Share

3

Penulis: Liana Eldi
last update Terakhir Diperbarui: 2022-07-14 14:18:21

Hari semakin sore, aku tidak bisa lagi untuk menunggu terlalu lama. Bang Rey harus bisa menjelaskan semua permasalahan ini. Aku tidak akan percaya begitu saja semua yang sudah di jelaskan Mbok Sumi, iya semua itu pasti salah dengar, aku nggak mungkin istri kedua, jelas-jelas wanita penggoda itu yang istri kedua.

Kuambil ponsel yang masih bertengger di atas nakas, lalu kucari nomor bang Rey, mencoba untuk menghubunginya. Satu, dua, hingga tiga kali mencoba kuhubungi akhirnya ia mengangkat teleponku.

[“Assalammualaikum, Bun.”]

Ia seperti bahagia dengan panggilanku.

[“W*’alaikumussalam, Yah.”] Jawabku dengan tetap tenang. Meskipun sebelah tangan menempel di dada. Debaran di dalam sana membuatku semakin tidak tenang, awalnya aku berdiri, tetapi kini akhirnya memilih duduk karena lutut kian bergetar.

[“Ada apa Bunda nelpon?"]

Seketika terdengar suara seorang perempuan di dekat bang Rey. Aku yakin perempuan itu pasti istrinya.

[“Ayah ada di mana? kenapa jam segini belum sampai di rumah, dan dekat ayah berdiri ada siapa? Sepertinya suara seorang perempuan!”] Kulontarkan pertanyaan beruntun untuk lelaki yang sudah berkhianat itu!

[“Oh Ayah lagi di rumah Ibu, tadi singgah sebentar, ada sedikit oleh-oleh untuk mereka.

Bunda jangan khawatir ya, dua jam lagi Ayah sampai di rumah.”]

[“Baik lah, hati-hati di jalan. Kami menunggu kedatangan Ayah.”]

[“InsyaAllah, Sayang. Assalamualaikum.”] Seketika panggilan sudah diputuskan dari seberang sana.

[“W*’alaikumussalam.”]

Kasih oleh-oleh untuk mereka, maksud bang Rey siapa ya? bukannya Ibu sendirian di rumah karena Sari udah mulai kuliah lagi, otomatis dia ngekos nggak pulang ke rumah. Tetapi kenapa suamiku malah bilang oleh-oleh untuk mereka?, bukan Ibu saja, kalau ia salah sebut…, rasanya juga nggak mungkin.

Suaraku terus membatin, tanpa berpikir panjang aku langsung mencari kontak Sari dan menghubunginya.

[“Assalamu’alaikum, Mbak.”] Seketika panggilanku terhubung dan langsung di angkat oleh adik iparku.

[“W*’alaikumussalam, Dek.”] Kakiku terus melangkah dan bolak balik di kamar sambil sebelah tanganku memegang pinggang. Aku mulai gelisah dengan keadaan yang semakin membuatku penasaran.

[“Iya, Mbak. Apa kabar?”] Suara Sari terdengar begitu lembut dan hormat padaku.

[“Alhamudillah, Mbak sehat Dek.”] Tanganku yang tadi berada di pinggang sekarang sudah di bibir dengan menggigit ujung jarinya. Aku tidak bisa diam dan spontan semua anggota badanku akan bergerak jika sedang mencemaskan sesuatu.

[“Alhamdulillah.”] Ia kedengaran seperti lega setelah memberitahukan keadaanku padanya.

[“Dek, kamu sekarang sedang ada di rumah atau di kos?”]

[“Di kos, Mbak. Karena sebulan yang lalu udah mulai kuliah dan belum sempat untuk pulang kampung. Kenapa Mbak?”]

Jantungku langsung berdesir mendengar jawaban Sari. Aku yakin sekarang kan lagi booming juga mertua dan simpanan dari anakknya tinggal satu rumah. Iya, pasti wanita itu tinggal serumah dengan Ibu. Ternyata mereka bersekongkol untuk membohongiku, ini nggak bisa dibiarkan!

[“Oh, nggak apa-apa kok Dek, Mbak cuma nanya aja. Katanya Aleya rindu main sama tantenya. Kalau kamu lagi di kampung kabari Mbak ya, kami mau main ke sana.”] Sengaja aku cari alasan untuk bisa berkunjung ke rumah Ibu.

