"Ayo kita berdamai. Lupakan masa lalu, lupakan semua kebencian mu padaku. Ayo kita berdamai dengan masa lalu untuk satu tahun ke depan" kata Mas Saga mengutarakan keinginannya."Aku akan menebus semua kesalahanku sama kamu" tambahnya meyakinkan. Hatiku memanas mendengar keinginan mas Saga. Dia ingin aku melupakan semuanya. "Kenapa aku harus melupakan semuanya?" tanyaku tidak terima, "Apa demi Tania? kamu ingin menebus dosa Tania?" Aku benar-benar sakit hati mendengar keinginannya. "Bukan gitu Na" sanggah Mas Saga. "Aku hanya tidak ingin...""Tidak ingin aku menyakiti kekasihmu itu?" selaku memotong kalimat mas Saga "Kamu tidak perlu menebus dosa-dosa kamu. Juga tidak perlu khawatir, aku tidak akan menyentuh kekasih tercintamu itu." Aku berdiri dan melangkah pergi meninggal Mas Saga.Rasa sesak itu mulai terasa lagi. Setiap aku mengingat kejadian itu, rasa sesak kembali terasa di dadaku. Ketika aku memasuki ruang tamu, aku mendengar derap kaki Mas Saga mengejar ku. "Rana, dengerin
Arana pov. Aku membereskan barang-barang ku dan beberapa baju untuk pindah ke kamar lain di sebelah ruang kerja Mas Saga. Sejak kejadian kemarin siang aku jadi takut tidur di dalam kamar yang sama dengan Mas Saga. Akhirnya aku memutuskan untuk pindah kamar saja apalagi kamar yang selama ini aku tempati pintunya rusak Karena kejadian kemarin. Aku brpikir akan lebih baik jika aku pindah kamar saja. Setelah kejadian kemarin mas Saga langsung pergi dan belum kembali sampai hari ini. "Sini biar Bibi aja yang bawa, Mbak." Bibi gmengambil beberapa pakaian yang sedang ku bawa. "Makasih ya Bi." ucapku tulus. Aku selalu berusaha bersyukur dengan apa yang terjadi di hidupku. Aku berusaha meyakinkan diriku bahwa setiap hal yang terjadi di hidupku pasti ada pembelajaran yang bisa di ambil. •••Setelah pekerjaan membereskan kamar selesai, aku memutuskan untuk turun ke lantai bawah dan mencari udara segar di teras depan rumah. Rasanya udara di dalam rumah sangat pengap membuatku sesak nafas.
Saga PovSudah satu bulan sejak pertengkaran terakhir kami. sejak itu aku tinggal di kantor seperti sebelumnya. Aku akan pulang tengah malam untuk mengambil baju ganti dan untuk melihat Arana sebentar. Aku sengaja pulang larut malam menunggu Arana tidur baru aku akan masuk ke kamarnya untuk memastikan dia baik-baik saja. Aku memasukkan tiga potong kemeja dan celana kain ke dalam Ransel. Setelahnya aku berjalan keluar menuju ruang kerja untuk mengambil beberapa berkas penting yang aku butuhkan. Ku percepatan gerakan ku karena aku ingin segera melihat Arana. Walaupun hanya melihatnya tidur setidaknya itu bisa mengobati rinduku. Aku sangat merindukannya tapi aku tidak punya keberanian menatap wajahnya. Aku sangat menyesal telah membela Tania waktu itu. Seandainya aku tahu yang sebenarnya, aku sendiri yang akan menghukum Tania. Aku sudah menyuruh orang untuk mencari Tania. Aku pastikan dia mendapatkan hukuman lebih sakit dari yang Arana rasakan. Setelah semu
