirnya melajukan Jeep ke tengah jalan dan luput menyadari adanya kendaraan lain yang mengawasi mereka. Mereka menempuh jarak ratusan meter dari jalan utama dalam diam. Patty menikmati pemandangan di kiri dan kanan jalan sedangkan Richie terus melajukan kendaraan dengan kecepatan normal. Richie tidak menyetir seserius sebelumnya, karena matahari tiba-tiba tertutup awan dan gerimis mulai turun dari l
Empat belas tahun yang lalu, seorang pria duduk sendirian di dalam ruangan gelap dengan perasaan kesal dan adrenalin yang berpacu cepat. Kedua tangannya di letakkan di atas meja dengan jari yang saling bertautan.Mata pria itu terjaga dalam gelap. Deru pikirannya sendiri telah mengacaukan waktu istirahatnya yang berharga. Seseorang meneleponnya siang tadi, hanya untuk mengatakan kalimat-kalimat yang membuatnya naik pitam.“Kau sudah kalah, Hayden. Kejayaanmu akan berakhir selamanya. Seluruh proyek pertambanganmu akan ditutup dan senjata api illegal itu akan disita oleh pemerintah. Aku kasihan padamu, bung.”Perkataan dengan nada mengejek dari seorang rival Hayden itulah yang membuat dia gusar dan kehilangan rasa kantuk sejak dua hari yang lalu. Edmond Hawk – pemimpin kelompok mafia Gasper. Bergerak lincah dalam bisnis minuman keras dan rumah bordil. Pria itu dari dulu sudah sangat terang-terangan menunjukkan gelagat busuk untuk menghancurkan bi
Suara tangisan bayi dan tubuh Belva yang belum boleh disentuh selama empat puluh hari membuat Hayden belingsatan. Sebagai seorang pria dengan kebutuhan sex yang menuntut, Hayden butuh penyaluran hasrat dengan cepat. Sejak saat itulah Hayden diam-diam menyuruh anak buahnya untuk menyelinapkan pelacur ke ruang rahasianya di mansion itu.Belva yang lebih sering berada di kamarnya sejak melahirkan, hampir setiap malam menangis keras hingga rasanya tulang dadanya bakalan retak sangking seringnya menangis. Tetapi bukan perselingkuhan Hayden yang membuatnya menangis, karena dia tidak tahu sama sekali mengenai hal itu.“Nyonya Belva, apa anda tidak ingin memberikan nama bagi gadis cantik ini?” tanya seorang pelayan wanita yang sekarang selalu menemani Belva. “Lihat – dia menurunkan kecantikan anda. Rambutnya dan mata birunya – itu semua milik anda.”Belva melayangkan pandangannya ke luar jendela kamarnya. Perkataan Hayden di hari keti
Kejadian malam itu telah merubah sosok Belva yang penurut menjadi wanita yang mampu melawan Hayden kalau pria itu mendatanginya hanya untuk meminta jatah ranjang. Perubahan sikap Belva membuat kemarahan Hayden memuncak sampai ke ubun-ubun. Dan kini, dengan terang-terangan Hayden mengundang para pelacur datang ke mansion untuk melayaninya. Mereka bercinta di kamar utama, di ruang kerja Hayden, di kamar mandi dan tempat-tempat lainnya. Mansion yang dibangun di tengah hutan itu kini tak ubahnya sebuah tempat pelacuran. “Ohh, Tuan Hayden – anda kuat sekali. Ooohhh, pukul aku lagi, Tuan. Aku suka menjadi budakmu.” Rintih seorang pelacur yang dengan bangga menjeritkan kenikmatan di ranjang mewah Hayden. Ranjang yang dulu menjadi tempat percintaan paling mendebarkan antara dirinya dengan Belva. “Kau mau merasakan tamparan tanganku lagi, pelacur sialan?!” Hayden menampar bokong si pelacur dengan mata berkilat. Hayden bukan lagi pria lembut yang memanjakan wanitanya.
Jack menoleh ke arah gudang peternakan sebelum berjalan mengikuti Richie. Dia melihat James baru saja keluar sambil membawa dua buah ember berisi air. Tadi Jack memang menyuruh pemuda itu untuk memberi minum sapi-sapi yang baru datang. Jack menyeka peluhnya. Semoga saja James tidak membuat kekacauan lagi. Kalau tidak bisa-bisa kandang ternak itu tidak akan bisa bertahan lebih dari satu bulan. Kemudian Jack mengimbangi langkah Richie menuju sebuah rumah kosong yang tak berpagar. “Duduklah. Di manapun kau bisa duduk …” ucap Richie seraya menaruh bokongnya ke atas sebuah potongan batang pohon tua. “Ceritakan, ada berapa kasus yang dulu pernah kau tangani terkait dengan Sadico?” Jack menyusun dedaunan kering di lantai teras lalu duduk di atasnya. “Seingatku kami hanya dua kali menangani mereka. Pertama, atas kasus keribuatan yang dibuat oleh seorang anggota Sadico di rumah bordil. Kedua – dan yang paling parah adalah saat mereka melakukan penembakan terhadap sepasang bangsawan Amerika.