[“Baik, Mbak. Besok aku kabari ya. Soalnya rindu juga main sama ponakan imutku.”] Sari terdengar sedikit ketawa kecil.

[“Oke, jaga diri kamu baik-baik. Mbak tutup ya. Assalamualaikum.”]

[“Iya, Mbak. Waalaikumussalam.]

Telepon kami lalu terputus, dan aku kembali termenung dan duduk di sudut ranjang.

Semua strategi harus berjalan dengan mulus, tanpa sedikit pun kecurigaan itu terlihat. Aku nggak akan menanyakan langsung pada bang Rey. Karena sama saja ia akan menutupi dengan cepat siapa istrinya, dan jika itu terjadi, aku nggak akan tau dan bisa mengenal perempuan jalang itu!

Sebaiknya aku bermain selangkah lebih pintar dari bang Rey, karena selama ini ia telah membohongiku. Ia mempermainkan perasaan wanita yang sudah menerimanya dengan tangan terbuka.

Namun setelah apa yang ia dapatkan dari perusaan papa, ini balasan yang ia berikan padaku? Tidak Bang, kamu telah salah bermain api dengan seorang wanita Hanum Khairani Prasetio, anak pemilik perusahaan terkenal di kota ini. Api yang kau nyalakan akan membakar tanganmu sendiri.

Kupastikan itu akan terjadi!

Deru mobil terdengar memasuki halaman rumah, lalu aku berjalan ke arah jendela, dan menyibakkan tirai yang mengganggu pandangan. Benar saja, itu adalah bang Rey, aku segera berjalan ke luar kamar, lalu menuruni anak tangga dan menyambut kedatangannya di depan pintu.

Setelah mencium tangan suamiku dan mengambil tas kerja yang ada di tangannya.

Tiba-tiba putri kecilku berlari menyambut kedatangan ayahnya. Ia tampak sangat bahagia, karena beberapa hari ini tidak bisa bermain dengan lelaki nomor satu di rumahku itu.

Bang Rey sangat memanjakan Aleya, semua keinginan putri semata wayang itu maka akan diturutinya. Terkadang aku yang mengalah karena hanya ingin melihat kebahagiaan dan senyum dari bibirnya.

“Ayah, mana oleh-oleh untuk Aleya?” Ia menarik tangan bang Rey yang kosong, tanpa paper bag yang memenuhi genggaman.

“Aduh, Ayah lupa. Nak.” Bang Rey langsung mengangkat Aleya dan menggendongnya.

“Ayah pasti bohong kan?” Aleya menarik dasi bang Rey dengan wajah kesal.

“Baik lah tuan putri, yuk kita ambil di dalam mobil.” Suamiku mencium pipi gembul Aleya dan menggendongnya ke luar rumah menuju garasi mobil untuk mengambil hadiah.

Aku hanya berjalan sampai teras rumah, memperhatikan dua orang yang sangat kucintai, mereka adalah nyawa keduaku. Setiap kebahagiaan yang terpancar dari wajah mereka sama halnya dengan kebahagiaanku juga.

Tidak akan ada artinya hari yang kulalui tanpa kehadiran dari suami dan anakku. Apakah kebahagiaanku hanya lengkap sampai di sini? Yang biasanya setiap waktu aku selalu meminta untuk dibersamakan dengannya sehidup sesurga. Namun, buku yang sudah kulihat sebagai bukti ia telah berkhianat, apakah masih sanggup untukku terus bersamanya? Kuatkan ya Allah, semoga semua ini bisa cepat terselesaikan.

[Ini untukmu, Bun.”] Dengan senyuman, bang Rey memberikan sebuah paper bag yang berisi pakaian wanita di dalamnya.

Setiap pulang dari luar kota, suamiku selalu membawa buah tangan, walaupun kadang hanya sehelai pashmina. Ia adalah suami yang romantis dan perhatian, hari-hari penting dalam hidupku selalu ia rayakan, walaupun hanya pesta kecil-kecilan di rumah. Namun aku sangat menghargai semua itu, tentu saja sebagai seorang wanita dan istri hati ini berbunga-bunga jika dikejutkan dengan hal-hal yang berbau romantis.