Arana pov. Mas saga tidak pernah pulang lagi. Aku tidak pernah bertemu dengannya setelah hari itu. Dimana mas Saga mengamuk seperti orang kesetanan. Ya mungkin aku salah. Harusnya aku mengatakannya sebelum aku pergi dulu. Dia pikir aku sengaja membuatnya merasa bersalah karena baru mengatakannya sekarang. Sekitar satu bulan karena marah mas Saga mengurungku di rumah ini tanpa boleh keluar atau menerima tamu. Tapi beberapa kali Rendra datang tanpa sepengetahuan Mas Saga. Setidaknya itu bisa menghilangkan rasa bosanku. Rendra juga membantuku mengantarkan desain bajuku ke Reza. Dari Reza akan diantar ke Ryan lalu Ryan akan mengurus semuanya. Semua hasil penjualan desain ku Ryan masukkan di rekeningku. Setelah berpisah dengan mas Saga aku tidak akan meminta harta gono gini ataupun uang dari ayah. Aku tidak akan menerima saham yang diberikan ayah padaku. Aku sudah menyiapkan masa depanku sendiri. Ada rasa sedih saat memikirkan perceraian kami. Aku tidak
Arana povAku meremas kertas dan membuangnya ketempat sampah. Itu kertas terakhir di mejaku. Aku tidak bisa berkonsentrasi untuk membuat desain malam ini. Entah sudah berapa kertas yang sudah aku buang. Aku mendongak untuk melihat jam. Jam 11.35 menit. Masih ada waktu sebelum jam 12. Aku beranjak untuk mengambil kertas di ruang kerja mas Saga. Aku langsung membuka pintu karena aku pikir cuma ada aku di lantai atas. "Astaghfirullah" ucapku karena kaget. Mas Saga berdiri didepan meja kerjanya menoleh ke arahku. "Ada apa?" tanyanya setelah membalikkan badannya membelakangi ku. Segitu nya dia tidak ingin melihatku. Mengapa tidak mengusirku saja dari rumahnya, supaya dia tidak melihatku lagi. "Maaf. Aku hanya ingin mengambil kertas" jawabku "Tidak perlu khawatir aku tidak pernah menyentuh barang-barang yang lain" kataku dengan sedikit ketus lalu menutup pintu dan kembali ke kamar ku. Aku menutup pintu kamarku dengan keras dan menguncinya.
Arana povKami meninggalkan rumah ayah menggunakan motor. Motor Rendra yang dulu. Aku masih ingat ini motor yang dulu sering dia pakai. "Ini motor kamu yang dulu kan?" tanyaku. "Iya." jawabnya dengan pandangan ke depan. "Yakin nanti bensinnya gak habis?" cibirku. Aku tidak akan pernah lupa, dulu dia sering kehabisan bensin didepan rumah bapak. "Hhhh. Tenang kali ini tidak akan kehabisan bensin" sahutnya menoleh sebentar padaku lalu kembali fokus ke depan. Sudah 30 menit perjalanan. Aku sepertinya mengenal jalan yang kami lewati. Benar aku hafal sekali jalanan ini. Rendra Menghentikan motornya di halaman rumah yang sangat aku rindukan beberapa bulan ini. Rumah bapak dan ibu. Aku langsung turun. Melepas helm lalu berlari mengetuk pintu "Assalamualaikum Pak, Buk" "Wa'alaikum salam, Arana" ibu membukakan pintu. Ibu terkejut sebentar lalu memelukku. "Ibu kangen Na" kata ibu sambil menangis. "Arana juga kangen sama ibu" sahut
"Ya Benar. Aku juga belum mengenalmu dengan baik. Harusnya kita tidak sampai sejauh ini" balasku menimpali ucapannya. "Aku suamimu" tegasnya menatapku tajam. Suami? Aku tersenyum sinis. "Dan Rendra Adik iparku. Aku pergi ke rumah Bapak bukan berkencan. Aku tidak berduaan dan membelai pipi Rendra di depan umum." ungkap ku balas menatapnya tajam. "Maksud kamu apa?" Mas Saga mengerutkan dahinya. Astaga. Apa yang sudah aku katakan. "Pikir saja sendiri" Aku melepaskan tangannya kasar lalu berbalik berjalan menuju kamar. "Arana. Kita belum selesai" Mas Saga mengikuti aku sampai di dalam kamar. "Apa lagi sih?" Aku menghentakkan kakiku kesal. "Aku tidak suka kamu pergi berdua dengan Rendra. Dan kamu harus menuruti perintahku karena aku suamimu" Kekeh nya yang membuat emosiku memuncak. Aku benar-benar lelah dengan semua keegoisannya. "Aku tidak boleh pergi dengan Rendra walaupun untuk mengunjungi orang tuaku dan kamu bisa pergi dengan siapapun yang kamu suka. Kamu bisa menginjakkan kak