Hai readers ... Sekali lagi aku ucapkan terima kasih kepada kalian yang telah mengikuti novel ini sampai sekarang. Untuk 3 orang yang telah memberikan gem tertinggi aku masih tunggu DM-nya di I* @caffeinated_writer88 yaa. Ada gift dari aku sebagai bentuk ucapan terima kasih karena apresiasi yang telah diberikan atas novel Bunuh Aku, Sayang! ini. Sejujurnya aku sedang mempersiapkan season 2 dari kisah Richie, Patty dan Jack. Kalau kalian mau aku melanjutkan novel ini sampai ke season 2 silahkan tinggalkan komentar kalian yaa. Kalau ternyata tidak ada yang berkomentar, aku akan melanjutkan season 2 ini tapi mungkin di lapak yang berbeda. Terima kasih, readers ... Love/DeyaaDeyaa
“Kau! Sudah aku bilang kau harus mengaturnya seperti ini – bukan begini!” Jack terlihat berada di tengah-tengah kandang sapi bersama dengan James. “Rasanya yang belasan tahun menjadi anak desa itu kau! Kenapa sekarang jadi aku yang lebih tahu darimu?”“Itu karena anda pria yang hebat, paman Jack!” ucap James dengan wajah polosnya yang membuat Jack semakin kesal.“Tidak usah memuji berlebihan! Kerjakan saja apa yang aku perintahkan dengan sebaik mungkin. Baru nanti aku akan menilai dirimu seperti apa.” Jack menggelengkan kepalanya dan berlalu dari hadapan James.Sudah sekitar seminggu lamanya, Jack berkutat dengan ratusan hewan ternak yang datang ke Woodstock. Setelah pembicaraan terakhir Richie dengan James sewaktu itu, pemuda yang hanya tinggal sendirian itupun bersedia menjual tanah dan gudang jerami milik kakeknya. Karena Richie berencana untuk membuat peternakan besar di desa tersebut. Pembangunan kandang-kandang ternak di tanah yang berhektar-hektar itu memakan waktu sekitar sat
Tiga bulan berlalu,Richie melakukan pembenahan dan perombakan besar-besaran terhadap Caedis. Mansion milik Alfa Boss, telah direnovasi dan difungsikan sebagai tempat tinggal para anggota Caedis. Selain itu, mansion itu juga difungsikan menjadi pusat pelatihan dan perekrutan anggota baru.Kini, Caedis tidak lagi menjadi kelompok pembunuh yang menghabisi nyawa seseorang dengan bayaran tinggi. Richie telah mengalihkan pekerjaan sebagian besar anggota Caedis khususnya yang telah terlatih untuk menjadi secret bodyguard. Tentu saja dengan bayaran yang tetap di atas rata-rata karena Caedis berani menjamin keamanan penyewanya.“Besok kita akan membereskan rumah ini. Jika ada bagian rumah yang ingin kau ubah, katakan saja kepadaku,” ucap Richie kepada Patty saat mereka bermalam di rumah lama Patty.“Rumah ini menyimpan banyak kenangan untukku. Kenapa rasanya tidak tega yaa kalau harus mengubahnya.” Patty mengelus perutnya yang mulai membuncit.“Aku masih menganggap rumah ini tidak nyaman untu
“Pastor …” Patty berbicara dari balik sekat bilik pengakuan dosa.“Anakku …” suara serak seorang pria menyambut sapaan Patty.Persis pertama kali Richie menguping pengakuan dosa Patty, dia duduk dalam diam di bilik sebelah kanan dan Patty di sebelah kiri. Sementara Pastor Xavier, Pastor yang masih bertahan untuk menjaga gereja itu, duduk di bagian tengah bilik. Mendengarkan dalam diam semua pengakuan Patty.“Takdir telah membawaku pada sebuah petualangan cinta yang berbahaya. Mencoba kabur tapi aku tidak bisa beranjak sedikitpun dari jerat yang terus menggodaku. Aku sadar, pastor … bahwa aku telah melakukan sebuah dosa besar.” Patty menuturkan pengakuannya dengan nada yang diselimuti perasaan bersalah. Membuat Richie yang ikut mendengarkan menjadi sedikit canggung.“Namun sekarang aku telah menjalani hidup kudus bersama pria yang telah menjeratku dengan pesonanya. Aku memiliki kehidupan yang bahagia. Kiranya Tuhan mengampuni dosaku …”Pastor berdehem kemudian berbicara, “semua orang p