Dulu! Sebelum semua kelakuan liciknya terbongkar. Namun setelah apa yang kulihat dengan mata kepala sendiri, maka apa pun kemesraan yang akan terjadi antara aku dan bang Rey kedepannya, semua itu hanya manis di depan saja. Jangan tertipu dengan peran baru yang akan kumainkan!

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Nurli Eriza
ya dilihat tgl nikahnya dan keluar bukunya kan, tertulis dibuku. duluan mana nikah dg istrinya atau dg mu aleya.
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Buku Nikah di Ruang Kerja Suamiku    4

    “Bang, kok buku nikahnya ditinggal di ruang kerja?” Tanyaku sambil mengambil pakaian kotor yang ada di dalam koper suamiku.“Bukannya Sayang yang menyimpan dalam lemari?”Sayang? Ia masih memanggilku dengan sebutan itu. Terdengar sangan menjijikkan di telangku, lebih baik nggak usah manggil sayang lagi, mungkin hatiku tidak sepedih ini.“Lupa juga Han, Bang. Soalnya tadi siang Aleya menemukan buku ini di ruang kerja Abang.” Sambilku mengambil buku itu dan memberikannya ke tangan bang Rey. Aku terus berpura-pura tidak ingat dengan buku nikahnya yang sudah kusimpan rapi di dalam lemari.“Oh, iya, Abang lupa. Kan buku nikah pegangan suami biasanya memang Abang yang nyimpan sendiri.” Walaupun terlihat dengan wajah yang gugup, tetapi lelaki yang berada di depanku terus mencoba untuk membuat suasana tidak tegang. “Oke, kalau begitu mandi lah dulu, Han tunggu di meja makan. Semua ganti baju Abang sudah ada di atas ranjang.” Sambilku tersenyum tipis padanya.Ketika hendak berjalan menuju ke

    Terakhir Diperbarui : 2022-07-14
  • Buku Nikah di Ruang Kerja Suamiku    5

    “Bun, sudah dikasih tau sama Ayah tentang fotonya dalam buku itu?” Tiba-tiba Aleya memelukku dari belakang.“Haa! foto dalam buku?” Bang Rey yang baru keluar kamar mandi langsung kaget mendengar apa yang dibilang putri kecilnya. Namun, ia tetap berusaha untuk menutupi.“Aduh…!, Bunda lapar nih. Yuk kita makan. Kami tunggu Ayah di meja makan ya, cepat sedikit jangan lama-lama.” Aku pura-pura lapar dan memegang perut, lalu mengajak Aleya ke luar dari kamar tanpa menjawab pertanyaan suamiku.Semua itu kulakukan agar ia tidak curiga tentang buku nikah yang kutemukan di ruang kerjanya. Aku tidak ingin itu terjadi, biar saja permainan ini berjalan perlahan tetapi satu per satu aku bisa mengupas kulitnya. Makan malam begitu terasa hangat, karena Aleya putri kecilku mampu mencairkan suasana. Lebih kurang lima belas menit kami hanya menyantap masakan yang sudah kuhidangkan dengan lengkap yang juga dibantu mbok Sumi. Ikan nila gulai kuning adalah masakan kesukaan bang Rey. Benar saja lelaki it

    Terakhir Diperbarui : 2022-07-14
  • Buku Nikah di Ruang Kerja Suamiku    1

    “Bunda…, ini buku apa?”Tiba-tiba Aleya berteriak dari ruang kerja suamiku, bang Rey.“Palingan buku kerja Ayah, jangan diganggu, nanti hilang.” Jawabku dari arah dapur yang sedang memasak nasi goreng daging untuk anakku, Aleya. Ia memang suka dengan menu yang satu ini, apalagi kalau ditambah dengan acar sebagai pelengkap.“Tapi kok ada foto Ayah. Bun?” Suaranya lagi-lagi menghentikan pekerjaanku sejenak yang sedang mengaduk nasi goreng sambil terburu-buru.“Ya, iyalah Sayang, itu mungkin dokumen berharga, biarkan saja di situ, jangan diganggu!” Sahutku kembali sambil melanjutkan aktivitasku di dapur.“Bunda! Hanifah itu siapa?” Aleya kembali lagi bertanya padaku.Lagi, aku kembali menghentikan pekerjaan sejenak. Lalu menoleh ke arah pintu dapur meskipun dari sini tidak bisa kulihat keberadaan Aleya yang justru di ruang kerja ayahnya.“Mana lah Bunda tau, Nak. Palingan rekan kerja Ayah di kantor.” Jawabku sambil menuangkan nasi goreng yang sudah dimasak ke dalam mangkok lalu meletakka