Sagara povHari ini aku sengaja pulang saat jam makan siang. Aku berniat menjemput Arana di rumah ayahnya. Mama mengajak Arana ke acara ulang tahun anaknya Kiara. Saat sampai di sana Arana tidak ada. Kata mama Arana sakit dan diantar pulang oleh Rendra. Aku langsung pulang setelah mendengar Arana sakit. Aku merasa sangat khawatir. Alangkah kesalnya aku begitu sampai, aku tidak menemukan Arana. Dan yang lebih membuatku marah setelah dua jam dia baru pulang naik motor berdua dengan Rendra.Jujur. Aku cemburu jika Arana dekat dengan adikku itu. Arana dan Rendra dua orang dengan versi yang hampir sama. Arana bisa tertawa lepas jika dengan Rendra tapi tidak dengan ku. Hari ini adalah Anniversary pernikahanku dan Arana. Aku ingin sekali mengajak nya makan malam tapi aku urungkan karena pertengkaran tadi sore.Aku memilih untuk merayakan di rumah saja. Aku membeli soto kesukaan Arana untuk makan malam kami. "Kenapa? Apa tidak enak?" tanyaku karena Arana menundukkan kapala nya. "Enak" ja
Tiga tahun setelah nya. "Aksara tidak boleh lari-larian di dalam rumah." seru Arana memberi peringatan pada Putri semata wayangnya yang berlarian mengejar Endharu anak dari Raka. "Hati-hati nanti jatuh sayang...!" Miranda menyahut dari dapur sambil membawa puding coklat yang dia buat tadi pagi untuk cucu kesayangannya. "Mas anak kamu itu lo, nanti jatuh." gerutu Arana pada Saga yang hanya diam saja melihat putrinya berlarian. "Kalau aku yang menegurnya, dia akan langsung menangis, lebih baik kamu saja yang menegurnya." ujar Saga pelan dengan pandangan tak lepas dari Aksara. Arana menghela nafas panjang, putrinya itu memang sagat pintar. Setiap kali Saga menegurnya dia akan langsung menangis dan membuat Saga tidak tega. Namun jika Arana yang menegurnya tidak akan di hiraukan olehnya karena bagi Aksara mendengar omelan Arana adalah hal yang biasa. Berbeda dengan Saga yang jarang mengomel tapi ekspresi wajahnya akan sangat menakutkan jika sedang marah. Dengan malas Arana beranjak
Arana dan Aksara sudah cantik dengan gaun ala princess berwarna pink soft yang di desain sendiri sama Arana. Sedangkan Saga sangat tampan dengan memakai kemeja yang berwarna senada dengan gaun yang di pakai istri dan anaknya. Saga melipat lengan kemejanya keatas sampai ke sikunya, memperlihatkan lengan kekarnya. Saga menggendong Aksara dengan Arana disampingnya berdiri didepan kue ulang tahun menerima ucapan selamat dan kado dari para tamu undangannya. Nampak Jordan diantar para tamu bersama anak dan istrinya yang sudah di boyongnya pulang kembali dari kota B. "Selamat ulang tahun Aksara" ucap Mutiara istri Jordan sambil tersenyum pada juniornya di kampus dulu. "Mbak Mutia," pekik Arana dengan wajah sumringah, "Ya Alloh Mbak. Apa kabar?" Arana menanyakan kabar seniornya dulu setelah dia mengurai pelukan nya. "Puji Tuhan, saya baik Arana." jawab Mutiara, "Meskipun telat selamat ya untuk kelahiran putri kamu dan Saga." ucap Mutiara memberi selamat pada Arana, "Iya Mbak terima kasih