Wilson terjungkal untuk kedua kalinya. Kini wajahnya sudah tidak berbentuk lagi. Darah mengucur dari mana-mana dan mengotori pakaiannya yang lusuh. Pria yang menghajar Wilson berdiri tanpa kegentaran sedikitpun. Ibarat semut melawan gajah, mereka dua orang yang sangat tidak seimbang.“Kau pria yang mengacau di pertambangan, bersama kawanmu yang berlagak jagoan itu. Akan aku laporkan apa kau lakukan kepada ketua desa.” Wilson meludahkan darahnya ke tanah.“Silahkan saja! Kebetulan aku baru saja dari rumah beliau. Pie daging buatan istri ketua desa sangat enak. Tampaknya aku akan sering mencari alasan untuk datang ke rumahnya,” ucap pria itu dengan santai.“Sialan! Desa ini sekarang penuh orang-orang berengsek!”“Termasuk kau, tua bangka! Pergi kau dari rumahku atau sahabatku ini akan membuatmu pergi ke neraka! Huuss!! Sana!!” Bernadeth mengibaskan tangannya mengusir Wilson.Pria itu sekuat tenaga mengangkat tubuhnya dari tanah. Mau tidak mau dia harus pergi dari tempat itu, kalau dia m
“Bernadeth …” sontak pria di dalam truk turun kala melihat Bernadeth yang baru saja pulang sehabis mengurus bar. “Bernadeth tunggu!” panggilnya. Wanita yang menggendong tas dan membawa paper bag berisi makanan itupun menengok ke sumber suara. Tampak seorang pria dengan penampilan lusuh, wajah menyedihkan dan rambut awut-awutan, berdiri di depan rumahnya. Penampilan itu membuat Bernadeth mengingat kalau dia pernah punya seorang suami. “Barry Wilson??” Bernadeth terbelalak. “Iya, Bernadeth. Ini aku, sayang … bagaimana keadaan anak-anak? Aku merindukan kalian …” Bernadeth memundurkan langkahnya. Berbulan-bulan pria itu menghilang bak ditelan bumi. Jangankan memberikan uang bagi kebutuhan anak-anak, memberi kabarpun tidak. Padahal ada banyak pekerja tambang lainnya yang masih menyempatkan diri untuk pulang menemui keluarganya. “Rindu? Sekarang baru kau katakan kau rindu dengan mereka? Ke mana saja kau selama ini?” “Maafkan aku, sayang … aku terlalu berambisi dalam pekerjaanku hingga
Rintik hujan mulai turun menyemarakkan keheningan malam yang hanya berisi desahan dua orang yang tengah memadu kasih. Pemilik rumah itu masih menyisakan pertanyaan dia benak Richie ataupun Patty. Sementara Nancy sendiri hanya menduga-duga kalau keluarga rumah tersebut telah menjadi korban kejahatan yang pernah Hayden lakukan.Tetapi apapun kisah dibalik rumah itu, tidak sedikitpun mempengaruhi hasrat yang telah membucah di antara mereka. Richie telah dalam posisi siap di atas tubuh Patty. Sebelum masuk ke pergerakan inti mereka malam itu, Richie lebih dulu memandangi wajah Patty yang berada di bawah kungkungannya.Wajah Patty begitu belia karena usia gadis itu dua kali lebih muda darinya. Sempat berkelebat dalam benaknya, kenapa dia begitu berlama-lama untuk menemukan Patty? Sehingga gadis itu harus merasakan hidup sendirian dalam waktu yang lama.“Andai saja aku menemukanmu lebih cepat, Patty. Kau tidak akan jadi gadis yang kesepian,” bisik Richie.“Cepat atau lama, aku tetap merasa
Desa kecil di selatan Amerika itu tetaplah desa yang asri dan jauh dari hiruk pikuk kota. Kebakaran yang sempat terjadi di pertambangan nyatanya tidak berpengaruh besar terhadap desa tersebut.Karena setelah diselidiki, sebagian besar buruh yang menjadi korban dari kejadian itu bukanlah warga asli Woodstock. Mereka warga pendatang yang hanya tinggal sementara di desa itu untuk bekerja.Karavan itu masih ada di sana, tidak bergerak satu centimeter pun dari tempatnya sejak terakhir kali ditinggalkan Richie. Bar tua itu juga masih beroperasi. Bernadeth kini menjadi satu-satunya wanita yang paling menonjol di bar itu. Kelihatannya pertemuannya dengan Jack waktu itu membuat rasa percaya dirinya meningkat.“Satu burger dan soda!” Bernadeth menyerukan orderan yang telah dia catat. “Hah? Soda? Apa aku tidak salah catat? Siapa yang memesan soda?” serunya lagi seraya melayangkan pandangannya berkeliling bar.Seorang gadis berkaos oblong putih mengangkat tangan dengan senyuman lebar. Patty melam