    Terakhir Diperbarui : 2022-07-14
  • Buku Nikah di Ruang Kerja Suamiku    2

    “Bunda kenapa nangis?” Aleya berdiri di depan pintu melihat ke arahku dengan tatapan yang membingungkan.“Sini Sayang, dekat Bunda.” Aku membentangkan kedua tanganku, berharap ia datang dan masuk dalam pelukanku.“Iya Bunda.” Gadis kecilku berlari dan berhamburan menyambut pelukanku.Isak tangisku semakin pecah, setelah adanya Aleya dalam pelukan. Terus kudekap dan peluk sambil mencium kepalanya yang dari tadi menempel di dadaku dalam diam. Entah berapa lama kami berpelukan, hingga mbok Sumi melihat keberadaan kami. Wanita paruh baya itu berdiri di depan pintu kamarku, dengan tatapan sendu. Ia sudah kuanggap seperti keluarga sendiri, lama sebelum aku menikah dengan bang Rey, mbok Sumi sudah tinggal bersamaku, pengabdiannya untuk keluarga besar Sudarso Prasetio, papaku sendiri tidak di ragukan lagi.“Non, kenapa menangis?” Ia kelihatan sangat cemas dengan keadaanku sekarang.“Nggak apa-apa kok, Mbok.” Jawabku dengan suara serak.“Yang sabar ya, Non. Kasian neng Aliya, ia ikutan sedih

    Terakhir Diperbarui : 2022-07-14

Bab terbaru

  • Buku Nikah di Ruang Kerja Suamiku    5

    “Bun, sudah dikasih tau sama Ayah tentang fotonya dalam buku itu?” Tiba-tiba Aleya memelukku dari belakang.“Haa! foto dalam buku?” Bang Rey yang baru keluar kamar mandi langsung kaget mendengar apa yang dibilang putri kecilnya. Namun, ia tetap berusaha untuk menutupi.“Aduh…!, Bunda lapar nih. Yuk kita makan. Kami tunggu Ayah di meja makan ya, cepat sedikit jangan lama-lama.” Aku pura-pura lapar dan memegang perut, lalu mengajak Aleya ke luar dari kamar tanpa menjawab pertanyaan suamiku.Semua itu kulakukan agar ia tidak curiga tentang buku nikah yang kutemukan di ruang kerjanya. Aku tidak ingin itu terjadi, biar saja permainan ini berjalan perlahan tetapi satu per satu aku bisa mengupas kulitnya. Makan malam begitu terasa hangat, karena Aleya putri kecilku mampu mencairkan suasana. Lebih kurang lima belas menit kami hanya menyantap masakan yang sudah kuhidangkan dengan lengkap yang juga dibantu mbok Sumi. Ikan nila gulai kuning adalah masakan kesukaan bang Rey. Benar saja lelaki it

  • Buku Nikah di Ruang Kerja Suamiku    4

    “Bang, kok buku nikahnya ditinggal di ruang kerja?” Tanyaku sambil mengambil pakaian kotor yang ada di dalam koper suamiku.“Bukannya Sayang yang menyimpan dalam lemari?”Sayang? Ia masih memanggilku dengan sebutan itu. Terdengar sangan menjijikkan di telangku, lebih baik nggak usah manggil sayang lagi, mungkin hatiku tidak sepedih ini.“Lupa juga Han, Bang. Soalnya tadi siang Aleya menemukan buku ini di ruang kerja Abang.” Sambilku mengambil buku itu dan memberikannya ke tangan bang Rey. Aku terus berpura-pura tidak ingat dengan buku nikahnya yang sudah kusimpan rapi di dalam lemari.“Oh, iya, Abang lupa. Kan buku nikah pegangan suami biasanya memang Abang yang nyimpan sendiri.” Walaupun terlihat dengan wajah yang gugup, tetapi lelaki yang berada di depanku terus mencoba untuk membuat suasana tidak tegang. “Oke, kalau begitu mandi lah dulu, Han tunggu di meja makan. Semua ganti baju Abang sudah ada di atas ranjang.” Sambilku tersenyum tipis padanya.Ketika hendak berjalan menuju ke