Hari ini semua orang sedang sibuk menyiapkan ulang tahun Aksara, putri pertama Sagara Bagaskara sekaligus cucu pertama dari keluarga Bagaskara. Bima dan Miranda sudah pulang kembali dari Madrid sejak dua hari yang lalu, namun tidak dengan Rendra, mereka tetap meminta Rendra untuk tinggal disana sampai kuliah Kedokteran nya selesai. Arana sedang duduk di sofa ruang tengah sedang sibuk dengan kertas-kertas bon mengecek apa ada yang kurang untuk acara ulang tahun Aksara yang akan di adakan besok pagi. Tidak jauh dari Arana duduk, nampak Miranda sedang menggendong Aksara sambil sesekali menimang cucu pertamanya tersebut. "Ma Aksara sudah bisa jalan. Gak perlu di gendong terus nanti Mama capek" Arana mengingatkan mertua nya agar tidak memanjakan putrinya dan membuatnya didrinya kelelahan."Gak papa ya Aksara, Oma gak capek kok. Aksara masih ingin di gendong oma Mama" jawab Miranda sambil mencium pipi chubby Aksara. "Oh ya Na. Caterina buat besok sudah siap semua kan?" tanya Miranda masi
"Suami, atau Mantan suami?" tanya Gibran dengan nada sinis, "Atau mungkin calon mantan suami. Aku dengar perceraian kalian sudah diproses sejak dua tahun yang lalu." "Maaf, Seperti nya Kak Gibran salah faham" sahut Arana berusaha menengahi sambil menggenggam tangan Saga yang sudah mengepal kuat. "Kamu tidak perlu berbohong lagi Ara. Aku sudah tahu semuanya, kamu di paksa menikah dengan dia kan?" kata Gibran pelan dan menatap Arana sendu. "Gibran," tegur Gio Saga yang sejak tadi mengamati kejadian di depannya "Jangan bicara sembarangan! Pak Saga tolong maafkan kelancangan Adik saya." Gio berdiri dan menarik adiknya agar menjauh dari Arana. Saga berdiri dan menarik Arana agar menempel padanya. "Ajari Adikmu sopan santun." ujar Saga sinis. "Iya maafkan saya yang kurang bisa mendidik Adik saya." jawab Gio sambil menunduk sopan. "Ck.. " Gibran berdecak kesal. "Jadi yang tadi kalian hanya bersandiwara menjadi suami istri yang romantis." cibir istri Gio. Mendengar kalimat kakak ipar
Saga dan Arana sampai di sebuah hotel berbintang tempat rekan bisnis Saga menggelar resepsi pernikahannya. "Wah,, Resepsi nya mewah sekali ya Mas," Arana memandang penuh kekaguman ketika mereka memasuki ballroom yang sudah di hias sedemikian rupa sehinga terlihat mewah dan berkelas. "Kamu suka?" tanya Saga menoleh pada sang istri yang di tangannya melingkar manis di lengan Saga. Arana menggeleng, "Tidak," jawabnya sambil matanya memandang pada pelaminan pengantin yang begitu megah. Saga tersenyum tipis mendengar jawaban istrinya itu. Bahkan Arana tidak membutuhkan waktu lama untuk menjawab. Saga sudah sangat memahami Arana, dia wanita yang sederhana dan sangat pengertian. Tidak ada satu pun barang mewah yang pernah Arana beli. Baju, tas, sepatu, sandal yang Arana pakai adalah brand dalam negri yang harganya hanya ratusan ribu. Jika ada barang mewah yang Arana miliki itu adalah Saga yang membelinya. "Istriku memang berbeda," bisik Saga lalu mengecup rahang Arana sekilas. Arana
Hari ini Saga akan mengajak Arana ke acara resepsi pernikahan rekan bisnisnya. Untuk pertama kalinya Arana meninggalkan putrinya di rumah bersama Lastri. Sejak pulang dari menjenguk Kiara Lastri tidak pulang ke rumahnya. Dia sengaja menginap untuk menemani Arana karena Ratih sedang sibuk menjaga Kiara dan Dara. Arana memperhatikan penampilan yang memakai dress putih dengan panjang sedikit di bawah lutut melalui cermin yang ada di kamarnya. Wajahnya tersenyum puas melihat tampilannya sendiri. "Kamu canti sekali, sayang," puji Saga yang baru keluar dari ruang ganti. Saga berjalan mendekati Arana yang berdiri didepan cermin. Memeluknya melingkarkan tangan kekarnya di perut ramping Arana. Saga sedikit membungkukkan tubuhnya karena tinggi bedan mereka yang berbeda. CUP... Saga mencium rahang Arana. "Cantik, Kamu makin cantik jika wajahmu memerah karena malu" bisik Saga sembari memandangi wajah Arana dari pantulan cermin. Arana tersipu malu, "Mas, sekarang makin pinter gombal ya?" sah