  • Buku Nikah di Ruang Kerja Suamiku    3

    Hari semakin sore, aku tidak bisa lagi untuk menunggu terlalu lama. Bang Rey harus bisa menjelaskan semua permasalahan ini. Aku tidak akan percaya begitu saja semua yang sudah di jelaskan Mbok Sumi, iya semua itu pasti salah dengar, aku nggak mungkin istri kedua, jelas-jelas wanita penggoda itu yang istri kedua. Kuambil ponsel yang masih bertengger di atas nakas, lalu kucari nomor bang Rey, mencoba untuk menghubunginya. Satu, dua, hingga tiga kali mencoba kuhubungi akhirnya ia mengangkat teleponku.[“Assalammualaikum, Bun.”] Ia seperti bahagia dengan panggilanku. [“Wa’alaikumussalam, Yah.”] Jawabku dengan tetap tenang. Meskipun sebelah tangan menempel di dada. Debaran di dalam sana membuatku semakin tidak tenang, awalnya aku berdiri, tetapi kini akhirnya memilih duduk karena lutut kian bergetar. [“Ada apa Bunda nelpon?"]Seketika terdengar suara seorang perempuan di dekat bang Rey. Aku yakin perempuan itu pasti istrinya.[“Ayah ada di mana? kenapa jam segini belum sampai di rumah,

  • Buku Nikah di Ruang Kerja Suamiku    2

    “Bunda kenapa nangis?” Aleya berdiri di depan pintu melihat ke arahku dengan tatapan yang membingungkan.“Sini Sayang, dekat Bunda.” Aku membentangkan kedua tanganku, berharap ia datang dan masuk dalam pelukanku.“Iya Bunda.” Gadis kecilku berlari dan berhamburan menyambut pelukanku.Isak tangisku semakin pecah, setelah adanya Aleya dalam pelukan. Terus kudekap dan peluk sambil mencium kepalanya yang dari tadi menempel di dadaku dalam diam. Entah berapa lama kami berpelukan, hingga mbok Sumi melihat keberadaan kami. Wanita paruh baya itu berdiri di depan pintu kamarku, dengan tatapan sendu. Ia sudah kuanggap seperti keluarga sendiri, lama sebelum aku menikah dengan bang Rey, mbok Sumi sudah tinggal bersamaku, pengabdiannya untuk keluarga besar Sudarso Prasetio, papaku sendiri tidak di ragukan lagi.“Non, kenapa menangis?” Ia kelihatan sangat cemas dengan keadaanku sekarang.“Nggak apa-apa kok, Mbok.” Jawabku dengan suara serak.“Yang sabar ya, Non. Kasian neng Aliya, ia ikutan sedih

  • Buku Nikah di Ruang Kerja Suamiku    1

    “Bunda…, ini buku apa?”Tiba-tiba Aleya berteriak dari ruang kerja suamiku, bang Rey.“Palingan buku kerja Ayah, jangan diganggu, nanti hilang.” Jawabku dari arah dapur yang sedang memasak nasi goreng daging untuk anakku, Aleya. Ia memang suka dengan menu yang satu ini, apalagi kalau ditambah dengan acar sebagai pelengkap.“Tapi kok ada foto Ayah. Bun?” Suaranya lagi-lagi menghentikan pekerjaanku sejenak yang sedang mengaduk nasi goreng sambil terburu-buru.“Ya, iyalah Sayang, itu mungkin dokumen berharga, biarkan saja di situ, jangan diganggu!” Sahutku kembali sambil melanjutkan aktivitasku di dapur.“Bunda! Hanifah itu siapa?” Aleya kembali lagi bertanya padaku.Lagi, aku kembali menghentikan pekerjaan sejenak. Lalu menoleh ke arah pintu dapur meskipun dari sini tidak bisa kulihat keberadaan Aleya yang justru di ruang kerja ayahnya.“Mana lah Bunda tau, Nak. Palingan rekan kerja Ayah di kantor.” Jawabku sambil menuangkan nasi goreng yang sudah dimasak ke dalam mangkok lalu meletakka

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status