Saga sedang menuruni tangga dengan Aksara di pelukannya. Dia membawa bayi kecil itu duduk di sofa ruang tengah sembari menunggu Arana menyiapkan makan malam bersama Bi Sarti. Arana hanya akan mengerjakannya pekerjaan rumah jika Saga ada di rumah untuk menjaga Aksara. Saga sendiri sudah mewanti-wanti Arana agar tidak meninggalkan putri mereka sendirian. Mengingat perkembangan Aksara yang semakin hari semakin lincah dan menggemaskan. Saga mengajak Aksara berbicara dan bercanda. Meski hanya celotehan yang tidak jelas namun bagi Saga itu obat mujarab untuk rasa penat dan lelahnya setelah seharian berkutat dengan pekerjaannya kantor. "Mas, ayo makan!" seru Arana dari meja makan. "Iya, Mama" jawab Saga melangkah mendekati meja makan. "Bi, tolong ambilkan baby bouncer nya Aksara" pinta Arana pada Bi Sarti setelah wanita paruh baya itu meletakkan sepiring ayam goreng lengkuas buatannya tadi. "Sebentar ya sayang, Bibi sedang mengambilkan mu baby bouncer" Arana mengambil Aksara dari pangk
Arana meminta izin pada Kiara dan Lastri untuk keluar lebih dulu melihat putrinya Aksara. Saat sampai di luar kamar Arana langsung menuju teras samping rumah Aditama. Arana mendudukkan dirinya di kursi panjang dekat kolam renang. Dia menangis tersedu-sedu melepaskan air mata yang sudah di tahannya semenjak tadi setelah melihat kondisi Kiara. Arana merasa sangat sedih melihat keadaan saudara perempuannya yang sangat mengenaskan karena ulah suaminya. Duta laki-laki yang sangat di cintai Kiara semenjak masih kuliah dulu. "Sayang, kamu kenapa?" Saga menyusul Arana sambil menggendong Aksara yang sudah terbangun. "Mas," sahut Arana mengusap kasar air matanya. "Sini biar Aksara sama aku, mungkin dia haus" Arana mengulurkan tangannya mengambil Aksara dari gendongan Saga. "Haus Nak?" tanya Arana saat melihat Aksara menarik-narik baju di bagian dad* Arana. "Sepertinya dia memang haus dan lapar. Dia sudah bangun sejak tadi" sahut Saga sambil membersihkan bekas air mata di pipi mulus Arana.
Setelah Saga sampai di rumah mereka segera berangkat Ke rumah Aditama bersama dengan Jatmiko dan Lastri. Mereka sengaja menunggu Saga agar bisa berangkat bersama-sama untuk menjenguk Kiara. Selama perjalanan Aksara tampak begitu senang dan ceria. Ini pertama kalinya Aksara di ajak keluar rumah. Aksara duduk di pangkuan Lastri di kursi belakang. Aksara mengoceh sambil mata kecilnya melihat kearah jendela. Jatmiko dan Lastri sibuk meladeni celotehan bayi kecil yang menggemaskan tersebut. Sedang Arana memandang lurus ke depan sedang melamun."Sayang. Kenapa diam saja?" Saga menyentuh tangan Arana sambil pandangannya tetap fokus pada jalanan di depannya. Arana menoleh, "Gak papa cuma lagi mikirin Mbak Kiara saja." jawab Arana jujur mengutarakan kegelisahan nya. "Dia pasti sangat menderita Mas" tuturnya sedih. "Kamu terlalu baik sayang. Padahal dia sudah berulang kali menyakiti kamu, tapi kamu tetap saja memikirkan dia." sahut Saga sambil menggenggam tangan Arana dengan tangan kirinya.